Anda di halaman 1dari 18

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH

Dosen Pengampu : SAIFUDDIN SYUHRI, M.E.I

Disusun oleh : Salsabil Salwa18540138

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2019/2020
Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
dengan baik dan tepat waktu. Kami juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Saifuddin Syuhri, M.E.I.
sebagai dosen pengampu mata kuliah Lembaga Keuangan Mikro Syariah di jurusan Perbankan Syariah
yang telah membimbing kami dalam proses pembelajaran.

Makalah yang kami sajikan kali ini membahas tentang “ Definisi embaga Keuangan Mikro
Syariah” sebagai pembahasan pertama dalam mata kuliah Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

Kami sangat menyadari bahwasanya makalah ini terdapat banyak sekali kesalahan dan
kekurangan yang tentunya murni dari kami sendiri. Oleh sebab itu, kami mohon kritik dan saran dari
pembaca agar kami tidak mengulangi kesalahan dan kekurangan yang ada dalam makalah ini dan agar
kami dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang ada dalam makalah ini. Kami juga memohon
maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Kami berharap isi dari makalah ini
dapat memberi manfaat kepada pembaca. Amin.

Malang, 13 Agustus 2020

(penyusun)

2
Daftar Isi

Kata pengantar ....................................................................................................................................... 2

Daftar Isi ................................................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4

I. Latar Belakang ............................................................................................................................ 4


II. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
III. Tujuan ......................................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6

A. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah........................................................................... 6


B. Sejarah berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah ..................................................... 8
C. Dasar hukum dan fatwa MUI tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah ................................ 9
D. Lembaga Keuangan Mikro Syariah VS Konvensional ............................................................. 14
E. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia ................................................................................. 15

BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 17

A. KESIMPULAN ......................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) adalah badan yang melakukan upaya penyediaan jasa
keuangan,terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa keuangan lain yang diperuntukkan bagi keluarga
miskin dan berpenghasian rendah yang tidak memiliki akses terhadap bank komersial dengan
menggunakan prinsip-prinsip syariah.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dicirikan oleh serangkaian aturan yang dinamis, inovatif dan
lentur yang di rancang sesuai kondisi lingkungan sosial dan ekonomi local (Adams& Fitchett,1992 ).
LKM merupakan suatu fenomena yang kompleks yang berdimensi ekonomi dan sosio-kultural.
Dalam pelaksanaannya, selain perantara keuangan, beberapa LKM juga menyediakan jasa
perantara sosial seperti pembentukan kelompok, pengembangan kepercayaan diri, dan pelatihan
pengetahuan keuangan dan kemampuan manajemen untuk anggota sebuah kelompok yang bertujuan
untuk memberikan manfaat bagi perempuan dan laki-laki berpenghasilan rendah (Bennett, 1998,
Ledgerwood, 1999). Salah satu alasannya adalah karena orang-orang berpenghasilan rendah harus
berjuang menghadapi hambatan yang yang berat (seperti buta huruf, diskriminasi gender dan
keterpencilan) dalam usahanya untuk memperoleh akses terhadap jasa keuangan konvensional
(Ledgerwood,1999). Hal ini berarti bahwa selain memberikan akses kepada orang-orang berpenghasilan
rendah terhadap pengadaan pinjaman , keterampilan dan kepercayaan diri mereka juga harus
ditingkatkan. Oleh karena itu pendekatan keuangan mikro bukanlah pendekatan minimalis yang hanya
berperan sebagai lembaga perantara keuangan saja akan tetapi merupakan pendekatan terpadu yang
menawarkan jasa-jasa lain yang telah disebutkan di atas (Ledgerwood, 1999). Pendekatan tersebut
diharapkan juga dapat mengurangi kemiskinan dan mengembangkan dan memperkuat kapasitas
institusional system keuangan local dengan menemukan cara yang terbaik untuk dapat meminjamkan
uang kepada keluarga miskin dengan biaya minimum (Ledgerwood, 1999, Morduch, 1999, Morduch,
2000, Otero, 1999, Snow, 1999)
lembaga keuangan mikro (LKM) di Indonesia saat ini berkembang pesat dan mempunyai peran
penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. pesatnya perkembangan LKM ini karena
hampir 51,2 juta unit atau 99,9% pelaku usaha dalam perekonomian Indonesia didominasi oleh unit
usaha mikro dan kecil (Ali Sakti: 2013). LKM bisa dikatakan sebagai salah satu pilar penting dalam
proses intermediasi keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat kecil dan menengah guna untuk
konsumsi maupun produksi serta juga menyimpan hasil usaha mereka.

