Anda di halaman 1dari 13

A.

KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonella thypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air
yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhii (Elsevier, 2013.)

2. Etilogi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri
gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
ologoskarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida kompleks yang membentuk lapis
luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga
dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015)

3. Manifestasi Klinik
Menurut Nurarif & Kusuma (2015).
a. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
c. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor, dan koma
d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
e. Nyeri kepala, nyeri perut
f. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
g. Pusing, bradikardi, nyeri otot
h. Batuk
4. Komplikasi
a. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka
terjadi melena yang dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat,
dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis, yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain
(Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)

5. Patofisiologi dan Pathway


Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus
melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai
diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan
berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan
membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk
kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh
terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan
tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut
dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus (Susilaningrum, Nursalam, & Utami,
2013).
PATHWAY

Hipertermi

Nyeri akut
Deficit nutrisi

Hipovolemia

Soedarmo, (2012).

6. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Menurut Nurarif & Kusuma (2015) penatalaksanaan medis dan
keperawatan pada demam thypoid antara lain :
a. Keperawatan
1) Menganjurkan Bed rest
2) Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan
rendah serat
b. Medis
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan
dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan
dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV
selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari
3) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari,
sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella
typhi ke dalam tubuh.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
b. Pola Gordon
Berdasarkan kutipan dari Carpenito (2009), Gordon telah
mengembangkan suatu system untuk mengatur pengkajian keperawatan
berdasarkan fungsi sehat yang diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera yang
dirasakan, pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan
dengan sehat, pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif,
ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan.
2) Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan
klien, tipe makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat
badan, nafsu makan, pilihan makan.
3) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih,
penggunaan alat bantu, penggunaan obat-obatan.
4) Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi,
kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat
diri, bekerja), dan respon kardiovaskuler serta pernapasan saat
melakukan aktivitas.
5) Pola istirahat tidur
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam,
bagaimana kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan
tidur dan penggunaan obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan
persepsi klien.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya,
persepsi klien tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri,
identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri.
8) Pola peran hubungan
Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain.
Bagaimana kemampuan dalam menjalankan perannya.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Apakah klien dengan Asma dalam hal tersebut masih dapat
melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan
dengan produksi sexual.
10) Pola koping dan toleransi stress
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam
manghadapai stress dan adanya sumber pendukung.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana kepercayaan klien.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38
– 410 C, muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa
tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus
3) Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan
adanya agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat
adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat
antibody (agglutinin)
4) Kultur
a) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
b) Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
c) Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu
ketiga
5) Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4
terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin dan Kumala (2011) diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada penyakit demam thypoid antara lain:
(1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
(2) Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fiologis
(3) Defisit nutrisi b/d kurangnya asupan makanan
(4) Risiko Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Hipertermia Termoregulasi (L.14134) (I. 15506) Manajemen
berhubungan Ekspetasi: membaik Hipertermia
dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
proses keperawatan selama 3x8  Identifikasi Identifikasi
penyakit jam diharapkan suhu tubuh penyebab hipertermi
dalam batas normal,  Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil  Monitor haluaran urine
 Mengigil menurun Terapeutik
 Suhu tubuh membaik  Sediakan lingkungan yang
 Takikardi menurun dingin
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubun
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jiak mengalami
hyperhidrosis ( keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal missal kompres
dingin pada dahi,leher,
dada, abdomen,aksila.
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit, jika
perlu
2 Nyeri akut Kontrol nyeri ( L.06063 ) Manajemen nyeri ( I.08238 )
b/d agen Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat nyeri meliputi:
cedera keperawatan selama 1x24 lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis jam diharapkan pasien kualitas, intensitas
tidak nyeri dengan kriteria 2. Kontrol faktor – faktor
hasil: lingkungan yang dapat
1. Mengenal kapan nyeri mempengaruhi respon pasien
terjadi (dari sering terhadap ketidaknyamanan
menunjukkan ke jarang 3. Ajarkan penggunaan tehnik
menunjukkan) non farmakologi seperti
2. Menggambarkan faktor relaksasi napas dalam bila
penyebab nyeri (dari nyeri timbul
sering menunjukkan ke 4. Anjurkan pasien untuk
jarang menunjukkan) meningkatkan tidur / istirahat
3. Mengenali gejala nyeri yang cukup
(dari sering 5. Berikan informasi tentang
menunjukkan ke jarang nyeri seperti penyebab nyeri,
menunjukkan) berapa lama nyeri akan
4. Melaporkan nyeri dirasakan dan antisipasi dari
terkontrol (dari sering ketidaknyamanan prosedur
menunjukkan ke jarang 6. Kolaborasi pemberian
menunjukkan) analgetik
5. Kemampuan
menggunakan tehnik non
farmakologi relaksasi
nafas dalam/distraksi
meningkat
3 Defisit nutrisi Status nutrisi (L.03030) (I.03119)Manajemen Nutrisi
b/d Ekspetasi membaik, Observasi:
kurangnya dengan kriteria hasil - Identifikasi status nutrisi
asupan  Porsi makan yang - Identifikasi alergi dan
makanan dihabiskan meningkat toleransi makanan
 Kekuatan otor - Identifikasi makanan yang
mengunyah dan disukai
menelan meningkat - Identifikasi kebutuhan
 Frekuensi makan kalori dan nutrient
meningkat - Identifikasi perlunya
 Napsu makan mebaik penggunaan selang makan
 Bising usus mebaik - Monitor asupan makan
 Membran mukosa dan berat badan
membaik - Monitor hasil
 BB membaik pemeriksaan laboratorium
 IMT membaik Terapeutik:
- Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet
- Berikan makanan yang
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makan tinggi
kalori tinggi protein
- Berikan suplemen makan,
jika perlu
- Hentikan pemberian
makanan lewat NGT jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi:
- Anjurkan posisi duduk
jika mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian anti
emetik , jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli
gisi,jika perlu
4 Hipovolemik Status cairan (L.03028) ( I.03116) Manajemen
b/d Setelah mendapatkan hipovolemik
kehilangan tindakan keperawatan  Observasi
cairan aktif selama 3x8 jam - Periksa tanda dan
diharapkan hipovolemik gejala hipovolemia
teratasi dengan kriteria - Monitor intake dan
hasil out put cairan
 Kekuatan nadi  Terapeutik
meningkat - Hitung kebutuhan
 Turgor kulit cairan
meningkat - Beri posisi modified
 Output urin trendelenbrug
meningkat - Berikan asupan
 Pengisian vena cairan oral
meningkat  Edukasi
 Membran mukosa - Anjurkan
membaik memperbanyak asupan
 Intake cairan cairan oral
membaik - Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (
mis: NaCl, RL )
- Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (
mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian
cairan Koloid (mis:
Albumin, Plasmanate
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses Implementasi mencakup :
a. Mengkaji kembali pasien
b. Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan
c. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
d. Melakukan supervise terhadap asuhan yang didelegasikan
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan

5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri dilanjutkan, atau diubah. Evaluasi disusun dengan menggunakan
SOAP yang operasional dengan pengertian S (subjektif) adalah informasi
berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan diberikan. O
(objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. A (analisis) adalah membandingkan antara informasi subjektif
dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi. P (planning)
adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2009) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta


Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
PPNI, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
PPNI, 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai