Anda di halaman 1dari 33

2

C. OUTLINE PROPOSAL

I. PENDAHULUAN

Penemuan baru dan perkembangan teknologi telah memperbanyak pilihan


moda transportasi dan memudahkan manusia dalam melakukan perjalanan.
Kelancaran aktivitas perekonomian sangat dipengaruhi oleh perkembangan moda
transportasi. Kebutuhan untuk memperlancar aktivitas ekonomi mendorong usaha
manusia untuk mencari moda transportasi terbaik yang dapat digunakan. Untuk
menjelaskan perilaku pemilihan moda, terdapat beberapa atribut perjalanan yang
mempengaruhi (Kanafani, 1983). Atribut perjalanan tersebut yaitu: waktu di
dalam kendaraan, waktu yang dibutuhkan menuju tempat pemberhentian, waktu
tunggu dan waktu transfer, biaya perjalanan dan variabel perilaku dan kualitatif
(Qualitative and Attitudinal Variables).
Permintaan angkutan umum dipengaruhi oleh tarif, kualitas pelayanan,
pendapatan dan kepemilikan kendaraan (Paulley, dkk., 2006). Faktor yang
mempengaruhi pemilihan moda transportasi diantaranya aksesibilitas,
kenyamanan, biaya, dan waktu tempuh. Ketika faktor-faktor ini tidak tersedia
dalam salah satu jenis moda transportasi maka moda transportasi jenis lainnya
yang menjadi pilihan. Kebutuhan akan moda transportasi semakin meningkat dari
tahun ke tahun, mengingat jumlah penduduk yang semakin tinggi, maka
kebutuhan akan transportasi juga ikut meningkat. Oleh karena itu, diperlukan
angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi yang memiliki peranan
penting dalam masalah tersebut salah satunya kereta api. Kereta api merupakan
salah satu jenis transportasi masal untuk kebutuhan masyarakat.
Dalam dekade mendatang untuk mengimbangi perkembangan lingkungan
transportasi dalam mengusahakan peningkatan angkutan umum maka diperlukan
angkutan kereta api yang optimal dengan memanfaatkan kelebihan dan
keunggulan yang dimilikinya. Permasalahan yang akan dibahas dalam studi ini
adalah permintaan terhadap kebutuhan jalur kereta api jenis monorel di Ibukota
Provinsi Aceh yang ditinjau dari segi penentuan besaran tarif melalui analisis
Ability To Pay pengguna jasa kereta api sehingga didapatkan nilai tarif berdasarkan
3

ATP dan melakukan analisis terhadap Willingness To Pay pengguna jasa monorel
sehingga didapatkan nilai tarif berdasarkan WTP.
Pemilihan moda transportasi pada umumnya dipengaruhi oleh jarak yang
ditempuh, harga dan waktu perjalanan. Beberapa alasan yang menjadi kelebihan
penggunaan kereta api adalah (Kamaluddin, 2003: 51):
1. Bebas dari hambatan kemacetan lalu lintas. Waktu perjalanan akan lebih
singkat dan biaya bertransportasi akan lebih murah dengan menggunakan
kereta api, khususnya untuk perjalanan jarak jauh.
2. Transportasi yang cocok dalam segala cuaca. Kereta api tidak terhalang
oleh cuaca buruk akibat hujan dan badai.
Penentuan tarif mempengaruhi dan melibatkan berbagai pihak yakni
pengguna, penyelenggara, dan pemerintah. Dalam menentukan tarif, pemerintah
berperan sebagai regulator harus menjadi penengah yang mempertimbangkan
kepentingan masyarakat dan kepentingan penyelenggara angkutan. Tarif yang
berlaku seyogyanya merupakan titik pertemuan antara kemampuan dan keinginan
membayar pengguna dengan biaya minimum yang diperlukan oleh penyelenggara
angkutan dalam mengoperasikan kegiatan penyediaan jasa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tarif ideal monorel wilayah
Banda Aceh, melakukan analisis terhadap Ability To Pay pengguna jasa monorel
sehingga didapatkan nilai tarif berdasarkan ATP dan melakukan analisis terhadap
Willingness To Pay pengguna jasa monorel sehingga didapatkan nilai tarif
berdasarkan WTP.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan besarnya nilai tarif
monorel yang sesuai dengan nilai tarif berdasarkan Ability To Pay (ATP),
Willingness To Pay (WTP). Ruang lingkup penelitian ini terkait dengan
karakteristik penumpang yang menggunakan jasa monorel dan penentuan tarif
yang mampu dan dapat dibayar oleh penumpang. Pengumpulan data primer
diperoleh dari survei langsung terhadap responden di lapangan, survei lapangan
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner secara acak berstrata (Stratified
Random Sampling). Penyebaran kuesioner hanya dilakukan kepada penduduk di
sekitar Banda Aceh. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari buku-buku, dan
hasil penelitian terdahulu yang ada berhubungan dengan penelitian ini. Data yang
4

diperoleh kemudian disusun dan dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dari


permasalahan yang ada.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tarif ideal yang dapat
dibayar oleh pengguna jasa monorel berdasarkan analisis terhadap Ability To Pay
pengguna jasa monorel sehingga didapatkan nilai tarif berdasarkan ATP dan
melakukan analisis terhadap Willingness To Pay pengguna jasa monorel sehingga
didapatkan nilai tarif berdasarkan WTP.
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka membahas tentang berbagai landasan teori, konsep
dan kutipan-kutipan yang berkaitan dengan Analisis Tarif Kereta Api
berdasarkan Ability To Pay dan Willingness To Pay Aceh Besar.
3. Bab III Metode Penelitian berisi tentang objek penelitian, jenis dan sumber
data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis penelitian.
4. Bab IV Hasil Dan Pembahasan berisi 2 bagian utama yaitu hasil pengumpulan
data dari objek yang diteliti dan pembahasan atas hasil pengumpulan data
tersebut.
5. Bab V terdiri dari kesimpulan dan saran penelitian.

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Landasan Teori

Landasan teori ini mengemukakan beberapa hal atau teori dan rumus-
rumus serta metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan penulisan tugas akhir ini.

2.1.1 Transportasi

Kebutuhan akan transportasi timbul dari kebutuhan manusia. Transportasi


dapat diartikan sebagai kegiatan yang memungkinkan perpindahan barang dan
manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Setiap transportasi mengakibatkan
terjadinya perpindahan dan pergerakan yang berarti terjadi lalu lintas
5

(Soejono,1991). Sementara itu Morlok (1988) mendefinisikan transportasi sebagai


suatu bagian integral dari fungsi masyarakat, karena menunjukkan hubungan yang
erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari aktifitas produksi, hiburan,
barang-barang, serta barang yang tersedia untuk konsumsi. Pada dasarnya
permintaan angkutan diakibatkan oleh hal- hal berikut (Nasution, 2004):
1. Kebutuhan manusia untuk berpergian dari lokasi lain dengan tujuan
mengambil bagian di dalam suatu kegiatan, misalnya bekerja, berbelanja, ke
sekolah, dan lain- lain.
2. Kebutuhan angkutan barang untuk dapat digunakan atau dikonsumsi di lokasi
lain.
Secara garis besar, transportasi dibedakan menjadi 3 yaitu: transportasi
darat, air, dan udara. Pemilihan penggunaan moda transportasi tergantung dan
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: Pelayanan, keandalan dalam bergerak,
keselamatan dalam perjalanan,, biaya, jarak tempuh, kecepatan gerak, keandalan,
keperluan, fleksibilitas, tingkat populasi, penggunaan bahan bakar.
Papacostas (1987) mengatakan bahwa di dalam sistem transportasi dapat
digolongkan ke dalam empat kategori besar, yaitu :
1. Transportasi darat
a. Jalan raya
b. Jalan kereta api
2. Transportasi udara
a. Domestik
b. Internasional
3. Transportasi air
a. Pedalaman
b. Pesisir pantai
c. Laut
4. Transportasi dalam pipa darat dan laut
a. minyak
b. gas