4
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu, sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Lembaga Keuangan Mikro ?
2. Apa definisi dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah ?
3. Bagaimana sejarah berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah ?
4. Apa saja landasan hukum dan fatwa yang mendasari Lembaga Keuangan Mikro Syariah ?
5. Apa perbedaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan Konvensional ?
6. Apa saja Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia ?

III. TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui definisi dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah
2. Untuk mengenal sejarah berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah
3. Untuk mengetahui apa saja landasan hukum dan fatwa Lembaga Keuangan Mikro Syariah
4. Untuk mengetahui perbedaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan Konvensional
5. Untuk mengetahui apa saja lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Definisi Lembaga Keuangan Mikro yang diajukan oleh beberapa pakar dan organisasi Nampak
berbeda satu sama lain walau pada dasarnya definisi tersebut memiliki inti yang sama, yaitu merujuk
keuangan mikro sebagai upaya penyediaan jasa keuangan,terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa
keuangan lain yang diperuntukkan bagi keluarga miskin dan berpenghasian rendah yang tidak memiliki
akses terhadap bank komersial.
Berikut ini beberapa definisi Lembaga Keuangan yang dikemukakan oleh beberapa ppakar dan
organisasi :
1. Pada buku Microfinance Handbook yang diterbitkan oleh Bank Dunia, Ledgerwood (1999)
menyatakan bahwa istilah keuangan mikro merujuk pada penyediaan jasa-jasa keuangan (biasanya
berupa simpanan dan kredit) kepada nasabah berpenghasian rendah, yang mencakup pedagang kecil,
pedagang kaki lima, petani kecil, penjual jasa (penata rambut,penarik becak), dantukang serta
produsen kecil seperti padai besi dan penjahit. Dia menunjukkan bahwa diantara para nasabah
tersebut banyak yang memiliki sumber penghasilan yang mapan karena mereka memiliki sumber
penghasilan ganda. Meskipun mereka miskin pada umumnya mereka tidak dianggap sebagai “orang-
orang yang paling miskin diantara yang miskin “.
2. Bank Pembangunan Asia (ADB) mendefinisikan keuangan mikro sebagai ppenyediaan jasa-jasa
keuangan dalam ragam yang luas seperti tabungan, pinjaman, jasa pembayaran, pengiriman uang
dan asuransi untuk rumah tangga miskin dan berpenghasilan rendah dan usaha-usaha mikro mereka
(ADB, 2000). Definisi ADB tersebut mencakup rumah tangga berpenghasilan rendah dan juga
rumah tangga yang berada di bawah garis kemiskinan karena ada cakup banyak rumah tangga
berpeghasilan rendah yangtidak berada di garis kemiskinan tetapi memiliki akses yang terbatas
terhadap jasa keuangan , terutama di daerah perdesaan.
3. Robinson (2001, hal.9) menekankan bahwa istilah keuangan mikro meujuk pada “jasa-jasa keuangan
berskala kecil, terutama kredit dan simpanan , yang di sediakan untuk orang-orang yang bertani,
mencari ikan, atau beternak, yang memiliki usaha kecil atau mikro yang memproduksi , mendaur
ulang, mempebaiki atau menjual barang-barang, yang menjual jasa, yang bekerja untuk mendapat
upah dan komisi, yang memperoleh penghasilan dari menyewakan tanah, kendaraan, binatang atau

6
mesin dan peralatan dalam jumlah kecil, dan kelompok-kelompok dan individu lain pada tingkat-
tingkat daerah di Negara-negara yang sedang berkembang(NSB), baik daerah perdesaan maupun
perkotaan”.
4. Sebuah definisi yang sedikit berbeda dirumuskan oleh Meagher (2002). Dia berpendapat bahwa
keuangan mikro adalah pemberian pinjaman uang dalam jumlah kecil dan dalam jangka waktu yang
singkat dengan frekuensi pelunasan yang tinggi. Dalam kaitannya degan definisi LKM, dia
berpendapat bahwa prinsip utamanya adalah untuk memberikan definisi yang akan dapat menjadikan
anggota-anggota pasar memiliki tanggung jawab, penuh semangat, dan inovatif. Secara hukum
definisinya harus cukup luas sehingga dapat difokuskan pada kelompok sasaran tertentu dan dapat
menyediakan jasa keuangan dengan ragam yang luas yang sesuai dengan kelompok tersebut.

