Anda di halaman 1dari 20

CRITICAL APPRAISAL

Probiotics Prevent Hepatic Encephalopathy in Patients With Cirrhosis: A


Randomized Controlled Trial

Disusun Oleh:

Luthfia Prasetianingsih

406181079

Pembimbing:

dr. Devi Astri Rivera, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI

PERIODE 18 NOVEMBER 2019 – 26 JANUARI 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

CRITICAL APPRAISAL :

Probiotics Prevent Hepatic Encephalopathy in Patients With Cirrhosis: A Randomized


Controlled Trial

Disusun oleh :

Luthfia Prasetianingsih

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Ciawi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ciawi, Januari 2020

dr. Devi Astri Rivera, Sp.PD

2
LEMBAR PENGESAHAN

CRITICAL APPRAISAL:

Probiotics Prevent Hepatic Encephalopathy in Patients With Cirrhosis: A Randomized


Controlled Trial

Disusun oleh :

Luthfia Prasetianingsih

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Ciawi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,

Kepala SMF Ilmu


Penyakit Dalam

dr. Devi Astri Rivera Amelia, Sp.PD

3
Pembacaan literatur Clinical Gastroenterology and Hepatology 2014;12:1003-1008
Desember 2019

Probiotics Prevent Hepatic Encephalopathy in Patients With


Cirrhosis: A Randomized Controlled Trial
Manish Kumar L., Barjesh Chander S., Praveen Sharma, Sanjeev Sachdeva, Siddharth
Srivastava

Ensefalopati hepatik (HE) adalah komplikasi serius sirosis dengan manifestasi klinis
abnormalitas neuropsikiatrik dan motorik yang bervariasi dari gangguan kognitif dan
motorik ringan hingga koma dan kematian. HE nyata (overt) terjadi pada 30-45% pasien
dengan sirosis dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Tatalaksana utama HE
adalah identifikasi dan pengobatan faktor pencetus. Studi sebelumnya menenunjukan
asosiasi antara small intestinal bacterial overgrowth (SIBO) dan delayed orocecal
transit time (OCTT) dengan terjadinya HE minimal (MHE). Probiotik dinyatakan dapat
mengubah flora normal usus menjadi organisme non-urease producing yang kemudian
akan menurunkan produksi ammonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
efikasi probiotik sebagai profilaksis primer HE pada pasien dengan sirosis.
Studi randomized open-labeled ini dilaksanakan dari Januari 2012 hingga Maret
2013 di suatu rumah sakit di New Delhi, India. Sebanyak 160 pasien dengan sirosis
tanpa HE dirandomisasi kedalam grup probiotik dan kontrol. Data yang diukur dari para
subjek berupa analisis psikometrik, ambang critical flicker fusion (CFF), tes glucose
hydrogen breath untuk menidentifikasi SIBO, dan tes lactulose hydrogen breath untuk
mengukur OCTT. Hasil primer adalah terjadinya HE overt. Hasil sekunder adalah
prediktor terjadinya HE dan efek samping probiotik.

Pada awal studi, karakteristik subjek menunjukan kemiripan pada kedua


kelompok. Setelah periode follow-up selama 38,6 ± 8,80 minggu untuk grup probiotik
dan 40,3 ±9,8 minggu untuk kontrol, 6 pasien yang diberi probiotik dan 7 kontrol
meninggal (P =0,81). Pemberian probiotik selama 3 bulan secara signifikan mengurangi
kadar amonia arteri, SIBO, dan OCTT; peningkatan skor psikometrik; dan peningkatan
ambang batas CFF, dibandingkan dengan baseline. HE overt terjadi pada 7 subjek pada
grup probiotik dan 14 pada grup kontrol (P <0,05; hazard ratio untuk grup vs
probiotik, 2,1; IK 95%, 1,31-6,53). Skor psikometrik, skor CTP, dan SIBO berkorelasi
dengan terjadinya HE.

Sebagai kesimpulan, studi ini menunjukan bahwa probiotik terbukti efektif dalam
mencegah HE pada pasien dengan sirosis.

