Anda di halaman 1dari 23

Karasteristik Dan Bentuk-Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS)

Dosen Pengampu:

Saifuddin Syuhri, ME.i

Oleh:

Muh. Ikbal (18540123)

Jurusan S1 Perbankan Syari’ah


Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Tahun Ajaran 2019/2020
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah ta’ala, yang telah mencurahkan segenap
nikmatNya kepada kita, sehingga pada kesempatan kali ini kami bisa menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan baik.

Salawat dan salam senantiasa kita kirimkan kepada Nabi kita tercinta yakni Nabi
Muhammada Shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada keluarganya, sahabatnya serta
pengikutnya sampai datangnya hari kiamat kelak. Karena atas perjuangan beliau beserta para
sahabatnya sehingga kita dapat merasakan manisnya ISLAM sebagaimana yang kita rasakan
sekarang.

Pembaca yang mulia, pada makalah ini kami akan membahas tentang Karasteristik dan
Bentuk-Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Kami berharap semoga tulisan
ini bisa memeberikan sedikit wawasan kepada kita pada mata kuliah “Lembaga Keuangan
Mikro Syariah”. Kemudian kami juga tidak lupa untuk mengungkapan rasa terima kasih
kepada dosen pembimbing kami yaitu bapak Saifuddin Syuhri, ME.i karena atas rahmat
Allah melalui dorongan beliau sehingga penyususnan makalah ini bisa terselesaikan.

Kemudian kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekeliruan dan kesalahan, karenanya kami sangat mengharapkan terkhusus kepada
dosen pembimbing kami dan kepada teman-teman masukan yang sifatnya membangun untuk
kami agar dalam penyusunan makalah selanjutnya kami kerjakan dengan lebih baik lagi dan
lebih semangat.

Malang, 15 Februari 2020

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
2.1 BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT) ............................................................................... 2
A. Pengertian .............................................................................................................................. 2
B. Sejarah Pendirian Baitul Maal Wattamwil (BMT) ............................................................. 2
C. Organisasi Baitul Maal Wattamwil (BMT) .......................................................................... 3
D. Operasional BMT .................................................................................................................. 3
2.2 KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS) ..................................................... 10
A. Pengertian ............................................................................................................................ 10
B. Tujuan Koperasi Syariah ................................................................................................... 10
C. Peran dan Fungsi Koperasi Syariah (Kopsyah) ............................................................... 11
D. Landasan Hukum Koperasi Syariah (Kopsyah) .............................................................. 11
E. Produk Koperasi Syariah ................................................................................................... 12
2.3 BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARI’AH (BPRS) ............................................. 13
A. Pengertian ............................................................................................................................ 13
B. Sejarah Berdirinya BPR Syari’ah ..................................................................................... 14
C. Tujuan BPR Syariah ........................................................................................................... 14
D. Usaha-Usaha BPR Syariah ................................................................................................. 14
E. Ketentuan Dalam Pendirian BPR Syariah ....................................................................... 16
F. Organisasi/Manajemen BPRS ............................................................................................ 17
2.4 PERBEDAAN BMT, KOPERASI SYARIAH DAN BPRS ............................................. 18
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 19
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 20

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lembaga Keuangan Mikro Syariah adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan
untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan memperdayakan masyarakat, baik
melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha mikro kepada anggota dan masayarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang
tidak semata-mata mencari keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Lembaga keuangan mikro syari’ah tidak berbeda jauh dengan lembaga keuangan
mikro pada umumnya. Lembaga keuangan mikro syariah memiliki beberapa persamaan
dalam hal produk yang diberikan kepada nasabah seperti penghimpunan dana, penyaluran
dana, dan produk jasa yang diberikan kepada nasabah.
Pada pembahasan makalah ini kita akan memfokuskan bahasan mengenai
“Karasteristik dan Bentuk-bentuk Keuangan Mikro Syariah”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka muncullah rumusan masalah;
1. Bagaimana bentuk-bentuk lembaga keuangan mikro syariah?
2. Apa saja karasteristik dari masing-masing bentuk lembaga keuangan mikro
syari’ah?
3. Bagaiman perbedaan bentuk-bentuk keuangan mikro syariah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penyususnan laporan ini adalah;
4. Menjelaskan tentang bentuk-bentuk lembaga keuangan mikro syariah?
5. Menjelaskan karasteristik dari masing-masing bentuk lembaga keuangan mikro
syari’ah?
6. Menjelaskan perbedaan dari masing-masing bentuk keuangan mikro syariah?

