Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KASUS

Penatalaksanaan Pasien Trauma dengan


Fraktur Iga Multipel

Prasenohadi*, Tommy Sunartomo**

Case Summary terbesar (25%). Umumnya pada trauma toraks,


Introduction: Traffic accident is the most trauma tumpul lebih sering terjadi dibandingkan
cases that cause chest trauma. Chest injury can trauma tajam. Meskipun demikian hanya 15% dari
caused fracture costae with either mild or severe seluruh trauma toraks yang memerlukan tindakan
complications. Morbidity and mortality caused by this bedah karena sebagian besar kasus (80–85%) dapat
condition was vary depend on early management. ditatalaksana dengan tindakan yang sederhana,
Case Report: A 35-years old, was unconciuosness, seperti pemasangan chest tube.1
no seizures caused by traffic accident. He was Trauma toraks banyak terjadi pada pengendara
transferred to hospital and went to consciousness. kendaraan bermotor roda dua akibat trauma tumpul
After that he was feel chest pain especially at the toraks. Kelainan yang sering dijumpai yaitu
right site. Patient got a treatment base on primery fraktur iga yang hampir mencapai 50%. Selain itu
survey and secondary survey. He diagnosed with penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan roda
hypovolemic shock, bilateral hemothorax, bilateral empat atau lebih juga sebagai penyebab terjadinya
flail chest with multiple fracture costae and contusio trauma toraks berupa fraktur sternum. Fraktur iga
pulmonum. Patient got bilateral chest tube drainage baik tunggal maupun multipel juga terjadi pada
and surgery to treat those problems. orang tua dengan insidens sekitar 12%. Insidens
Conclusion: Early management patients with sesungguhnya fraktur iga masih belum diketahui dan
complicated multiple farcture costae following diperkirakan 50% fraktur iga tidak terdeteksi dengan
invasive management could helping patient from life foto toraks.2–4
threatening and improve lung function. Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan
Keywords: multiple fracture costae oleh fraktur iga dan sternum berkaitan erat dengan
penyebab cedera, karena itu identifikasi bahaya
Pendahuluan yang akan mengancam jiwa merupakan hal penting.
Meskipun fraktur iga cenderung tidak komplit dan
Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh
tidak membutuhkan penanganan bedah, tetapi dapat
kasus kecelakaan dan merupakan penyebab kematian
menyebabkan kerusakan paru yang bermakna karena
akan mempengaruhi ventilasi dan menyebabkan rasa
*Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi nyeri hebat. Bagaimanapun juga mengatasi nyeri pada
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pasien dengan trauma toraks tidak hanya membantu
Rumah Sakit Persahabatan
Jl. Persahabatan Raya 1, Jakarta
meringankan keluhan tetapi juga mengurangi serta
** Departemen/SMF Anestesiologi dan Reanimasi mencegah komplikasi sekunder.2–4
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Fraktur iga
Jl. Mayjend. Prof. Dr. Soetomo 6 - 8, Surabaya
Korespondensi : prasenohadi@yahoo.com Tulang iga terdiri 12 pasang, 7 pasang (iga ke–1

166 Majalah Kedokteran Terapi Intensif


Prasenohadi, Tommy Sunartomo

Esofagus
Puncak pleura Skalenus anterior
Vena
Interkostal Arteri Pleksus brakialis Nervus frenikus
Saraf

Arteri subklavia Duktus torasikus


Eksternal

Innermost
Otot
Vena subklavia Iga pertama

Vena kava superior Trakea

Gambar 2. Bagian dan struktur dalam rongga toraks. (Dikutip dari 6)

Gambar 1. Struktur dan komposisi sela iga.


(Dikutip dari 5)