4
CRITICAL APPRAISAL

1. Gambaran Umum Penelitian


Artikel yang ditelaah merupakan penelitian eksperimental jenis randomized controlled
trial yang bertujuan untuk mengevaluasi efikasi probiotik sebagai profilaksis primer
ensefalopati hepatik (HE).Subjek direkrut secara konsekutif dari satu rumah sakit di
New Delhi, India selama periode Januari 2012 hingga Maret 2013.
Latar belakang studi ini memaparkan bahwa HE dikaitkan dengan prognosis
buruk pada pasien dengan sirosis. Studi ini mempunyai hipotesis bahwa probiotik dapat
menggantikan flora usus dengan organisme non-urease-producing yang dapat
menurunkan produksi ammonia dan mencegah terjadinya HE. Probiotik bekerja melalui
penurunan kadar amonia dalam vena porta, penurunan aktivitas urease bakteri dalam
lumen usus, penurunan penyerapan ammonia, penurunan pH usus, dan penurunan
peradangan dan stres oksidatif dalam hepatosit, yang akan meningkatkan clearance
ammonia dalam hepar. Studi sebelumnya telah menunjukan efek menguntungkan
probiotik sebagai profilaksis sekunder HE dan dapat digunakan jangka panjang tanpa
efek samping, namun belum ada bukti efektivitas probiotik sebagai profilaksis primer.
Kualitas metodologi dari penelitian ini cukup baik, karena: 1) karakteristik
subjek pada awal studi cukup seragam; 2) Selain hasil primer dan sekunder, efek
samping intervensi juga dinilai dan dianalisa; 3) perhitungan besar sampel dan
penentuan uji statistik dilakukan dengan baik.

2. Penilaian Kesahihan / Validitas


Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efikasi probiotik sebagai profilaksis primer
ensefalopati hepatik (HE) pada pasien sirosis tanpa HE nyata (overt). Subjek direkrut
dari Rumah Sakit G B Pant di New Delhi, India. Penelitan ini telah disetujui oleh
komite etik rumah sakit. Setelah perekrutan, subjek memberikan informed consent
tertulis. Dari 290 subjek yang diskrining, sebesar 130 (44,8%) dieksklusi. Dari 160
subjek yang dimasukan ke dalam studi, terdapat 11 (6,9%) subjek loss to follow-up.
Randomisasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak computer yang
menghasilkan daftar acak. Hasil randomisasi dimasukan ke dalam amplop tertutup
untuk concealment alokasi subjek. Jumlah sampel diperhitungkan dengan power 90%

5
dan type 1 error 5%. Telah diperhitungkan bahwa jumlah sampel sebesar 75 subjek
pada setiap kelompok cukup adekuat untuk mendeteksi perbedaan dalan profilaksis HE.
Terdapat kriteria inklusi yang pakai dalam penelitian, diantaranya sebagai berikut
:
a. Usia 18-75 tahun
b. Sirosis tanpa riwayat ensefalopati hepatik
Kriteria eksklusi yang dipakai dalam penelitian adalah sebagai berikut :
a. Pasien yang mendapat terapi laktulosa
b. Riwayat konsumsi alkohol (4 minggu terakhir)
c. Infeksi atau penggunaan antibiotik selama 6 minggu terakhir
d. Profilaksis sekunder untuk peritonitis bakterial spontan
e. Perdarahan gastrointestinal yang baru terjadi
f. Karsinoma hepatoselular
g. Riwayat bedah transjugular intrahepatic portosystemic shunt
h. Penggunaan obat-obatan psikotropika
i. Penyakit neurologis seperti penyakit Alzheimer, Parkinson dan ensefalopati
metabolik non-hepatik
Selama penelitian, subjek diperbolehkan untuk melanjutkan terapi dan
profilaksis untuk perdarahan varises. Subjek diminta untuk menghindari yogurt
komersial yang mengandung probiotik.
Pembagian kelompok subjek adalah sebagai berikut:
1. Grup probiotik (n= 86) : menerima probiotik (mengandung Bifidobacterium breve,
Bifidobacterium longum, Bifidobacterium infantis, Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus paracasei, Lactobacillus bulgaricus, dan
Streptococcus thermophilus, 110 miliar colony-forming unit, 1 kapsul 3 kali sehari
selama 3 bulan.
2. Grup kontrol (n =74): tidak menerima probiotik.
Tingkat keparahan penyakit hati ditentukan oleh skor Child-Turcotte-Pugh (CTP)
dan model for end-stage liver disease (MELD). Data diukur pada awal studi dan diulang
setelah 3 bulan. Data laboratorium yang diukur dari para subjek meliputi: hemogram
lengkap, profil koagulasi, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, kadar elektrolit, kadar
amonia arteri, dan pemeriksaan etiologi penyakit hati. Semua pasien dinilai dengan:

