Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) KELOMPOK

HIPERBILIRUBINEMIA

DI SUSUN OLEH :
SEKAR SARI 20174030014
NURUL ARIFAH 20174030034
IFAN NUR H 20174030059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA : IKTERIK NEONATUS

A. Definisi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik


oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus
(Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg%
pada minggu pertama yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas
pada kulit, mukosa sklera dan urin, serta organ lain, sedangkan kadar bilirubin pada bayi
normal serum totalnya 5mg% (Sembiring, 2017).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13mg/dL (Ristica,
Maita, Saputri, & Yulviana, 2014).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubinemia adalah suatu kondisi dimana
terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg% pada minggu pertama
sehingga dapat mengakibatkan jaundice pada bayi baru lahir.

B. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
Menurut Sembiring (2017), klasifikasi hiperbilirubinemia terbagi menjadi 2, sebagai
berikut:
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis disebabkan oleh belum matangnya metabolisme bilirubin dan
transportasi pada BBL yang berhubungan dengan kenaikan masa bilirubin dari
pemecahan sel darah merah. Warna kuning akan timbul pada hari kedua dan ketiga
dan tampak jelas pada hari ke 5-6, kemudian menghilang dengan sendirinya pada
minggu pertama kelahiran bayi atau pada hari ke 10.
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus fisiologis jika:
a. Ikterus timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5
mg% pada bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg% perhari
d. Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1mg%
e. Tidak berhubungan pada keadaan patologis
2. Ikterus Patologis
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus patologis jika:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg% pada bayi
kurang bulan
c. Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5mg% perhari. Ikterus menetap setelah 2
minggu pertama
d. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
e. Berkaitan dengan proses hemolitik

C. Etiologi
Menurut Sembiring (2017), Nurarif dan Kusuma (2013) etiologi hiperbilirubinemia
sebagai berikut:
1. Produksi bilirubin yang berlebihan
2. Gangguan dalam proses up take dan konjugasi hepar
3. Gangguan transportasi
4. Gangguan dalam sel otak
5. Gangguan dalam ekskresi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Penyebab
tersering yaitu hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau
defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal
hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Selain
itu, infeksi memegang peranan penting pada terjadinya hiperbilirubinemia: keadaan ini
terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yang dapat menjadi
penyebab yaitu hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia dan
polisitemia. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau
bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferase) atau bayi
yang menderita gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra atau ekstra hepatik. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin
indirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak ini disebut kernikterus atau
ensefalopati biliaris. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada
bayi terdapat keadaan imaturitas, BBLR, hipoksia, hiperkarbia atau hiperkapnia (kadar
CO2 meningkat dalam tubuh), hipoglikemi, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi
karena trauma atau infeksi.
Sumber : (Sembiring, 2017)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Monitja dkk dalam Nurarif & Kusuma (2013), manifestasi klinik atau
dianggap hiperbilirubinemia jika :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan
12,5mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi enzim G-6-
PD dan sepsis)
5. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut:
a. BBL kurang dari 2000 gram
b. Masa gestasi kurang dari 36 minggu
c. Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan
d. Infeksi
e. Trauma lahir pada kepala
f. Hipoglikemi, hiperkarbia
g. Hiperosmolaritas darah
Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer:
Rata-rata serum bilirubin indirek
Zona Bagian
(µmol/l)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusar – leher 150
3 Pusar – paha 200
4 Lengan + tungkai 250
Rata-rata serum bilirubin indirek
Zona Bagian
(µmol/l)
5 Tangan + kaki > 250
Sumber : kapita selekta FKUI jilid 2 ed 3 dalam Nurarif & Kusuma (2013)

E. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Pada proses kehamilan, bilirubin dalam fetus akan diekskresikan menyeberangi


