Anda di halaman 1dari 23

Mata Kuliah : KMB I

Dosen Pembimbing : Dr.Anzar Zainuddin M.ADM, Kes

MAKALAH THYPOID

Nama : Aprilia Amanda Sari (218006)

Arifkah (218007)

Kelas : Akper 2A

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN PELAMONIA
KESDAM XIV/HASANUDDIN
MAKASSAR TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas rahmat dan
hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada Penulis, sehinggga Penulis
dapat menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan makalah ini bersumber pada
informasi internet dan buku yang kami peroleh, dengan ini diharapkan
pembaca dapat lebih mengetahui tentang penyakit Demam Thypoid ini dapat
memberikan manfaat bagi para mahasiswa khususnya dan para pembaca
pada umumnya.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis untuk


menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berjasa
memberikan motivasi dalam rangka menyelesaikan makalah ini. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan kepada penulis sehubungan dengan pelaksanaan
penulisan makalah ini. Demikian makalah ini penulis susun, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi masyarakat dan pembaca.Terima kasih.

Makassar, 8 Januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ................................................................................ 4
B. Etiologi ..................................................................................... 5
C. Insidensi ................................................................................... 8
D. Patofisiologi ............................................................................... 8
E. Manifestasi Klinik ..................................................................... 9
F. Pemeriksaan Diagnostik .......................................................... 11
G. Komplikasi ................................................................................ 12
H. Therapi ..................................................................................... 13
I. Pencegahan ............................................................................. 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 18
B. Saran ........................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara
dengan higiene buruk. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella
enterika subspesies enterika serovar Typhi (S.Typhi) dan Salmonella
enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A).
CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-
810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit
ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas
bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Dua dekade belakangan ini, dunia digemparkan dengan adanya
laporan Multi Drug Resistant (MDR) strains S.Typhi. strain ini
resisten dengan kloramfenikol, trimetropim-sulfametoksazol, dan
ampicillin. Selain itu strain ressisten asam nalidixat juga menunjakan
penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi endemik di India.
United State, United Kingdom dan juga beberapa negara
berkembang pada tahun 1997 menunjukan kedaruratan masalah
globat akibat MDR.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2012, angka
kematian anak yaitu 48 per 1.000 kelahiran hidup. WHO
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di
seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.
Kejadian demam tifoid meningkat terutama pada musim
hujan.Usia penderita di Indonesia (daerah endemis) antara 3-19
tahun (prevalensi 91% kasus). Dari presentase tersebut, jelas bahwa
anak-anak sangat rentan untuk mengalami demam tifoid. Demam
tifoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur, tetapi

1
biasanya menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya
demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang memerlukan
perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan
dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan
lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan derajat
kekebalan anak.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat
memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya
dengan pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan
keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang tepat
agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan
demam tifoid.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Demam Typhoid?
2. Apa saja penyebab Demam Typhoid?
3. Bagaimana insidensi Demam Typhoid?
4. Bagaimana Patofisiologi Demam Typhoid?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Demam Typhoid?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid?
7. Komplikasi apa saja yang terjadi pada penderita Demam
Typhoid?
8. Bagaimana penanganan atau pencegahan Demam Typhoid?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Demam Typhoid.
2. Untuk mengetahui penyebab Demam Typhoid.
3. Untuk mengetahui insidensi Demam Typhoid.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Demam Typhoid.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Demam Typhoid.

2
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid.
7. Untuk mengetahui Komplikasi yang terjadi pada penderita
Demam Typhoid.
8. Untuk mengetahui penanganan atau pencegahan Demam
Typhoid.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran. (Nursalam, 2005 ; 152 dan Suriadi, 2006 ; 254). Thypus
Abdomalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella typhosa. (Nugroho, 2011 ; 187). Demam
Typhoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdomalis adalah penyakit
yang disebabkan oleh Salmonella Typhii. (Tapan, 2004 ; 131). Tifus
Abdomalis (Demam Typhoid) adalah penyakit infeksi bakteri hebat
yang diawali diselaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara
progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh. (Tambayong,
2000;143) Demam Typhoid atau tifus abdomalis merupakan penyakit
infeksi perut yang masih banyak ditemukan pada anak dan orang
dewasa. Penyakit ini mulai sering ditemukan pada anak setelah usia
dua tahun. (Suririnah, 2010 ; 307).Demam Typhoid/tifus abdomalis
merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (Febry, 2010 ; 109)
Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam
Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok
penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan
dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah
(Sudoyo A.W., 2010)
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Demam
Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran

4
percernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu yang
disebabkan oleh kuman Salmonella Thyposa dan dapat masuk
melalui makanan, minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses
dan urine dan mengalami gangguan kesadaran.
B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa yang
mempunyai ciri- ciri sebagai berikut :
1. Basil gram negatif yang begerak dengan bulu getar dan tidak
berspora.
2. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu,
antigen O (somatiik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida),
antigen H (flagella), dan antigen VI dalam serum pasien
terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. (Nursalam, 2005 ; 152-153).
Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna
(mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus
besar). Salmonella typhi , Salmonella paratyphi A, Salmonella
paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C masuk ke tubuh
manusia bersama bahan makanan atau minuman yang
tercemar. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan
alami Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak
langsung penderita demam tifoid atau karier. Karier adalah
orang yang telah sembuh dari demam tifoid dan masih
menginfeksi bakteri Salmonella typhi dalam tinja atau urin
selama lebih dari satu tahun. Sebagian besar dari karier
tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type),
kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid. Pada karier

5
jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya
yang tidak jelas.
Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia,
sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman
masuk ke usus halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga
bisa menginfeksi usus halus. Setelah berhasil melampaui usus
halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh
darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati,
empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa
mengandung kuman Salmonella typhi, Salmonella paratyphi
A,salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C yang siap
menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang
tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier kuman
Salmonella bisa ada terus menerus di feses dan urin sampai
bertahun-tahun.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
tifoid, yaitu (Price, Sylvia A, 2006):
1. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman
Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi
sebagian besar melalui makanan / minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau
urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari
seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada
bayinya. Kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena
penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar

6
(OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit
demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7)
2. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella
thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi
adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin
besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka
semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.
3. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang
dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah
dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal
yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid
adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air
minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan
yang masih rendah. Dalam suatu penelitian menyatakan
bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai
resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik
(OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat
coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit
demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air
minumnya tidak tercemar berat coliform.

7
C. Insidensi
Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat
sporadic, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang terjadi lebih
dari kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam typhoid
dapat ditemukan sepanjang tahun dan insiden tertinggi pada daerah
endemic terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan
S.typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering,
karier. Di daerah endemic, transmisi terjadi melalui air yang tercemar
S. typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan
sumber penularan tersering di daerah nonendemik. (Mansjoer, 2000;
422).
D. Patofisiologi
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran
darah (bakteremia primer) dan mencapai sel retikuloendotelial, hati,
limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas
dan akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan kuman
ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk
kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan
organ tubuh terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada
minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks peyer. Ini terjadi
pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis dan
pada minggu ke tiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke
empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi
usus. Selain hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa

8
membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan
gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada
usus halus (Suriadi, 2006 ; 254).
E. Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi (2006 ; 255-256), Manifestasi klinis tifus
abdomalis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri kepala, lemah dan lesu.
2. Demam tidak terlalu tinggi berlangsung selama 3 minggu,
minggu pertama peningkatan suhu tubuh berpluktuasi biasanya
suhu meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari.
Minggu kedua suhu tubuh terus meningkat. Minggu ketiga suhu
mulai turun dan dapat kembali normal.
3. Gangguan pada saluran cerna ; holitosis, bibir kering dan
pecah, lidah kotor (coated tongue), meteorismus, mual, tidak
nafsu makan, hepatomegali, splenomegali disertai dengan
nyeri perabaan.
4. Penurunan kesadaran ; apatis atau somnolen.
5. Bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli
bakteri pada kapiler kulit.
6. Epistaksis
Menurut Mansjoer (432; 2000) masa tunas 7-14 (rata-rata
3-30) hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus khas
terdapat demam retimen pada minggu pertama, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam
hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan
demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu
ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung

9
dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa
membesar yang nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat
konstipasi, tetapi mungkin normal bahkan dapat diare.
Sedangkan gambaran klinik demam tifoid pada anak
menurut Ngastiyah (237; 2005).biasanya lebih ringan daripada
orang dewasa. Masa tunas : 10 – 20 hari, yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui
minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan
kurang. Menyusul gambaran klinik yang biasa ditemukan ialah :
a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3
minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi
sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan
demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput
putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan
keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering
terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.

10
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak
berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Di samping
itu gejala tersebut mungkin terdapat gejala lain yaitu pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola,
yaitu bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
Kadang ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak
besar.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011;492), pengkajian diagnostik yang
diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium dan radiografi meliputi
hal-hal berikut ini:
1. Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan
makanan yang terbatas malabsobsi, hambatan pembentukan
darah dalam sumsum dan penghancuran seldarah merah
dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah leukosit
antara 3000-4000 mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini
diakibatkan oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin.
Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari tepi. Trombositopenia
terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama.
2. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan leukosit dalam urine.
3. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan
bahaya peredaran darah usus dan perforasi.

