HIPERBILIRUBINEMIA
DI SUSUN OLEH :
SEKAR SARI 20174030014
NURUL ARIFAH 20174030034
IFAN NUR H 20174030059
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA : IKTERIK NEONATUS
A. Definisi Hiperbilirubinemia
B. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
Menurut Sembiring (2017), klasifikasi hiperbilirubinemia terbagi menjadi 2, sebagai
berikut:
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis disebabkan oleh belum matangnya metabolisme bilirubin dan
transportasi pada BBL yang berhubungan dengan kenaikan masa bilirubin dari
pemecahan sel darah merah. Warna kuning akan timbul pada hari kedua dan ketiga
dan tampak jelas pada hari ke 5-6, kemudian menghilang dengan sendirinya pada
minggu pertama kelahiran bayi atau pada hari ke 10.
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus fisiologis jika:
a. Ikterus timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5
mg% pada bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg% perhari
d. Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1mg%
e. Tidak berhubungan pada keadaan patologis
2. Ikterus Patologis
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus patologis jika:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg% pada bayi
kurang bulan
c. Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5mg% perhari. Ikterus menetap setelah 2
minggu pertama
d. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
e. Berkaitan dengan proses hemolitik
C. Etiologi
Menurut Sembiring (2017), Nurarif dan Kusuma (2013) etiologi hiperbilirubinemia
sebagai berikut:
1. Produksi bilirubin yang berlebihan
2. Gangguan dalam proses up take dan konjugasi hepar
3. Gangguan transportasi
4. Gangguan dalam sel otak
5. Gangguan dalam ekskresi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Penyebab
tersering yaitu hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau
defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal
hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Selain
itu, infeksi memegang peranan penting pada terjadinya hiperbilirubinemia: keadaan ini
terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yang dapat menjadi
penyebab yaitu hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia dan
polisitemia. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau
bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferase) atau bayi
yang menderita gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra atau ekstra hepatik. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin
indirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak ini disebut kernikterus atau
ensefalopati biliaris. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada
bayi terdapat keadaan imaturitas, BBLR, hipoksia, hiperkarbia atau hiperkapnia (kadar
CO2 meningkat dalam tubuh), hipoglikemi, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi
karena trauma atau infeksi.
Sumber : (Sembiring, 2017)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Monitja dkk dalam Nurarif & Kusuma (2013), manifestasi klinik atau
dianggap hiperbilirubinemia jika :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan
12,5mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi enzim G-6-
PD dan sepsis)
5. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut:
a. BBL kurang dari 2000 gram
b. Masa gestasi kurang dari 36 minggu
c. Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan
d. Infeksi
e. Trauma lahir pada kepala
f. Hipoglikemi, hiperkarbia
g. Hiperosmolaritas darah
Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer:
Rata-rata serum bilirubin indirek
Zona Bagian
(µmol/l)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusar – leher 150
3 Pusar – paha 200
4 Lengan + tungkai 250
Rata-rata serum bilirubin indirek
Zona Bagian
(µmol/l)
5 Tangan + kaki > 250
Sumber : kapita selekta FKUI jilid 2 ed 3 dalam Nurarif & Kusuma (2013)
E. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Hemoglobin
Globin
Hemo
Feco
Biliverdin
3. Transfusi tukar/pengganti
Transfusi tukar/pengganti merupakan cara yang dilakukan untuk
mengeluarakan darah bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau
patologis dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Hidayat,
2012). Selain itu transfusi tukar dilakukan untuk mangtasi anemia, mengeluarkan
bilirubin serum, meningkatkan albumin yang masih bebas bilirubin dan
meningkatkan keterikatannya dengan bilirubin serum (Wong dalam Mathindas,
Wilar, & Wahani, 2013).
4. Terapi medikamentosa
Phenobarbital dapat merangsang hati untuk mengeluarkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Dapat diberikan pada
ibu hamil beberapa mingu sebelum melahirkan. Pemberian phenobarbital pada post
natal masih menjadi pertentangan karena efek samping yang menyebabkan letargi.
Colostrain dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkan melalui urin sehingga
dapat menurunkan kerja enterohepatika (Martin, 2004; Sukardi, 2010 dalam
Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).