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT)


A. Pengertian
Baitul Maal Wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitut
Tamwil. Baitul Maal berhubungan dengan usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran
dana yang non-profit, seperti; zakat, sedekah dan infaq. Sedangkan Baitut Tamwil
sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.
B. Sejarah Pendirian Baitul Maal Wattamwil (BMT)
Sejak awal 1990-an, setelah berdirinya Bank Muammalat Indonesia (BMI) timbul
peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. Disamping
operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,
maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro syariah,
seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan
operasionalisasi di daerah.
Selain itu, ditengah masyarakat yang hidup serba berkecukupan timbul kekhwatiran
akan muncul pengikisan akidah. Pengikisan Akidah ini tidak hanya disebabkan oleh
lemahnya syiar islam tetapi juga dipengaruhi lemahnya ekonomi. Bukankah ada
ungkapan yang mengatakan “Kefakiran itu mendekati kekufuran”? maka dengan
keberadaan BMT diharapkan mampu mengatasi masalah ini lewat pemenuhan-
pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Di sisi lain, maraknya rentenir di tengah-tengah masayarakat yang menjerumuskan
masyarakat pada masalah ekonomi yang tidak menentu. Besarnya pengaruh rentenir
terhadap perekonomian masyarakat disebabkan karena tidak adanya unsur-unsur yang
cukup akomodatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Nah
dengan keberadaan BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki
kondisi ini.
C. Organisasi Baitul Maal Wattamwil (BMT)
Untuk memperlancar tugasnya maka BMT memiliki Struktur organisasi yang
meliputi, Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok, Dewan Syariah,
Pembina Manajemen, Manajer, Pemasaran, Kasir dan Pembukuan. Adapun tugas dari
masing-masing struktur di atas adalah sebagai berikut:

2
1. Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok memegang kekuasaan tertinggi
di dalam memutuskan kebijakan-kebijakan makro BMT.
2. Dewan Syariah, bertugas mengawasi dan menilai operasionalisasi BMT.
3. Pembina Manajemen, bertugas untuk membina jalannya BMT dalam
merealisasikan programnya.
4. Manajer bertugas menjalankan amanat musyawarah dengan BMT dan memimpin
BMT dalam merealisasikan programnya.
5. Pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT.
Kasir bertugas melayani nasabah.
6. Pembukuan betugas untuk pembukuan atas aset dan omzet BMT.
D. Bentuk-bentuk Operasional BMT
Secara umum BMT melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat
(anggota) dan penyaluran dana kepada pelaku UMK. Pola kerja sama yang dijalankan
BMT adalah berdasarkan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah bentuk kerjasama yang
membagi hasil keuntungan usaha maupun kerugian usaha yang diperoleh. Kerja sama
BMT dengan penyimpan dana, dasar perhitungannya diperoleh dari keuntungan atau
kerugian BMT setelah menyalurkan dana kepada pelaku UMK. Sedangkan kerja sama
BMT dengan pelaku UMK a, dasar perhitungan bagi hasilnya adalah dari perolehan
laba/rugi UMK setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT.
1. Pola Tabungan/Simpanan BMT
Tabungan atau simpanan adalah dana yang disimpan atau dititipkan oleh orang
atau badan kepada BMT. Akad simpanan pada umumnya ada dua jenis yaitu:
akad mudharabah (bagi hasil) dan akad wadi’ah (titipan). Beberapa nama
simpanan/tabungan yang dikenal pada BMT antara lain:
a. Tabungan Persiapan qurban;
b. Tabungan Pendidikan;
c. Tabungan Persiapan untuk nikah;
d. Tabungan persiapan untuk melahirkan;
e. Tabungan naik haji/umrah
f. Simpanan berjangka/deposito;untuk tabungan umumnya digunakan akad
wadi’ah (titipan). Sedangkan tabungan berjangka digunakan akad
mudharabah;
g. Simpanan untuk melahirkan;

3
h. Simpanan sukaela;
i. Simpanan hari tua;
j. Simpanan akikah, dan lainnya.
2. Prinsip Pembiayaan atau Bagi Hasil
Adalah sejumlah dana yang diberikan BMT kepada nasabah yang membutuhkan,
untuk membiayai suatu usaha yang berbasis bagi hasil. Beberpa model
mpembiayaan yang dapat diterpakan BMT adalah:
a. Al-Mudharobah, adalah suatu kerja sama antara dua pihak dimana pihak
pertama bertindak sebagai (shohibul maal) pemilik/penyedia dana dan
pihak kedua sebagai (mudharib) yang bertanggung jawab sebagai
pengelola dana atau usaha. Keuntungan atau kerugian ditanggung bersama
sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama sebelumnya.
b. Al- Musyarakah, adalah suatu kerja sama usaha antar dua pihak atau lebih
dalam suatu kegiatan usah dimana masing-masing pihak berahak atas
segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi
sesuai dengan penyertaan masing-masing
c. Al-Muzara’ah, adalah dengan memberikan lahan kepada si penggarap
untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase)
dari hasil panen.
d. Al-Musyaqah, adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si
penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan si penggarap atas rasiao tertentu dari hasil panen.
3. Sistem Jual beli
Sistem jual beli ini dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah
sebagai agen yang diberikan kuasa untuk melakukan pembelian barang atas
nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan
harga sejumlah harga beli ditambah mark-up (keuntungan) bagi BMT.
Keuntungan yang diperoleh BMT nantikan akan dibagikan kepada penyedia
dan penyimpan dana.
Adapun jenis transaksi di BMT adalah sebagai berikut:
a. Ba’i Murabahah, adalah proses jual beli yang barang pada harga pokok
ditambah keuntungan yang disepakati antar penjual dan pembeli.

4
b. Ba’i As-salam, adalah proses jual beli barang yang dimana pembayaran
dilakukan di awal dan penyerahan barang dilakukan kemudian.
c. Ba’i Al-Istisna’, adalah proses kontrak order yang ditandatangani bersama
antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.
d. Ba’i Bitsaman Ajil, adalah proses jual beli barang pada harga pokok
ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli dimana
pembayaran di lakukan secara diangsur (kredit) sesuai dengan jangka
waktu yang disepakati bersama.
e. Ba’i Mutanaqisoh, atau musyarakah menurun adalah kombinasi antara
musyarakah dan ijarah (perkongsian dengan sewa) dimana mitra yang
berkongsi dalam satu usaha menyertakan modalnya masing-masing. Dalam
musyarakah mennurun ini bagian modal salah satu mitra akan dialihkan
secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga pada akhir masa akad
(kontrak) bagian modal salah satu mitra akan menurun dan sebaliknya
mitra lainnya akan naik sampai akhirnya usaha tersebut menjadi penuh
milik mitra tersebut.
4. Sistem Pinjaman Non-Profit (Qordul Hasan)
Sistem yang biasa disebut dengan pembiayaan kebajikan (Qordul
Hasan) ini merupakan pembiayaan yang bersifat sosial dan non-komersial
nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.
Transakasi ini dilakukan oleh BMT tanpa orientasi profit atau margin.
Pinjaman dilakukan kepada nasabah atau anggota masyarakat khusus, yaitu
mereka yang memang berhak dibantu sehingga bisa menjalankan usahanya.
Biasanya meraka yang masuk kedalam kategori miskin. Sumber dana yang
dikeluarkan untuk Pinjaman kebajikan (qordhul hasan) bukan dari dana
komersil, namun dari dana zakat, sosial, infak dan shodaqah (ZIS).
5. Jasa
Disamping barang, pembiayaan yang dilakukan BMT juga berbasis pada
jasa dan pendapatan yang diperoleh berasal dari fee pengguna jasa. Beberapa
transaksi yang berkaitan dengan jasa ini antara lain:
a. Ijarah atau sewa, adalah kontrak sewa dengan memberi penyewa untuk
mengambil manfaat dari sarana/barang sewaan untuk jangka waktu tertentu
dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.

5
b. Ba’i At-Takriji atau disebut juga ijarah muntahiya bi at-tamlik, adalah
suatu kontrak sewa yang di akhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini
pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya
merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.
6. Produk pembiayaan/kredit usaha kecil dan mikro
Penyedian uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam di antara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu
tertentu.
a. Pembiyaan Al- Mudarabah, yaitu pembiayaan modal yang menggunakan
mekanisme bagi hasil;
b. Pembiayaan Al- Musayarakah, yaitu pembiayaan bersama dengan
mekanisme bagi hasil;
c. Pembiayaan Murabbahah, yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang
dibayar pada saat jatuh tempo;
d. Piutang Al-Ba’i Bitsaman Ajil, pemilikan barang tertentu dengan
mekanisme pembayaran cicilan.
e. Pinjaman Qordhul Hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan
pengembalian kecuali sebatas admisnistrasi.
7. Pelayanan Zakat dan Shadaqah
a. Pengggalangan dana zakat, infaq, shadaqoh (ZIS)
- ZIS dari masyarakat
- Lewat kerjasama antara BMT dengan lembaga badan Amil Zakat, infaq,
dan shadaqah (BAZIS)
b. Dalam penyaluran dana ZIS
- Digunakan untuk pemberian pembiayaan yang bersifat hanya
membantu.
- Pemberian beasiswa bag ipeserta yaang berprstasi atau kurang mampu
dalam membayar SPP.
- Penututpan terhadap pembiayaan yang macet karena faktor kesulitan
pelunasan.
- Membantu pengobatan masyarakat yang kurang mampu.
c. Penghimpunan Dana

