Anda di halaman 1dari 19

1

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MANAGEMEN PELAKSANAAN PASIEN TENGGELAM DI


LAUT

Disusun oleh :

1. Yuyun Dwi N (P1337420716012)

S-1 TERAPAN KEPERAWATAN MAGELANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2020

BAB 1

2
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang terletak di antara dua benua dan dua

samudera. Indonesia merupakan negara yang memiliki 18.108 pulau besar dan

pulau kecil. Luas wilayah daratan Indonesia adalah 1,937 juta km2 dengan luas

laut kedaulatan 3,1 juta km2 dan luas laut Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 2,7 juta

km2. Luasnya lautan Indonesia membuat negara ini dijuluki dengan negara

maritim.

Setiap jam setiap hari lebih dari 40 orang kehilangan nyawa mereka akibat

tenggelam. Seperti anak kecil tergelincir di kolam renang, remaja berenang di

bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, penumpang kapal yang terbalik dan

warga masyarakat yang di landa banjir. Kejadian ini merupakan pembunuh global

yang terkemuka dan terus meningkat. Laporan Global Drownings Organisasi

Kesehatan Dunia 2014 didedikasikan khusus untuk tenggelam yang merupakan

tantangan kesehatan yang sangat di cegah dan belum di targetkan untuk upaya

pencegahannya. Laporan ini di buat bertujuan untuk mengubah angka kejadian

tenggelam. Dengan adanya laporan akan menetapkan pengetahuan terkini tentang

tenggelam dan pencegahan tenggelam yang mengakibatkan korban tewas

khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Pencegahan di tunjukkan dari

berbagai inventaris yang efektif antara lain, penggunaan hambatan untuk

mengontrol akses ke air, penyediaan tempat yang aman seperti pusat penitipan

3
anak pra-sekolah dan pengajaran anak usia sekolah ketrampilan dasar (WHO,

2014).

Penyebab tingginya angka kematian akibat tenggelam salah satunya adalah

sistem pertolongan dan pengetahuan penanganan korban yang tidak tepat dan

prinsip pertolongan awal yang tidak sesuai. Pengetahuan penanggulangan

penderita gawat darurat memang posisi besar dalam menentukan keberhasilan

pertolongan. Banyak kejadian penderita pertolongan pertama yang justru

meninggal dunia atau mengalami kecacatan akibat kesalahan dalam memberikan

pertolongan awal. hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat

tentang kasus kegawatdaruratan (Azhari, 2011).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari tenggelam?

2. Sebutkan apa saja etiologi dari tenggelam?

3. Jelaskan patofisiologi pada kondisi tenggelam?

4. Apa prognosis dari kondisi pasien?

5. Bagaimana cara penanganan pasien di tempat kejadian?

6. Bagaimana cara penanganan pasien di rumah sakit?

C. TUJUAN

1. Dapat mengetahui pengertian dari tenggelam.

2. Dapat menyebutkan apa saja etiologi dari tenggelam.

3. Dapat menjelaskan patofisiologi pada kondisi tenggelam.

4. Mengetahui prognosis dari kondisi pasien.

4
5. Mengetahui bagaimana cara penanganan pasien di tempat kejadian.

6. Mengetahui bagaimana cara penanganan pasien di rumah sakit.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1.2. TENGGELAM

A. Definisi Tenggelam

Pengertian tenggelam sangat luas. Sebelumnya, tenggelam didefiniskan

sebagai kematian sekunder akibat asfiksia ketika di dalam cairan, biasanya air,

dalam 24 jam. Hasil konsensus dari World Congress on Drowning tahun 2002,

tenggelam diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kerusakan respirasi

primer di dalam media cair. Sementara World Health Organization

mendefinisikan tenggelam sebagai suatu proses kerusakan pernapasan akibat

masuknya sebagian atau seluruhnya air ke dalam sistem pernapasan.

Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih bertahan

hidup setelah mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam dalam air

atau cairan lain. Sedangkan drowning sendiri didefinisikan sebagai kematian

sekunder karena asfiksia (sesak nafas) saat tenggelam dalam cairan, biasanya air,

dalam 24 jam setelah kejadian (Banerjee dalam Rauuf (2008))

Drowning (tenggelam) adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang

mengakibatkan gangguan pertukaran udara di alveoli dan dapat terjadi mati lemas

(Arif Mansjoer, 2000).

Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan

akibat terendam dalam media yang cair. Konsensus terbaru menyatakan definisi

6
terbaru dari tenggelam harus mencakup kasus fatal dan non fatal. Dampak

tenggelam dapat berupa kematian, morbiditas, dan non morbiditas. Ada juga

konsensus yang menyatakan bahwa istilah basah, kering, aktif, pasif, diam, dan

menengah seharusnya tidak digunakan lagi.

Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas

atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian.

Definisi tenggelam mengacu pada ‘adanya cairan yang masuk hingga menutupi

lubang hidung dan mulut’, sehingga tidak terbatas pada kasus tenggelam di kolam

renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan danau saja, tetapi juga pada kondisi

terbenamnya tubuh dalam selokan atau kubangan dimana bagian wajah berada di

bawah permukaan air (Putra, 2014).

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah :

1. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban

a. Typical Drowning

Kondisi ketika cairan masuk ke dalam saluran pernapasan saat korban

tenggelam.

b. Atypical Drowning

a) Dry Drowning

Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya sedikit bahkan

tidak ada.

b) Immersion Syndrom

7
Terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu <

20°C), menyebabkan terpicunya reflex vagal sehingga mengakibatkan

apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan

mengarah ke terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.

c) Submersion of the Unconscious

Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung

khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami

trauma kepala saat masuk ke air.

d) Delayed Dead

Kondisi ketika seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam

setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

2. Berdasarkan Kondisi Kejadian

a. Tenggelam (Drowning)

Penderita meneguk air dalam jumlah yang banyak hingga air masuk ke

dalam saluran pernapasan. Bagian apiglotis akan mengalami spasme yang

mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup dan hanya dapat dilalui oleh

udara yang sangat sedikit.

b. Hampir Tenggelam (Near Drowning)

Kondisi korban masih bernafas dan membatukkan air keluar

C. Etiologi

Tenggelam bisa merupakan kejadian utama atau sekunder dari beberapa

kejadian, misalnya kejang, trauma kepala atau spinal, aritmia jantung, hipotermia,

8
konsumsi obat atau alkohol, pingsan, apneu, hiperventilasi, bunuh diri atau

hipoglikemia.

Etiologi tenggelam yaitu terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh

obat-obatan, ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan,

serta ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang.

Proses tenggelam terjadi secara diam-diam dan cepat. Gambaran klasik dari

korban adalah terengah-engah, tak berdaya dan meronta-ronta di dalam air sangat

sering terjadi. Hal yang paling buruk yang dapat terjadi adalah pada saat korban

tidak mengapung di atas permukaan air atau menghilang ke permukaan bawah air.

D. Patofisiologi

Tenggelam dimulai dengan kepanikan dan keinginan untuk bernapas karena

terlalu lama menahan napas. Refleks keinginan bernapas menyebabkan air tertelan

dan sebagian kecil air masuk ke paru. Aspirasi air menyebabkan spasme laring

yang bersifat asfiksia. Kehilangan kesadaran menyebabkan relaksasi otot dan

masuknya air ke paru-paru. Adanya air di dalam paru menyebabkan

berkembangnya ketidakcocokan ventilasi/perfusi yang menyebabkan hipoksemia

sistemik.

Akibat dari hipoksia, berkembanglah asidosis metabolic yang ekstrim.

Akibatnya terjadi udem serebral dan nekrosis tubular akut. Hipotermia acapkali

9
terjadi pada kasus tenggelam. Hal ini dapat mengakibatkan efek neuroprotektif,

khususnya pada anak.

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi morbiditas dan mortilitas dari

kasus tenggelam adalah hipoksia dan asidosis. Kerusakan sistem saraf pusat (SSP)

dapat terjadi akibat hipoksia selama tenggelam atau akibat dari aritmia, cedera

pulmoner yang berlanjut, jejas reperfusi atau disfungsi multiorgan.

Pada saat menahan napas di dalam air, gerakan spasme laring involunter

terpicu akibat adanya air di orofaring atau laring. Pada saat yang bersamaan,

korban tidak dapat menghirup udara menyebabkan kadar oksigen menurun dan

retensi karbondioksida. Akibat turunnya kadar oksigen di dalam darah, spasme

laring pun terjadi, korban gasp, hiperventilasi, memungkinkan aspirasi air lebih

banyak. Hal ini jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan hipoksia.

Seseorang yang tenggelam dapat mengalami disfungsi miokardium dan

ketidakseimbangan kadar elektrolit, henti jantung, serta iskemik SSP. Asfiksia

menyebabkan relaksasi saluran napas yang mengakibatkan air masuk ke paru

semakin banyak.

E. Prognosis

Korban yang dalam keadaan koma, menerima RJP terlambat, dilatasi pupil

yang tetap dan tindak respirasinya tidak spontan memiliki prognosis yang buruk.

36% yang membutuhkan RJP hingga ke instalasi gawat darurat (IGD) meninggal

10
dan 60-100% yang selamat mengalami sekuele neurologis jangka panjang. Pada

anak, kurang lebih 30% yang membutuhkan perawatan khusus di pediatric

intensive care unit (PICU) meninggal. Anak yang selamat 10-30% dapat

mengalami kerusakan otak yang berat.

Morbiditas dan mortalitas tenggelam disebabkan terutama oleh spasme

laring dan cedera pulmoner akibat dari hipoksia dan asidosis. Resiko sekunder

yang dapat menyebabkan kematian pada korban tenggelam adalah sindroma

distress pernapasan akut.

2.2. Kegawatdaruratan Pasien Tenggelam

A. Penanganan korban di tempat kejadian

Berdasarkan AHA Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care 2010, RJP pada pertolongan korban near

drowning siklus A-B-C tetap dipertahankan oleh karena sifat hipoksia dari arrest

yang terjadi sehingga apabila korban hanya mengalami henti nafas dapat segera

merespon tindakan yang diberikan. Indikasi penghentian RJP adalah apabila

pasien sadar atau dapat bernafas spontan, pasien meninggal atau penolong

mengalami kelelahan.

Cara penyelamatan pasien di air :

 Jika korban dapat dijangkau, ulurkan tangan atau suatu benda

seperti galah atau tongkat panjang;

11
 Jika korban agak jauh, lempar sesuatu yang mengapung (seperti

jaket keselamatan (life jacket) atau (throw line);

 Jika korban diluar jangkauan dan ada perahu, dayung perahu

kearah korban. Gunakan jaket pelampung untuk keamanan diri

Anda sendiri;

 Jika semua prosedur tersebut tidak dilakukan dan Anda terlatih

untuk melakukan prosedur penyelamatan di air, Anda dapat

berenang ke arah korban.

Korban terlebih dahulu dikeluarkan dari air secara hati-hati dengan praduga

cedera servikal. Para penolong tidak boleh mengansumsikan bahwa korban tidak

dapat ditolong kecuali korban sudah meninggal beberapa saat lalu. Panggil

bantuan dan defribilator (AED) jika ada, buka baju pasien, lakukan pengecekan

CAB (circulation, airway, breathing) kemudian segera lakukan RJP. Jika pasien

mengalami penurunan status mental, periksa jalur napas dari benda-benda asing

dengan manuver finger-sweep. Sesaat setelah AED datang, segera pasang alat

tersebut dengan mengeringkan badan pasien terlebih dahulu. Usahakan

pemasangan tidak mengganggu atau mengganggu kompresi seminimal mungkin.

Setelah pemberian kejutan, periksa kembali nadi dan pernapasan. Jika nadi dan

pernapasan kembali, posisikan pasien ke recovery position. Jika ritme

unshockable, RJP terus dilakukan hingga bantuan datang atau ritme shockable.

12
Cara menilai adanya sirkulasi dengan mengecek nadi karotis dengan

meletakkan 2-3 jari diatas jakun korban kemudian telusuri ke kiri atau ke kanan

dan rasakan denyutan nadi ada atau tidak. Lakukan selama 5-10 detik.

Cara CPR yang benar dengan korban pada posisi terlentang pada permukaan

rata dan keras, kemudian penolong berada pada sisi bahu korban. Letakkan tangan

diatas pertengahan tulang sternum dan lakukan 30 kali kompresi dada. Korban

dapat muntah saat dilakukannya kompresi dada. Jika muntah, miringkan tubuh

korban dan bersihkan muntahannya dengan menggunakan jari, pakaian atau

disedot (suction). Jika curiga cedera spinal, korban digulingkan sedemikian rupa

sehingga kepala, leher dan badan berputar sebagai sebuah unit untuk melindungi

cedera spinal.

Cara untuk membuka jalan napas dengan melakukan manuver mengangkat

dagu-memiringkan kepala dan meletakkan tangan pada dahi korban(head tilt-chin

lift). Berikan dua kali bantuan napas dengan cara menutup hidung dengan ibu jari

dan telunjuk, tiup sekitar 1 detik untuk membuat dada terangkat, kemudian

lanjutkan dengan tiupan berikutnya.

Jika korban mulai bernapas setelah diberikan CPR, lakukan posisi

pemulihan dengan menarik lengan terjauh korban melewati dada dan punggung

tangannya menempel pada pipi, dengan tangan yang lain, tekuk lutut kaki bagian

terjauh korban kemudian balikkan atau miringkan korban kearah penolong dan

pertahankan jalan napas. Pantau keadaan korban hingga bantuan medis tiba.

13
B. Penanganan di Rumah Sakit

Gambar 2.4. Penanganan awal pada korban tenggelam di rumah sakit.8 PEEP:

positive endexpiratory pressure; CPR: resusitasi jantung paru.

Sesampainya di IGD, pasien segera dioksigenasi untuk mencegah hipoksia.

Penanganan pada korban tenggelam pada umumnya diklasifikasikan menjadi

empat kelompok berdasarkan pada kondisi korban saat sampai di IGD.8

Tabel 2.2. Penanganan awal korban tenggelam di IGD berdasarkan kondisi.

Klasifikasi Penanganan awal di gawat darurat

14
Kelompok 1: pasien tanpa inhalasi yang

jelas Lakukan observasi

Analisis gas darah, monitor SaO2

Kaji hipotermia

Periksa elektrolit, apusan darah tepi,

glukosa Rontgen dada

Kelompok 2: pasien dengan ventilasi

yang adekuat Oksigen dengan masker atau sirkuit

CPAP

Pantau SaO 2 dan PaO 2

Infus infus cairan hangat

Kaji hipotermia dan asidosis metabolik

Periksa rontgen dada, hitung darah

lengkap, urea, elektrolit, glukosa

Pindahkan ke ICU sedapat mungkin

Kelompok 3: pasien dengan ventilasi

yang tidak adekuat Intubasi dan ventilasi dengan oksigen

100%

Lanjutkan IPPV. Pertahankan PaO 2

>8 kPa

Infus intravena

15
Gunakan PEEP jika perlu

Pindahkan ke ICU

Kelompok 4: pasien dengan henti

jantung Bersihkan jalan napas

IPPV segera

Kompresi dada

EKG segera mungkin

Kanulasi intravena

Kaji hipotermia

Keterangan: SaO2=saturasi O2, CPAP=, PaO2=konsntrasi O2, ICU=intensive

care unit, IPPV, EKG=elektrokardiogram

Pasien yang masuk ke dalam kelompok 1 dapat dipulangkan jika dalam 6

jam pertama setelah kedatangan pasien tidak mengalami demam, batuk, gejala

gangguan pernapasan, adanya krepitasi di paru, PaO2 normal pada pemberian

oksigen 21% dan hasil rontgen normal.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tenggelam didefiniskan sebagai kematian sekunder akibat asfiksia ketika di

dalam cairan, biasanya air, dalam 24 jam. Hasil konsensus dari World Congress

on Drowning tahun 2002, tenggelam diartikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan kerusakan respirasi primer di dalam media cair.

Tenggelam dimulai dengan kepanikan dan keinginan untuk bernapas karena

terlalu lama menahan napas. Refleks keinginan bernapas menyebabkan air tertelan

dan sebagian kecil air masuk ke paru. Aspirasi air menyebabkan spasme laring

yang bersifat asfiksia. Kehilangan kesadaran menyebabkan relaksasi otot dan

masuknya air ke paru-paru. Adanya air di dalam paru menyebabkan

berkembangnya ketidakcocokan ventilasi/perfusi yang menyebabkan hipoksemia

sistemik. Akibat dari hipoksia, berkembanglah asidosis metabolic yang ekstrim.

Akibatnya terjadi udem serebral dan nekrosis tubular akut. Hipotermia acapkali

terjadi pada kasus tenggelam. Hal ini dapat mengakibatkan efek neuroprotektif,

khususnya pada anak.

Berdasarkan AHA Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care 2010, RJP pada pertolongan korban near

drowning siklus A-B-C tetap dipertahankan oleh karena sifat hipoksia dari arrest

yang terjadi sehingga apabila korban hanya mengalami henti nafas dapat segera

17
merespon tindakan yang diberikan. Indikasi penghentian RJP adalah apabila

pasien sadar atau dapat bernafas spontan, pasien meninggal atau penolong

mengalami kelelahan.

B. SARAN

Dengan ini kita telah mempelajari beberapa materi mengenai

kegawatdaruratan pada pasien tenggelam secara benar. Diharapkan agar kita bisa

menjelaskan kembali, dan memberikan informasi tersebut dalam kehidupan yang

nyata. Dan semoga tidak menjadi kendala dan halangan bagi kita semua jika

seandainya pokok pembahasan ini muncul dan dibahas ulang di masa yang akan

datang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Usaputro R and Yulianti K. Karakteristik serta Faktor Resiko Kematian Akibat

Tenggelam Berdasarkan Data Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah 2010 – 2012. E-Jurnal Medika Udayana 2014;3(5):551-561.

World Health Organization. Global Report on Drowning: Preventing A Leading

Killer. Geneva: World Health Organization; 2014.

Cantwell GP. Drowning. Updated on [May 18, 2017]; accessed on [Dec 14, 2017].

Available URL: https://emedicine.medscape.com/article/772753overview

Bierens JJLM (eds.). Drowning: Prevention, Rescue, Treatment. 2nd edition. New

York: Springer; 2014.

Grenfell R. Drowning management and prevention. Australian Family Physician

2004; 31(12): 990-993.

19

Anda mungkin juga menyukai