H. Pengkajian
f. Wajah
Adakah kelainan khas misal: Sindrom Down atau bayi Mongol
Apakah wajah simetris atau tidak
g. Mata
Sklera tampak tanda perdarahan atau tidak, ada sekret atau tidak, ukuran dan
reaktivitas pupil baik atau tidak , arah pandangan, jarak dan bentuk mata,
gerak bola mata simetris atau tidak.
Jarak antara kantus medial mata tidak boleh lebih dari 2.5 cm
BBL kadang menunjukkan gerak mata berputar dan tidak teratur (strabismus)
h. Telinga
1) Posisi dan hubungan dengan mata dan kepala
Jika ditarik garis horisontal melewati mata, seharusnya melewati sedikit
bagian atas telinga.
Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada bayi yang
mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin). Kemiringan telinga terhadap
garis vertikal maksimal 10°.
2) Adakah daun telinga, posisi lubang, bentuk lekukan bagaimana, tulang rawan
terbentuk atau tidak.
Bayi prematur biasanya tulang rawan belum terbentuk.
i. Hidung
Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, adakah milia (bintik keputihan yg
khas terlihat di hidung, dahi dan pipi yg menyumbat kelenjar sebasea yg belum
berfungsi), adakah pernafasan cuping atau tidak
Adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah, hal ini kemungkinan
adanya sifilis kongenital.
Adanya pernapasan cuping hidung (gangguan pernapasan)
j. Mulut
Bentuk bibir, lihat dan raba langit2 keras (palatum durum) dan lunak (palatum
molle), tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret.
Daerah bibir dan palatum diraba apakah utuh atau tidak.
Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah.
Salivasi tidak terdapat pd bayi normal, krn grandula saliva belum matur.
Bila terdapat sekret yg berlebihan mungkin ada kelainan di esofagus.
k. Leher
Massa, pembesaran kelenjar ada atau tidak, pergerakan leher apakah ada
hambatan, kesan nyeri saat bayi menggerakkan kepala.
l. Dada
1) Kesimetrisan saat tarikan nafas, adakah rintihan, adakah retraksi
Rintihan dan retraksi dada tidak normal, menunjukkan gangguan nafas
2) Payudara tampak membesar atau tidak, adakah sekresi seperti susu
BBL payudara kadang membesar dan tampak sekresi susu akibat pengaruh
hormon estrogen maternal.
3) Tulang klavikula.
Ada fraktur atau tidak, dilihat dari gerakan ekstremitas
m. Abdomen
Raba hepar, limpa, ginjal, adakah distensi, massa, hernia, perdarahan tali pusat,
jumlah arteri dan vena umbilikalis.
Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika. Abdomen
yang membuncit kemungkinan karena hepatosplenomegali atau tumor lainnya.
Jika bayi menangis dan muncul benjolan di perut, menunjukkan hernia di dinding
abdomen.
n. Genitalia dan Rektum
1) Lubang anus ada atau tidak
2) Meconium dan urin sudah keluar atau belum
3) Testis sudah turun ke skrotum atau belum, jumlah skrotum 2, lubang kencing
ada atau tidak, letaknya di mana, hidrokel ada atau tidak;
4) Labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina, adakah sekcret atau
bercak darah
Pada bayi wanita, terkadang tampak adanya sekret atau bercak darah dari
vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu
o. Ekstremitas atas
Kesimetrisan, bentuk dan ukuran, jumlah jari, ada selaput atau tidak, tampak garis
telapak tangan atau tidak
p. Ekstremitas bawah
Dislokasi kongenital, kesimetrisan, bentuk, ukuran, jumlah jari, ada selaput atau
tidak, tampak garis telapak kaki atau tidak
Tes Ortolani dan Barlow positif atau negative
q. Punggung
Bentuk, adakah tonjolan di kulit, adakah celah, adakah rambut abnormal
r. Pemeriksaan Sistem Syaraf (Refleks Primitif)
Refleks rooting.
Reflek ini karena stimulasi taktil pd pipi dan daerah mulut, bayi akan memutar
kepala
Seakan - akan mencari puting susu.