6
1) Penyimpanan dan penggunaan dana
a. Sumber Dana BMT
- Dana masyarakat
- Simpanan biasa
- Simpanan berjangka atau deposito
- Lewat kerja antara lembaga dan institusi

Dalam penggalangan dana BMT biasanya terjadi transaksi yang


berulang-ulang, baik penyetoran dan penarikan

b. Kebiasaan penggalangan dana


- Penyandang dana rutin tapi tetap, besarnya dana biasanya
variatif
- Penyandang dana rutin tidak tetap besarnya dana biasanya
variatif
- Penyandang dana rutin temporal-deposito minimal
Rp1.000.000,- sampai Rp5.000.000,-
c. Pengambilan dana
- Pengambilan dana rutin tertentu yang tetap
- Penggalangan dana tidak rutin tetapi tertentu
- Pengambilan dana tetap tertentu
- Pengambilan dana sejumlah tertentu tapi pasti
d. Penyimpaann dan penggalangan dalam masyarakat dipengaruhi
- Memperhatikan momentum
- Mampu memberikan keuntungan
- Memberikan rasa aman
- Profesionalisasi
2) Penggunaan Dana
a. Penggalangan dana digunakan untuk:
- Penyaluran melalui pembiayaan
- Kas tangan
- Di tabungkan di BPRS atau di Bank Syariah
b. Penggunnaan dana masyarakat yang harus disalurkan kepada:
- Penggunaan dana BMT yang rutin dan tetap

7
- Penggunaan dana BMT yang rutin dan tidak tetap
- Penggunaan dana BMT yang tidak rutin dan tetap
- Penggunaan dana BMT yang tidak tentu.
c. Sistem Pngangsuran dan pengembalian dana
- Pengangsuran yang rutin dan tetap
- Pengangsuran yang tidak rutin dan tetap
- Pengangsuran yang jatuh tempo
- Pengangsuran yang tidak tentu (kredit macet)
d. Klarifikasi pembiayaan
- perdagangan
- Industri rumah tangga
- Pertanian/ peternakan/perikanan
- Konveksi
- Pecetakan
- Jasa-jasa/lain
e. Jenis Angsuran
- Harian
- Mingguan
- 2 mingguan
- Bulanan
- Jatuh tempo
f. Antisipasi kemacetan dalam pembiayaan BMT
- Evaluasi terhadap kegiatan pembiayaan
- Merevisis segala kegiatan pembiayaan
- Pemindahan akad baru
- Mencarikan donatur yang bisa menutup pembiayaan
8. Mendirikan BMT
1) Modal Pendirian BMT
BMT dapat didirikan dengan modal awal sebesar Rp20.000.000,- (dua
puluh juta rupiah) atau lebih. Namun demikian, jika terdapat kesulhtan
dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal
Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) bahkan Rp5.000.000,- (lima juta
rupiah). Modal awal ini dapat berasal dari satu atau beberapa tokoh

8
masyarakat setempat, yayasan, kas masjid atau BAZIS setempat. Namun
sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri antara 20 sampai 44 orang.
Jumlah batasan 20 sampai 44 anggota pendiri, ini diperlukan agar BMT
menjadi milik masyarakat setempat.
2) Badan Hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat
atau koperasi.
a. KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat dengan mendapat
Surat Keterangan Operasional dan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil).
b. Koperasi serba usaha atau koperasi syariah.
c. Koperasi simpan pinjam syariah (KSP-S).
3) Tahap Pendirian BMT
Adapun tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam pendirian BMT adalah
sebagai berikut:
a. Pemrakarsa membentuk panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) di
lokasi tertentu, seperti masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan,
kecamatan atau lainnya.
b. P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar
Rp5.000.000,- sampai Rp.10.000.000,- atau lebih besar mencapai
Rp20.000.000,-, untuk segera memulai langkah operasional. Modal
awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZ
pemda atau sumber-sumber lainnya.
c. Atau langsung mencari pemodal-pemodal pendiri dari sekitar 2
sampai 44 orang di kawasan itu untuk mendapatkan dana urunan
hingga mencapai jumlah Rp20.000.000,- atau minimal
Rp5.000.000,-
d. Jika calon pemodal telah ada maka dipilih pengurus yang ramping
(3 sampai 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengerahka
kebijakan BMT.
e. Melatih 3 calon pengelola (mininal berpendidikan D3 dan lebit S1)
dengan menghubungi Pusdiklat PINBUK Propinsi ata Kab/Kota.