2.1.2 Pemilihan Moda Transportasi

Pemilihan moda transportasi sebagaimana dikutip dari Miro (2002), yaitu


suatu proses melakukan perjalanan di suatu titik ke titik yang lain, serta
6

mengetahui jumlah orang dan barang pada berbagai pilihan moda transportasi
yang tersedia dan untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa
maksud perjalanan tertentu pula.
Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui jumlah orang yang
akan menggunakan setiap moda. Bruton (1985), sebagaimana dikutip dari Tamin
(1997) mendefinisikan pemilihan moda sebagai pembagian secara proporsional
dari semua orang yang melakukan perjalanan terhadap sarana trasportasi yang
ada, yang dapat dinyatakan dalam bentuk fraksi, rasio dan prosentase terhadap
jumlah orang yang menggunakan masing-masing sarana transportasi seperti
kendaraan pribadi, bus, pesawat terbang, kereta api dan angkutan umum lainnya.
Beberapa prosedur pemilihan moda memodelkan pergerakan dengan
hanya dua buah moda transportasi, yaitu antara angkutan umum dan angkutan
pribadi. Namun pada beberapa negara terdapat pilihan lebih dari dua moda.
London misalnya, mempunyai moda kereta api bawah tanah, kereta api, bus dan
mobil. Bentuk alat (moda) transportasi/jenis pelayanan transportasi sebagaimana
dikutip dari Miro (2002), secara umum dibagi atas 2 (dua) kelompok besar moda
tranportasi yaitu:
1. Kendaraan pribadi (private tranportation)
Kendaraan pribadi yaitu moda tranportasi yang dikhususkan buat
pribadi seseorang dan seseorang itu bebas memakainya kemana saja,
dimana saja dan kapan saja dia mau, bahkan mungkin juga dia tidak
memakainya sama sekali.
2. Kedaraan umum (public transportation)
Kendaraan umum yaitu moda transportasi yang diperuntukkan buat
orang banyak, untuk kepentingan bersama, mendahulukan pelayanan
bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama terikat dengan
peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan
dan para pelaku perjalanan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-
ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih. (Tamin,
1997).

2.1.3 Kereta Api Perkotaan


7

Kereta api diwilayah perkotaan khususnya dikota-kota metropolitan sangat


tinggi dalam memenuhi kebutuhan angkutan. Beberapa kota dinegara-negara maju
mempersiapkan kotanya dengan angkutan massal berbasiskan kereta api bila
sudah melampaui 1 juta orang, yang dimaksudkan untuk meningkatkan
aksesibilitas penggunaan angkutan umum.

Berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan penggunaan kereta api


kota, antara lain:

1. jaringan yang luas;

2. pembatasan penggunaan kendaraan pribadi;

3. pengembangan kawasan dengan tingkat kepadatan yang tinggi disekitar


stasiun;

4. jarak antar stasiun yang dekat;

5. frekuensi pelayanan yang tinggi.

Salah satu angkutan massal yang telah banyak diterapkan dan memberikan
dampak positif terhadap pengurangan penggunaan kendaraan pribadi adalah
kereta api. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan PM 9 Tahun 2011,
perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi kereta api.
Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang
akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta
api. Kereta api layak dijadikan tulang punggung transportasi khususnya di
wilayah perkotaan karena mempunyai keunggulan diantaranya daya angkut yang
banyak, hemat energi dan ramah lingkungan.
Perencanaan kereta api perkotaan sebagai transportasi yang berkelanjutan
harus diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus
memperbaiki kualitas hidup masyarakat serta infrastruktur dan tata kota. Kereta
api perkotaan merupakan salah satu moda transportasi yang dapat dipilih sebagai
8

moda transit dalam pengembangan transportasi berbasis rel (Rail Oriented


Development/ROD) yang menghubungkan wilayah dalam kota dan wilayah luar
kota yang saling terhubung baik secara ekonomi maupun sosial, meskipun secara
administratif wilayah luar kota tersebut berada pada administratif yang berbeda.
Sedangkan di dalam wilayah perkotaan, moda angkutan umum massal yang
banyak diterapkan adalah LRT (Light Rapid Transit) contohnya Trem. LRT tepat
diterapkan di wilayah dalam kota karena mudah beradaptasi dan fleksibel dengan
jalan-jalan di wilayah perkotaan yang memiliki tikungan-tikungan tajam
(Widoyoko, 2010).
Dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pengguna, maka dalam
pengoperasiannya kereta api harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM)
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. SPM adalah ukuran minimum pelayanan
yang harus dipenuhi oleh penyedia layanan dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa. SPM merupakan acuan bagi penyelenggara prasarana
perkeretaapian dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa angkutan
orang dengan kereta api. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan PM 9
Tahun 2011, standar pelayanan minimal meliputi :
1. Standar pelayanan minimal di stasiun kereta api, meliputi :
a. Informasi yang jelas dan mudah dibaca, mengenai:
1) Nama dan nomor kereta api
2) Jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta api
3) Tarif kereta api
4) Stasiun kereta api pemberangkatan, stasiun kereta api pemberhentian
dan stasiun kereta api tujuan
5) Kelas pelayanan
6) Peta jaringan jalur kereta api
b. Loket
c. Ruang tunggu, tempat ibadah, toilet dan tempat parkir
d. Kemudahan naik/turun penumpang
e. Fasilitas penyandang cacat dan kesehatan
f. Fasilitas keselamatan dan keamanan

2. Standar pelayanan minimal dalam perjalanan, meliputi :


9

a. Standar pelayanan minimal dalam perjalanan pada kereta api antar kota,
meliputi:
1) Pintu dan jendela
2) Tempat duduk dengan konstruksi tetap yang mempunyai sandaran dan
nomor tempat duduk
3) Toilet dilengkapi dengan air sesuai dengan kebutuhan
4) Lampu penerangan
5) Kipas angin
6) Rak bagasi
7) Restorasi
8) informasi stasiun yang dilewati /disinggahi secara berurutan
9) Fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil,
anak dibawah umur 5 tahun, orang sakit dan orang lanjut usia
10) Fasilitas kesehatan, keselamatan dan keamanan
11) Nama dan nomor urut kereta
12) Informasi gangguan perjalanan kereta api
13) Ketetapan jadwal perjalanan kereta api
b. Standar pelayanan minimal dalam perjalanan pada kereta api perkotaan,
meliputi:
1) Pintu dan jendela
2) Tempat duduk dengan konstruksi tetap yang mempunyai sandaran dan
nomor tempat duduk
3) Lampu penerangan
4) Penyejuk udara
5) Rak bagasi
6) Fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil,
anak dibawah umur 5 tahun, orang sakit dan orang lanjut usia
7) Fasilitas pegangan untuk penumpang berdiri

8) Fasilitas kesehatan, keselamatan dan keamanan


9) Informasi gangguan perjalana kereta api
10) Ketepatan jadwal perjalanan kereta api
Kereta api perkotaan menurut Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2009
adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah perkotaan
dan/atau perjalanan ulang alik (commuting). Kereta api perkotaan biasanya
dijalankan dengan menggunakan tenaga listrik, sehingga tidak menimbulkan
pencemaran gas rumah kaca secara langsung. Sedangkan menurut Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor : PM 9 tahun 2014, jaringan pelayanan
perkeretaapian perkotaan yang berada dalam suatu wilayah perkotaan dapat :
a. melampaui1 (satu) provinsi;
10

b. melampaui 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan


c. berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota
d. Dalam penyelenggaraannya, kereta api perkotaan memiliki ciri-ciri :
e. menghubungkan beberapa stasiun di wilayah perkotaan;
f. melayani banyak penumpang berdiri;
g. memiliki sifat perjalanan ulang alik/komuter;
h. melayani penumpang tetap;
i. memiliki jarak dan/atau waktu tempuh pendek;dan
j. melayani kebutuhan angkutan penumpang di dalam kota dan dari daerah
sub-urban menuju pusat kota atau sebaliknya.

2.1.4 Jenis-jenis Kereta Api


Kereta api pertama kali ditemukan pada tahun 1800-an dan mengalami
perkembangan pada tahun 1860 (Salim, 2004). Jenis kereta api menurut tenaga
penggeraknya, antara lain:

2.1.4.1 Kereta Api Uap


Jenis kereta api ini merupakan kereta mesin pertama yang dibangun
manusia, yang sebelumnya kereta ditarik oleh tenaga kuda. Kereta uap
memanfaaatkan kemampuan air saat dipanaskan dalam ketel uap. Uap air yang
termampatkan akan menghasilkan tekanan yang luar biasa besar dan mampu
menggerakan piston, gigi-gigi mesin dan akhirnya menggerakan roda kereta.
berbagai jenis kereta api uap, yakni:
1. Lokomotif Mallet, merupakan jenis kereta api yang lokomotifnya
memiliki artikulasi (sambungan) berada di tengah-tengah ketel uap. Roda
penggerak depannya memiliki bogie sendiri yang bebas bergerak, sedangkan
roda belakangnya tersambung dengan rangka utama lokomotif. Pada sistem
ini, roda penggerak depan akan mendapat tekanan uap lebih tinggi dibanding
roda belakang, namun tekanan ini akan tersalurkan ke roda belakang saat
bergerak. Penemu lokomotif uap ini yakni Insinyur Swiss bernama Anatoie
Mallet. Sistem ini banyak dipakai di Eropa, Amerika, dan Hindia Belanda
(Indonesia).
2. Lokomotif Garrat, merupakan jenis kereta api uap yang memiliki dua
tender, terpisah dari ketel uap yang letaknya didepan dan dibelakang. Roda-
roda penggeraknya berada dibawah tender dan memiliki bogie tersendiri,
11

sehingga lokomotif garrat memiliki dua artikulasi. Penemu sistem ini adalah
insinyur Inggris bernama Garrat. Jenis kereta api ini banyak dipakai di benua
Afrika, Asia Timur, Australia, Sebagian Eropa dan Amerika selatan.
3. Lokomotif Meyer, seperti halnya garrat, jenis kereta api yang memiliki
dua artikulasi, namun kedua sambungannya terletak dibawah ketel uap.
Disain lokomotif ini diperoleh dengan membuat masing-masing bogie bagi
roda penggerak depan dan belakang, sehingga keduanya seakan terpisah dari
badan lokomotif. Dengan disain ini, didapat lokomotif uap yang dapat
bergerak lebih fleksibel dan efisien, karena semua roda penggerak akan
mendapatkan tekanan uap yang sama. Penemu sistem ini yakni insinyur
Prancis bernama Jean-Jacques Meyer pada tahun 1868. Sistem ini banyak
dipakai di Eropa, Amerika dan juga Hindia Belanda.

2.1.4.2 Kereta Api Diesel


Jenis kereta api ini menggunakan mesin diesel sebagai motor
penggeraknya dan bahan bakar cair seperti solar sebagai bahan bakar utamanya.
Ada dua jenis kereta api ini, yakni kereta rel diesel hidraulik (KRDH) dan kereta
rel diesel elektrik (KRDE).
1. Kereta Rel Diesel Hidraulik, merupakan jenis kereta api bermesin diesel,
dimana mesin ini digunakan untuk memompa oli dan selanjutnya disalurkan
ke perangkat hidraulik untuk menggerakan roda-roda lokomotif. KRDH
pernah dipakai di Indonesia dengan seri lokomotf BB301 hingga BB304. Saat
ini KRDH tidak lagi digunakan karena biaya perawatan yang tinggi.

2. Kereta Rel Diesel Elektrik, merupakan jenis kereta api bermesin diesel,
dimana solar dipakai untuk memutar generator agar menghasilkan energi
listrik. Lalu, Energi listrik tersebut dipakai untuk menggerakan motor listrik
berukuran besar, dan akhirnya menggerakan roda-roda lokomotif. Saat ini
KRDE banyak digunakan di negera-negara berkembang, termasuk Indonesia,
dan hampir semua kereta jarak jauh yang di operasikan PT Kereta Api
Indonesia (PT KAI) merupakan tipe KRDE.

2.1.4.3 Kereta Rel Listrik (KRL)


12

Kereta rel listrik merupakan jenis kereta api yang bergerak dengan
memanfaatkan motor listrik sebagai mesin utamanya, dimana sumber listrik
didapat langsung dari jaringan listrik aliran atas (LAA) melalui pantograf(sebuah
alat yang letaknya diatas gerbong, bersentuhan langsung dengan kawat LAA).
Sejatinya LAA berupa kawat bertegangan tinggi yang mampu menyuplai
kebutuhan arus listrik DC yang digunakan motor listik KRL. LAA ini letaknya
menggantung ditengah-tengah sepur, mengikuti alur lintasan rel dan biasanya
memiliki tegangan sebesar 1,5 kilo volt.
Biasanya kereta rel listrik dibangun didaerah perkotaan yang padat dan
tinggi akan mobilitas penduduknya, seperti Tokyo, Amsterdam, Beijing dan kota
besar lainnya. Di Indonesia, KRL dapat ditemui dikawasan Jabodetabek.

2.1.4.4 Mass Rapid Transit (MRT)


MRT (mass rapid transit) atau di Indonesia disebut Moda Raya Terpadu,
merupakan jenis kereta api listrik yang memiliki kecepatan diatas KRL biasa,
kapasitas dan frekuensi yang tinggi serta memiliki sistem persinyalan dan kendali
serba otomatis.
Karena semuanya serba otomatis dan cepat, MRT harus memiliki jalur
khusus dan bebas dari persimpangan jalan raya aspal. Makanya, sistem MRT
dibuat pada jalur layang (elevated), jalur ditanah (at ground) dan dibawah tanah
(subway). Sistem kereta ini sangat cocok diterapkan dikota-kota padat seperti
Singapura, Bangkok dan Tokyo.

Indonesia sendiri memiliki MRT yang baru dirampungkan pada April lalu
di Jakarta, yakni rute bundaran HI- lebak bulus sepanjang 15,7 km dengan 13
stasiun pemberhentian. Rencananya, jaringan MRT tersebut akan diperluas pada
fase 2 dan 3, hingga total trek 110,8 km.