plasenta dan masuk ke ibu untuk diekskesikan melalui hati ibu. Namun setelah lahir,
satu-satunya cara menghilangkan bilirubin adalah hari neonatus sendiri, yang mana
selama minggu pertama kehidupan hati neionatus tidak dapat mengkinjugasikan
bilirubun dengan asam glutamat untuk diekskresikan ke empedu. Akibatnya terjadi
peningkatan konsentrasi bilirubin dalam darah yang lebih dari batas normal yaitu kurang
dari 1 mg/dL (Guiton & Hall, 2012).
Bilirubin merupakan produk akhir dari katabolisme hame yang terjadi di
retikulumrendotelial yang terjadi melalui oksidasi reduksi. Proses pertama adalah heme
dioksidasi dan terbentuk biliverdin dan terjadi pelepasan CO dan Fe. Fe akan digunakan
kembali sementara CO akan diekresikan melalui sistem pernafasan. Biliverdin akan
direduksi menjadi bilirubin yang tidak larut air. Bilirubin yang tidak terkonjugasi akam
masuk ke dalam plasma dan berikatan dengan albumin. Bila terjadi gangguan pada
proses pengikatan antara albumin dan bilirubin maka bilirubin yang tidak terkonjugasi
ini akan melewati membran yang mengandung lemak, termasuk penghalang darah ke
otak sehingga dapat terjadi neurotoksisitas. Jika bilirubin yang tidak terkonjugasi
melewati subkutan atau jaringa lemak kulit maka dapat terjadi deposit bilirubin pada
kulit sehingga terjadi ikterik (Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).
F. Pathway

Hemoglobin

Globin

Hemo

Feco

Biliverdin

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan Pemecahan bilirubin berlebih


konjugasi bilirubin / gangguan transport
bilirubin/ peningkatan siklus enteropetik)
Hb dan eritrosit abnormal Suplai bilirubin melebihi tampungan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi


Peningkatan bilirubin berlebih dalam
darah -> pengeluaran mekonium
terlambat/obstruksi usus -> tinja
berwarna pucat Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Ikterik Ikterus pada sklera, Kerusakan integritas Kulit


Neonatus leher, dan badan,
peningkatan bilirubin
indirect > 12 mg/dL
Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko Cedera Gangguan suhu


Risiko kekurangan tubuh
volume cairan

Resiko Hipotermi Ketidakefektifan


Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2013)
Termoregulasi
G. Penatalaksanaan
Hiperbilirubinemia ringan tidak memerlukan pengobatan. Bayi dianjurkan untuk
lebih banyak menyusu sehingga mempercepat pembuangan isis usus dan dapat
mengurangi penyerapan kembali bilirubin dari usus sehingga menurunkan kadar
bilirubin dalam darah. Jika kadar bilirubin sangat tinggi dianjurkan dengan terapi tukar
yaitu darah bayi ditukar dengan darah segar untuk membuang bilirubin dalam darah bayi
pada darah sebelumnya (Sembiring, 2017).
Penatakasanaan hiperbilirubin yang dapat dilakukan adalah:
1. Fototerapi
Foto terapi dapat dilakukan tunggal atau dikombinasikan dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin serum. Secara umum foto terapi dapat
diberikan pada kondisi dengan kadar bilirubinseru 4-5 mg/dl. Neonatus dengan BB <
1000 g dan kadar bilirubin indirek 5 mg/dl harus dilakukan fototerapi. Beberapa
pakar menjelaskan fototerapi harus diberikan pada 24 jam pertama pada bayi yang
beresiko tinggi dan BBLR (Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).

Menurut Hidayat (2012), cara melakukan foto terapi adalah:


a. Buka pakaian bayi agar semua tubuh terkena sinar
b. Tutup kedua mata dan gonad dengan penutup yang memantulkan cahaya
c. Jarak bayi dan lampu kurang lebih 40 cm
d. Posisi dayi sebaiknya diubah setiap 6 jam
e. Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam
f. Pemeriksaan kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya 24 jam
g. Lakukan pemeriksaan HB terutama pada bayi yang mengalami hemolisis
h. Lakukan dan carata lama terapi sinar
i. Berikan ASI yang cukup, dengan cara dipangku, penutup mata dibuka dan
diobservasi keadaan bayi.

2. Intravena imunoglobulin (IVIG)


Pemberian IVIG terutama pada kasus yang berhubungan dengan
imunoglobulin. Pada hiperbilirubin yang terjadi karena inkompatibititas golongan
darah ibu dan bayu, pemberian IVIG dapat menurunkan kemungkin dilakukannya
transfusi tukar (Wong dalam Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).

3. Transfusi tukar/pengganti
Transfusi tukar/pengganti merupakan cara yang dilakukan untuk
mengeluarakan darah bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau
patologis dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Hidayat,
2012). Selain itu transfusi tukar dilakukan untuk mangtasi anemia, mengeluarkan
bilirubin serum, meningkatkan albumin yang masih bebas bilirubin dan
meningkatkan keterikatannya dengan bilirubin serum (Wong dalam Mathindas,
Wilar, & Wahani, 2013).