6
1. Psychometric hepatic encephalopathy score (PHES) untuk mendiagnosis
minimal hepatic encephalopathy (MHE)
2. Critical flicker frequency (CFF) untuk mendiagnosis minimal hepatic
encephalopathy (MHE)
3. Tes glucose hydrogen breath untuk mendiagnosis small intestinal bacterial
overgrowth (SIBO)
4. Tes lactulose hydrogen breath untuk mendeteksi orocecal transit time (OCTT)
Evaluasi dilakukan setiap bulan untuk menilai kepatuhan pengobatan dan setiap
bulan hingga 6 bulan untuk menilai komplikasi.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
 Hasil primer: Terjadinya ensefalopati hepatik overt. Kriteria West Haven
digunakan untuk mendiagnosis ensefalopati hepatik overt (grade 1-4).
 Hasil sekunder: Prediktor terjadinya ensefalopati hepatik dan efek
samping probiotik.
Studi ini melakukan per-protocol analysis dan 2 analisis intention-to-treat (ITT)
yang berbeda. Pada analisis ITT pertama, diasumsikan bahwa HE terjadi pada semua
pasien drop-out, dan pada analisis ITT kedua, diasumsikan bahwa HE hanya terjadi
pada pasien drop-out dalam grup probiotik. Data diolah menggunakan perangkat lunak
SPSS vs.19, dengan analisis statistik sebagai berikut:
 Data disajikan sebagai mean (SD) untuk data kontinu dan sebagai angka dan
persentase untuk variable kategorik.
 Variabel kategorik  Uji χ2 dan Fisher exact test.
 Variabel kontinu  Uji Mann-Whitney untuk data tidak berpasangan dan uji
Wilcoxon rank-sum untuk data berpasangan
 Analisis Multiple Cox regression digunakan untuk memodelkan efek simultan
kovariat dan kemungkinan interaksi.
 Metode Kaplan-Meier digunakan untuk menentukan probabilitas terjadinya
ensefalopati hepatik overt.
 Tingkat signifikansi p<0.05 untuk semua analisis.
3. Penilaian Kepentingan / Importance
1. Karakteristik awal pasien

7
 Tidak ada perbedaan yang signifikan pada karakteristik awal subjek pada
kedua kelompok dalam hal usia, jenis kelamin, dan etiologi sirosis
(Tabel 1).
 Tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada parameter
laboratorium, skor CTP dan MELD, CFF, dan PHES.
2. Evaluasi setelah periode follow-up 3 bulan
 Terdapat penurunan signifikan pasien dengan SIBO dan MHE pada grup
probiotik dibandingkan grup kontrol (Tabel 2).
 Terdapat perbaikan dalam kadar ammonia arteri, OCTT, PHES dan CFF
pada grup probiotik dibandingkan grup kontrol (Tabel 2).
3. Hasil primer

 Overt HE terjadi pada 21 dari 149 subjek (14,1%).


 Menurut per-protocol analysis, overt HE terjadi pada 7 dari 80 subjek
(8,8%) pada grup intervensi dan 14 dari 69 subjek (20,3%) pada grup
kontrol (p<0,05).
 Pada analisis ITT pertama, overt HE terjadi pada 13 dari 86 subjek
(15,1%) pada grup intervensi dan 19 dari 74 subjek (25,7%) pada grup
kontrol (p=0,04).
 Pada analisis ITT kedua, tidak ada perbedaan signifikan pada terjadinya
HE overt antara grup intervensi (13 dari 84 [15.1%] ) dan grup kontrol
(14 dari 74 [18.9%]) dengan nilai p >0,05.
 Pada analisis Kaplan-Meier, probabilitas terjadinya HE pada grup
intervensi lebih rendah dari grup kontrol (Figur 1).
 Hazard ratio untuk terjadinya HE pada grup kontrol dibandingkan
dengan grup probiotik adalah 2.1 (IK 95%, 1,31-6,53).
 HE lebih banyak terjadi pada pasien dalam kategori Child B (n =6; 13%)
dan C (n =13; 16.5%) dibandingkan dengan kategori Child A (Child B vs
Child A, P <0,05; Child C vs Child A, P <0,01). Namun, tidak ada
perbedaan dalam terjadinya HE pada Child B dibandingkan Child C
(P=0,36).