2.1.4.5 Kereta Ringan (Light Railways)


Kereta ringan merupakan salah satu sistem kereta api listrik yang
beroperasi di kawasan perkotaan, dimana beratnya sekitar 20 ton, konstruksi
relnya dibangun beriringan bersama lalu lintas lain, mobil dan bus. Terdapat dua
jenis kereta ringan:
13

1. Trem, merupakan kereta ringan yang memiliki rel di dalam kota, dimana
satu set kereta terdiri dari 2-3 gerbong. Lintasan trem biasanya bersatu
dengan aspal jalan.
2. LRT (ligth rail transit), merupakan kereta ringan yang memiliki jalur lebih
khusus dibandingkan trem, terpisah dari jalan aspal, namun masih beriringan
dengan jalan perkotaan. LRT biasanya terdiri dari 2-4 gerbong. Kereta api
ringan banyak digunakan diberbagai negara di Eropa dan telah mengalami
modernisasi, misalnya otomatisasi masinis, beroperasi pada lintasan khusus,
sistem anti benturan, penggunaan lantai yang rendah sehingga mempermudah
naik turun penumpang.

2.1.4.6 Monorel
Monorel merupakan jenis kereta api ringan yang bergerak pada sebuah rel
tunggal, berbeda dengan kereta konvensional, yang bergerak pada dua rel.
Biasanya rel terbuat dari beton khusus dan roda-roda keretanya terbuat dari karet,
sehingga tidak sebising kereta diesel maupun listrik.
Terdapat dua jenis monorel yaitu:

1. Tipe Straddle-beam, dimana kereta berjalan diatas rel.


2. Tipe Suspended, dimana kereta tergantung dan melaju di bawah rel.

Terdapat beberapa kelebihan monorel dibandingkan kereta doublerel, diantaranya:

 hanya membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun horizontal;

 terlihat lebih ringan daripada kereta konvensional;

 relatif tidak bising;

 kereta lebih aerodinamis;

 lebih aman resiko gerbong terguling kecil; dan

 lebih murah untuk dibangun dan hemat perawatan.

2.1.4.7 Kereta Maglev


14

Kereta maglev merupakan jenis kereta api yang mengambang secara


magnetik. Seperti namanya, prinsip kerja dari kereta api ini adalah memanfaatkan
gaya magnet untuk mengangkat kereta sehingga mengambang, tidak menyentuh
rel, sehingga gaya gesek dapat diminimalisir.
Karena kecilnya gaya gesek antara roda-rel, maka kereta ini mampu
melaju dengan kecepatan hampir 600 km/jam (secara eksperimen), jauh lebih
cepat dibandingkan kereta biasa. Beberapa negara yang telah berhasil
mengembangkan dan mengaplikasikan jenis kereta api ini, diantaranya Jepang
dengan kereta Shinkansen-nya dan Prancis dengan kereta TGV nya.

2.1.5 Ability To Pay


Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa
pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal.
Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya
untuk transportasi dari pendapatan rutin yang diterimanya. Dengan kata lain
ability to pay adalah kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos perjalanan
yang dilakukannya. Dalam studi ini, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
ability to pay diantaranya:
1. Besar penghasilan;
2. Kebutuhan transportasi;
3. Total biaya transportasi (harga tiket yang ditawarkan);
4. Prosentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi.
Julien (2014) menyatakan dengan menggunakan metode household budget
dapat dicari besaran ATP.
Pt
ATPumum = It x Pp x ..............................................................................(2.1)
Tt
Keterangan :
ATPumum = ATP umum responden (Rp/penumpang)
It = Total pendapatan keluarga per bulan (Rp/kel/bulan)
Pp = Persentase pendapatan untuk transportasi per bulan dari total
penghasilan
Pt = Persentase biaya transportasi yang digunakan untuk monorel per
bulan
15

Tt = Total panjang perjalanan keluarga per bulan per trip (trip/kel/bulan)

2.1.6 Willingness To Pay


Willingness to pay adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan
imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis
WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan
angkutan umum tersebut. Analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna
terhadap tarif atas jasa pelayanan angkutan umum yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor (Permata, 2012: 33), yaitu:
1. Kuantitas dan kualitas jasa transportasi;
2. Utilitas pengguna;
3. Penghasilan pengguna.
Pengukuran nilai WTP menggunakan metode Stated preference. Metode
Stated preference mengukur kesediaan membayar responden dengan menanyakan
berapa jumlah tarif yang bersedia di bayar responden dan penilaian responden
terhadap situasi tertentu. Nilai WTP masing-masing responden yaitu berupa nilai
maksimum rupiah yang bersedia dibayarkan oleh responden untuk jasa kereta api,
diolah untuk mendapatkan nilai rata-rata (mean) dari nilai WTP tersebut, dengan
rumus :
n
1
MWTP =
n ∑ WTPi ....................................................................... (2.2)
i=1

Keterangan:
MWTP = Rata-rata WTP
n = Ukuran sampel
WTPi = Nilai WTP Maksimum responden ke i

2.1.7 Hubungan Ability To Pay dan Willingness To Pay


Dalam penentuan tarif angkutan sering terjadi ketidaksesuaian antara ATP
dan WTP, kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif yang terdapat
pada Gambar berikut:
16

Gambar 2.1 Kurva ATP dan WTP

Dalam website PT. Dardela Yasa Guna, Engineering Consultan, ada


beberapa kondisi yang mungkin terjadi yaitu:
1. ATP > WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada
keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai
penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif
rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.

2. ATP < WTP


Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas, dimana keinginan
pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan
membayarnya. Hal ini mungkin terjadi bagi pengguna yang mempunyai
penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat
tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung
lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive
riders.
3. ATP = WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar
jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi
keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk
membayar jasa tersebut.
17

Apabila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna
yang dijadikan sebagai subjek dalam menentukan nilai tarif yang diberlakukan
dengan prinsip:
1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang
diberlakukan tidak boleh melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran.
Campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi, kemudian dibutuhkan pada
kondisi dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP sehingga didapat nilai
tarif yang sebesar-besarnya sama dengan nilai ATP.
2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila
nilai WTP masih berada dibawah ATP, maka masih memungkinkan dilakukan
peningkatan nilai tarif dengan perbaikan pelayanan angkutan umum.
Bila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat
keleluasaan dalam perhitungan/pengajuan nilai tarif baru.

Gambar 2.2 Ilustrasi keleluasaan dalam penentuan tarif berdasarkan APT


dan WTP

2.1.8 Kualitas Jasa


Menurut American Society for Quality Control (Kotler dan Keller, 2009),
kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa yang
bergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang telah
ditentukan atau tersirat. Menurut Scherkenbach dalam Lupiyoadi (2014), kualitas
ditentukan oleh pelanggan, pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai
dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang
menunjukkan nilai produk tersebut.
Menurut Lewis dan Booms dalam Lupiyoadi (2014), kualitas jasa
merupakan suatu ukuran yang menggambarkan sebaik apa penyediaan jasa
18

dilakukan. Penyampaian kualitas jasa berarti pemberian kualitas jasa yang


disesuaikan pada harapan pelanggan secara konsisten.