Sedangkan pengertian dari Syariah menurut Imam Fakhrurrazy, didefinisikan sebagai ketetapan-
ketetapan yang telah diwajibkan Allah atas orang-orang mukallaf (orang yang menurut syara’ sudah
dikenai beban serta tanggung jawab untuk mematuhi segala ketentuan hukum (syariah) yang datang dari
Allah SWT. dan Rasul-Nya.) untuk mengikutinya. Definisi serupa juga dikemukakan At-Thahanawi
dengan mengartikan syariah sebagai hukum-hukum yang disyariatkan Allah Ta’ala untuk hamba-hamba-
Nya yang di samaikan oleh seorang Nabi, baik hukum-hukum tersebut mengenai amal perbuatan,
maupun mengenai akidah.
Dari kedua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Syariah adalah aturan yang
datangnya dari Allah SWT dan ditujukan kepada seluruh orang mukallaf yang di sampaikan kepada
seluruh umat manusia melalui perantara seorang Nabi dan aturan tersebut mengenai akidah dan amal
perbuatan manusia.

Jadi pengertian dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) adalah badan yang melakukan
upaya penyediaan jasa keuangan,terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa keuangan lain yang
diperuntukkan bagi keluarga miskin dan berpenghasian rendah yang tidak memiliki akses terhadap bank
komersial dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dicirikan oleh serangkaian aturan yang dinamis, inovatif dan
lentur yang di rancang sesuai kondisi lingkungan sosial dan ekonomi local (Adams& Fitchett,1992 ).
LKM merupakan suatu fenomena yang kompleks yang berdimensi ekonomi dan sosio-kultural.
Dalam pelaksanaannya, selain perantara keuangan, beberapa LKM juga menyediakan jasa perantara
sosial seperti pembentukan kelompok, pengembangan kepercayaan diri, dan pelatihan pengetahuan
keuangan dan kemampuan manajemen untuk anggota sebuah kelompok yang bertujuan untuk
7
memberikan manfaat bagi perempuan dan laki-laki berpenghasilan rendah (Bennett, 1998, Ledgerwood,
1999). Salah satu alasannya adalah karena orang-orang berpenghasilan rendah harus berjuang
menghadapi hambatan yang yang berat (seperti buta huruf, diskriminasi gender dan keterpencilan) dalam
usahanya untuk memperoleh akses terhadap jasa keuangan konvensional (Ledgerwood,1999). Hal ini
berarti bahwa selain memberikan akses kepada orang-orang berpenghasilan rendah terhadap pengadaan
pinjaman , keterampilan dan kepercayaan diri mereka juga harus ditingkatkan. Oleh karena itu
pendekatan keuangan mikro bukanlah pendekatan minimalis yang hanya berperan sebagai lembaga
perantara keuangan saja akan tetapi merupakan pendekatan terpadu yang menawarkan jasa-jasa lain
yang telah disebutkan di atas (Ledgerwood, 1999). Pendekatan tersebut diharapkan juga dapat
mengurangi kemiskinan dan mengembangkan dan memperkuat kapasitas institusional system keuangan
local dengan menemukan cara yang terbaik untuk dapat meminjamkan uang kepada keluarga miskin
dengan biaya minimum (Ledgerwood, 1999, Morduch, 1999, Morduch, 2000, Otero, 1999, Snow, 1999)