8
 Pada pasien dengan MHE, absolute risk reduction (ARR) adalah 23,8%
(IK 95%, 5,4% -42,2%) dan number needed to treat (NNT) adalah 4,2
(IK 95%, 2,4-18). Namun, pada pasien tanpa MHE, ARR adalah 7,8%
(IK 95%, 2,2% -11,4%), dan NNT adalah 12,8 (IK 95%, 11,2-26,4).

4. Hasil sekunder
 Dari 21 pasien dengan HE overt, 15 diantaranya (4 pada grup probiotik
dan 11 pada grup kontrol) memiliki MHE pada awal studi.
 Pada analisis univariat, terjadinya HE overt dikaitkan dengan adanya
MHE, skor CTP, skor MELD, CFF, SIBO, dan delayed OCTT pada awal
studi. Pada analisis multivariat, MHE, skor CTP, dan SIBO ditemukan
signifikan terhadap terjadinya HE overt (Tabel 3 dan 4).
 Tidak terdapat efek samping yang terjadi pada grup probiotik.
5. Mortalitas
 Enam (7,5%) pasien dalam grup probiotik dan 7 (10,1%) pasien dalam
grup kontrol meninggal selama periode follow-up.
 Penyebab kematian adalah perdarahan varises akut (n= 3), infeksi berat
dengan sepsis (n =6), sindrom hepatorenal (n= 3), dan perdarahan
intrakranial (n= 1).
 Tidak ada perbedaan signifikan dalam usia, skor MELD, CFF, dan PHES
pada awal studi antara pasien yang meninggal dibandingkan dengan yang
tidak meninggal. Namun, skor CTP lebih tinggi pada pasien yang
meninggal (9,3 3,5 vs 7,8 3,7; P= 0,02).

4. Penilaian Kemampuan Terapan / Applicability


Penelitian ini menyimpulkan bahwa probiotik efektif sebagai profilaksis primer HE
pada pasien dengan sirosis dengan efek samping minimal. Saat ini, profilaksis primer
dan sekunder yang seringkali digunakan adalah laktulosa. Namun, pasien tanpa tanda
dan gejala spesifik HE seringkali memiliki angka ketidakpatuhan berobat tinggi karena
efek samping laktulosa, yaitu diare dan perut kembung.

Mengingat HE dikaitkan dengan prognosis buruk pada pasien dengan sirosis,


intervensi ini dapat diterapkan di Indonesia karena dibutuhkannya profilaksis primer HE

9
dengan efek samping minimal. Selain itu, pemberian probiotik tidak memakan biaya
besar dan mudah diterapkan. Diharapkan, pemberian probiotik dengan efek samping
yang minimal dan angka kepatuhan yang tinggi, insidens terjadinya HE pada pasien
dengan sirosis dapat menurun.

10
KETERBATASAN DAN KEKUATAN PENELITIAN

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:


1. Penelitian ini tidak menggunakan metode double-blind. Investigator mengetahui
alokasi subjek, sehingga dapat terjadi subjektivitas.
2. Walaupun jumlah subjek cukup adekuat untuk mengevaluasi efikasi probiotik
dibandingkan plasebo, namun jumlah subjek tidak cukup adekuat untuk
mengevaluasi tolerabilitas probiotik.
3. Penelitian ini memiliki kriteria eksklusi yang cukup banyak dan umum
ditemukan pada pasien sirosis, maka tidak diketahui penerapan hasil studi ini
pada pasien sirosis dengan kriteria eksklusi tersebut.

Kekuatan penelitian ini adalah:


1. Laju loss to follow-up pada penelitian ini hanya 6,9% yang tergolong masih
cukup baik sehingga bias loss to follow-up tidak signifikan.
2. Penentuan uji statistik sesuai.

11
KESIMPULAN

Perbandingan dengan penelitian-penelitian pendahulunya adalah sebagai


berikut:

1. Bajaj et al. melaporkan perbaikan MHE dan kepatuhan obat yang baik dengan
suplementasi yogurt probiotik.
2. Liu et al. melaporkan penurunan kadar ammonia arteri, endotoksemia dan
perbaikan MHE dengan sinbiotik.
3. Malaguarnera et al, melaporkan perbaikan dalam hasil tes neuropsikologi setelah
pemberian probiotik.
4. Pada studi dengan pemberian laktulosa, ARR sebesar 21,7% dan NNT sebesar
4,6% yang sebanding dengan hasil studi ini. Namun, pemberian laktulosa
dikaitkan dengan efek samping yang signifikan (diare, 24% dan perut
kembung,7%) sehingga dibutuhkan pengurangan dosis.