1) Dimensi Kualitas Jasa


Dalam mengukur persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa dapat
digunakan pendekatan SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry. SERVQUAL terdiri atas lima item kualitas
jasa. Pengetahuan tentang kebutuhan pelanggan diperoleh dari item kualitas jasa
dan tanggapan pelanggan berdasarkan pengalaman mereka dapat dijadikan alat
dalam mengukur persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa.
Menurut Gaspersz dalam Julien (2014), evaluasi item kualitas jasa
menunjukkan prioritas dan kritik dari pelanggan yang digunakan untuk perbaikan
kualitas jasa ke arah yang lebih baik. Pendekatan SERVQUAL berpusat pada
penilaian dan pemahaman pelanggan terhadap kualitas jasa. Untuk memudahkan
dalam mengingat kelima item kualitas jasa, dipergunakan akronim: RATER.
Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Julien (2014), lima item
kualitas jasa dari pendekatan SERVQUAL adalah sebagai berikut:
1. Reliability (Kehandalan)
Reliability atau kehandalan adalah kemampuan yang dapat diandalkan,
terpercaya, akurat, dan konsisten dalam memberikan pelayanan yang
dijanjikan. Dalam hal ini ketepatan waktu, keteraturan, kecepatan, dan akurasi
yang tinggi menjadi tolak ukur dari kehandalan suatu pelayanan.
2. Assurance (Jaminan)
Assurance atau jaminan diperlukan dalam menumbuhkan rasa kepercayaan
pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Kepercayaan
pelanggan dapat ditingkatkan oleh beberapa hal yang mencakup komunikasi,
kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun.
3. Tangibles (Bukti Fisik)
Tangible atau bukti fisik merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pelanggan. Penampilan dan kemampuan
sarana dan prasarana serta keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas
fisik, perlengkapan dan peralatan serta penampilan pegawai.
19

4. Empathy (Empati)
Empathy atau empati yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan dalam memahami kebutuhan pelanggan. Empati mencakup
kemudahan akses serta pemahaman dan pengenalan kebutuhan pelanggan.
5. Responsiveness (Ketanggapan)
Responsiveness atau ketanggapan merupakan kemauan untuk membantu
konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat kepada
pelanggan dengan informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu
tanpa suatu alasan yang jelas dapat menyebabkan persepsi yang negatif dalam
kualitas pelayanan.

2.1.9 Stated Preference (SP)


Teknik Stated Preference (SP) diperkenalkan pertamakali dalam penelitian
transportasi oleh Davidson, J.D. (1973). Istilah Stated Preference yang digunakan
dalam penelitian transportasi mengacu kepada semua bentuk metode berdasarkan
studi respon individu terhadap suatu hipotesa satu atau lebih alternatif perjalanan
yang secara umum didefinisikan dalam bentuk kombinasi beberapa atribut. Hal ini
berbeda dengan teknik yang sering dilakukan sebelumnya yaitu Revealed-
Preference yang berdasarkan observasi terhadap kondisi aktual.
Teknik Stated Preference (SP) merupakan pendekatan terhadap responden
untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Misalnya terjadi
peningkatan pelayanan salah satu moda transportasi, bagaimana respon
masyarakat terhadap moda tersebut relatif terhadap moda lainnya atau jika terjadi
peningkatan pelayanan moda transportasi, tetapi juga diiringi dengan peningkatan
ongkos moda tersebut. Teknik ini juga bermanfaat dalam tinjauan pasar untuk
penerapan suatu teknologi transportasi.
Pada teknik Staded Preference ini, peneliti dapat mengontrol secara penuh
faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesa. Masing-masing individu akan
ditanya tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan
dalam keadaan yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang
20

ditawarkan). Teknik ini digunakan dalam merancang eksperimen berbentuk


serangkaian alternatif situasi tersebut.
Rancangan pilihan dan penyajian Stated Preference setidaknya memiliki
tiga langkah penting yaitu :
a. Menseleksi level atribut dan kombinasi yang terjadi pada masing- masing
alternatif (design experimental)
b. Desain penyajian alternatif.
c. Spesifikasi pilihan yang diperoleh dari responden.
Preferensi responden pada teknik Stated Preference dapat dikuantifikasi
dengan cara sebagai berikut :
a. Respon berdasarkan rangking. Pendekatan ini menampilkan semua pilihan
sekaligus kepada responden, kemudian mereka diminta mengurutkan sesuai
pilihannya yang dapat menunjukkan tingkatan utilitas pilihan tersebut. Hal
yang menarik dari pendekatan ini adalah bahwa semua pilihan disajikan secara
bersamaan. Namun perlu dipertimbangkan bahwa jumlah alternatif yang terlalu
banyak dapat membuat responden lelah dan asal jawab.
b. Respon berdasarkan rating. Pada teknik rating ini, responden diminta
menunjukkan tingkat kesukaannya (Degree of Preference) terhadap pilihan
yang ada dengan menggunakan skala tertentu. Misalnya skala 1 – 10 dimana 1
= menunjukkan sangat tidak disukai, 5 = sama saja dan 10 sangat disukai.
Respon selanjutnya dianalisa dengan menggunakan operasi aritmetik biasa
(hitungan rata-rata, rasio, dsb). Untuk dua pilihan A atau B, Respon bisa juga
diekspresikan dalam bentuk pilihan 1 – 5 dimana 1= pasti memilih A, 2 =
mungkin memilih A, 3 = tidak tahu, 4 = mungkin memilih B dan 5 = pasti
memilih B. Kelima pilihan ini kemudian ditransformasikan kedalam bentuk
probabilitas (misal skor 1 = 0,1, skor 3 = 0,5 dan skor 5 = 0,9) yang akan
digunakan untuk menyusun model regresi linear berganda. Hal ini telah
dilakukan oleh Yosritzal et.al. (2001) dalam penelitian tingkat kebutuhan taksi
di Bandung.
c. Respon berupa pilihan. Responden diminta menentukan pilihannya terhadap
beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Pilihan ini dapat juga diperluas dalam
bentuk skala rating. Agar lebih sesuai dengan kenyataan, biasanya ditambahkan
opsi “tidak satupun dari pilihan diatas” untuk menghindari pemaksaan pilihan.
21

Sifat utama dari teknik Stated Preference antara lain adalah sebagai berikut
:
a. Stated Preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang
bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa.
b. Setiap pilihan direpresentasikan sebagai ‘paket’ dari atribut yang berbeda
seperti waktu, ongkos, headway dan lain-lain.
c. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh
individu pada setiap atribut dapat diestimasi; ini diperoleh dengan teknik
desain eksperimen (Experimental Design).
d. Alat interview (kuesioner) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat
dimengerti oleh responden, tersusun rapi dan masuk akal.
e. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan
melakukan rangking, rating dan pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau
sekelompok pernyataan.
f. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk
mendapatkan ukuran secara kuantitatif mengenai hal yang penting (relatif)
pada setiap atribut.

2.1.10 Uji Validitas dan Reliabilitas


Julien (2014), menyatakan uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana suatu skala pengukuran dapat melakukan apa yang seharusnya dilakukan
dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan
untuk mengetahui kehandalan suatu item pertanyaan dalam mengukur sesuatu.
Cara yang dilakukan untuk uji validitas adalah dengan analisis item,
dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir pertanyaan dikorelasikan dengan
nilai total seluruh butir pertanyaan untuk satu variabel dengan menggunakan
rumus koreasi pearson product moment:
22

X
Y
∑¿
¿
¿
¿
X
∑ ¿²
Y
r= ∑ ¿ ² ............................................................................................. (2.3)
n ∑ Y −¿
¿
X ²−¿ ¿
n∑¿
∑ ¿¿
XY −¿
n∑¿
¿
Keterangan:
r = koefisien korelasi
X = nilai setiap pertanyaan
Y = nilai total seluruh butir pertanyaan untuk satu variabel
n = jumlah responden
Uji reliabilitas berbeda dengan uji validitas karena uji reliabilitas
memusatkan perhatiannya pada masalah konsistensi dan kestabilan sedangkan uji
validitas memusatkan perhatiannya pada ketepatan. Uji reliabilitas hanya dapat
dilakukan setelah dilakukan uji validitas terlebih dahulu dan dinyatakan valid.
Arikunto (2010), menyatakan uji reliabilitas yang umum digunakan adalah
analisa Alpha. Adapun pengujian dengan menggunakan koefisien Cornbach
Alpha harus lebih besar atau sama dengan 0,6 yaitu nilai yang dianggap dapat
menguji layak tidaknya kuesioner yang digunakan. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut:
k −σb ²
r=
(k −1)
[1 σ 1²
] ........................................................................ (2.4)