sampai ke–7) langsung berhubungan dengan sternum berhubungan dengan penyebab cedera dan jumlah
(true ribs), 3 pasang (iga ke–8 sampai ke–10) di tulang iga yang patah dan rerata komplikasi akan
bagian anterior menyatu di sternum (false ribs) dan meningkat seiring dengan jumlah tulang iga yang
2 pasang (iga ke–11 dan ke–12) di bagian anterior patah. (Tabel 1) Posisi fraktur iga di dalam rongga
bebas, tidak menyatu dengan sternum (floating ribs). toraks juga menentukan penyebab terjadinya cedera,
Saat inspirasi iga ke–1 relatif tetap tidak bergerak, seperti fraktur iga bawah lebih banyak menyebabkan
iga ke–2 sampai ke–6 bergerak ke atas dan ke gangguan pada organ abdomen dibandingkan
depan (diameter antero–posterior rongga toraks parenkim paru. Fraktur iga bawah kiri dapat merusak
bertambah), iga ke–7 sampai ke–10 bergerak ke atas limpa (risiko 22–28%), fraktur iga bawah kanan
dan ke luar (meningkatkan diameter lateral rongga dapat merusak hati (risiko 19–56%) dan fraktur iga
toraks). Di antara tulang iga terdapat muskulus ke–11 dan ke–12 dapat menyebabkan kerusakan
interkostalis, arteri, vena dan nervus interkostalis pada ginjal. Fraktur iga merupakan masalah besar
(Gambar 1).5 Rongga toraks di bagian puncak (apeks) pada paru dengan insidens 84–94% yang berupa
mengecil (mengerucut) berukuran lebar 10 cm dan hemotoraks, pneumotoraks, dan kontusio paru.2,3,8
jarak antero–posterior 5cm membentuk suatu kubah Komorbiditas mendapatkan fraktur iga meningkat
(thoracic inlet). Daerah ini berisi organ penting sesuai dengan pertambahan umur, seperti pada
yang dilindungi oleh tulang iga–1 serta manubrium orang tua dengan umur lebih dari 65 tahun risiko
sterni, vertebra torakal ke–1 dan klavikula. Di dalam mortalitinya mencapai 5 kali dan juga meningkatkan
thoracic inlet berisi (1) pleksus brakialis, (2) arteri insidens terjadinya pneumonia. Mortalitas dan risiko
dan vena subklavia, (3) vena kava superior, (4) pneumonia berhubungan dengan jumlah tulang
nervus frenikus, (5) duktus torasikus, (6) esofagus, iga yang patah karena setiap penambahan tulang
dan (7) trakea (Gambar 2).6 iga yang patah akan meningkatkan mortalitas dan
Tulang iga umumnya patah di daerah terjadinya pneumonia sekitar 20%. Orang tua dengan fraktur
benturan atau di daerah yang struktur tulangnya iga yang disertai penyakit kardiopulmoner akan
lemah, biasanya di sudut posterior. Tulang iga mudah mendapatkan komplikasi yang berakibat
ke–4 sampai ke–9 adalah yang paling sering terjadi pada meningkatnya lama masa rawat dan masuk
fraktur. Fraktur iga dapat terjadi akibat penetrasi rumah sakit kembali. Insidens fraktur iga pada
yang menyebabkan hematopneumotoraks dan darah anak–anak lebih rendah karena tulang iga anak–anak
yang dihasilkan oleh setiap patahan tulang iga dapat masih cukup lentur dan mekanikme benturan dengan
mencapai 100–150mL.7 Fraktur iga ke–1 dan ke–2 tenaga besar yang dapat menyebabkan fraktur iga
dapat terjadi akibat benturan dengan yang besar pada anak–anak.3,8
karena kedua tulang iga tersebut dilindungi oleh Fraktur iga umumya terjadi akibat kompresi
otot–otot yang cukup tebal. Tempat yang paling pada rongga toraks. Fraktur seringkali terjadi pada
sering terjadi fraktur pada iga ke–1 adalah di daerah putaran 60 derajat dari sternum karena di daerah ini
sulkus subklavia dan di bagian posterior.2 merupakan lokasi yang lemah dibandingkan lokasi
Morbiditas dan mortalitas fraktur iga lainnya. Fraktur iga dapat terjadi segmental dengan