B. Sejarah berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro Syariah

lembaga keuangan mikro (LKM) di Indonesia saat ini berkembang pesat dan mempunyai peran
penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. pesatnya perkembangan LKM ini karena
hampir 51,2 juta unit atau 99,9% pelaku usaha dalam perekonomian Indonesia didominasi oleh unit
usaha mikro dan kecil (Ali Sakti: 2013). LKM bisa dikatakan sebagai salah satu pilar penting dalam
proses intermediasi keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat kecil dan menengah guna untuk
konsumsi maupun produksi serta juga menyimpan hasil usaha mereka.
Di Indonesia, LKM diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
menurut pasal 1 (1). Undang-undang No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro yang
dimaksud dengan LKM adalah :
“Lembaga Keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada
anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.”
Sejak akhir tahun 1990-an Lembaga Keuangan Mikro telah berkembang sebagai alat
pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat berpenghasilan
rendah. Ledgerwood (1999. Ha.34) menegaskan bahwa tujuan LKM sebagai organisasi pembangunan
adalah untuk melayani kebutuhan finansial dari pasar yang tidak terlayani atau yang tidak dilayani
dengan baik sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan seperti penciptaan
lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, membantu usaha-usaha yang telah ada untuk meningkatkan
8
atau mendiversifikasikan kegiatannya, memberdayakan perempuan atau kelompok masyarakat lainnya
yang kurang beruntung (masyarakat miskin atau orang-orang yang berpenghasilan rendah ), dan
mendorong pengembangan usaha baru. Dalam sebuah studi bank Dunia tentang pemberian pinjaman
untuk proyek-proyek usaha mikro dan kecil, secara khusus disebutkan bahwa ada tiga tujuan LKM yang
paling sering dikutip (Webster, Riopelle,& Chidzero, 1996, hal.8) : menciptakan kesempatan kerja dan
pendapatan melalui penciptaan dan pengembangan usaha mikro, meningkatkan produktivitas dan
pendaptan kelompok-kelompok yang rentan, terutama peempuan dan orang-orang miskin, dan
mengurangi ketergantungan masyarakat perdesaan terhadap panen yang berisiko gaga karena musim
kemarau melalui diversifikasi kegiatan yangdapat menghasilkan pendapatan. Singkatnya, LKM
diharapkan dapat mengurangi kemiskinan yang dianggap sebagai tujuan pembangunan yang paling
penting (World Bank, 2000). Keberhasilan LKM dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan tersebut
di atas telah di ungkap dalam berbagai hasil studi tentang masalah ini sejak pertengahan 1990-an.
Namun demikian, hal penting yang perlu diingat adalah bahwa pengaruh positif LKM terhadap
kesejahteraan sosial-ekonomi orang-orang miskin hanya akan dapat dipertahankan apabila LKM tersebut
memilliki kinerja keuangan dan jangkauan(outreach) yang baik. Beberapa studi tentang LKM telah
difokuskan pada penilaian kinerja dan sustanabilitas (sustainability) LKM dengan mengevaluasi
indicator-indikator keuangannya (seperti profitabilitas dan tingkat pengembalian pinjaman atau
repayment rate ) yang secara langsung memengaruhi tingkat kemandirian (self sufficiency), jangkauan
dan mekanisme pemberian kredit.

C. Dasar hukum dan fatwa MUI tentang Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Dasar hukum LKM adalah UU LKM, dan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang yang
melatarbelakangi Lembaga Keuangan Mikro adalah :

1. Pasal 16 Ayat (1) UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. UU No.10 Tahun 1998, yang
berbunyi “setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau
Bank Perkreditan Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan Undang-undang sendiri.”
2. Pasal 58 UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. UU No.10 Tahun 1998, yang berbunyi
“Lembaga Dana Kredit Perdesaan (Bank Desa, Lumbung Desa), Bank Pasar, Bank Pegawai,
Lumbung Pitih Nagari, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu,

9
diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Undang-undang ini dengan
memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
3. Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 1992 tentang BPR yang berbunyi “lembaga-
lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 yang belum memperoleh izin usaha sebagai
BPR wajib mengajukan izin usaha seambat-lambatnya tanggal 30 Oktober 1997 ”
4. Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat atas beroperasinya LKM yang belum
berbadan hukum, pada tanggal 8 Januari 2013 telah diundangkan Undang-undang Nomor 1
Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro yang berbunyi, “Lembaga Keuangan yang
khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota
dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.”

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) setelah menimbang,mengingat,


memperhatikan, dan memutuskan :

Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO (AL- TAMWIL LI AL-


HAJJAH AL-MATANAHIYAT AL-SHAGHRA) BERDASARKAN PRINSIP
SYARIAH
Pertama : Ketetapan Umum
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :
1. Pembiayaan Ultra Mikro (al-tamwil li al-haiah al-mutanaltiyat alshughra) adalah
pembiayaan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada nasabah yang
membutuhkan sekumpulan barang dan/atau jasa yang nilainya sangat kecil (ultra
mikro) dan beragam jenisnya;
2. Pembiayaan Ultra Mikro Multijasa adalah Pembiayaan Ultra Mikro yang objeknya
berupa jasa yang beragam, atau barang dan jasa yang jasanya lebih dominan;
3. Pembiayaan Ultra Mikro Multibarang adalah pembiayaan yang objeknya berupa
barang yang beragam, atau barang dan jasa yang barangnya lebih dominan;
4. Akad jual-beli adalah akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan
berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan; yaitu barang dan harga;
5. Akad jual-beli murabahah adalah akad jual-beli yang harga perolehan atau harga
produksi dan keuntungan diketahui secara transparan oleh penjual dan pembeli;