Kesimpulannya adalah jurnal ini termasuk cukup baik karena metodologi studi
yang jelas, penentuan uji statistik sesuai dan hasil penelitian yang dipaparkan dengan
jelas. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian probiotik efektif sebagai
profilaksis HE pada pasien sirosis dengan efek samping yang minimal.

12
SARAN

1. Dilakukan penelitian dengan metode double-blind untuk menghindari


subjektivitias.
2. Dilakukan penelitian dengan sampel populasi lebih besar dan beragam untuk
mengevaluasi tolerabitas probiotik.
3. Dilakukan penelitian pada pasien dengan kriteria eksklusi pada studi ini
untuk mengetahui efikasi probiotik pada populasi studi tersebut.

13
LEMBAR KERJA PENILAIAN STUDI

THERAPY STUDY: Are the results of the trial valid? (Internal Validity)

What question did the study ask?

Patient/Population  Pasien sirosis tanpa riwayat ensefalopati hepatik (HE).

Intervention  Menerima probiotik, 1 kapsul 3 kali sehari selama 3 bulan.

Comparison  Tidak menerima probiotik.

Outcome  Terjadinya HE overt.

1a. R- Was the assignment of patients to treatments randomised?

What is best? Where do I find the information?

Centralised computer randomisation is The Methods should tell you how patients
ideal and often used in multi-centred trials. were allocated to groups and whether or
Smaller trials may use an independent not randomisation was concealed.
person (e.g, the hospital pharmacy) to
“police” the randomization.

This paper: Yes √ No  Unclear 

Comment: Randomisasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak computer


yang menghasilkan daftar acak. Hasil randomisasi dimasukan ke dalam amplop tertutup
untuk concealment alokasi subjek.

1b. R- Were the groups similar at the start of the trial?

What is best? Where do I find the information?

If the randomisation process worked (that The Results should have a table of
is, achieved comparable groups) the "Baseline Characteristics" comparing the
groups should be similar. The more similar randomized groups on a number of
the groups the better it is.
variables that could affect the outcome (ie.
There should be some indication of
age, risk factors etc). If not, there may be a
whether differences between groups are
description of group similarity in the first
statistically significant (ie. p values).
paragraphs of the Results section.

This paper: Yes √ No  Unclear 

 Tidak ada perbedaan yang signifikan pada karakteristik awal subjek pada kedua
kelompok dalam hal usia, jenis kelamin, dan etiologi sirosis (Tabel 1).
 Tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada parameter
laboratorium, skor CTP dan MELD, CFF, dan PHES.

14
2a. A – Aside from the allocated treatment, were groups treated equally?

What is best? Where do I find the information?

Apart from the intervention the patients in Look in the Methods section for the follow-
the different groups should be treated the up schedule, and permitted additional
same, eg., additional treatments or tests. treatments, etc and in Results for actual
use.

This paper: Yes √ No  Unclear 

Comment: Selain intervensi yang diberikan, kedua kelompok diperlakukan dengan sama.

2b. A – Were all patients who entered the trial accounted for? – and were they
analysed in the groups to which they were randomised?

What is best? Where do I find the information?

Losses to follow-up should be minimal – The Results section should say how many
preferably less than 20%. However, if few patients were randomised (eg., Baseline
patients have the outcome of interest, then Characteristics table) and how many
even small losses to follow-up can bias the patients were actually included in the
results. Patients should also be analysed analysis. You will need to read the results
in the groups to which they were section to clarify the number and reason for
randomised – ‘intention-to-treat analysis’. losses to follow-up.

This paper: Yes √ No  Unclear 

Comment: Studi ini melakukan per-protocol analysis dan 2 analisis intention-to-treat (ITT)
yang berbeda. Pada analisis ITT pertama, diasumsikan bahwa HE terjadi pada semua
pasien drop-out, dan pada analisis ITT kedua, diasumsikan bahwa HE hanya terjadi pada
pasien drop-out dalam grup probiotik. Dari 160 subjek yang dimasukan ke dalam studi,
terdapat 11 (6,9%) subjek loss to follow-up yang masih tergolong cukup baik.

3. M - Were measures objective or were the patients and clinicians kept “blind”
to which treatment was being received?

What is best? Where do I find the information?