Pola perkembangan :menghilang di usia 3 – 7 bulan
Bila tak ada respons: Bayi kurang bulan (prematur) atau kemungkinan adanya
kelainan sensorik
Reflek sucking
Reflek menghisap bila ada objek disentuhkan / dimasukkan ke mulut
Pola perkembangan menghilang di usia 3 -7 bulan
Bila tdk ada respon : kelainan saluran pernapasan dan kelainan pada mulut
termasuk langit-langit mulut
Refleks Moro/Startle
Reflek dimana bayi akan mengembangkan tangan & jari lebar-lebar, lalu
mengembalikan
dengan yg cepat seakan –akan memeluk jika tiba -tiba dikejutkan oleh suara atau
gerakan
Pola perkembangan:hilang di usia 3 -4 bulan
Bila tak ada respons, menunjukkan : fraktur atau cedera pada bagian tubuh
tertentu
Refleks menggenggam (Grasp)
Reflek yg timbul bila ibu jari diletakkan pd telapak tangan bayi, maka bayi akan
menutup telapak tangannya.
Menghilang di usia 3-4 bulan
Bila tak ada respons:menunjukkan kelainan pada saraf otak.
Reflek Plantar
Reflek yg timbul bila telapak kaki disentuh, maka bayi akan menutup telapak
kakinya.
Menghilang di usia 8 bulan
Reflek Babinski
Reflek bila ada rangsangan pd telapak kaki ibu jari akan bergerak ke atas & jari-
jari lain membuka.
Pola perkembangan : menghilang di usia 1 -2 tahun
Bila tak ada respons: menunjukkan kelainan pd saraf otak (bila menetap)
Reflek Galant
Ketika bayi tengkurap goresan pada punggung menyebabkan pelvis membengkok
ke arah goresan.
Pola perkembangan : hilang pd usia 2-3 bulan.
Reflek tonic neck
Reflek jika bayi mengangkat leher & menoleh ke kanan / kekiri jika diposisikan
tengkurap.
Pola perkembangan : reflek ini dpt diamati sampai bayi berusia 3-4 bulan.
Reflek ini tidak dapat dilihat pd bayi yg berusia 1 hari.
Reflek Walking & Stepping
Reflek timbul jika bayi dalam posisi berdiri akan ada gerakan spontan kaki
melangkah ke depan.
Pola perkembangan : menghilang di usia 3-4 bulan
Bila tak ada respons:menunjukkan kelainan pada motorik kasar
Sumber : (Astuti, 2014)
I. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mathindas, Wilar, & Wahani (2013), hiperbilirubin dapat dideteksi dengan
beberapa cara yaitu:
1. Visual
Cara ini dapat menimbulkan bias terutama pada bayi dengan kulit berwarna, namun
jika terdapat keterbatasan maka dapat digunakan. Menurut WHO cara menentukan
ikterus secra visual adalah:
a. Pemeriksaan dilakukan pada pemeriksaan yang cukup (lebih baik pada siang hari
dengan cahaya matahari), karena ikterus dapat terlihat lebih parah pada
pencahayaan buatan, dan akan tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
b. Kulit bayi ditekan secra lembut untuk mengetahui warna di bawah kulit dan
subkutan
c. Keparahan dapat ditentukan berdasarkan usia bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.
2. Pemeriksaan bilirubin serum
Pemeriksaan bilirubin merupakan baku emas penegakan diagnosa ikterus
neonatus serta untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan intervensi lanjutan.
Pemeriksaan bilirubin serum butuh pertimbangan karena prosedur ini merupakan
prosedur infasi yang dianggap meningkatkan morbiditas neonatus.
3. Pemeriksaan bilirubin bebeas dan CO
Pemecahan heme dapat menghasilkan bilirubin dan CO, pemeriksaan konsentrasi
CO yang dikeluarkan melalui pernafasan dapat digunakan sebagai indeks produksi
bilirubin.
J. Diagnosa Keperawatan
1. (00194) Ikterik Neonatus
Batasan karakteristik Faktor yang berhubungan
- Kulit kuning sampai oranye - Bayi mengalami kesulitan transisi
- Memar kulit abnormal kehidupan ekstra uterin
- Membran mukosa kuning - Keterlambatan pengeluaran
- Profil darah abnormal mekonium
- Sklera kuning - Penurunan BB tidak terdeteksi
- Pola makan tidak tepat
- Usia ≤ 7 hari.
Guiton, & Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi11. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H. (Ed.). (2015). NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal
Biomedik Volume 5 Nomor 1, S4-10.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (Eds.). (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Ristica, O. D., Maita, L., Saputri, E. M., & Yulviana, R. (2014). Bahan Ajar: Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita, dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan.
Yogyakarta: Deepublish.
Sembiring, J. B. (2017). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:
Deepublish.