Volume 2 Nomor 3 Juli 2012 167


Penatalaksanaan Pasien Trauma dengan Fraktur Iga Multipel

salah satu patahan pada posisi 60 derajat dan lainnya Tabel 1. Peningkatan komplikasi paru dan jumlah
di bagian posterior.3 fraktur iga
Biasanya penatalaksanaan fraktur iga seperti Jumlah fraktur iga Rerata komplikasi (%)
stabilisasi dengan pembedahan, tidak langsung pada 1 – 2 16,4
frakturnya karena fraktur iga cenderung sembuh 3 – 5 33,6
dengan hasil yang baik dalam 10 sampai 14 hari. >6 52,7
Terapi ditujukan kepada pencegahan terjadinya
masalah gangguan respirasi. Kerusakan paru
dapat terjadi akibat rasa nyeri yang mengganggu atau bronchial toilet dengan bronkoskopi dan jika
pulmonary toilet serta kontusio paru atau kombinasi diperlukan dapat dilakukan intubasi.8
keduanya. Terapi isinial yang diberikan berupa Penanganan fraktur iga pada dasarnya masuk
mengatasi rasa nyeri yang timbul, fisioterapi dada dalam penatalaksanaan trauma toraks. Tahap
dan mobilisasi. Modaliti untuk mengatasi rasa penilainan keadaan pasien dimulai dari primary
nyeri berupa terapi sistemik dengan memberikan survey, tindakan resusitasi, secondary survey,
narkotik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) pemeriksaan penunjang (darah dan foto toraks)
dan terapi regional seperti blok tulang iga setempat, dan penilaian skor trauma. Setelah itu dilakukan
pemasangan chest tube dan analgesia epidural.3,8 penilaian status trauma toraks, mulai dari pengkajian
Rasa nyeri juga dapat diatasi dengan pemberian (saturasi O2, pulse oximetry, end–tidal CO2, foto
narkotik intravena, tetapi dapat menyebabkan toraks, FAST ultrasound, gas darah arteri), primary
sedasi, penekanan batuk dan depresi pernapasan survey (obstruksi jalan napas, pneumotoraks tension,
yang mempengaruhi pulmonary toilet. Hal ini pneumotoraks terbuka, hemotoraks, flail chest,
sebaiknya dihindari pemakaiannya pada orang tua tamponade jantung), secondary survey (fraktur iga,
karena dapat menyebabkan pneumonia obstruksi. kontusio paru, kerusakan trakeobronkial, esofagus,
Analgesia epidural banyak digunakan sebagai terapi diafragma, aorta dan jantung).7
regional untuk mengatasi rasa nyeri pada dinding
dada. Meskipun invasif tindakan ini lebih efektif DISKUSI KASUS
dalam memperbaiki pulmonary toilet. Modalitas Seorang laki–laki berusia 35 tahun dengan berat
regional lain untuk mengatasi rasa nyeri regional badan 65 kg, dengan riwayat kecelakaan lalu lintas
adalah dengan blok nervus interkostal, analgesia dirujuk dari rumah sakit lain datang ke instalasi
intrapleura melalui chest tube dan blok paravertebral rawat darurat. Pasien jatuh sendiri dari sepeda motor
toraks (Gambar 3).3,8 saat dibonceng oleh temannya. Pasien pingsan, tidak
Fraktur iga multipel dapat menyebabkan rasa ada muntah, tidak ada kejang. Kemudian pasien
nyeri, atelektasis dan gagal napas. Diagnosis dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
klinis fraktur iga didapatkan dari kelainan dada, perawatan. Selama perawatan pasien mengeluh nyeri
pergerakan fragmen, ekimosis dan juga pemeriksaan dada sebelah kanan dan nyeri perut. Pemeriksaan
radiologi. Nyeri timbul pada saat inspirasi dan fisis, TD 86/48 mmHg, N 100 x/menit, Pernapasan
pasien berusaha untuk mengurangi gerakan rongga 40 x/menit, GCS E4M6V5. Di rumah sakit tersebut
dada yang berakibat pada hipoventilasi. Mengurangi pasien mendapat O2 10 liter/menit, infus RL sekitar
rasa nyeri juga menyebabkan berkurangnya batuk 5000mL, obat–obatan (injeksi piracetam, injeksi
dan dan napas dalam yang berakibat pada retensi remopain dan injeksi cefotaxim), pemasangan
sputum, atelektasis dan penurunan kapasitas residu kateter urin, pemeriksaan darah (Hb 12,5g/dL) dan
fungsional. Faktor–faktor tersebut menyebabkan foto toraks.
penurunan lung compliance, perubahan V˙/Q Pada pemeriksaan awal (primary survey) ketika
˙mismatch dan hipoksemia.8 diterima di ruang resusitasi instalasi rawat darurat
Pemeriksaan foto toraks harus dilakukan, bukan (18:45), jalan napas bebas sumbatan, terpasang
hanya untuk mengidentifikasi jumlah dan beratnya collar brace di leher, tampak jejas maksilofasial.
fraktur iga, tetapi juga untuk menilai apakah ada Pernapasan spontan dan simetris. Jejas dan krepitasi
pneumotoraks, hemotoraks ataupun efusi pleura. terapa di dinding dada. Perkusi dada redup di kedua
Analgesia yang adekuat dan fisioterapi merupakan sisi. Suara napas vesikular melemah di kedua sisi.
hal yang penting dalam mencegah komplikasi. Tekanan darah 95/60mmHg, nadi 110 x/menit, bunyi
Berkurangnya rasa nyeri akan memperbaiki pola jantung S1/S2 tunggal, tidak terdengar murmur. GCS
pernapasan dan efektifitas batuk. Jika batuk tidak pasien E4M6V4, pupil bulat isokor, refleks cahaya
adekuat maka dapat dibantu dengan aspirasi kateter

168 Majalah Kedokteran Terapi Intensif


Prasenohadi, Tommy Sunartomo

baik, dan tidak terdapat lateralisasi. Pada regio frontal PEMBAHASAN


kanan terdapat vulnus appertum. Jejas tampak pada Penatalaksanaan awal pasien di ruang resusitasi
aksila kanan, flank kanan, pedis kanan dan kiri. pada umumnya sesuai dengan tata cara penanganan
Berdasarkan masalah yang dirumuskan, yaitu pasien trauma yaitu mulai dari tahapan primary
syok hipovolemik kelas III, hematotoraks kanan survey, resusitasi, secondary survey dan pemeriksaan
dan kiri, flail chest kanan dan kiri, kontusio paru, penunjang. Pasien dalam keadaan cukup stabil (tanda
dan fraktur iga multipel kanan dan kiri; pada pasien vital). Pemeriksaan foto toraks menunjukkan ada
dilakukan pemberian O2 dengan Jackson Rees 10 fraktur iga multipel, kontusio paru dan hemotoraks
liter/menit dilanjutkan dengan intubasi dengan ETT serta pemeriksaan FAST menunjukan tidak ada
no. 7,5 cuff, infus cairan melalui 2 akses diberikan cairan di rongga abdomen dan ditemukan efusi pleura
RL 5000 mL, NaCl 1500 mL, Gelofusin 1000 mL, kanan. Pasien dilakukan pemasangan chest tube
transfusi whole blood (3 unit), morfin intravena 1 kanan dan kiri dan pasca tindakan dirawat di ruang
mg, foto toraks segera, insersi chest tube, dan USG observasi intensif. Setelah beberapa hari dirawat di
FAST. ICU diputuskan untuk dilakukan pemasangan fiksasi
Pada foto toraks tampak fraktur iga multipel interna.
bilateral (fraktur kosta 1,2,4,5,6,7 kanan lateral, Masalah yang pertama kali dihadapi (primary
fraktur kosta 2,3,4,5,6,7,8,10 kiri poterior), fraktur survey) adalah (1) syok hipovolemik kelas III,
klavikula kanan, kontusio paru kanan dan kiri, (2) hematotoraks kanan dan kiri, (3) flail chest
hematotoraks kanan dan kiri. Pada USG FAST kanan dan kiri, (4) kontusio paru dan (5) fraktur
tidak didapatkan cairan bebas di Morissons pouch, iga kanan dan kiri. Tindakan yang dilakukan pada
paracollic gutter kanan dan kiri, splenorenal dan saat pertama kali pasien diterima di instalasi gawat
perivesika. Pada sisi toraks tampak efusi pleura darurat sudah cukup memadai, terutama (1) collar
kanan. Setelah dilakukan insersi chest tube, dari brace yang telah terpasang sebelumnya dari rumah
sisi kanan keluar udara dan cairan serosanguinus sakit luar, (2) pemberian cairan dan transfusi darah
500 mL; dan dari sisi kiri keluar udara dan cairan untuk mengatasi syok dan anemia, (3) tindakan
serosanguinus 200 mL. intubasi untuk mempertahankan jalan napas dan
Pada pemeriksaan lanjut (secondary survey) mengurangi beban otot pernapasan serta pemberian
dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien O2 untuk oksigenasi (4) pemasagan chest tube
mengalami kecelakaan lalu lintas ketika mengendarai untuk mengevakuasi cairan di rongga pleura
sepeda motor dan jatuh sendiri. Setelah jatuh pasien sehingga masalah restriksi dapat dikurangi dan
mengalami nyeri dada sebelah kanan namun tidak (5) pemberian morfin untuk mengatasi rasa nyeri.
mengalami muntah. Pasien dibawa ke RS terdekat. Setelah tindakan resusitasi dilakukan maka masuk
Kemudian pasien dirujuk dengan diagnosis cedera tahapan secondary survey guna menentukan diagnosis
otak ringan dan kontusio toraks kanan. Tidak ada pasti dengan melakukan pemeriksaan fisis yang
yang memeriksa kepala pasien. Pasien tidak memiliki menyeluruh diikuti dengan pemeriksaan laboratorium
riwayat minum obat–obatan dan alkohol. Pasien dan radiologis. Seharusnya pemeriksaan foto toraks
tampak lemah dengan tekanan darah 118/73mmHg, dan USG dilakukan setelah seluruh pemeriksaan fisis
nadi 99 x/menit, pernapasan dikendalikan ventilator. dikerjakan. Pada pasien ini kedua pemeriksaan itu
Pada pemeriksaan toraks tampak simetris, teraba dilakukan lebih awal kemungkinan untuk menentukan
krepitaso, sonor, vesikuler melemah, dan terdengar masalah (diagnosis) sesungguhnya secepat mungkin
ronki atau wheezing. Abdomen normal. Akral hangat, sehingga komplikasi yang mungkin terjadi dapat
kering, dan tampak merah. segera dicegah. Pemeriksaan laboratorium memang
Pengkajian pasien selanjutnya adalah masalah dilakukan setelah secondary survey dikerjakan
hematotoraks kanan dan kiri, syok hipovolemik klas termasuk pemeriksaan analisis gas darah. Analisis
III, flail chest kanan dan kiri, kontusio paru, fraktur gas darah diperlukan untuk menetukan apakah pasien
iga multipel kanan dan kiri, dan cedera otak ringan. dengan trauma toraks harus dilakukan intubasi atau
Selanjutnya pada pasien direncanakan CT–scan tidak.
kepala, konsul ortopedi, bedah saraf dan bedah toraks, Pertama kali pasien datang ke ruang resusitasi
perawatan di ICU, infus rumatan RL, fisioterapi dada, trakhea dan dilakukan tindakan intubasi. Tindakan
pemberian nebulizer, dan mempertahankan tekanan ini dilakukan karena kedua paru pasien sudah
negatif chest tube –18 s/d –20 cmH2O. mengalami gangguan akibat fraktur iga multipel
dengan demikian diharapkan fungsi ventilasi

Volume 2 Nomor 3 Juli 2012 169


Penatalaksanaan Pasien Trauma dengan Fraktur Iga Multipel

Gambar 3. Foto toraks pada saat masuk ke rumah sakit. Tam-


pak fraktur iga multipel kanan dan kiri, emfisema subkutis.