9
f. Melaksanakan persiapan-persiapan sarana perkantoran dan formit
yang diperlukan.
g. Menjalankan bisnis oporasi BMT secara profesional dan sehat.
2.2 KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS)
A. Pengertian
KJKS kependekan dari Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Secara khusus, istilah
ini merujuk kepada Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah
Nomor 91/Kep/MKUKM/IX/ 2004, yang disebutkan bahwa Koperasi Jasa Keuangan
Syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan,
investasi, dan simpanan yang sesuai pola bagi hasil (syariah).
Berdasarkan definisi tersebut maka, apa yang dijalankan oleh BMT yang ada di
Indonesia selama ini dapat digolongkan dalam KJKS. Oleh karena itu BMT dapat pula
disebut dengan Koperasi Syariah (Kopsyah). Usaha Kopsyah meliputi segala kegiatan
usaha yang halal, baik dan bermanfaat serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil,
tidak riba, tidak maysir, serta menghindari gharar.
B. Tujuan Koperasi Syariah
Kopsyah bertujuan untuk menigkatksn keejahterakan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang
berkeadilan sesuai dengan prinsip syari’ah. Hal ini dipertegas dengan adanya nilai dan
norma syariah terkait modal dan pola pengembangannya. Pola pembagian keuntungan
dan risiko harus dipertimbangkan sesuai dengan norma syariah, setiap transaksi baik
individu maupun lembaga harus dilandasi dengan prinsip keadilan dan persaudaraan.
Hal ini menunjukan banyaknya ayat dalam Al-qur’an yang menyatakan akan
pentingnya keadilan dalam kehidupan ekonomi. Dalam surah Al-Maidah (5) ayat 8
secara tegas dinyatakan:
“Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.”
Lebih khusus dinyatakan dalam surah Al-Hasyar (59) ayat 7 tentang pentingnya
ekonomi, yaitu:
“supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu”.
Oleh karenaya, koperasi syariah harus mampu membangun tatanan
perekonomian yang berkeadilan, menjunjung tinggi kebebasan pribadi untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial sesuai dengan prinsip islam.

10
C. Peran dan Fungsi Koperasi Syariah (Kopsyah)
a. Sebagai manajer investasi, Maksudnya adalah Kopsyah berperan sebagai
penghubung bagi para pemilik dana. Kopsyah akan menyalurkan dana kepada
anggota yang berhak, atau bisa juga kepada anggota yang sudah ditunjuk pemilih
dana.
b. Sebagai Investor, Kopsyah berperan sebagai investor (pemilik dana) mana kala
sumber dana yang diperoleh dari anggota maupun dana dari pihak lain yang
dikelola kopsyah tanpa persyaratan khusus dari pemilik dana. Prinsip pengelolaan
dana ini disebut dengan mudharobah mutlaqoh yaitu investasi dana yang dihimpun
dari anggota maupun pihak lain dengan pola investasi syariah.
c. Fungsi sosial, Kopysah mengharuskan adanya pemberian pelayanan sosial baik
kepada anggota maupun kepada masyarakat dhu’afa. Kepada anggota yang
membutuhkan pinjaman darurat dapat diberikan pinjaman kebajikan (qordh)
dengan pengembalian pokok yang dananya berasal dari modal maupun laba yang
dihimpun. Sementara bagi masyarakat dhuafa dapat diberikan pinjaman kebajikan
dengan atau tanpa pengembalian pokok (qordul hasan) yang dananya bersumber
dari (zakat, infaq dan shodaqoh). Pinjaman qodhul hasan ini diutamakan sebagai
modal bagi masyarakat dhuafa agar usahanya menjadi besar, jika usahanya tidak
berkembang atau mengalami masalah, maka tidak dibebani dengan pengembalian
pokok.
D. Landasan Hukum Koperasi Syariah (Kopsyah)
a. UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
b. UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
c. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia No. 91/Kep/IV/KUKM/IX/ 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
d. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia No. 35.2/PER/M.KUKM/X/ 2007 tentang Pedoman Standar
Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keungan
Syariah.
e. PP. No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam.
f. Kopsyah berlandaskan syariah Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
prinsip saling menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful) dan

11
berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas asas
kekeluargaan.

E. Bentuk-bentuk Produk Koperasi Syariah


Produk yang dikelola Koperasi Syariah yang bergerak pada jasa keuangan adalah
produk simpanan, produk pembiayaan, produk investasi.
1. Produk Simpanan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah menghimpun dana dari anggota, calon
anggota dan koperasi lainnya. Simpanan adalah dana yang diperayakan oleh
anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam
bentuk simpanan/tabungan berjangka.
a. Simpanan Wadiah Yad Dhammanah, simpanan anggota pada koperasi dengan
akad wadiah/titipan, tetapi dengan seizin penyimpan dapat digunakan oleh
KJKS/UJKS untuk kegiatan operasional koperasi, dengan ketentuan penympan
tidak mendapatkan bagi hasil atas penyimpanan dananya, tetapi bisa
dikompesasikan dengan imbalan bonus yang besarnya ditentukan sesuai
kebijakan dan kemampuan koperasi.
b. Simpanan Mudharabah Al-Mutlaqah, tabungan anggota pada koperasi dengan
akad Mudharabah Al-Mutlaqah yang diperlakukan sebagai investasi anggota
untuk dimanfaatkan secara prduktif dalam bentuk pembiayaan kepada anggota
lain secara profesional dengan ketentuan penyimpan mendapatkan bagi hasil
sesuai nisbah kesepakatan di awal.
c. Simpanan berjangka Mudharabah/simpanan berjangka (deposito) mudharabah,
tabungan anggota pada koperasi dengan akad Mudharabah Al-Mutlaqah yang
penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu, berdasarkan perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang
bersangkutan.
2. Produk Pembiayaan
Pembiayaan pada koperasi syariah adalah penyediaan dana untuk investasi atau
kerja sama permodalan antara koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi
lain dan atau anggotanya, yang mewajibkan penerima pembiayaan untuk melunasi
pokok pembiayaan yang diterima kepada pihak koperasi, sesuai akad disertai

12
dengan pembayaran sejumlah bagi hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan
yang dibiayai tersebut. Pembiayaan pada koperasi syariah antara lainn:
a. Pembiayaan Mudharaba.
b. Pembiayaan Musyarakah
c. Pembiayaan Murabbahah
d. Pembiayaan Salam
e. Pembiayaan Istisna
f. Piutang Ijrah
g. Ijarah Mintahiya Bittamlik
h. Qordh
i. Rahn
3. Produk Investasi
Produk Investasi pada koperasi syariah dapat berupa:
a. Investasi Terikat, artinya anggota atau calon anggota menyerahkan investasi
dana kepada KJKS/UJKS untuk dikelola dengan beberapa persyaratan tertentu
dengan menggunakan akad mudharabah muqayyadah.
b. Investasi tidak terikat: (1) Investasi Murabahah, nasabah menempatkan
simpanan pada KJKS/UJKS, dan hanya bisa ditarik sesuai dengan persyaratan
tertentu yang disepakati. Invesatasi murabahah dinyatakan sebesar nilai
investasi pemegang tabungan di KJKS/UJKS. (2) Deposito berjangka
mudharabah simpanan nasabah yang hanya bisa ditarik pada waktu tertentu,
sesuai dengan perjanjian antara nasabah pemegang deposito mudharabah
dengan KJKS/UJKS. Deposito berjangka mudharabah dinyatakan sebesar nilai
nominal sesuai dengan perjanjian antara pemegang deposito dengan
KJKS/UJKS.

2.3 BANK PENGKREDITAN RAKYAT SYARI’AH (BPRS)


A. Pengertian
Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) menurut undang-undang (UU) Perbankan No. 7
tahun 1992, adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam
bentuk deposito tabungan berjangka dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangakan pada UU

13
perbankan No. 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank
yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvesional maupun prinsip syari’ah.
BPR dalam menjalankan kegiatan usahanya selanjutnya diatur berdasarkan prinsip
syariah dalam keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Pengkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
B. Sejarah Berdirinya BPR Syari’ah
Status hukum BPR diakui pertama kali dalam Pakto tanggal 27 Oktober 1998,
sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, moneter dan perbankan. Secara
historis BPR adalah penjelmaan dari banyak lembaga keuangan sebelumnya, seperti;
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar dan lembaga lainnya. Berdirinya BPR Syariah
tidak bisa dilepaskan dari pengaruh berdirinya lembaga-lembaga keuangan tersebut di
atas. Hingga muncul pemikiran untuk mendirikan Bank Muammalat Indonesia pada di
tingkat nasional yang berdiri tahun 1992. Namun karena jangkauan BMI terbatas pada
wilayah-wilayah tertentu, misalnya di kabupaten, kecamatan, dan desa. Oleh
karenanya peran BPR Syariah diperlukan untuk menangani masalah keuangan pada
masyarakat di wilayah-wiayah tersebut.
C. Tujuan BPR Syariah
Adapun tujuan yang di kehendaki dengan berdirinya BPR Syariah adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah pada umumnya yang berada di pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat
mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
meningkatkan pendapatan per kapita menuju hidup yang memadai.
D. Bentuk-bentuk Produ BPR Syariah
Dalam pengarahan dana masyarakat, BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa
keuangan dalam berbagai bentuk:
1. Simpanan Amanah, disebut simpanan amanah, karena bank menerima titipan
amanah dari nasabah dengan bentuk perjanjian wadiah. Yaitu titipan yang tidak
menanggung risiko, namun bank akan memberikan bonus dari bagi hasil
keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaan kepada nasabahnya.
2. Tabunga wadiah, dalam tabungan ini bank menerima tabungan dalam bentuk
tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam

14
bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan
bank memberikan bonus kepada nasabah yang diperoleh bank dari bagi hasil dan
kegiatan pembiayaan kredit kepada nasabah lain. Bonus tabungan ini dapat
diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kepada nasabah pada setiap
bulannya.
3. Deposito Wadiah Mudharabah, produk ini bank menerima deposito berjangka
dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat berbentuk wadiah dan dapat pula
berbentuk mudharabah. Lazimnya jangka waktu deposito adalah 1, 2, 6, 12 bulan
dan seterusny sebagai bentuk penyertaan modal (sementara). Maka
nasabah/deposan mendapat bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bank
dari pembiayaan /kredit yang dilakukan kepada nasabah-nasbah lainnya.

Fasilitas pengerahan dana, juga dapat dipergunakan untuk menitipkan sedekah,


infak, zakat, tabungan haji, tabungan kurban, tabungan aqiqah, tabungan keperluan
pendidikan, tabungan pemilikan kendaraan, tabungan pemilikan rumah, bahkan bisa
digunakan untuk sarana penitipan dana-dana mesjid, dana pesantren, yayasan, dan
lain sebagainya. Selain itu, BPR Syariah dapat pula bertindak sebagai baitul maal,
yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, shadaqah, waqaf, hibah, atau
dana sosial lainnya dan menyalurkan kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan
atau pinjam kebajikan (qordul hasan).

Sementara dalam menyalurkan dana masyarakat BPR syariah dapat memberikan


jasa-jasa keuangan seperti:

1. Pembiayaan Mudharabah, bank mengadakan akad dengan nasabah (pengusaha).


Bank menyediakan pembiayaan modal usaha bagi proyek yang akan dikelola oleh
pengusaha. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi (bagi hasil) sesuai
kesepakatan yang diikat oleh bank dan pengusaha.
2. Pembiayaan Musyarakah, bank dengan pengusaha mengadakan perjanjian. Bank
dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayai suatu proyek yang juga dikelola
secara bersama-sama. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi
sesuai dengan penyertaan masing-masing pihak.
3. Pembiayaan Ba’i Bitsaman Ajil, bank mengikat perjanjian dengan nasabah. Bank
menyediakan dana untuk pembelian sesuatu barang/aset yang dibutuhkan oleh
nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.
15
Pembatasan usaha BPR syariah secara tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK Dierktur
BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut keputusan ini, kegiatan operasional BPR
syariah adalah:

1. Menghimpun dana dari masayarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi;


a. Tabugan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
b. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
c. Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadhiah dan mudharabah.
2. Melakukan penyaluran dana melalui:
a. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip;
- Mudhrabah
- Istisna
- Ijarah
- Salam
- Jual beli lainnya.
b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip;
- Mudharabah
- Musyarakah
- Dan bagi hasil lainnya.
c. Pembiayaan lain berdasarkan prinsip;
- Rahn
- Qordh
3. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR syariah sepanjang disetujui
oleh Dewan Syariah Nasional.
Dalam SK Dierktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. BPR syariah dilarang untuk
menerima simpanan dana dalam bentuk giro sekalipun hal itu dilakukan dalam
bentuk wadiah. BPR juga dilarang untuk:
1. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing,
2. Melakukan penyertaan modal,
3. Melakukan usaha peransurasian.
E. Ketentuan Dalam Pendirian BPR Syariah
1. Syarat Pendirian
Adapun syarat-syarat pendirian BPR syariah adalah sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia
16
b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemilikannya oleh warga negara
Indonesia.
c. Pemerintah Daerah, atau
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam poin a, poin b, dan poin c.

Pemberian izin pendirian BPR syariah dapat dilakukan dengan dua tahap:
pertama, persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan
pendirian BPR syariah. Kedua, ijin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha BPR syariah setelah persiapan persetujuan prinsip
dilakukan.

Menurut ketentuan pasal 15 SK DIR BI No. 32/36/1999. Yang menjadi


pemilik BPR syariah adalah pihak-pihak yang:

1. Tidak termasuk dalam daftar orang yang tercela di bidang perbankan sesuai
dengan yang ditetapkan Bank Indondesia.
2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas
yang baik, antara lain:
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik,
b. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku,
c. Bersedia mengembangkan BPR.
2. Modal
Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPR Syariah di tetapkan
sekurang-kurangnya sebesar:
a. Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) untuk BPR syariah yang didirikan di
wilayah daerah khusus Ibu Kota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kotamadya
Tanggerang, Bogor, Bekasi dan Karawang.
b. Rp1.000.000.000,- (satu miliar) untuk BPR syariah yang didirikan di wilayah
Ibu Kota Propinsi di luar wilayah seperti tersebut pada poin a di atas.
c. Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk BPR syariah yang didirikan di
luar wilayah yang disebut pada poin a dan poin b.
F. Organisasi/Manajemen BPRS
Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999, kepengurusan BPR syariah
terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi di samping kepengurusan, suatu BPR
syariah wajib pula memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi
17
kegiatan BPR syariah. Jumlah anggota komisaris BPR syariah harus sekurang-kurang
1 (satu) orang. Sedangkan direksi BPR syariah sekurang-kurang harus 2 (dua) orang.
Anggota direksi dilarang mempunyai hubangan keluarga dengan:
1. Anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, termasuk
mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termsuk ipar, suami/istri.
2. Dewan komisaris dalam huungan sebagai orang tua, anak, dan suami/istri.

2.4 PERBEDAAN BMT, KOPERASI SYARIAH DAN BPRS


Berdasarkan hasil pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditemukan perbedaan
antara masing-masing bentuk lembaga keuangan mikro syari’ah tersebut adalah sebagai
berikut:

No. BMT Koperasi Syari’ah BPR Syari’ah

Di bawah naungan Berbadan Hukum Di bawah naungan


1.
Departemen Koperasi. Koperaasi. Departemen Keuangan.

Modal awal kurang dari Modal kurang dari 100 Modal awal min. 2
2.
100 juta. juta. Milyar.

Berasaskan Berasaskan Masih persifat


3.
kekeluargaan. Kekeluargaan. prosedural.

Memiliki dua lembaga, Memiliki satu lembaga Memiliki satu lembaga


4.
Lembaga Zakat dan yaitu Lembaga Keungan yaitu Lembaga Keungan
Kembaga Keuangan Syari’ah. Syari’ah.
Syari’ah

18
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Baitul Maal wattamwil lembaga keuangan mikro syariah yang memiliki dua fungsi
yaitu sosial dan ekonomi. Fungsi sosial melekat pada Bait Al-Maal, dimana seluruh harta
ataupun uang yang terkumpul di dalamnya dikelola, untuk memberi manfaat sebesar-
besarnya kepada penerimnaya (masyarakat). Dan fungsi ekonomi melekat pada Bait At-
Tamwil, dimana uang yang terkumpul di dalamnya dikelola dengan menggunakan prinsip
bisnis syari’ah.
Koperasi Syariah atau KJKS adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di
bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil. Koperasi Syariah
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya, serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam.
Sedangkan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah lembaga keuangan
yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syari’ah. BPRS bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, menambah lapangan kerja, dan membina
semangat ukhuwah Islamiyah.
Ada beberapa perbedaan antara BMT, Koperasi syariah dan BPRS syariah yaitu BMT
dan Koperasi Syariah berbadan hukum Koperasi sedangkan BPRS syariah berbadan
hukum keuangan, BMT dan Koperasi Syariah berasaskan kekeluargaan sedangkan BPRS
masih bersifat prosedural, BMT memiliki 2 lembaga yaitu lembaga zakat dan keuangan
sedangkan Kopsyah dan BPRS hanya satu lembaga yaitu lembaga keuangan. Akantetapi
Kosyah dan BPRS juga dapat dipergunakan untuk menitipkan sedekah, zakat dan infak.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, Joko. 2015. Buku Pintar Akuntasi Dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Yogyakarta:
Penerbit ANDI

Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta: Penerbit EKONISIA

Amalia, Euis. 2016. Keuangan Mikro Syari’ah. Bekasi: Penerbit Gramata Publishing

20

Anda mungkin juga menyukai