10
6. Akad jual-beli salam adalah akad jual-beli dalam bentuk pemesanan barang yang
disepakati kriteria dan persyaratan mabi’-nya serta pembayaran harga dilakukan
secara tunai;
7. Akad jual-beli istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’);
8. Akad jual-beli istishna’ parallel adalah akad istishna’ yag melibatkan pihak ketiga
untuk membuat barang pesanan yang menjadi kewajiban shani’;
9. Akad ijarah adalah akad sewa antara mu’jir dan musta’jir atau antara mu’jir dan ajir
untuk mempertukarkan ujrah dan manfa’ah, baik manfaat barang maupun jasa;
10. Akad ijarah muntahiyyah bi al tamlik adalah akad ijarah yang disertai janji
pemindahan kepemilikan barang sewa kepada penyewa, setelah selesai atau
diakhirinya akad ijarah.
11. Akad kafalah adalah akad yang berupa jaminan dari penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful ‘anhu /
ashil) ;
12. Akad Mu’allaq adalah akad dengan shighat yang meunjukkan bahwa efektivitasnya
dikaitkan pada suatu perbuatan hukum tertentu di masa yang akan datang;
13. Akad pokok adalah akad antara para pihak yang dapat berdiri sendiri sesuai dengan
tujuan pembiayaan;
14. Akad Pelengkap adalah akad antara para pihak yang diadakan sebagai
pelengkap/pendukung akad pokok.

Kedua : Ketentuan Hukum

Pembiayaan Ultra Mikro boleh dengan syarat sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana
dengan ketentuan dalam fatwa ini.

Ketiga : Ketentuan Terkait Akad

1. Pembiayaan Ultra Mikro mencakup pembiayaan utra mikro multibarang dan


multijasa.
2. Pembiayaan Ultra Miko Multibarang boleh dilakukan dengan menggunakan akad
jual-beli , akad jual-beli murabahah, akad jual beli salam, akad jual beli istishna’, akad
ijarah atau akad ijarah muntahiyyah bi al-tamlik, dengan ketentuan sebagai berikut:

11
a. Jika menggunakan akad jual-beli, maka wajib tunduk dan patuh pada ketentuan
(dhawabith) dan batasan (hudud) yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI nomor
110/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad jual-beli.
b. Jika menggunakan akad jual-bei murabahah, maka wajib tunduk dan patuh pada
ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI
nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah;
c. Jika menggunakan akad jual-beli istishna’ dan/atau istishna’ parallel, maka wajib
tunduk dan patuh pada ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) yang terdapat
dalam fatwa DSN-MUI Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’
parallel;
d. Jika menggunakan akad jual-beli salam, maka wajib tunduk dan patuh pada
ketentuan (dhawabith ) dan batasan (hudud) yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI
Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual-beli salam;
e. Jika menggunakan akad ijarah, maka wajib tunduk dan patuh pada ketentuan
(dhawabith) dan batasan (hudud) yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor
112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah;
f. Jika menggunakan akad ijarah muntahiyyah bi al-tamlik, maka wajib tunduk daan
patuh pada ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) yang terdapat dalam fatwa
DSN-MUI Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-ijarah al-muntahiyyah bi al-
tamlik;
3. Pembiayaan Ultra Mikro Multijasa hanya boleh menggunakan akad ijarah dan kafalah
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jika akad yang digunakan adalah akad ijarah, maka wajib tunduk dan patuh pada
ketentuan (dhawabith) dan batasan (hudud) yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI
Nomor 09/DSN-MUI/IV/2002 tentang pembiayaan ijarah dan fatwa DSN-MUI
Nomor 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad ijarah;
b. Jika akad yang digunakan adalah akad ijarah dalam bentuk multijasa, wajib
tunduk dan patuh pada ketentuan dan batasan yang terdapat dalam fatwa DSN-
MUI nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa.
c. Jika akad yang digunakan adalah akad kafalah, wajib tunduk dan patuh pada
ketentuan dan batasan yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 11/DSN-
MUI/IV/2000 tentang kafalah.