Gambar 6. Dua jenis fiksasi interna untuk fraktur iga yaitu (A)
Judet plates dan (B) Sanchez plates. (Dikutip dari 21)

penelitian menunjukkan bahwa fraktur iga multipel


yang diberikan continuous positive airway pressure
Gambar 4. Foto toraks tanggal pasca pemasangan chest (CPAP) dan analgesia regional (epidural atau blok
tube kanan dan kiri dan pasca intubasi. saraf interkosta) secara bermakna menurunkan lama
perawatan dan komplikasi dibandingkan pasien yang
diintubasi dan mendapat ventilasi mekanik. Hal ini
karena pasien yang tidak disedasi dan tanpa ventilasi
mekanik dapat melakukan fisioterapi dan mobilisasi
serta menurunkan kejadian sepsis.10 Indikasi intubasi
trakhea pada pasien dengan flail chest, yaitu : (1) syok
berat, (2) sistolik <70mmHg), (3) GCS <8, (4) pasien
yang membutuhkan pembedahan (segera), (5) fungsi
pernapasan yang tidak adekuat, (6) penggunaan otot
bantu napas, pernapasan >35/menit atau <8/menit,
(7) saturasi O2 <90% dengan O2 15L/menit dengan
masker PaCO2 >55mmHg.12
Hasil pemeriksaan fisis toraks pasien ini
menunjukkan ada kelainan di paru berupa penurunan
Gambar 5. Foto toraks tanggal pasca bedah dengan pe- suara napas baik paru kanan maupun paru kiri,
masangan clipping costae. sehingga sebenarnya diagnosis atau masalah fraktur
iga multipel, hematotoraks maupun emfisema
subkutis sudah dapat ditentukan. Pemeriksaan fisis
masih dapat dipertahankan. Dahulu pasien dengan harus dilakukan lebih seksama untuk menentukan
fraktur iga multipel rutin dilakukan intubasi dan apakah pada pasien ini hanya terdapat fraktur iga
pemasangan ventilasi mekanik, termasuk juga pada biasa atau fraktur iga segmental. Pada pasien ini
pasien dengan flail segment. Meskipun saat ini agak sulit menentukan agak sudah terdapat fraktur

170 Majalah Kedokteran Terapi Intensif


Prasenohadi, Tommy Sunartomo

Parameter Nilai adalah dari posisi lateral dan frontal.2 Pada pasien
Hb 7,8 g/dL ini tidak dilakukan pemeriksaan foto toraks lateral
Ht 21,6 l% sehingga diagnosis hanya fraktur iga multiple saja
Lekosit 14.000/mm3 dan kemungkinan terjadinya fraktur iga segmental
Trombosit 206.000/mm3 masih belum dapat disingkirkan. Foto toraks lateral
BUN 13 mg/dL mungkin tidak dilakukan karena fraktur iga terjadi
Kreatinin 0,9 mg/dL bilateral sehingga pasien tidak mungkin dimiringkan
SGOT 77 IU/L saat dilakukan pemeriksaan. Untuk menegakkan
SGPT 42 IU/L diagnosis fraktur iga segmental maka pemeriksaan
Glukosa 119 mg/dL dengan CT–scan toraks merupakan pilihan pada
Na 134,5 mEq/L pasien ini.12,13
Cl 103,5 mEq/L Flail chest pada pasien ini tidak dapat disingkirkan
K 3,46 mEq/L karena pemeriksaan fisis dan hasil foto toraks masih
Ca 0,73 mEq/L
belum dapat menyingkirkan hal tersebut. Foto toraks
kurang memberikan hasil yang memuaskan karena
Tabel 2. Hasil analisis gas darah fraktur iga yang banyak dan posisi fraktur terletak
di lateral dan posterior. Untuk menentukan apakah
19.001) 21.152) 01.002)
terdapat fraktur iga segmental sebaiknya dilakukan
pemeriksaan CT–scan toraks yang dapat menentukan
pH 7,391 7,34 7,39
jumlah, jenis dan letak fraktur iga.12,18 Flail chest
PCO2 35,2 41,0 38,0
PO2 274,4 266,0 268,0 terjadi akibat lepasnya hubungan antar - tulang pada
HCO3 21,5 22,1 24,0 fraktur iga segmental yang dapat menyebabkan
BE -3,6 -3,7 -2,0 pernapasan paradoksal. Pada saat inspirasi dada akan
SaO2 99% 100% 100% bergerak ke arah dalam mengikuti tekanan negatif
1. O2 Jackson Rees 10 L/min
dan pada saat ekspirasi bagian fraktur segmental
2. PCV 14, Trig 3, PC 13, PEEP 10, FiO2 100% g RR 15, VT akan terangkat. Pada tahap awal kematian yang
415, MV 6,8 terjadi akibat flail chest kebanyakan disebabkan oleh
3. PCV 16, Trig 3, PC 13, PEEP 10, FiO2 80% g RR 16, VT hemotoraks massif dan kontusio paru, sedangkan
384, MV 6,5
pada tahap lanjut disebabkan oleh acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Untuk itu penanganan
iga segmental baik di dada kanan maiupun kiri. Hal secepatnya perlu dilakukan dengan memberikan
ini dapat terjadi karena waktu dilakukan palpasi analgetik dan pemberian ventilasi yang adekuat.2
pasien merasakan nyeri atau fraktur segmental yang Hasil pemeriksaan foto toraks juga didapatkan
terjadi masih terfiksasi dengan baik oleh otot–otot. ada fraktur klavikula kanan. Fraktur klavikula
Karenanya pemeriksaan tambahan seperti foto toraks umumnya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
sangat membantu memecahkan masalah ini. terutama para pengguna kendaraan roda dua.
Hasil pemeriksaan foto toraks pasien ini Fraktur klavikula pada umumnya akan sembuh
ditemukan pula ada fraktur iga multipel, hemotoraks sendiri dengan penanganan konservatif dengan
dan kontusio paru. Foto toraks diperlukan karena pemasangan collar–and–cuff sling dan hanya sedikit
sebagian besar pasien dengan trauma dada yang memerlukan tindakan bedah.14,15,16 Pasien ini
merupakan cedera multipel sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan pemasangan sling karena
fisis kadangkala menjadi sulit dilakukan. Seringkali akan mengganggu pernapasan dan meningkatkan
dijumpai kasus trauma toraks dengan pneumotoraks komplikasi.
atau hemotoraks yang tidak terdiagnosis pada Tindakan pemeriksaan (FAST) focused
saat penilaian awal.11 Pemeriksaan foto toraks assessment with sonography in trauma pada pasien
pada pasien dengan fraktur iga diilakukan dalam ini sudah sesuai dengan prosedur penatalaksanaan
10 menit setelah pasien pertama kali datang tanpa trauma toraks. Hasil pemeriksaan FAST
menghambat pertolongan pada pasien. Interpretasi menunjukkan tidak ada cairan di rongga abdomen
yang cepat dan akurat hasil foto toraks diperlukan dan ditemukan efusi pleura kanan. Pemeriksaan ini
untuk menghindari hilangnya petunjuk yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma dada untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Sensitifitas foto menilai apakah ada cedera di organ lain dengan
toraks dalam mendeteksi fraktur iga berkisar 20– menilai jumlah cairan seperti efusi perikardium dan
50%. Pemeriksaan foto toraks yang harus dilakukan cairan intraperitoneal. Pemeriksaan FAST cukup