11
4. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella pada biakan
darah tinja, urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Respons antibodi yang dihasilakan tubuh
akibat infeksi kuman Salmonella adalah antibodi O dan H.
Apabila titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada
pemeriksaan ulangan 1/2 minggu kemudian menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi salmonella typhi .
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan
atau komplikasi akibat Demam Typhoid.
G. Komplikasi
Kompliksi yang sering adalah pada usus halus, namun hal
tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang
anak, maka dapat berakibat fatal. Golongan pada usus halus ini
dapat berupa:
1. Perdarahan usus, apabila sedikit, maka perdarahan tersebut
hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena,
yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau
setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
2. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu
pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan

12
diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi
tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu
neyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegak (defense
musculain) dan nyeri tekan.
4. Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi
peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis,
kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain, komplikasi di luar usus
ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
(Nursalam, 2005; 153)
H. Therapi
1. Isolasi, desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Istirahat selama demam hingga dua minggu
3. Sedikit tinggi kalori,tinggi protein,tidak mengandung banyak
serat
4. Pemberian antibiotik kloramfenikol dengan dosis tinggi (Suriadi,
2006 ;256).
Tujuan dari perawatan dan pengobatan terhadap penderita
penyakit tifoid atau types adalah untuk menghentikan invasi
kuman, mencegah terjadinya komplikasi, memperpendek
perjalanan penyakit, serta mencegah agar tak kambuh lagi.
Pengobatan yang dilakukan untuk penyakit tyfus ini dengan
jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian,
faeces dan urine untuk mencegah penularan. Selama tiga hari
pasien harus berbaring di tempat tidur hingga panas turun,
kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.

13
Selain dengan obat-obatan juga ada cara tradisional untuk
menyembuhkan penyakit typus yaitu dengan menggunakan
tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.
a. Penyembuhan penyakit typus dengan sambiloto
(andrographis paniculata).
Fungsi dari tanaman ini adalah untuk menurunkan
panas atau demam, fungsi lain untuk antiracun dan
antibengkak. Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan
tubuh, serta mengatasi infeksi dan merangsang
phagocytosis. Bagian dari tanaman ini dapat diolah
menjadi obat berbentuk kapsul. Untuk penggunaannya : 1
jam sebelum makan 3 x 1 kapsul (pagi, siang, sore).
b. Penyembuhan penyakit typus dengan bidara upas
(merremia mammosa)
Tanaman ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit
(analgesic), menetralkan racun dan sebagai anti radang.
Olah bagian dari tanaman ini dalam bentuk kapsul.
Pemakainnya sendiri : 3 x 1 kapsul/hari.
c. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Rumput Mutiara
Tanaman ini sangat berguna untuk menghilangkan
rasa panas dan anti radang, selain itu juga sangat
bermanfaat untuk mengaktifkan peredaran darah. Olah
juga bagian tanaman ini menjadi kapsul. Cara
pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
d. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Temulawak
Sifat dari tanaman ini adalah bakteriostatik dan
bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh serta
antiflasma atau pembengkakan. Olah bagian tanaman ini

14
dalam bentuk kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1
kapsul/hari
I. Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan
perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan
sekunder, dan pencegahan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer
dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang
dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di
Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul
yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam
sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada wanita
hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi
antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2
jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L
vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk
dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5
tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4
minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu,
bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian
pertama.

15
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux.
Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap
3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah
endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier
tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara
mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan
pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam
tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode
untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
a. Diagnosis klinik.
b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
c. iagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
1) Penemuan penderita maupun carrier secara dini
melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid.
2) Perawatan umum dan nutrisi yang cukup
3) Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba
(antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah
dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III
karena dapat menyebabkan partus prematur, serta
janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat
yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah
ampisilin atau amoksilin.

16
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah
dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap
menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap
terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid.
Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan
pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk
mengetahui kuman masih ada atau tidak.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang
disebabkan oleh salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular
melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yangmemasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari
(bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman
yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan
asimtomatis.
Secara garis besar, gejala Tifoid adalah Demam lebih dari
seminggu, Lidah kotor, Mual Berat sampai muntah, Diare atau
Mencret, Lemas, pusing, dan sakit perut, Pingsan, Tak sadarkan diri.
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas
dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam
tifoid.
Pencegahan dilakukan secara primer, sekunder dan tersier.
B. Saran
Sebaiknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan
yang dikonsumsi harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada
masyarakat tentang demam tifoid.
Sebaiknya kita harus membiasakan diri untuk hidup sehat,
biasakan untuk mencuci tangan sebelum makan. Agar kuman
salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam sistem pencernaan
kita bersama makanan yang telah terkontaminasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC.

Febry, 2010. Smart Parents Pandai Mengatur Menu dan Tanggap Saat Anak
Sakit. Jakarta : Gagas Media.

Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin, 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nursalam, 2005. lmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Sudoyo AW,2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC

Suriadi, 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.

Suririnah, 2010. Buku Pintar Mengasuh Batita. Jakarta : Gramedia Pustaka


Utama

Tambayong, 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Tapan, 2004. Dokter Internet Flu, HFMD, Diare Pada Pelancong, Malaria,
Demam Berdarah, dan Tifus. Jakarta : Pustaka Populer Obor

19
WHO, 2013. Child Mortality Report 2013, http://www.who.int (Online) Diakses
17 Juni 2014

20

Anda mungkin juga menyukai