Anda di halaman 1dari 13

Propofol Compared With Sevoflurane General Anaesthesia Is Associated With

Decreased Delayed Neurocognitive Recovery In Older Adults


Zhang Y, Shan GJ, Zhang YX, Cao SJ, Zhu SN, Li HJ, et al
Journal Reading

Pendahuluan
 Anestesi & operasi dikaitkan dengan gangguan-gangguan kognitif dalam 1
bulan paskaoperasi  delirium, pemulihan kognitif yang tertentu
(postoperative cognitive dysfunction/POCD)
 Kriteria POCD sangat bervariasi!
o Dalam studi ISPOCD1, insidensi POCD : 25,8% pada minggu 1, 9,9%
pada bulan 3, dan 1% pada 1-2 tahun pada lansia setelah operasi mayor
non-kardiak.
o Terjadinya POCD dikaitkan dengan luaran klinis yang lebih buruk 
peningkatan risiko pemendekan usia produktif, ketergantungan pada
pembiayaan pemerintah, dan mortalitas.
 Propofol dan sevofluran adalah anestesi umum yang banyak digunakan pada
praktik klinik  diduga memiliki efek-efek neuroprotektif terhadap berbagai
cedera neural.
o Studi preklinik  anestesi inhalasi dapat bersifat neurotoksik
(menyebabkan deposit beta-amiloid)
o Studi preklinik  Propofol dapat menyebabkan kematian sel neuron
otak mencit yang sedang berkembang.
 Pilihan anestetik dapat mempengaruhi luaran klinis kognitif, namun hasil
studi-studi klinis masih bertolak belakang. Penyebab:
o Perbedaan metode penilaian luaran klinis kognitif  contoh: MMSE
dan Montreal Cognitive Assessment digunakan pada beberapa studi,
sedangkan uji-uji neuropsikologis lainnya digunakan untuk studi lain.
o Tidak adanya kelompok kontrol  Inklusi kelompok kontrol non-
operatif harus dilakukan, untuk meminimalisir efek pembelajaran
 Tujuan studi ini  membandingkan efek propofol vs sevofluran terhadap
insidensi pemulihan neurokognitif yang tertunda pada lansia yang menjalani

1
operasi kanker mayor, dengan inklusi kelompok kontrol non-operatif dengan
usia dan tingkat pendidikan yang setara.

METODE
1. Desain Studi dan Etik
 Desain studi  randomized controlled trial (RCT) yang dilakukan dari 1
pusat pelayanan kesehatan.
 Pengesahan protokol  Komite Etik Riset Klinik RS Pratama Universitas
Peking
 Tempat studi  RS Pratama Universitas Peking
 Persetujuan tertulis diperoleh dari semua pasien atau perwakilan sah mereka.

2. Partisipan Studi
 Kriteria inklusi 
o Pasien berusia ≥65 dan <90 tahun
o Pasien dengan kanker primer, tanpa radio/kemoterapi sebelum operasi
o Pasien yang dijadwalkan untuk dioperasi kanker dengan prediksi durasi ≥2
jam, dengan anestesi umum.
 Kriteria eksklusi 
o Riwayat skizofrenia, epilepsi, Parkinsonisme, atau miastenia gravis
perioperatif
o Ketidakmampuan berkomunikasi selama periode preoperatif karena koma,
demensia yang parah, halangan bahasa, atau inkapasitas akibat penyakit
yang berat
o Penyakit kritis (ASA preoperatif >3), disfungsi hepar yang parah (Child-
Pugh kelas C), atau disfungsi renal yang berat (menjalani dialisis
preoperatif)
o Operasi neuro (neurosurgery).
 Kelompok kontrol  subjek non-operatif, dari anggota keluarga atau teman
pasien, dengan kriteria:
o Inklusi dan eksklusi yang sama dengan para subjek
o Usia dan tingkat pendidikan yang setara dengan para subjek

2
o Diberi uji neuropsikologis pada waktu-waktu yang sama dengan para
subjek.

3. Randomisasi
 Randomisasi dilakukan oleh ahli biostatistik (tidak terlibat dalam manajemen
data dan analisis statistik)
 Metode randomisasi  dengan angka acak dengan perbandingan 1:1, dengan
ukuran blok 4
 Perangkat lunak  SAS 9.2
 Hasil randomisasi  disimpan dalam amplop bernomor urutan yang disimpan
pada lokasi studi.
 Perekrutan subjek  konsekutif
o Kelompok propofol (anestesi umum berbasis propofol)
o Kelompok sevofluran (anestesi umum berbasis sevofluran)
 Pengumpul data 
o Intraoperatif  anestesiologis
o Wawancara preoperatif dan pemantauan paskaoperatif  peneliti (YZ,
YXZ, GJS)  tidak berpartisipasi dalam anestesi dan perawatan
pasien perioperatif, dan telah dilatih sebelum studi.
 Blinding  double-blind (pasien dan peneliti tidak mengetahui kelompok
studi).

4. Anestesi dan Perawatan Perioperatif


 Tidak ada penggunaan pengobatan ansiolitik preoperatif
 Pemantauan intraoperatif 
o EKG
o Tekanan darah non-invasif
o Saturasi oksigen
o Bispectral index (BIS)
o Tekanan parsial end-tidal karbon dioksida
o Konsentrasi end-tidal sevofluran
o Suhu nasofaring
o Keluaran urin

3
o Tekanan darah intraarteri dan tekanan vena sentral  jika ada indikasi
klinis.
 Induksi anestesi  midazolam, remifentanil, dan/atau sufentanil, propofol,
dan rokuronium atau cisatrakurium.
 Anestesi maintenance 
o Kelompok propofol  infus propofol
o Kelompok sevofluran  sevofluran inhalasi
Nilai BIS dipertahankan antara 40-60 (dengan menyesuaikan dosis
propofol atau sevofluran)
 Analgesi  remifentanil dan/atau sufentanil
 Blok neuromuskular  rokuronium atau cisatrakurium.
 Analgesi paskaoperatif 3 hari pertama  pump analgesia yang dikontrol
pasien : morfin 0,5 mg/mL atau sufentanil 1-2 ug/mL, degan bolus 2 mL
dengan interval lockout 6-10 menit dan infus background 1 mL/jam.
 Paskaoperatif  Pasien dipindah ke PACU setidaknya 30 menit lalu ke
bangsal umum, atau dipindahkan ke ICU jika diperlukan
 Periode paskaoperatif 
o Obat-obatan vasoaktif diberikan untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
o Transfusi darah dan obat-obatan lain (glukokortikoid) diberikan menurut
praktik klinis umumnya.
o Jika pasien masuk ICU  intensivis konsultan memutuskan ekstubasi dan
lepas keluar dari ICU
o Jika pasien masuk bangsal umum  dokter bedah konsultan memutuskan
lepas rawat dari RS.

5. Pengumpulan Data
 Data baseline 
o Karakteristik pasien  Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, indeks
massa tubuh
o Diagnosis operatif
o Komorbiditas preoperatif  dengan indeks komorbid Charlson dan
klasifikasi New York Heart Association (NYHA)

4
o Kebugaran dan fungsi preopratif  klasifikasi status fisik ASA dan indeks
Barthel (0-100)
o Fungsi kognitif  Mini-Mental State Examination (MMSE), 0-30
 Data intraoperatif 
o Tipe operasi
o Durasi anestesi dan operasi
o Tipe dan dosis obat-obatan anestesi
o Tipe dan dosis glukokortikoid
o Perkiraan perdarahan
o Tipe dan volume produk darah yang ditransfusikan
o Tipe dan volume cairan yang ditransfusikan
o Nilai BIS
o Pengukuran tekanan darah.
 Data paskaoperatif  pemantauan 2x sehari (antara pukul 08.00-10.00
kemudian 18.00-20.00)
o Masuk ke ICU
o Intensitas nyeri 3 hari pertama dengan Numerical Rating Scale / NRS, 0-
10
o Penggunaan obat-obatan analgesia dan sedatif dalam 7 hari
o Adanya komplikasi paskaoperatif dalam 30 hari
o Lama rawat di RS paskaoperasi
o Mortalitas 30 hari dengan sebab apapun
o Pasien yang masuk ICU  skor APACHE II, waktu hingga ekstubasi, dan
lama rawat di ICU
o Pasien yang bertahan hidup hingga 30 hari  fungsi kognitif (Telephone
Interview for Cognitive Status-modified / TICS-m, skor 0-48)
o Komplikasi paskaoperatif
o Kejadian yang tidak diinginkan  hipotensi, hipertensi, bradikardi,
takikardi, agitasi emergensi, aritmia

6. Penilaian Neurokognitif
 Uji neuropsikologis  pada kelompok subjek dan kontrol, 1 hari sebelum dan
1 minggu setelah operasi di bangsal RS

5
 Penundaan pemulihan neurokognitif  dengan definisi ISPOCD1
o Untuk mencegah learning effect, skor baseline dibandingkan dengan
skor 1 minggu, untuk memperoleh delta X kontrol dan SD(delta X
kontrol). Nilai Z diperoleh dengan rumus:

o Pasien dianggap mengalami penundaan pemulihan neurokognitif jika


kedua skor Z pada uji tersebut ≤-1,96.