Volume 2 Nomor 3 Juli 2012 171


Penatalaksanaan Pasien Trauma dengan Fraktur Iga Multipel

sensitif dan spesifik sehingga dapat digunakan untuk ataupun dalam penggunaan intermittent positive
menentukan tindakan bedah.17 pressure ventilation (IPPV) bukan merupakan hal
Kontusio paru pada pasien ini terjadi yang utama. Hal ini karena sebagian pneumotoraks
kemungkinan akibat ekstravasasi darah ke dalam besar udara yang ada akan diserap dengan sendiri.
alveoli dan bronkus akibat cedera. Kontusio paru Pasien dengan traumatik pneumotoraks dalam 24 jam
adalah cedera parenkim paru yang menyebabkan harus diberikan analgetik, pemantauan tanda vital
edema dan perdarahan interstisial, biasanya akibat dan oxymetry. Pemeriksaan foto toraks ulang harus
proses akselerasi–deselerasi. Darah akan masuk dilakukan setelah 6 jam dan chest tube harus dipasang
ke dalam alveoli dan bronkus sehingga terjadi jika peneumotoraks bertambah luas. Bagaimanapun
gangguan difusi berupa perubahan rasio ventilasi juga pemasangan chest tube harus segera dilakukan
dan perfusi, terjadi pergeseran shunt dari kanan ke bila pada saat pengamatan terjadi gangguan respirasi
kiri dan gangguan ventilasi.4,18 Mortalitas pasien ataupun pemberian intermittent positive pressure
dengan kontusio paru berkisar 10–25% dan sering ventilation (IPPV) tidak memberikan hasil yang baik
terjadi akibat trauma tumpul toraks. Kontusio paru karena paru bertambah kolaps. Pada kasus traumatik
dapat mengganggu pertukaran gas dan menyebabkan pneumotoraks dengan cedera yang bermakna dan
shunting. Pasien dengan kontusio paru merupakan tanpa ada gangguan respirasi, kebanyakan akan
predisposisi mendapatkan pneumonia dan ARDS membaik dengan sendirinya sehingga risiko akibat
akibat pelepasan sitokin inflamasi dari daerah pemasangan chest tube dapat dihindarkan.22
kontusio paru tersebut.19 Selain pemasangan chest tube, mengatasi rasa
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian nyeri yang terjadi akibat fraktur iga merupakan hal
ventilasi noninvasif pada fraktur iga multipel (lebih yang penting pada pasien ini. Dengan mengatasi
dari 3 tulang iga) yang disebabkan oleh trauma rasa nyeri maka pola pernapasan pasien dapat
tumpul yang kurang dari 24 jam setelah cedera diatur sehingga komplikasi yang akan timbul
dan terdapat gangguan batuk akibat rasa nyeri atau seperti pneumonia, atelektasis dan gagal napas
kelainan paru, memberikan hasil yang lebih baik dapat dicegah. Pasien ini diberikan morfin secara
dibandingkan dengan pasien sama yang diberikan teratur karena selain menghilangkan rasa nyeri juga
ventilasi mekanik. Pasien dengan fraktur iga multipel mempunyai efek sedasi.3,8 Pemberian tramadol juga
dengan CPAP dan analgetik regional lebih baik dimungkinkan karena obat ini merupakan golongan
dibandingkan dengan pemberian ventilasi mekanik analgesik opioid lemah dan bisa digunakan untuk
dengan PEEP dalam hal lama rawat dan komplikasi mengatasi rasa nyeri derajat sedang hingga berat.23
pneumonia serta pasien dengan ventilasi noninvasif Pada pasien terjadi emfisema subkutis yang
akan lebih cepat melakukan mobilisasi.20 kemungkinan disebabkan oleh robeknya pleura
Masalah hemotoraks bilateral pada pasien ini parietal oleh fragmen iga sehingga udara luar masuk
diatasi dengan pemasangan chest tube kanan dan kiri. dari rongga pleura. Pemberian tekanan setempat
Tindakan ini sesuai dengan tata laksana penanganan dan pembebatan (strapping) biasanya dapat
pasien trauma toraks dan harus dilakukan karena mengatasi emfisema subkutis. Penangan emfisema
akan mengancam jiwa. Diagnosis homotoraks subkutis tergantung dari berat dan luasnya karena
ditegakkan pemeriksaan fisis yaitu ditemukan suara kebanyakan emfisema subkutis dapat sembuh sendiri
napas yang menurun dengan perkusi redup, hasil foto tanpa meninggalkan bekas yang serius. Berbagai
toraks dan syok. Saat dilakukan pemasangan chest macam tindakan dapat dilakukan untuk mengatasi
tube ke luar darah dalam jumlah yang cukup banyak. emfisema subkutis mulai dari konservatif yaitu
Fraktur iga sering menyebabkan pneumotoraks yang dengan pengawasan dan pemberian oksigen dan
disebakan oleh rusaknya parenkim paru sehingga hindari penggunaan tekanan ventilasi positif hingga
terjadi peningkatan tekanan intraalveolar. Sedangkan tindakan dekompresi yang invasif. Ada beberapa
hemotoraks terjadi akibat robeknya pembuluh darah teknik invasif untuk mengatasi emfisema subkutis
parenkim paru, pembuluh darah interkosta atau mulai dari melakukan pemasangan beberapa jarum,
cedera pada jantung dan pembuluh darah besar. Jika pemasangan angiokateter, insisi subkutis hingga
terjadi perdarahan yang berasal dari pembuluh darah pemasangan drain.21,24,25
interkosta, mamari atau pulmoner maka tindakan Pasien dilakukan tindakan bedah berupa
bedah harus dilakukan.11,19,21 pemasangan fiksasi interna tulang iga yang patah.
Pemasangan chest tube pada pneumotoraks Sebenarnya pada pasien ini bisa juga dilakukan
traumatik yang diakibatkan oleh trauma tumpul baik perawatan konservatif, seperti intubasi dan ventilasi
ringan maupun sedang tanpa cedera yang bermakna mekanik tetapi hal tersebut tidak banyak membantu.

172 Majalah Kedokteran Terapi Intensif


Prasenohadi, Tommy Sunartomo

Tindakan bedah harus dilakukan karena sudah terjadi interna dilakukan untuk mempertahankan fungsi
cedera toraks, kontusio paru dan gangguan respirasi. paru dan mengurangi komplikasi.
Waktu yang tepat kapan seharusnya dilakukan fiksasi
fraktur pada trauma dada sampai saat ini masih DAFTAR PUSTAKA
menjadi perdebatan. Fiksasi yang dilakukan pada 1. Trunkey DD. Thoracic trauma. In: Trunkey DD,
saat awal menurunkan kejadian inflamasi di daerah Lewis FR (eds). Current therapy of trauma 1984–
cedera, menurunkan rasa nyeri dan penggunaan 1985. Philadelphia: BC Decker 1984:85–91.
opiat. Penelitian menunjukkan bahwa fiksasi akan 2. Howell NJ, Ranasinghe AM, Graham TR. Man-
mengurangi komplikasi paru dan mempercepat agement of rib and sternal fractures. Trauma
mobilisasi. Tetapi morbiditi dan mortaliti tetap tinggi 2005;7:47–54.
jika trauma dada disertai dengan trauma di organ lain, 3. Weinberg JA, Croce MA. Chest wall injury. In:
seperti kepala, akibat keluarnya sumsum tulang yang Flint L, JW Meredith, CW Schwab, Trunkey DD,
mempengaruhi sistem pulmoner dan susunan saraf LW Rue, PA Taheri (eds). Trauma: Contemporary
pusat. Fiksasi hanya dapat dilakukan jika semua principles and therapy (1st edn). Philadelphia: Lip-
proses resusitasi telah dilaksanakan dengan baik.26 pincott Williams & Wilkins 2008:358–60.
Fraktur iga yang terjadi pada pasien ini 4. Lloyd JW, Smith AC, O'Connor BT. Classification
begitu banyak sehingga jika telah masuk tahap of chest injuries as an aid to treatment. Brit Med. J.
penyembuhan kemungkinan akan terjadi deformiti, 1965;1:1518–23.
atelektasis dan pengurangan volume paru. Tindakan 5. Ellis H. The ribs and intercostal spaces. Anaesth
yang dilakukan sedini mungkin diharapkan akan Intensive Care Med 6;12:399–400.
6. Craven J. The thoracic inlet and first rib. Anaesth
memperbaiki bentuk dinding dada, mengurangi
Intensive Care Med 8;12:497–8.
kecacatan dan mempertahankan fungsi paru. Selain
7. Greaves I, Dyer P, Porter KM.. Handbook of im-
itu pemasangan fiksasi interna, ahli bedah dapat
mediate care. London: Edward Arnold 1995.
sekalian membersihkan rongga pleura dari darah 8. Duan Y, Smith CE, Como JJ. Cardiothoracic trau-
dan bekuan darah sehingga terjadinya empyema ma. In: Wilson WC, Grande CM, Hoyt DB (eds).
dan fibrosis pleura dapat dicegah. Pasien yang Trauma: emergency resuscitation perioperative an-
dilakukan pembedahan dirawat di ICU lebih esthesia surgical management (Vol. 1). New York:
singkat dibandingkan pasien yang hanya dilakukan Informa Healthcare 2007:469–99.
perawatan konservatif. Demikian pula dengan 9. Nebraska Department of Health and Human Ser-
penggunaan ventilasi mekanik lebih singkat dan vices Trauma. Practice guidelines and algorithms
proses penyapihan lebih cepat pada pasien yang State of Nebraska. Rev. January 2008.
dilakukan pembedahan.27,28 Pasien ini telah dilakukan 10. Wright S. When to ventilate. Trauma 1999;1:199–
clipping iga ke–5 dan ke–6 kiri dan iga ke–6 dan 205.
ke–7 kanan dan selanjutnya dirawat di ICU. Pasien 11. Rankine JJ, Thomas AN, Fluechter D. Diagnosis of
dirawat selama 5 hari di ICU dan diekstubasi pada pneumothorax in critically ill adults. Postgrad Med
hari ke–4 pasca bedah. J 2000;76:399–404.
12. Van Hise ML, Primack SL, Israel RS, Muller NL.
KESIMPULAN CT in Blunt chest trauma: Indications and limita-
tions. RadioGraphics 1998;18:1071–84.
Telah dilakukan perawatan pasien fraktur iga 13. Kerns SR, Gay SB. CT of blunt chest trauma. Am J
multipel yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas Radiol 1990;154:55–60.
terjatuh dari sepeda motor. Benturan pada rongga 14. Robinson CM. Fractures of the clavicle in the adult.
toraks menyebabkan fraktur iga multipel yang J Bone Joint Surg 1998;80– B:476–84.
menyebabkan terjadinya hematopneumotoraks, 15. Nowak J, Mallmin H, Larsson S. The aetiology and
kontusio paru dan emfisema subkutis. epidemiology of clavicular fractures. Injury, Int. J.
Diagnosis pasien dengan fraktur iga multipel Care Injured 2000;31;353–8.
yaitu dengan pemeriksaan fisis yang baik dan 16. Postacchini F, Gumina S, De Santis P, Albo F. Epi-
ditunjang dengan pemeriksaan foto toraks. demiology of clavicle fractures. J Shoulder Elbow
Penatalaksaan pasien fraktur iga multipel yaitu Surg 2002;11:452–6.
dengan mengatasi masalah yang ada yaitu pemberian 17. Tayal VS, Beatty MA, Marx JA, Tomaszewski CA,
obat anti nyeri untuk mengatasi nyeri, pemasangan Thomason MH. FAST (Focused assessment with
chest tube untuk mengatasi hematoraks dan sonography in trauma) accurate for cardiac and
emfisema subkutis. Tindakan pemasangan fiksasi intraperitoneal injury in penetrating anterior chest
trauma. J Ultrasound Med 2004;23:467–72.

Volume 2 Nomor 3 Juli 2012 173


Penatalaksanaan Pasien Trauma dengan Fraktur Iga Multipel

18. Shorr RM, Crittenden M, Indeck M, Hartunian SL, nih.gov/pubmed/7517822Prasenohadi.Penata-


Rodriguez A. Blunt thoracic trauma: analysis of laksanaan emfisema subkutis. J Respir Indon
515 patients. Ann Surg 1987;206:200–5. 2005;25:189–91.
19. Tai NRM, Boffard KD. Thoracic trauma: principles 24. Wong DT, McGuire GP. Subcutaneous emphysema
of early management. Trauma 2003;5: 123–36. following trans–cricothyroid membrane injection
20. Bolliger CT, Van Eeden SF. Treatment of multiple of local anesthetic. Can J Anesth 2000; 47: 165–8.
rib fractures (randomized controlled trial compar- 25. Shirley PJ. Trauma and critical care III: chest trau-
ing ventilatory with nonventilatory management). ma. Trauma 2005;7:133–42.
Chest 1990;97;943–8. 26. Ahmed Z, Mohyuddin Z. Management of flail
21. Hinton D, Steiner CA. Fractures of the ribs. J Bone chest injury: Internal fixation versus endotracheal
Joint Surg Am. 1940;22:597–607. intubation and ventilation. J Thorac Cardiovasc
22. Johnson G. Traumatic pneumothorax: is a chest Surg 1995;110:1676–80.
drain always necessary? J Accid Emerg Med 27. Casali C, Fontana G, Morandi U. Surgical stabili-
1996;13:173–4. zation of severe flail chest [Online]. 25–July–
23. Lehman KA. Tramadol for the management of 2006. Available from: URL: http://www.ctsnet.org/
acute pain. Drugs. 1994;47(Suppl 1): 19–32. sections/clinicalresources/thoracic/expert_tech-24.
[Online]. Available from: http://www.ncbi.nlm. html

174 Majalah Kedokteran Terapi Intensif

Anda mungkin juga menyukai