Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)/

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memom pada darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolis mejaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal (Mansjoerdan Triyanti, 2007).

2. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis.
2. Faktor interna (dari dalam jantung):
a. Disfungsi katup:
 Ventricular Septum Defect (VSD)
 Atria Septum Defect (ASD)
 Stenosis mitral
 Insufisiensi mitral.
b.Disritmia:
 Atrial fibrilasi
 Ventrikel fibrilasi
 Heart block.
c. Kerusakan miokard
 Kardiomiopati
 Miokarditis
 Infark miokard.
d. Infeksi:
 Endokarditis bacterial sub-akut
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

4. Klasifikasi
1. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif.
Klasifikasi berdasarkan derajat sakitnya dibagi dalam 4 kelas, yaitu:
a) Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik.
Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
b) Kelas 2 : Penderitakelainan jantung yang mempunyai aktivitas fisik terbatas.
Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan
capek, berdebar, sesak nafas.
c) Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan
istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan
capek, berdebar, sesak nafas.
d) Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa
rasa terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada
keadaan istirahat.
2. Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi
paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi
meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan
kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki
basah paru di bagian basal.
b) Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongestif visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak
meliputi: edema ekstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher,
asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan
lemah.
5. Manifestasi klinik
1. Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:
a) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami
ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea
(PND)

b) Ortopnea
Yakni kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
c) Paroximal
Yakni nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien
duduk lama dengan posisi kaki dan tangan dibawah atau setelah pergi
berbaring ke tempat tidur.
d) Batuk
Yaitu batuk kering maupun batuk basah sehingga menghasilkan
dahak/lendir (sputum) berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah
dalam jumlah banyak.
e) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk.
f) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan
baik.
2. Disfungsi ventrikel kanan dengan tanda dan gejala berikut:
1) Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
3) Hepatomegali. dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
4) Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen.
5) Nokturia, yang terjadi karena perfusi renal dan didukung oleh posisi
penderita pada saat berbaring.
6) Kelemahan, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan
sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat
dari jaringan.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia
vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan
resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung,
hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan
disritmiaSumber: Wajan Juni Udjianti (2010)

7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:

1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan


pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.

8. Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
 Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,
dan aritmia.
 Digitalisasi:
1. Dosis digitalis
o Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
o Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
o Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
o Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
o Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan
(Mansjoer dan Triyanti, 2007)
3. Terapi Lain:
a. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup
jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial,
dan keadaan output tinggi.
b. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c. Posisi setengah duduk.
d. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
e. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah,
mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2
gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1
liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
f. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila
pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa
jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20
menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau
sedang.
g. Hentikan rokok dan alkohol

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
 Pengkajian Primer
 Airways

a. Sumbatan atau penumpukan sekret

b. Wheezing atau krekles

 Breathing

a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

c. Ronchi, krekles

d. Ekspansi dada tidak penuh


e. Penggunaan otot bantu nafas

 Circulation

a. Nadi lemah , tidak teratur

b. Takikardi

c. TD meningkat / menurun

d. Edema

e. Gelisah

f. Akral dingin

g. Kulit pucat, sianosis

h. Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder

Riwayat Keperawatan

Keluhan

1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat)


2) Palpitasi atau berdebar-debar
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.

Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah
jantung, dan disritmia.

4. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.

5. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah
cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.

6. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.

7. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu

8. postur, kegelisahan, kecemasan


9. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor
pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi
perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi
jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.

2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)

3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks

4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis

5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites

6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik

7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat,
dan pitting edema.

C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan struktural (kelainan katup).

2. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan


umum.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi ADH, resistensi


natrium dan air.

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan
alveolus.

5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume paru,


hepatomegali, splenomigali.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardia, perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).

a. Tujuan :

- Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala gagal jantung.
- Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.

- Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.

b. Intervensi

Mandiri :

- Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama jantung.