7. Analisis Statistik: Perhitungan Jumlah Sampel


 Dengan tingkat signifikansi 0,05 dan kekuatan penelitian pada 90%, ukuran
sampel yang dibutuhkan untuk mendeteksi penurunan 52% (dari 30%) adalah
322 pasien
 Mempertimbangkan laju loss-to-follow-up 10%, penulis menetapkan
menginklusikan 358 pasien.
 Ukuran sampel dihitung dengan perangkat lunak PASS 11,0.

8. Analisis Hasil
 Hasil utama  insidensi penundaan pemulihan neurokognitif 1 minggu
paskaoperasi
 Hasil tambahan 
o Proporsi pasien yang masuk ke ICU paskaoperatif
o Lama rawat di RS paskaoperatif
o Terjadinya komplikasi yang lain dalam 30 hari
o Fungsi kognitif (skor TICS-m) pada yang bertahan hidup hingga 30
hari
o Tingkat mortalitas 30 hari.
 Analisis data:
o Variabel kontinu  Uji T tidak berpasangan atau uji U Mann-Whitney
o Variabel kategorik  Uji X2, uji X2 koreksi kontinu, atau uji Fisher
exact
o Odds ratio (OR) dengan analisis regresi logistik

6
o Hasil time-to-event dengan analisis kesintasan Kaplan-Meier
(perbedaan antar kelompok dengan uji log-rank dan hazard ratio (HR))
o Hasil keamanan dan hasil dianalisis pada populasi intention-to-treat
(ITT)
 Perangkat lunak analisis statistik  SPSS versi 14.0 untuk Windows.

HASIL
1. Karakteristik Subjek
 Periode studi  1 April 2015 – 15 Oktober 2016
o Total subjek yang direkrut dan dirandomisasi  392 subjek
o Total subjek yang menyelesaikan intervensi  387 subjek
o Total subjek yang menyelesaikan pemantauan uji neuropsikologi 
379 subjek
 Rerata nilai BIS selama anestesi lebih rendah pada kelompok propofol
dibandingkan sevofluran (p = 0,002).
 Proporsi operasi intraabdomen lebih rendah (proprosi operasi intratoraks lebih
tinggi) pada kelompok propofol dibandingkan sevofluran (p<0,001).
 Konsumsi propofol lebih tinggi pada kelompok propofol dibandingkan
sevofluran (p<0,001).
 Variabel-variabel dasar dan perioperatif lain setara pada kedua kelompok.

2. Fungsi Kognitif Subjek dan Kontrol


 Variabel-variabel seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan interval
waktu hingga uji pemantauan setara pada kelompok kontrol dan operasi.
 Insidensi penurunan kognitif pada periode pemantauan 1 minggu pada
kelompok subjek lebih tinggi dibandingkan kontrol (19,0% (72/379) vs. 6,8%
(4/59), p = 0,020).

3. Analisis Hasil
 Insidensi keterlambatan pemulihan neurokognitif lebih rendah secara
signifikan pada kelompok propofol dibandingkan kelompok sevofluran
(14,8% (28/189) propofol, vs. 23,2% (44/190) sevofluran; OR 0,577, IK 95%
0,342-0,975; p = 0,038).

7
 Analisis per-protokol menunjukkan perbedaan yang sama pada insidensi
keterlambatan pemulihan neurokognitif antar kelompok (14,3% (26/182)
propofol, vs 24,6% (42/171) sevofluran; OR 0,512, IK 0,298-0,990; p =
0,014).
 Skor nyeri NRS pada kondisi istirahat lebih rendah secara bermakna pada
kelompok propofol dibandingkan sevofluran, pada pagi pertama dan kedua
paska operatif (p = 0,013 dan 0,015, secara berurutan).
 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara dua kelompok terkait luaran klinis
lain paskaoperatif, termasuk komplikasi lain dalam 30 hari terakhir.
 Tidak ada pasien yang meninggal dalam 30 hari.

4. Analisis Keamanan
 Proporsi subjek yang mengalami takikardi selama anestesi jauh lebih rendah
pada kelompok propofol dibandingkan sevofluran (2,1% (4/195) propofol vs.
6,3% (12/19) dengan sevofluran, p = 0,038).
 Kejadian lain yang tidak diinginkan tidak berbeda secara bermakna pada
kedua kelompok.

DISKUSI
 Hasil studi  pada lansia yang menjalani operasi mayor kanker, anestesi
umum berbasis propofol mengurangi insidensi penundaan pemulihan
neurokognitif pada 1 minggu paskaoperatif, dibandingkan anestesi umum
berbasis sevofluran. Propofol juga mengurangi kejadian takikardi perioperatif.
 Perbandingan dengan studi lainnya 
o Studi kohort pasien-pasien non-kardiak  sejalan dengan studi kami,
bahwa penundaan pemulihan neurokognitif terjadi pada 9,1% - 25,8%
pasien pada 1 minggu paskaoperasi
o Studi-studi lain  sejalan dengan studi kami, bahwa pasien mengalami
penundaan pemulihan kognitif sebanyak 20-33,3% pada kelompok
sevofluran  studi kami mendapatkan 23,2% penundaan neurokognitif
pada kelompok sevofluran
 Mekanisme putatif yang mendasari penundaan pemulihan neurokognitif
setelah anestesi propofol 

8
1. Anestesi umum volatil dapat memiliki efek neurotoksik (akumulasi
beta-amiloid)  menyebabkan kerusakan kognitif (efek ini tidak
ditemukan pada propofol)
2. Respons neuroinflamasi yang diprovokasi stres operatif memainkan
peran yang penting terhadap terjadinya penurunan fungsi kognitif
perioperatif  anestesi volatil meningkatkan ekspresi sitokin pro-
inflamatori, sedangkan propofol tidak demikian
3. Intensitas nyeri lebih rendah pada propofol dibandingkan setelah
anestesi inhalasi  yang juga ditemukan pada studi ini dan mungkin
memperburuk fungsi kognitif paskaoperatif (namun hasilnya tidak
bermakna).
 Perlu diingat akan adanya efek perancu dari opioid (memerlukan studi lanjutan
untuk menilai fungsi kognitif paskaoperatif ini).
 Pada studi ini, takikardia terjadi selama anestesi, dan lebih banyak pada
kelompok sevofluran dibandingkan propofol  mekanismenya belum jelas.
o Sevofluran tidak mensensitisasikan miokardium terhadap katekolamin,
dan memiliki efek yang minimal pada sistem konduksi jantung
o Meskipun demikian, terdapat beberapa laporan aritmia yang diinduksi
sevofluran selama anestesi.
 Kekuatan studi ini dibandingkan studi-studi sebelumnya yang menilai efek
propofol vs anestesi inhalasi terhadap luaran kognitif paskaoperasi:
1. Uji neurokognitif yang meliputi 7 uji dengan 9 subskala dipilih
menurut konsensus penilaian luaran neuroperilaku paskaoperatif, dan
mencakup domain kognitif yang sering terkena paskaoperatif.
2. Adanya kelompok kontrol yang cocok dengan pasien, dan diagnosis
didasarkan pada definisi pada studi ISPOCD1, yang diterima sebagai
pendekatan yang valid.
3. Ukuran sampel relatif besar, dan effect size nya bermakna secara klinis.
 Keterbatasan studi ini:
1. Analisis ini dilakukan menggunakan data lansia yang direkrut dari 1
pusat pelayanan kesehatan, sehingga generalisabilitasnya dapat
dipertanyakan.

9
2. Efek buruk dari sevofluran mungkin terlalu direndahkan karena
propofol juga digunakan selama induksi anestesi.
3. Pemantauan BIS digunakan untuk memandu maintenance anestesi, dan
nilai BIS rerata bervariasi antara kedua kelompok.
4. Banyak operasi yang berbeda diinklusikan pada studi ini (propofol
mungkin lebih unggul dibandingkan sevofluran pada beberapa
operasi).
5. Delirium dan penundaan pemulihan neurokognitif mungkin
bertumpukan (efek dua agen anestesi tersebut terhadap delirium belum
diketahui).
6. Ukuran sampel dihitung untuk mendeteksi perbedaan penundaan
pemulihan neurokognitif pada 1 minggu paska-operasi  tidak
diketahui jika penurunan insidensi penundaan pemulihan neurokognitif
dikaitkan dengan perbaikan pada luaran klinis yang dini lainnya.
 Arahan ke masa depan  studi ini menyediakan impetus untuk riset-riset
berikutnya yangmempelajari efek berbagai agen anestesi terhadap luaran
kognitif paskaoperasi.

KESIMPULAN
 Anestesi umum berbasis propofol lebih mengurangi insidensi penundaan
pemulihan neurokognitif pada pasien lansia pada 1 minggu paska-operasi
mayor kanker, dibandingkan dengan anestesi umum berbasis sevofluran.
 Dampak anestesi intravena vs. inhalasi pada luaran jangka panjang sedang
diteliti.

***

10
LAMPIRAN

11
12
13

Anda mungkin juga menyukai