4. Terapi medikamentosa
Phenobarbital dapat merangsang hati untuk mengeluarkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Dapat diberikan pada
ibu hamil beberapa mingu sebelum melahirkan. Pemberian phenobarbital pada post
natal masih menjadi pertentangan karena efek samping yang menyebabkan letargi.
Colostrain dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkan melalui urin sehingga
dapat menurunkan kerja enterohepatika (Martin, 2004; Sukardi, 2010 dalam
Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).

H. Pengkajian

1. Pemeriksaan di Kamar Bersalin


a. Menilai adaptasi
1) Penilaian Awal
Begitu bayi lahir, langsung dikaji dengan cepat 3 hal dari Skor APGAR:
Warna Kulit : Apakah warna kulit bayi merah muda? Atau pucat/biru?•
Tonus Otot : Apakah bayi aktif atau lemas?
Usaha Nafas : Apakah bayi menangis kuat? Atau merintih, lemah?
Jika penilaian awal didapatkan hasil buruk (kulit biru, bayi lemas, tidak
menangis) maka
SEGERA dilakukan tindakan resusitasi
2) Penilaian APGAR Score
Dilakukan pada 1 menit, 5 menit dan 10 menit setelah lahir.

Tabel APGAR skor


Tanda 0 1 2
Appearance Seluruh badan biru Ekstremitas biru Seluruh tubuh
Warna kulit merah muda
Tanda 0 1 2
Pulse Denyut jantung <100x/mnt >100x/mnt
Tidak ada
Grimace Tidak merespon Merintih/ menangis Menangis kuat
Refleks stimulasi lemah
Activity Lemah/Tidak ada Sedikit gerakan Aktif
Tonus Otot
Respiration Tidak ada Lemah, tidak teratur Menangis kuat,
Pernafasan/Usaha pernafasan teratur
Nafas

b. Mencari kelainan kongenital


1) Anamnesa ibu mengenai riwayat kehamilan: konsumsi obat, infeksi virus,
penyakit ibu, kelainan bawaan
2) Memeriksa jumlah cairan ketuban
Hidramnion (>2000ml) -> berkaitan dengan obstruksi (penyumbatan) usus; ibu
DM, PE•
Oligohidramnion (<500 ml) -> berkaitan dengan kelainan ginjal
3) Memeriksa tali pusat : segar atau tidak, ada simpul atau tidak, jumlah arteri dan
vena
4) Memeriksa plasenta: pengapuran, nekrosis/infark, bentuk dan ukuran ->
berkaitan dengan fungsi plasenta, kecukupan gizi dan O2 bayi
5) Berat lahir dan kehamilan Bayi kurang bulan dan IUGR memiliki
kemungkinan lebih besar mengalami kelainan kongenital
6) Memeriksa mulut: utuh atau ada labiopalatoschizis
7) Memeriksa kesimetrisan wajah saat menangis. Hal ini menunjukkan ada atau
tidaknya paralisis nervus fasialis (cacat saraf wajah)
8) Melihat adakah defek tabung saraf (meningokel, omfalokel, meningokel, spina
bifida)
9) Melihat jenis kelamin
2. Pemeriksaan di Ruang Rawat
a. Pemeriksaan Umum
1) Tonus otot
2) Keaktifan
Dinilai dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan lengan. Pada BBL
cukup bulan yang sehat, ekstremitas dalam keadaan fleksi, dengan gerakan
tungkai serta lengan aktif dan simetris
3) Tangisan bayi
Tangisan melengking ditemukan pada kelainan neurologis, sedangkan
tangisan lemah dan merintih ditemukan pada kesulitan bernafas
b. Tanda-tanda Vital
HR, RR, Suhu (normalnya 36,5-37,5°C). Beberapa metode pengukuran suhu:•
1) Aksiler
Tempat pengukuran paling tepat. Pada Hipotermi, hasil lebih tinggi daripada
rektal karena tertimbunnya brown fat di daerah ketiak
2) Rektal
Digunakan pada pemeriksaan fisik sekaligus memastikan anus ada atau jika
temperatur aksiler tidak normal. Lebih traumatik dibanding aksiler. •
3) Timpani (telinga)
Dipengaruhi suhu lingkungan sehingga kurang akurat.•
4) Kulit
Perabaan kulit diperlukan untuk pengukuran cepat. Dilakukan di bagian dahi,
punggung atau leher•
5) Pita Pengukur
Metode non - invasif, aman dan bisa dilakukan dengan mudah
c. Ukuran Antropometri
Adalah ukuran fisik yang dapat diukur dengan alat pengukur seperti timbangan
atau pita pengukur, terdiri dari:
Berat Badan
- Kain alas atau pelindung diletakkan
- Skala penimbangan diatur ke titik nol sebelum penimbangan.
- Hasil timbangan dikurangi berat alas dan pembungkus bayi
- BBL normal berat lahirnnya 2500-4000 gram
Panjang Badan
- Bayi diletakkan di tempat yang datar
- Panjang badan diukur dari kepala sampai tumit dengan kaki/badan bayi
diluruskan
- Bayi aterm panjang kepala ke tumit rata -rata 45 – 53 cm
Lingkar Kepala
- Lingkar kepala bayi aterm 34-39 cm.
- Lingkar kepala diukur dari oksiput mngelilingi kepala, tepat di atas alis
- Pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menaksir pertumbuhan otak.
Lingkar Dada
- Ukuran normal 31-35 cm, pengukurnnya dilakukan saat bernafas biasa pada
tulang xipoideus, ukur lingkar dada dari daerah dada ke punggung kembali
ke dada melalui kedua puting susu
- Ukuran lingkar dada biasanya 2 cm kurang dr lingkar kepala/ kadang sama
namun tidak melebihi lingkar kepala.
Lingkar Lengan Atas
- Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan
otot.
- Berguna untuk menilai keadaan gizi.
- Ukuran normal LiLA saat lahir kira -kira 11 cm
d. Kulit
1) Warna
- Normalnya BBL berwarna merah muda BBL yg kulitnya berwarna merah
sekali menunjukkan kerapuhan system vasomotor
- Akrosianosis (kebiruan pada ekstremitas) menunjukkan bayi kedinginan
- Sianosis (kebiruan) menunjukkan bayi kekurangan O2
- Kulit seperti marmer (cutis marmorata) menunjukkan penyakit berat
- Pewarnaan mekonium (mekonium staining) pada verniks caseosa, kulit,
kuku, dan tali pusat ditemukan pada bayi dengan riwayat fetal distress
- Ikterus (warna kuning) paling mudah dilihat di daerah dahi
2) Rash, lesi, bintik-bintik ada atau tidak. Jika ada seperti apa warna, bentuknya,
ada cairan atau tidak
3) Vernix caseosa, lanugo ada atau tidak Vernix Caseosa: subtansi putih yang
berlemak yang disekresi oleh kelenjar sebasea dan sel epitel yang melapisi
tubuh BBL. Ini akan menghilang sendiri beberapa hari setelah lahir, berfungsi
untuk menjaga suhu bayi. Dapat dibersihkan dengan kapas dan minyak kelapa
yang steril.
4) Lanugo: rambut halus yang melapisi permukaan tubuh, sering pada kulit
kepala, dahi dan muka.
5) Kelembaban, turgor kulit baik atau tidak Kulit bayi prematur tipis, halus dan
berwarna merah. Kulit bayi lebih bulan tampak seperti kertas perkamen dan
mengelupas
6) Tanda lahir ada atau tidak . Jika ada di mana letaknya, bentuk, warna seperti
apa
e. Kepala
1) Sutura ada molase atau tidak
2) Fontanela anterior dan posterior (bentuk, ukuran, rata, cekung atau
mencembung)
3) Tulang--tulang tengkorak ada fraktur atau tidak
4) Simetris atau tidak, adakah molding
5) Kaput suksedaneum, cephalhematomaada atau tidak
Cephal Hematom Caput uksedaneum
- Lunak, berisi cairan, bengkak di - Edema jaringan lunak lokal,
salah satu sisi kepala melewati sutura
- Muncul beberapa jam setelah lahir - Muncul segera setelah lahir
- Membesar dalam 2-3 hari - Tidak membesar
- \Menghilang 2-6 bulan - Hilang beberapa hari
- Berbatas tegas - Tidak berbatas tegas
- Disebabkan perdarahan - Disebabkan adanya cairan akibat
subperiosteal pembengkakan jaringan lunak
- Komplikasi: ikterik, fraktur tulang - Jarang ada komplikasi
kepala, perdarahan intrakranial,
syok

f. Wajah
Adakah kelainan khas misal: Sindrom Down atau bayi Mongol
Apakah wajah simetris atau tidak
g. Mata
Sklera tampak tanda perdarahan atau tidak, ada sekret atau tidak, ukuran dan
reaktivitas pupil baik atau tidak , arah pandangan, jarak dan bentuk mata,
gerak bola mata simetris atau tidak.
Jarak antara kantus medial mata tidak boleh lebih dari 2.5 cm
BBL kadang menunjukkan gerak mata berputar dan tidak teratur (strabismus)
h. Telinga
1) Posisi dan hubungan dengan mata dan kepala
Jika ditarik garis horisontal melewati mata, seharusnya melewati sedikit
bagian atas telinga.
Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada bayi yang
mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin). Kemiringan telinga terhadap
garis vertikal maksimal 10°.
2) Adakah daun telinga, posisi lubang, bentuk lekukan bagaimana, tulang rawan
terbentuk atau tidak.
Bayi prematur biasanya tulang rawan belum terbentuk.
i. Hidung
Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, adakah milia (bintik keputihan yg
khas terlihat di hidung, dahi dan pipi yg menyumbat kelenjar sebasea yg belum
berfungsi), adakah pernafasan cuping atau tidak
Adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah, hal ini kemungkinan
adanya sifilis kongenital.
Adanya pernapasan cuping hidung (gangguan pernapasan)
j. Mulut
Bentuk bibir, lihat dan raba langit2 keras (palatum durum) dan lunak (palatum
molle), tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret.
Daerah bibir dan palatum diraba apakah utuh atau tidak.
Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah.
Salivasi tidak terdapat pd bayi normal, krn grandula saliva belum matur.
Bila terdapat sekret yg berlebihan mungkin ada kelainan di esofagus.
k. Leher
Massa, pembesaran kelenjar ada atau tidak, pergerakan leher apakah ada
hambatan, kesan nyeri saat bayi menggerakkan kepala.
l. Dada
1) Kesimetrisan saat tarikan nafas, adakah rintihan, adakah retraksi
Rintihan dan retraksi dada tidak normal, menunjukkan gangguan nafas
2) Payudara tampak membesar atau tidak, adakah sekresi seperti susu
BBL payudara kadang membesar dan tampak sekresi susu akibat pengaruh
hormon estrogen maternal.
3) Tulang klavikula.
Ada fraktur atau tidak, dilihat dari gerakan ekstremitas
m. Abdomen
Raba hepar, limpa, ginjal, adakah distensi, massa, hernia, perdarahan tali pusat,
jumlah arteri dan vena umbilikalis.
Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika. Abdomen
yang membuncit kemungkinan karena hepatosplenomegali atau tumor lainnya.
Jika bayi menangis dan muncul benjolan di perut, menunjukkan hernia di dinding
abdomen.
n. Genitalia dan Rektum
1) Lubang anus ada atau tidak
2) Meconium dan urin sudah keluar atau belum
3) Testis sudah turun ke skrotum atau belum, jumlah skrotum 2, lubang kencing
ada atau tidak, letaknya di mana, hidrokel ada atau tidak;
4) Labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina, adakah sekcret atau
bercak darah
Pada bayi wanita, terkadang tampak adanya sekret atau bercak darah dari
vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu
o. Ekstremitas atas
Kesimetrisan, bentuk dan ukuran, jumlah jari, ada selaput atau tidak, tampak garis
telapak tangan atau tidak
p. Ekstremitas bawah
Dislokasi kongenital, kesimetrisan, bentuk, ukuran, jumlah jari, ada selaput atau
tidak, tampak garis telapak kaki atau tidak
Tes Ortolani dan Barlow positif atau negative
q. Punggung
Bentuk, adakah tonjolan di kulit, adakah celah, adakah rambut abnormal
r. Pemeriksaan Sistem Syaraf (Refleks Primitif)
Refleks rooting.
Reflek ini karena stimulasi taktil pd pipi dan daerah mulut, bayi akan memutar
kepala
Seakan - akan mencari puting susu.
Pola perkembangan :menghilang di usia 3 – 7 bulan
Bila tak ada respons: Bayi kurang bulan (prematur) atau kemungkinan adanya
kelainan sensorik
Reflek sucking
Reflek menghisap bila ada objek disentuhkan / dimasukkan ke mulut
Pola perkembangan menghilang di usia 3 -7 bulan
Bila tdk ada respon : kelainan saluran pernapasan dan kelainan pada mulut
termasuk langit-langit mulut
Refleks Moro/Startle
Reflek dimana bayi akan mengembangkan tangan & jari lebar-lebar, lalu
mengembalikan
dengan yg cepat seakan –akan memeluk jika tiba -tiba dikejutkan oleh suara atau
gerakan
Pola perkembangan:hilang di usia 3 -4 bulan
Bila tak ada respons, menunjukkan : fraktur atau cedera pada bagian tubuh
tertentu
Refleks menggenggam (Grasp)
Reflek yg timbul bila ibu jari diletakkan pd telapak tangan bayi, maka bayi akan
menutup telapak tangannya.
Menghilang di usia 3-4 bulan
Bila tak ada respons:menunjukkan kelainan pada saraf otak.
Reflek Plantar
Reflek yg timbul bila telapak kaki disentuh, maka bayi akan menutup telapak
kakinya.
Menghilang di usia 8 bulan
Reflek Babinski
Reflek bila ada rangsangan pd telapak kaki ibu jari akan bergerak ke atas & jari-
jari lain membuka.
Pola perkembangan : menghilang di usia 1 -2 tahun
Bila tak ada respons: menunjukkan kelainan pd saraf otak (bila menetap)
Reflek Galant
Ketika bayi tengkurap goresan pada punggung menyebabkan pelvis membengkok
ke arah goresan.
Pola perkembangan : hilang pd usia 2-3 bulan.
Reflek tonic neck
Reflek jika bayi mengangkat leher & menoleh ke kanan / kekiri jika diposisikan
tengkurap.
Pola perkembangan : reflek ini dpt diamati sampai bayi berusia 3-4 bulan.
Reflek ini tidak dapat dilihat pd bayi yg berusia 1 hari.
Reflek Walking & Stepping
Reflek timbul jika bayi dalam posisi berdiri akan ada gerakan spontan kaki
melangkah ke depan.
Pola perkembangan : menghilang di usia 3-4 bulan
Bila tak ada respons:menunjukkan kelainan pada motorik kasar
Sumber : (Astuti, 2014)
I. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mathindas, Wilar, & Wahani (2013), hiperbilirubin dapat dideteksi dengan
beberapa cara yaitu:
1. Visual
Cara ini dapat menimbulkan bias terutama pada bayi dengan kulit berwarna, namun
jika terdapat keterbatasan maka dapat digunakan. Menurut WHO cara menentukan
ikterus secra visual adalah:
a. Pemeriksaan dilakukan pada pemeriksaan yang cukup (lebih baik pada siang hari
dengan cahaya matahari), karena ikterus dapat terlihat lebih parah pada
pencahayaan buatan, dan akan tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
b. Kulit bayi ditekan secra lembut untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
subkutan
c. Keparahan dapat ditentukan berdasarkan usia bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.
2. Pemeriksaan bilirubin serum
Pemeriksaan bilirubin merupakan baku emas penegakan diagnosa ikterus
neonatus serta untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan intervensi lanjutan.
Pemeriksaan bilirubin serum butuh pertimbangan karena prosedur ini merupakan
prosedur infasi yang dianggap meningkatkan morbiditas neonatus.
3. Pemeriksaan bilirubin bebeas dan CO
Pemecahan heme dapat menghasilkan bilirubin dan CO, pemeriksaan konsentrasi
CO yang dikeluarkan melalui pernafasan dapat digunakan sebagai indeks produksi
bilirubin.