Rasional : agar mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan penyakit secara


universal.

- Pantau TD

Rasional : pada GJK peningkatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.

- Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.

Rasional : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya
curah jantung. Sianosis dapat terjadi akibat dari suplai oksigen yang berkurang pada jaringan
atau sel.

- Berikan pispot di samping tempat tidur klien.

Rasional : pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.

- Tinggikan kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.

Rasional : menurunkan statis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau
pembentukan emboli.

- Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.

Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk melawan hipoksia.

Kolaborasi :t6

- Berikan obat sesuai indikasi : Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril).

Rasional : vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan menurunkan


volume sirkulasi.

2. Intoleran aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan


umum.

a. Tujuan

- Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan keperawatan diri


sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur, dibuktikan oleh
menurunya kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam aktivitas.

b. Intervensi

Mandiri :

- Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, dan diuretic.

Rasional : hipotensi ortostatik dapa terjadi karena akibat dari obat vasodilator dan diuretic.

- Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,disritmia, dispnea,


pucat.

Rasional : penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume


sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung
dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

- Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : dapat menunjukan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.

Kolaborasi :

- Implemenasi program rehabilitasi jantung/aktifitas

Rasional: peningkatan bertahap pada aktifitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen


berlebihan. Rehabilitasi juga perlu dilakukan ketika fungsi jantung tidak dapat kembali
membaik saat berada dibawah tekanan.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi


natrium dan air.

a. Tujuan

- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan cairan pemasukan dan


pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat
badan stabil, dan tak ada edema.

b. Intervensi

Mandiri :

- Pantau haluaran urin, catat jumlah dan warna.

Rasional : haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi ginjal.

- Ajarkan klien dengan posisi semifowler.


Rasional : posisi terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi ginjaldan menurunkan
ADH sehingga meningkatkan dieresis.

- Ubah posisi klien dengan sering.,

Rasional : pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan


inmobilisasi atau baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas
kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat.

- Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual.

Rasional : kongesti visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.

- Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.

Rasional : penurunan mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorsi.
Makan sedikit dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.

- Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.

Rasional : perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi


abdomen, pembesaran hati, dan menganggu metabolism obat.

Kolaborasi:

- Pemberian obat sesuai indikasi.(Diuretic contoh furrosemid (lasix), bumetanid


(bumex)).

Rasional : meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi natrium pada
tubulus ginjal.

- Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).

Rasional : meningkatkan diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.

- Konsultasi dengan ahli diet

Rasional : perlu diberikan diet yang dapat diterima pasien dan memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan
alveolus.

a. Tujuan

- Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.

- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan.


b. Intervensi

Mandiri :

- Aukskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.

Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan


untuk intervensi lanjut.

- Anjurkan pasien untuk batuk efektif, napas dalam.

Rasional : memberikan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.

- Pertahankan posisi semifowler.

Rasional : Menurunkan kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru


maksimal.

- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Rasional : meningkatkan kontraksi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan


hipoksemia jaringan.

Kolaborasi :

- Berikan obat sesuai indikasi.(Diuretic, furosemid (laxis).

Rasional : menurunkan kongesti alveolar, mningkatkan pertukaran gas.

- Bronkodilator, contoh aminofiin.

Rasional : meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil.

- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien,

Rasional : terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan


hidup.

5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali.

a. Tujuan

- Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal ,
tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan. Dan GDA Normal.

b. Intervensi

Mandiri :
- Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.

Rasional : distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
dari diafragma yang menekan paru-paru.

- Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas

Rasional : kesulitan bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan tekanan jalan napas di
duga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.

- Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.

Rasional : bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
perdarahan, krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan

- Tinggikan kepala dan bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin.

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka pernapasan.


Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda
sehingga memperbaiki difusi gas.

Kolaborasi :

- Pemberian oksigen dan cek GDA

Rasional : pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat. GDA untuk
mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.

Anda mungkin juga menyukai