It is ideal if the study is ‘double-blinded’ – First, look in the Methods section to see if
that is, both patients and investigators are there is some mention of masking of
unaware of treatment allocation. If the treatments, eg., placebos with the same
outcome is objective (eg., death) then appearance or sham therapy. Second, the
blinding is less critical. If the outcome is Methods section should describe how the
subjective (eg., symptoms or function) then outcome was assessed and whether the
blinding of the outcome assessor is critical. assessor/s were aware of the patients'
treatment.

15
This paper: Yes  No √ Unclear 

Comment:

Intervensi studi tidak menggunakan metode double-blinding yang dapat menimbulkan


subjektivitas dan bias. Namun, efek dari bias tersebut akan sangat minimal karena sifat
objektif dari parameter lain yang dievaluasi seperti ammonia arteri, SIBO, OCTT, PHES,
dan CFF.

16
What were the results?
1. How large was the treatment effect?
1. Karakteristik awal pasien
 Tidak ada perbedaan yang signifikan pada karakteristik awal subjek pada
kedua kelompok dalam hal usia, jenis kelamin, dan etiologi sirosis (Tabel
1).
 Tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada parameter
laboratorium, skor CTP dan MELD, CFF, dan PHES.
2. Evaluasi setelah periode follow-up 3 bulan
 Terdapat penurunan signifikan pasien dengan SIBO dan MHE pada grup
probiotik dibandingkan grup kontrol (Tabel 2).
 Terdapat perbaikan dalam kadar ammonia arteri, OCTT, PHES dan CFF
pada grup probiotik dibandingkan grup kontrol (Tabel 2).
3. Hasil primer
 Overt HE terjadi pada 21 dari 149 subjek (14,1%).
 Menurut per-protocol analysis, overt HE terjadi pada 7 dari 80 subjek
(8,8%) pada grup intervensi dan 14 dari 69 subjek (20,3%) pada grup
kontrol (p<0,05).
 Pada analisis ITT pertama, overt HE terjadi pada 13 dari 86 subjek (15,1%)
pada grup intervensi dan 19 dari 74 subjek (25,7%) pada grup kontrol
(p=0,04).
 Pada analisis ITT kedua, tidak ada perbedaan signifikan pada terjadinya
HE overt antara grup intervensi (13 dari 84 [15.1%] ) dan grup kontrol (14
dari 74 [18.9%]) dengan nilai p >0,05.
 Pada analisis Kaplan-Meier, probabilitas terjadinya HE pada grup
intervensi lebih rendah dari grup kontrol (Figur 1).
 Hazard ratio untuk terjadinya HE pada grup kontrol dibandingkan dengan
grup probiotik adalah 2.1.
 HE lebih banyak terjadi pada pasien dalam kategori Child B dan C
dibandingkan dengan kategori Child A (Child B vs Child A, P <0,05; Child
C vs Child A, P <0,01). Namun, tidak ada perbedaan dalam terjadinya HE
pada Child B dibandingkan Child C (P=0,36).
 Pada pasien dengan MHE, absolute risk reduction (ARR) adalah 23,8%
dan number needed to treat (NNT) adalah 4,2. Namun, pada pasien tanpa
MHE, ARR adalah 7,8%, dan NNT adalah 12,8.

17
4. Hasil sekunder
 Dari 21 pasien dengan HE overt, 15 diantaranya (4 pada grup probiotik
dan 11 pada grup kontrol) memiliki MHE pada awal studi.
 Pada analisis univariat, terjadinya HE overt dikaitkan dengan adanya MHE,
skor CTP, skor MELD, CFF, SIBO, dan delayed OCTT pada awal studi.
Pada analisis multivariat, MHE, skor CTP, dan SIBO ditemukan signifikan
terhadap terjadinya HE overt (Tabel 3 dan 4).
 Tidak terdapat efek samping yang terjadi pada grup probiotik.
5. Mortalitas
 Enam (7,5%) pasien dalam grup probiotik dan 7 (10,1%) pasien dalam
grup kontrol meninggal selama periode follow-up.
 Penyebab kematian adalah perdarahan varises akut (n= 3), infeksi berat
dengan sepsis (n =6), sindrom hepatorenal (n= 3), dan perdarahan
intrakranial (n= 1).
 Tidak ada perbedaan signifikan dalam usia, skor MELD, CFF, dan PHES
pada awal studi antara pasien yang meninggal dibandingkan dengan yang
tidak meninggal. Namun, skor CTP lebih tinggi pada pasien yang
meninggal (9,3 3,5 vs 7,8 3,7; P= 0,02).
What is the measure? What does it mean?