J. Diagnosa Keperawatan
1. (00194) Ikterik Neonatus
Batasan karakteristik Faktor yang berhubungan
- Kulit kuning sampai oranye - Bayi mengalami kesulitan transisi
- Memar kulit abnormal kehidupan ekstra uterin
- Membran mukosa kuning - Keterlambatan pengeluaran
- Profil darah abnormal mekonium
- Sklera kuning - Penurunan BB tidak terdeteksi
- Pola makan tidak tepat
- Usia ≤ 7 hari.

2. (00253) Resiko Hipotermia


Faktor Resiko :
Neonatus
a. Hipotermia tingkat 1, suhu inti f. Melahirkan di luar rumah sakit tanpa
mendekati 36,50C rencana
b. Hipotermia tingkat 2, suhu inti g. Melahirkan di luar rumah sakit yang
mendekati 360C beresiko tinggi
c. Hipotermia tingkat 3, suhu inti h. Memandikan bayi baru lahir terlalu
mendekati 350C dini
d. Hipotermia tingkat 4, suhu inti i. Penundaan menyusu ASI’
mendekati 340C j. Penurunan laju metabolik
e. Kontrol vaskuler tidak efektif k. Peningkatan kebutuhan oksigen

3. (00008) Ketidakefektifan Termoregulasi


Batasan karakteristik:
a. Dasar kuku sianotik j. Peningkatan frekuensi pernapasan
b. Fluktuasi suhu tubuh di atas dan k. Peningatan suhu tubuh di atas
dibawah kisaran normal normal
c. Hipertensi l. Penurunan suhu tubuh di bawah
d. Kejang kisaran normal
e. Kulit dingin m. Piloereksi
f. Kulit hangat n. Pucat sedang
g. Kulit kemerahan o. Takikardi
h. Menggigil ringan
i. Pengisian ulang kapiler lambat

Faktor yang berhubungan :


a. Fluktuasi suhu lingkungan
b. Penyakit
c. Trauma
d. Usia yang ekstrem

4. (00105) Diskontinuitas pemberian ASI


Batasan Karakteristik Faktor yang Berhubungan
Pemberian ASI non-ekslusif a. Bayi dirawat
b. Ibu bekerja
c. Kebutuhan untuk segera menyapih bayi
d. Kontraindikasi untuk menyusui
e. Penyakit bayi
f. Penyakit ibu
g. Perpisahan ibu-bayi
h. Prematuritas

5. (00046) Kerusakan Integritas Kulit


Batasan Karakteristik Faktor yang Berhubungan
i. Benda asing a. Eksternal b. Internal
menusuk - Agens - Gangguan metabolisme
permukaan kulit farmaseutikal - Gangguan pigmentasi
j. Kerusakan integritas - Cedera kimiawi - Gangguan sensasi
kulit kulit - Gangguan sirkulasi
- Faktor mekanik - Gangguan volume
- Hipertermia cairan
- Hipotermia - Gangguan turgor kulit
- Kelembapan - Imunodefisiensi
- Lembap - Nutrisi tidak adekuat
- Terapi radiasi - Tekanan pada tonjolan
- Usia ektrem tulang
6. (00035) Resiko Cedera
Faktor Risiko
a. Eksternal b. Internal
- Agen nosokomial - Disfungsi biokimia
- Gangguan fungsi kognitif - Disfungsi efektor
- Hambatan fisik (mis: desain, - Difisiensi imun
sruktur, pengaturan komunitas, - Disfungsi integrasi sensori
pembangunan peralatan) - Gangguan mekanisme pertahanan primer
- Hambatan sumber nutrisi (misalnya kulit robek)
(misalnya: vitamin, tipe - Gangguan orientasi efektif
makanan) - Gangguan sensasi (akibat dari cedera
- Moda transaksi tidak aman medula spinalis, diabetes melitus, dll)
- Pajanan pada kimia toknik - Hipoksia jaringan
- Panajan pada patogen - Malnutrisi
- Tingkat imunisasi di - Profil darah yang abnormal
komunikasi - Esia ekstrem

K. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Kep NOC NIC


1 (00194) Ikterik Setelah dilakukan (6924) Fototerapi: Neonatus
Neonatus perawatan selama - Observasi tanda-tanda (warna) kuning
2x24 jam, masalah - Periksa kadar serum bilirubin
ikterik neunatus - Tutupi kedua mata bayi hindari
teratasi dengan penekanan yang berlebihan
kriteria hasil : - Tempatkan lampu fototerapi di atas
(1101) Integritas bayi dengan tinggi yang sesuai
Jaringan: Kulit & - Monitor tanda vital bayi
Membran Mukosa - Dorong pemberian makan 8 kali
- Pigmentasi perhari
abnormal
berkurang / warna
kuning berkurang
(0118) Adaptasi
BBL
- Kadar bilirubin
menurun
mendekati normal
- Bayi dapat
mempertahankan
No Diagnosa Kep NOC NIC
berat badan/ tidak
terjadi penurunan
2 (00253) Resiko Setelah dilakukan (3900) Pengaturan Suhu
Hipotermia perawatan selama - Monitor suhu setiap 2 jam
2x24 jam, masalah - Monitor suhu bayi baru lahir sampai
resiko hipotermi stabil
teratasi dengan - Selimuti bayi setelah lahir untuk
kriteria hasil : mencegah kehilangan panas
(0801) - Tempatkan bayi baru lahir di bawah
Termoregulasi : penghangat
Baru Lahir - sesuaikan suhu lingkungan untuk
- Suhu bayi stabil kebutuhan pasien
(dalam rentang - tingkatkan intake cairan dan nutrisi
36,5-37,5) adekuat
- Berat badan tidak (6840) Perawatan Kanguru
menurun - Siapkan lingkungan yang tenang,
hangat dan sediakan privasi yang
(0407) Perfusi cukup
Jaringan : perifer - pastikan bahwa status fisiologi bayi
- suhu ekstremitas memenuhi kondisi untuk
atas dan bawah berpartisipasi dalam perawatan
menjadi hangat - Berikan orangtua kursi yang nyaman
- jelaskan keuntungan dan implikasi
dari mengaplikasikan kontak kulit ke
kulit dengan bayi
- instruksikan orangtua untuk memakai
sesuatu yang nyaman, kain yang
dapat dibuka didepan.
- posisikan bayi yang memakai popok
dengan posisi telungkup tegak lurus
di dada orangtua yang terbuka
- miringkan kepala bayi pada satu sisi
dengan posisi sedikit ekstensi untuk
memfasilitasi kontak mata dengan
orang tua dan jalan napas terbuka
- hindari mendorong kepala bayi fleksi
dan hiperekstensi
- Lakukan KMC bersama dengan orang
tua pasien.
3. Diskontinuitas Setelah dilakukan (5244) Konseling Laktasi
Pemberian ASI perawatan selama - Beri kesempatan pada ibu untuk
2x24 jam, masalah menyusui setelah melahirkan
diskontinuitas - Instruksikan pada ibu untuk
pemberian ASI membiarkan bayi menyelesaikan
teratasi dengan proses menyusui yang pertama
kriteria hasil : sebelum proses menyusui yang kedua
(1002) - Monitor kemampuan menghisap bayi
Mempertahankan - Berikan materi pendidikan perawatan
Pemberian ASI kangguru
No Diagnosa Kep NOC NIC
- Ibu dan bayi puas - dukung ibu dan bayi kurang bulan
dengan proses untuk meneruskan pemberian ASI di
menyusui rumah
(1000) Keberhasilan
Menyusui: Bayi
- Mengenali bayi
menghisap
(1020) Status Nutrisi
Bayi
- intake makanan
(susu) lewat per
oral meningkat
4. (00046) Setelah dilakukan (3590) Pengecekan Kulit
Kerusakan perawatan selama - Monitor warna dan suhu kulit
Integritas Kulit 2x24 jam, masalah - Dokumentasikan perubahan membran
kerusakan integritas mukosa
kulit teratasi dengan - lakukan langkah-langkah untuk
kriteria hasil : mencegah kerusakan lebih lanjut
(1101)
Termoregulasi : (6924) Fototerapi: Neonatus
Baru Lahir - Observasi tanda-tanda warna kuning
- Suhu menjadi stabil - Periksa kadar serum bilirubin sesuai
- Warna kuning pada kebutuhan, protokol, atau
kulit berkurang permintaan dokter
(dari kramer 4 ke - Cek intensitas lampu setiap hari
2) - Tempatkan lampu fototerapi di atas
- Hiperbilirubinemia bayi dengan tinggi yang sesuai
berkurang

5. (00035) Resiko Setelah dilakukan (3900) Pengaturan Suhu


Cedera perawatan selama - Monitor suhu BBL sampai stabil
2x24 jam, masalah - Monitor dan laporkan adanya tanda
resiko cedera teratasi dan gejala dari hipertermia
dengan kriteria hasil: - Sesuaikan suhu lingkungan untuk
(1922) Kontrol kebutuhan pasien
Risiko: Hipertermia - Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Mengetahui adekuat
hubungan usia
dengan suhu tubuh
- Memodifikasi
intake cairan
sesuai kebutuhan
- Mengidentifikasi
tanda dan gejala
hipertermia
Daftar Pustaka
Astuti, N. T. (2014). Hand Out: Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita. 1-7.

Guiton, & Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi11. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. (Ed.). (2015). NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal
Biomedik Volume 5 Nomor 1, S4-10.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (Eds.). (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Ristica, O. D., Maita, L., Saputri, E. M., & Yulviana, R. (2014). Bahan Ajar: Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita, dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan.
Yogyakarta: Deepublish.

Sembiring, J. B. (2017). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:
Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai