Anda di halaman 1dari 4

Dampak Bencana terhadap Aspek Kesehatan Mental

Bencana atau disaster dapat berpengaruh terhadap aspek psikologis. Banyak korban
bencana yang kehilangan harta benda, tempat tinggal, bahkan sanak saudara.
Tentunya tidak mudah untuk menerima semua kerugian yang ada akibat bencana
dengan lapang dada dan perasaan ikhlas. Beban berat yang harus ditanggung oleh
para korban bencana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
mental, terutama bagi orang-orang dengan kemampuan manajemen stress yang
kurang baik. Penting bagi kita, terutama calon tenaga kesehatan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh bencana terhadap aspek kesehatan mental.

Berikut saya paparkan sedikit mengenai dampak bencana terhadap aspek kesehatan
mental dan penanganannya.

Respon terhadap bencana meliputi :


-Respon emosi dan kognitif
-Respon fisiologis
-Respon tingkah laku
Orang dengan kemampuan manajemen stress yang buruk nantinya dapat berlanjut
menjadi gangguan mental, sedangkan kemampuan manajemen stress yang baik serta
adanya dukungan sosial dari orang sekitar dapat membuat orang tersebut mampu
melewati situasi berat pasca bencana dengan baik.

Fase-fase Respon Komunitas terkait Bencana

Predisaster => normal, dengan atau tanpa warning, bisa ada persiapan.
Impact / inventory => perhatian muncul, ada semangat menata kembali
=> sementara merasa tertekan atau bingung atas kejadian bencana ini, tapi kemudian
dengan cepat akan pulih dan fokus pada perlindungan untuk dirinya dan orang-orang
terdekatnya. Emosi yang muncul berupa ketakutan, tidak berdaya, kehilangan,
dislokasi dan kemudian merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang
lebih (fase inventory) kemudian terjadi setelah bencana, dimana muncul gambaran
awal kondisi individu dan masyarakat.
Heroik => pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk
melakukan aksi heroik seperti menyelamatkan nyawa dan harta orang lain. Altruism
(perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri)
menonjol. Bersedia membantu orang lain untuk bertahan dan pulih.
Honeymoon => biasanya 1 mingggu – 6 bln setelah bencana. Untuk yang terkena
langsung biasanya ada strong sense akan bahaya lain, situasi katastropik. Komunitas
biasanya ada kohesi dan kerjasama untuk pulih. Bantuan biasanya sudah berjalan
lancar, ada harapan yang tinggi untuk cepat pulih. Emosi yang muncul biasanya rasa
syukur dan harapan-harapan.
Disillusionment => biasanya 2 bulan – 2 tahun. Realita pemulihan sudah ditetapkan.
Orang-orang akan merasa kecewa, frustasi, marah, benci dan kesal jika terjadi
kemunduran dan janji bantuan tidak terpenuhi, terlalu sedikit atau terlambat.
Lembaga bantuan dan relawan mulai hilang, kelompok masyarakat lokal mulai
melemah. Mereka yang paling terkena dampaknya akan sadar bahwa banyak hal yang
harus dilakukan sendiri dan kehidupan mereka tidak selalu sama. Perasaan
kebersamaan akan mulai hilang karena mulai fokus pada membangun kembali
kehidupannya sendiri dan mengatasi masalah individual. Emosi berupa keraguan,
kehilangan, kesedihan dan isolasi.
Reconstruction => biasanya berlangsung selama bertahun-tahun. Mereka yg bertahan
fokus pada membangun kembali rumahnya, bisnis, ladang dan kehidupannya. Muncul
bangunan-bangunan baru, perkembangan program-program baru, dan rencana
meningkatkan kepercayaan dan kebanggan masyarakat dan kemampuan individu
untuk membangun kembali. Namun proses ini ada pasang surutnya, misal ada
peristiwa-peristiwa lain yang memicu reaksi emosional atau kemajuan yg tertunda.

Dampak Psikologis akibat bencana dikategorikan menjadi tiga, yaitu :

1. Distres psikologis ringan


Cemas, panik, terlalu waspada ; terjadinatural recovery dalam hitungan
hari/minggu, tidak butuh intervensi spesifik ; tampak pada sebagian besar
survivor
2. Distres psikologis sedang
Cemas menyeluruh, menarik diri, gangguan emosi ; natural recovery dalam
waktu yg relatif lebih lama ; dapat berkembang menjadi gangguan mental dan
tingkah laku yang berat ; butuh dukungan psikososial untuk natural recovery
3. Gangguan tingkah laku dan mental yang berat
Gangguan mental karena trauma atau stress seperti PTSD, depresi, cemas
menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi ; jika tidak dilakukan intervensi
sistemik akan mudah menyebar ; butuh dukungan mental dan penanganan
oleh mental health professional

Prinsip dasar WHO :


· Persiapan sebelum emergency : sistem koordinasi, rencana darurat, pelatihan
· Assessment : penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap kebutuhan psikososial
dan kesehatan mental
· Upaya kolaboratif
· Integrasi dalam primary health care
· Akses pelayanan untuk semua
· Pelatihan dan pengawasan (jika tidak terjaga akan menimbulkan masalah baru)
· Perspektif jangka panjang
· Indikator pantauan (monitoring indicator)

Fase intervensi (WHO) :


Fase emergency akut => periode dimana kebutuhan dasar seperti makanan, tempat
tinggal, keamanan, air dan sanitasi, serta akses ke puskesmas mulai menghilang,
akibatnyamortality rate secara kasar meningkat
Fase rekonsolidasi => ketersediaan suplai kebutuhan dasar dibandingkan dengan
sebelum emergency

Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental diperlukan dua
intervensi utama, yaitu :
· Intervensi Sosial
Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya dan terus menerus
mengenai bencana dan upaya-upaya yang berkaitan, memelihara budaya dan
acara-acara keagamaan seperti upacara pemakaman, tersedianya akses sekolah
dan aktivitas rekreasi normal untuk anak-anak dan remaja, partisipasi dalam
komunitas untuk orang dewasa dan remaja, keterlibatan jaringan sosial untuk
orang yg terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya kembali keluarga yang
terpisah, shelter dan organisasi komunitas untuk yang tidak punya tempat tinggal,
keterlibatan komunitas dalam kegiatan keagamaan dan fasilitas masyarakat
lainnya.
· Intervensi Psikologis dan Psikiatrik
Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada pelayanan
kesehatan dan di komunitas untuk orang-orang yang mengalami distress mental
akut, tersedianya pelayanan untuk keluhan psikiatrik di sistem pelayanan
kesehatan primer, penanganan yang berkelanjutan untuk individu dengan
gangguan psikiatrik yang sudah ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tiba-
tiba harus dihindari, perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis berbasis
komunitas pasca bencana.

Referensi:
Materi kuliah mengenai “Disaster & Public Mental Health” yang disampaikan oleh
Bapak Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D

Anda mungkin juga menyukai