Relative Risk (RR) = risk of the The relative risk tells us how many times more
outcome in the treatment group / risk likely it is that an event will occur in the
of the outcome in the control group. treatment group relative to the control group. An
RR of 1 means that there is no difference
between the two groups thus, the treatment had
no effect. An RR < 1 means that the treatment
decreases the risk of the outcome. An RR > 1
means that the treatment increased the risk of
the outcome.

RR tidak dihitung dalam penelitian ini

Absolute Risk Reduction (ARR) = The absolute risk reduction tells us the absolute
risk of the outcome in the control difference in the rates of events between the two
group – risk of the outcome in the groups and gives an indication of the baseline
treatment group. This is also known risk and treatment effect. An ARR of 0 means
as the absolute risk difference. that there is no difference between the two
groups thus, the treatment had no effect.

In our example, the ARR = 0.15 – 0.10 The absolute benefit of treatment is a 5%
= 0.05 or 5% reduction in the death rate.

 Pada pasien dengan MHE, ARR sebesar 23,8% (IK 95%, 5,4% -42,2%).

18
Pemberian probiotik menurunkan tingkat kematian sebesar 23,8% pada
pasien sirosis dengan MHE.
 Pada pasien tanpa MHE, ARR adalah 7,8% (IK 95%, 2,2% -11,4%).
Pemberian probiotik menurunkan tingkat kematian sebesar 7,8% pada
pasien sirosis tanpa MHE.
Relative Risk Reduction (RRR) = The relative risk reduction is the complement of
absolute risk reduction / risk of the the RR and is probably the most commonly
outcome in the control group. An reported measure of treatment effects. It tells us
alternative way to calculate the RRR the reduction in the rate of the outcome in the
is to subtract the RR from 1 (eg. RRR treatment group relative to that in the control
= 1 - RR) group.

In our example, the RRR = 0.05/0.15 The treatment reduced the risk of death by 33%
= 0.33 or 33% relative to that occurring in the control group.

Or RRR = 1 - 0.67 = 0.33


or 33%

RRR tidak dihitung dalam penelitian ini

Number Needed to Treat (NNT) = The number needed to treat represents the
inverse of the ARR and is calculated number of patients we need to treat with the
as 1 / ARR. experimental therapy in order to prevent 1 bad
outcome and incorporates the duration of
treatment. Clinical significance can be
determined to some extent by looking at the
NNTs, but also by weighing the NNTs against
any harms or adverse effects (NNHs) of therapy.

In our example, the NNT = 1/ 0.05 = We would need to treat 20 people for 2 years in
20 order to prevent 1 death.

 Pada pasien dengan MHE, NNT sebesar 4,2 (IK 95%, 2,4-18). Intervensi
pada studi ini perlu dilakukan pada 4 pasien sirosis dengan MHE untuk
mencegah 1 episode HE overt.
 Pada pasien tanpa MHE, NNT sebesar 12,8 (IK 95%, 11,2-26,4).Intervensi
pada studi ini perlu dilakukan pada 12 pasien sirosis tanpa MHE untuk
mencegah 1 episode HE overt.
1. How precise was the estimate of the treatment effect?
Hasil studi ini memiliki validitas yang cukup baik karena pengukuran variabel dengan
metode yang jelas dan tervalidasi secara klinis. Semua hasil pada studi ini masuk ke
dalam interval kepercayaan, maka dapat disimpulkan hasil studi cukup tepat.

19
Will the results help me in caring for my patient? (External Validity/Applicability)
The questions that you should ask before you decide to apply the results of the study
to your patient are:

 Is my patient so different to those in the study that the results cannot apply? No
(Prevalensi sirosis di Indonesia cukup tinggi dan semakin meningkat.)
 Is the treatment feasible in my setting? Yes (Pemberian probiotik merupakan
intervensi yang mudah dilakukan dalam praktik klinis tanpa menggunakan biaya
yang besar)
 Will the potential benefits of treatment outweigh the potential harms of treatment
for my patient? Yes (Penelitian ini menunjukan bahwa probiotik efektif sebagai
profilaksis HE pada pasien sirosis. Intervensi pada studi ini tidak menimbulkan
efek samping yang serius. Hal ini merupakan keuntungan dibandingkan laktulosa
yang memiliki efek samping yang signifikan.)

20

Anda mungkin juga menyukai