Keterangan:
r = Reliabilitas instrument
k = Banyaknya butir pertanyaan
23

σb ² = Jumlah varian butir


σ 1² ............................................................................................................=
Jumlah varian total

Rumus untuk menghitung varian butir dan varian total adalah:


σb ² ...........................................................................................................=

Jki Jks
− .................................................................................................. (2.5)
n n²
σ 1² ...........................................................................................................=

∑ xt − ∑ xt ² ......................................................................................... (2.6)
n n²
Keterangan:
Jki = Jumlah kuadrat seluruh butir
Jks = Jumlah kuadrat subjek
∑ xt = jumlah total jawaban responden

n = Jumlah responden
Julien (2014), uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Beberapa uji validitas
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Face Validity (Validitas Permukaan)
Suatu pertanyaan dikatakan valid apabila responden mengerti pertanyaan atau
tidak salah paham atas makna pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Validitas
permukaan ini akan digunakan pada pertanyaan yang terdapat pada karakteristik
responden, kemampuan membayar dan keinginan membayar.
2. Construct Validity (Validitas Konstruk)
Validitas konstruk membuktikan seberapa bagus hasil yang diperoleh dari
penggunaan ukuran sesuai dengan teori di mana pengujian dirancang. Uji
konstruk dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan dengan
skor totalnya. Bila nilai korelasi pearson positif dan bernilai >0.3 maka butir
pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Atau dapat juga dikatakan valid apabila nilai
signifikansi lebih kecil daripada nilai alpha toleransi (tingkat kesalahan yang
24

ditoleransi = 5%). Validitas konstruk digunakan hanya pada pertanyaan yang


terdapat dalam kualitas pelayanan jasa (SERVQUAL).
3. External Validity (Validitas External)
Pada validitas eksternal diuji dengan cara membandingkan kriteria yang ada
pada pertanyaan dengan fakta-fakta empiris yang terjadi dilapangan. Suatu
pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai r hitung (Corrected Item-Total
Correlation) pada tabel Item-Total Statistics lebih besar daripada nilai r tabel.
Validitas eksternal juga hanya digunakan pada pertanyaan yang terdapat dalam
kualitas pelayanan jasa (SERVQUAL). Nilai r tabel dapat dilihat pada Lampiran
Suatu pertanyaan dinyatakan reliable apabila nilai cronbach alpha pada tabel
reliability statistics menunjukan nilai ≥0.60 (Noor, 2013: 165) atau nilai cronbach
alpha > r tabel (Santoso, 2001: 280). Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan
oleh koefisien reliabilitas yang berkisar antara 0 - 1. Semakin mendekati 1 maka
item pertanyaan tersebut semakin reliable atau dapat diandalkan. Tinggi
rendahnya reliabilitas dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tabel Kriteria Koefisien Reliabilitas


No Interval Kriteria
1 0.00 - 0.19 Sangat rendah
2 0.20 - 0.39 Rendah
3 0.40 - 0.59 Cukup
4 0.60 - 0.79 Tinggi
5 0.80 -1.00 Sangat tinggi
Sumber: Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta, 2010.

2.1.11 Pengambilan Sampel


Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang dianggap mampu
mewakili populasi yang akan diteliti. Tujuan pengambilan sampel adalah untuk
memperoleh keterangan mengenai objek penelitian dengan cara mengamati
sampel. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum pengambilah sampel yaitu:
25

1. Memperjelas keterangan-keterangan yang diinginkan.


2. Menentukan jenis sampel yang paling efesien dan akan menghasilkan
keterangan yang paling sesuai dengan masalah yang akan diselidiki.
3. Menentukan cara pengambilan sampel.
4. Menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) atau formulir wawancara.
Oktariani (2015), desain kuesioner bertujuan untuk merancang bentuk dan
isi kuesioner yang tepat agar sesuai sasaran yakni data atau informasi yang
diperoleh untuk memenuhi kebutuhan proses analisis data.

1) Besar Sampel

Sampel yang diambil harus dapat mewakili seluruh populasi yang ada
sehingga penarikan sampel yang jumlahnya relatif kecil dari jumlah populasi
harus memperhatikan 3 (tiga) faktor utama, yaitu:
1. Tingkat variabilitas dari parameter;
2. Tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk mengukur parameter;
3. Besar populasi dimana parameter akan disurvei.
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael memberikan
kemudahan menentukan jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%, 5%
dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti dapat secara langsung menentukan besaran
sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat kesalahan yang dikehendaki.
Tabel Isaac dan Michael dapat dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Jumlah sampel dari populasi tertentu


Siginifikasi Siginifikasi Signifikasi
N N N
1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%
10 10 10 10 280 197 155 138 2800 537 310 247
15 15 14 14 290 202 158 140 3000 543 312 248
20 19 19 19 300 207 161 143 3500 558 317 251
25 24 23 23 320 216 167 147 4000 569 320 254
35 33 32 32 360 234 177 155 5000 586 326 257
40 38 36 36 380 242 182 158 6000 598 329 259
45 42 40 39 400 250 186 162 7000 606 332 261
50 47 44 42 420 257 191 165 8000 613 334 263
55 51 48 46 440 265 195 168 9000 618 335 263
60 55 51 49 460 272 198 171 10000 622 336 263
65 59 55 53 480 279 202 173 15000 629 340 266
70 63 58 56 500 285 205 176 20000 635 342 267
75 67 62 59 550 301 213 182 30000 642 344 268
80 71 65 62 600 315 221 187 40000 649 345 269
85 75 68 65 650 329 227 191 50000 655 346 269
90 79 72 68 700 341 233 195 75000 658 347 270
95 83 75 71 750 352 238 199 100000 659 347 270
100 87 78 73 800 363 243 202 150000 661 347 270
26

Siginifikasi Siginifikasi Signifikasi


N N N
1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%
110 94 84 78 850 373 247 205 200000 661 348 270
120 102 89 83 900 382 251 208 250000 662 348 270
130 109 95 88 950 391 255 211 300000 662 348 270
140 116 100 92 1000 399 258 213 350000 662 348 270
150 122 105 97 1100 414 265 217 400000 662 348 270
160 129 110 101 1200 427 270 221 450000 663 348 270
170 135 114 105 1300 440 275 224 500000 663 348 270
180 142 119 108 1400 450 279 227 550000 663 348 270
190 148 123 112 1500 460 283 229 600000 663 348 270
200 154 127 115 1600 469 286 232 650000 663 348 270
210 160 131 118 1700 477 289 234 700000 663 348 270
220 165 135 122 1800 485 292 235 750000 663 348 270
230 171 139 125 1900 492 294 237 800000 663 348 271
240 176 142 127 2000 498 297 238 850000 663 348 271
250 182 146 130 2200 510 301 241 900000 663 348 271
260 187 149 133 2400 520 304 243 950000 663 348 271
270 192 152 135 2600 529 307 245 1000000 663 348 271
∞ 664 349 272
Sumber: Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kualitatif,
Kuantitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 128.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan


perhitungan Total Operating Cost, Ability To Pay dan Willingness To Pay
diantaranya:
1. Aviasti, Rukmana, Djamaluddin (2014) meneliti kemampuan dan kemauan
membayar tarif angkutan kota trayek Sadang Serang-Carangin dan Trayek
Margahayu Raya-ledeng di kota Bandung. Peneliti menganalisis apakah tarif
yang berlaku telah sesuai berdasarkan ATP dan WTP. Dengan menggunakan
metode household budget untuk menentukan ATP dan persepsi responden
untuk menentukan WTP, maka didapatkan hasil ATP untuk trayek Sadang
Serang-Caringin Rp9.611 dan trayek Margahayu Raya-Ledeng Rp5.823 WTP
untuk trayek Sadang Serang-Caringin rata-rata jarak dekat Rp2.046, jarak
sedang Rp3.325, dan jarak jauh Rp5.172 dan trayek Margahayu raya-Ledeng
rata-rata jarak dekat Rp1.670, jarak sedang Rp2.588, dan jarak jauh Rp4.473.
2. Yuniarti (2009) meneliti kemampuan dan kemauan membayar tarif angkutan
umum trayek Palur Kartasura di Surakarta. Peneliti menganalisis apakah tarif
yang berlaku telah sesuai baik dari pihak pengguna (ATP dan WTP) maupun
27

pihak penyedia jasa (BOK). Metode yang digunakan adalah metode


departemen perhubungan untuk mendapatkan BOK, metode household budget
untuk mendapatkan ATP, serta persepsi responden untuk mendapatkan WTP.
Hasil yang didapatkan adalah BOK sebesar Rp2.930, ATP: hari kerja
(masyarakat umum Rp2.349; pelajar Rp1.162) hari libur (masyarakat umum
Rp2.378; pelajar Rp1.934), dan WTP: hari kerja (masyarakat umum Rp2.322;
pelajar Rp1.148) hari libur (masyarakat umum Rp2.338; pelajar Rp1.884).
3. Agusanto, Suksmahadji (2009) meneliti biaya operasi langsung pesawat
Tobago TB-10. Metode yang digunakan untuk mendapatkan biaya operasi
langsung pesawat berdasarkan ATA (Air Transport Association). Total biaya
operasi langsung pesawat udara latih Tobago untuk 600 jam operasional
adalah sebesar $146.
4. Permata (2012) menganalisis kemampuan dan kemauan membayar pengguna
jasa kereta api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai. Pengukuran ATP
menggunakan metode household budget dan WTP menggunakan metode
stated preference. Hasil penelitian yaitu estimasi nilai rata-rata ATP sebesar
Rp128.986,- dan nilai rata-rata WTP sebesar Rp23.195,- dengan 80%
responden bersedia membayar lebih untuk peningkatan keselamatan.
5. Jalil (2018) meneliti kemampuan dan kemauan membayar tarif Trans
Koetaradja pada koridor III dan IV. Peneliti menganalisis apakah tarif yang
berlaku telah sesuai baik dari pihak pengguna (ATP dan WTP) maupun pihak
penyedia jasa (BOK). Metode yang digunakan adalah metode departemen
perhubungan untuk mendapatkan BOK, metode household budget untuk
mendapatkan ATP, serta persepsi responden untuk mendapatkan WTP. Hasil
yang didapatkan adalah BOK pada koridor III sebesar Rp5.900 dan pada
koridor IV sebesar Rp11.900, ATP: koridor III (masyarakat umum Rp5.400;
pelajar Rp5.200), koridor IV (masyarakat umum Rp8.800; pelajar Rp7.200),
dan WTP: koridor III (masyarakat umum Rp3.000; pelajar Rp2.800), koridor
IV (masyarakat umum Rp6.300; pelajar Rp6.300).

III. METODE PENELITIAN


Metode penelitian adalah tata cara ataupun tahapan-tahapan suatu
penelitian yang harus direncanakan sesuai dengan langkah-langkah yang telah
28

disusun secara sistematis sehingga dapat menghasilkan hasil penelitian yang


efektif.
Adapun tahapan penelitian ini dimulai dari menentukan obyek penelitian,
memilih jenis dan sumber data yang ingin digunakan, menentukan teknik
pengumpulan data yang sesuai, serta menentukan teknik analisis data yang tepat
untuk digunakan pada penelitian ini.

3.1 Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah tarif kereta api jenis monorel di wilayah
provinsi Aceh. Metode pengambilan sampel penelitian ini menggunakan sampel
acak berstrata dengan memperlihatkan tingkatan dalam populasi (stratified
random sampling).
Lokasi penelitian ini adalah pembangunan kereta api jenis monorel yang
berada di wilayah ibukota provinsi Aceh yang dimulai dari Bandara SIM sampai
pelabuhan Ulee Lheu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Proses
pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner. Jumlah
pengambilan sampel untuk data kuesioner terhadap responden di lakukan pada
empat kecamatan yang ada di kota Banda Aceh yaitu : Banda Raya, Kuta Alam,
Ulee Kareng dan Meuraxa. Pengambilan sampel ini merujuk pada tabel Isaac dan
Michael dengan menggunakan persen kelonggaran sebesar 5% dan berdasarkan
jumlah kapasitas penumpang kereta api per hari.

3.2 Gambaran Wilayah Studi


Penelitian ini mengambil studi kasus pada sebagian wilayah yang dilalui
oleh pembangunan kereta api di ibukota provinsi Aceh, yakni Banda Raya, Kuta
Alam, Ulee Kareng dan Meuraxa.

3.2.1 Kecamatan Banda Raya


Kecamatan Banda Raya adalah salah satu kecamatan yang berada di Kota
Banda Aceh dengan luas wilayah sebesar 4,79 Km2 (478,9 Ha). Dalam data BPS
yang dicakup dalam Kota Banda Aceh Dalam Angka 2019, dikemukakan bahwa
kecamatan Banda Raya memiliki jumlah penduduk sebanyak 24.398 jiwa pada
29

tahun 2018, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 12.210 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 12.188 jiwa. Kecamatan ini terletak pada
ketinggian rata-rata 0,80 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas
wilayah kecamatan ini adalah sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Kecamatan Baiturrahman
 Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Besar
 Sebelah Timur : Kecamatan Baiturrahman
 Sebelah Barat : Kecamatan Jaya Baru

3.2.2 Kecamatan Kuta Alam


Kecamatan Kuta Alam adalah salah satu kecamatan yang berada di Kota
Banda Aceh dengan luas wilayah sebesar 10,2045 Km2 (1020,45 Ha). Dalam data
BPS yang dicakup dalam Kota Banda Aceh Dalam Angka 2019, dikemukakan
bahwa kecamatan Kuta Alam memliki jumlah penduduk sebanyak 52.645 jiwa
pada tahun 2018, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 27.369 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan sebanyak 25.276 jiwa. Kecamatan ini terletak pada
ketinggian rata-rata 0,8 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah
kecamatan ini adalah sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Selat Malaka
 Sebelah Selatan : Kecamatan Baiturrahman
 Sebelah Timur : Kecamatan Syiah Kuala
 Sebelah Barat : Kecamatan Kuta Raja

3.2.3 Kecamatan Ulee Kareng


Kecamatan Ulee Kareng adalah salah satu kecamatan yang berada di Kota
Banda Aceh dengan luas wilayah sebesar 6,15 Km2 (615,0 Ha). Dalam data BPS
yang dicakup dalam Kota Banda Aceh Dalam Angka 2019, dikemukakan bahwa
kecamatan Ulee Kareng memliki jumlah penduduk sebanyak 26.745 jiwa pada
tahun 2018, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 13.577 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 13.168 jiwa. Kecamatan ini terletak pada
ketinggian reta-rata 9 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah
kecamatan ini adalah sebagai berikut:
30

 Sebelah Utara : Kecamatan Syiah Kuala


 Sebelah Selatan : Kecamatan Lueng Bata
 Sebelah Timur : Kecamatan Kuta Alam
 Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Besar

3.2.4 Kecamatan Meuraxa


Kecamatan Meuraxa adalah salah satu kecamatan yang berada di Kota
Banda Aceh dengan luas wilayah sebesar 7,26 Km2 (726 Ha). Dalam data BPS
yang dicakup dalam Kota Banda Aceh Dalam Angka 2019, dikemukakan bahwa
kecamatan Meuraxa memliki jumlah penduduk sebanyak 20.166 jiwa pada tahun
2018, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 10.673 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 9.493 jiwa. Kecamatan ini terletak pada
ketinggian reta-rata 4 meter di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah
kecamatan ini adalah sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Selat Malaka
 Sebelah Selatan : Kecamatan Jaya Baru
 Sebelah Timur : Kecamatan Baiturrahman
 Sebelah Barat : Kecamatan Jaya Baru

3.3 Jenis Dan Sumber Data


Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari survei langsung
dilapangan dengan penyebaran kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari instansi terkait.

3.3.1 Data Primer


Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan cara menyebarkan
kuesioner dengan menggunakan teknik Stated Preference. Data yang diperoleh
dari penelitian ini menggunakan sampel acak berstrata dengan memperlihatkan
tingkatan dalam populasi (stratified random sampling). Bentuk kuesioner dapat
dilihat pada lampiran.
31

3.3.2 Data Sekunder


Data sekunder diperoleh dengan mendatangi instansi terkait untuk
meminta sejumlah dokumentasi data dari institusi pengelola sistem transportasi,
perencana tata ruang, dan sejumlah instansi lain yang dapat menyediakan data
yang berkaitan dengan pelaksanaan studi ini.
Pengumpulan data sekunder dapat diperoleh dari instansi-instansi terkait,
meliputi:
1. Peta rencana trase kereta api monorel;
2. Data batas wilayah studi dari BPS;
3. Data penduduk wilayah studi dari BPS;
4. Tarif kereta api monorel di Indonesia.

3.3.3 Menentukan Sampel


Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 150 sampel. Metode
pengambilan sampel yaitu stratified random sampling dengan estimasi yang
digunakan adalah maximum likelihood, sehingga diambil 170 sampel untuk
mendapatkan nilai dan hasil pengukuran model lebih akurat. Pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang harus dipenuhi oleh
sampel yang digunakan dalam penelitian. Pertimbangan yang harus dipenuhi oleh
peneliti di penelitian ini adalah tarif ideal yang mampu di bayar oleh pengguna
jasa kereta api berdasarkan Ability To Pay dan Willingness To Pay. Penyebaran
kuesioner dibagikan kepada responden yang berdomisili di kecamatan Banda
Raya, Kuta Alam, Ulee Kareng dan Meuraxa.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara membagikan kuesioner.
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan daftar
pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
Kuesioner dibagikan kepada responden yang mendiami Kecamatan Banda Raya,
Kuta Alam, Ulee Kareng dan Meuraxa di Kota Banda Aceh. Kuesioner berisi
tentang karakteristik responden, kemampuan membayar jasa monorel (Ability To
Pay) dan keinginan untuk membayar jasa monorel (Willingness To Pay).
Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan cara menyebarkan
kuesioner dengan menggunakan teknik Revealed Preference. Data yang diperoleh
32

dari penelitian ini menggunakan sampel acak berstrata dengan memperlihatkan


tingkatan dalam populasi (stratified random sampling). Instrumen kuesioner
harus diukur validasi dan reliabel datanya sehingga penelitian tersebut
menghasilkan data yang valid dan reliabel. Setelah data valid dan reliabel maka
kuesioner dapat disebarkan kepada responden. Bentuk kuesioner dapat dilihat
pada lampiran.
Data yang diambil dari penyebaran kuesioner terdiri dari:
1. Usia;
2. Jenis kelamin;
3. Status perkawinan;
4. Tujuan/maksud perjalanan responden;
5. Besar pendapatan keluarga;
6. Besar pengeluaran untuk transportasi;
7. Besar pengeluaran untuk penggunaan monorel; dan
8. Intensitas penggunaan monorel.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas


Uji validitas dilakukan pada kuesioner bagian tingkat pelayanan, uji
validitas dilakukan untuk mengetahui bahwa kuesioner yang disiapkan dapat
mengukur variabel yang ingin diukur. Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan
setelah dilakukan uji validitas terlebih dahulu dan dinyatakan valid.
Setelah hasil dari penyebaran kuesioner diperoleh dan dilakukan input data
ke dalam Microsoft Excel, selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas
dengan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service Solution).
Uji validitas dilakukan dengan cara membandingkan kriteria yang ada
pada pertanyaan dengan fakta-fakta empiris yang terjadi dilapangan. Suatu
pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai r hitung (Corrected Item-Total
Correlation) pada tabel Item-Total Statistics lebih besar daripada nilai r tabel.
Validitas eksternal juga hanya digunakan pada pertanyaan yang terdapat dalam
kualitas pelayanan jasa (SERVQUAL).
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dirancang
dalam bentuk kuesioner dapat diandalkan. Adapun teknik pengujiannya
menggunakan koefisien Cronbach Alpha, untuk mendapatkan hasil yang reliabel,
maka angka yang didapatkan harus lebih besar dari 0,6, sebaliknya jika angka
lebih kecil dari 0,6 maka tidak reliabel.
33

3.6 Teknik Analisis


Analisis data dilakukan setelah pengujian validitas dan reliabilitas
dilakukan dan data telah memenuhi kedua jenis uji tersebut. Analisis data pada
penelitian ini dilakukan dengan menganalisis hasil yang telah diperoleh dari data
primer dan data sekunder, sehingga didapatkan tarif berdasarkan ability to pay
(kemampuan untuk membayar) kereta api dengan metode household budget dan
tarif berdasarkan willingness to pay (kemauan untuk membayar) dengan
menggunakan metode persepsi responden.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini akan menyajikan hasil penelitian dari wawancara dan survey
lapangan yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode yang telah
ditetapkan serta merujuk pada teori dan rumus-rumus yang telah dikemukakan
pada tinjauan kepustakaan. Pada bab ini juga membahas tentang karakteristik
responden, Ability To Pay dan Willingness To Pay masyarakat pengguna jasa
kereta api terhadap besaran nilai tarif kereta api di Ibu Kota Provinsi Aceh.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini berisi kesimpulan dimana terdapat uraian hasil-hasil yang
diperoleh setelah penelitian selesai dilaksanakan melalui hasil survei responden.
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa data yang dilakukan maka akan
diambil suatu kesimpulan tentang ability to pay (kemampuan untuk membayar)
kereta api dan tarif berdasarkan willingness to pay (kemauan untuk membayar).
Saran dijadikan sebagai sarana bahan masukan kepada peneliti untuk dapat
mengembangkan penelitian ini ke ranah yang lebih baik dari sebelumnya dan
dapat dilanjutkan oleh peneliti generasi selanjutnya serta kepada pembaca yang
dapat dijadikan suatu wadah ilmu pengetahuan yang baru dimana diharapkan
dapat memotivasi serta sangat bermanfaat merujuk pada hasil penelitian yang
telah dilaksanakan.
34

Anda mungkin juga menyukai