12
Keempat : Ketentuan Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ultra Mikro

1. Pelaksanaan akad pembiayaan utra mikro wajib memenuhi semua rukun dan
syarat yang telah diatur dalam fatwa-fatwa DSN-MUI sebagaimana dimaksud
pada bagian ketiga angka 2 dan 3;
2. Dalam hal pelaksanaan akad sebagaimana angka 1 terutama akad jual beli dan
sewa menyewa (ijarah) menimbulkan kesulitan, untuk mempermudah
transaksi,para pihak boleh :
a. Menggunakan akad pokok dan akad wakalah sebagai akad pelengkap; atau
b. Menggunakan bentuk Akad Mu’allaq pada akad pokok ditambah akad
wakalah sebagai akad pelengkap;
3. Akad mu’allaq sebagaimana angka 2 huruf b yang objeknya barang maupun jasa
harus jelas dan terukur dan spesifikasinya (kuantitas dan kualitas) sesuai dengan
kebiasaan usaha antar para pelaku bisnis (‘urf tijari);
4. Akad mu’allaq pada angka 2 huruf b berlaku efektif pada saat nasabah ssebagai
wakil melaksanakan objek wakalah;
5. Dalam pelaksanaan akad mu’allaq pada angka 2 huruf b, nasabah wajib
melaporkan pelaksanaan akad wakalah berikut bukti yang relevan sesuai dengan
‘urf paling lama 15 hari setelah pelaksanaan;

Kelima : Penyelesaian Perselisihan

penyelesaian segketa diantara para pihak dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila
musyawarah mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui
lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Keenam : Ketentuan Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan dapat diubah serta disempurnakan
sebagaimana mestinya jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan.

13
D. Lembaga Keuangan Mikro Syariah VS Konvensional

Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan sampel dari tiga Lembaga Keuangan Mikro
Syariah di Bangladesh, Ahmed (2002) dalam Abdulkader (2013:222) menemukan bahwa LKM Syariah
memiliki kinerja yang lebih baik daripada LKM konvensional. Zakat dan sedekah menjadi instrumen
penting dalam penguranga kemiskinan. Aturan syariah dengan jelas membedakan orang yang wajib
membayar zakat dan yang berhak menerima zakat. Kategori utama yang dapat menerima manfaatnya
adalah orang fakir dan miskin (Obaidullah&Khan 2008). Oleh karena itu, LKM Syariah seharusnya
dapat memanfaatkan sumberdaya secara lebih optimal, baik melalui penerimaan tabungan ataupun
pemerolehan dana sosial. Secara garis besar, ada beberapa karakteristik yang membedakan LKM
konvensional dengan LKM syariah (Ahmed dalam Abdulkader,2013). Berikut ini tabel yang menjeaskan
perbedaan antara LKM Syariah dan konvensional berdasarkan karakteristik masing-masing :

Hal LKM Konvensional LKM Syariah


Sumber Pendanaan Dana eksternal, tabungan Dana eksternal, tabungan
nasabah nasabah, sumber pendanaan
sosial (charity)islam
(zakat,wakaf)
Model/instrumen Berbasis bunga Instrumen keuangan islam
pembiayaan
Pentransferan dana Diberikan cash Goods transferred
Pemotongan pada awal Sebagian dana di potong di awal Tidak ada pemotongan di awal
kontrak
Kelompok target Wanita Keluarga
Insentif kerja karyawan Moneter Moneter dan religious
Perlakuan terhadap kredit Tekanan dan ancaman Group center, jaminan dari
macet kelompok/pusat pasangan, dan etika Islam
Program pengembangan Sekuler, perilaku, etika, Religious (termasuk perilaku,
sosial pengembangan sosial etika, sosial)

14
E. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia diklasifikasikan menjadi beberapa kategori


berdasarkan karakteristiknya masing-masing, sepertinya jumlah modal dan kredit, sumber pendanaan,
badan hukum, izin usaha, dan nasabahnya. Berikut ini tiga kategori Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia.
a. BMT (baitul maal watttamwil)
Secara etimologi diambil dari kosa kata al-Maal dan at-Tamwil. Al-Maal bermakna harta
kekayaan, sedangkkan at-Tamwil berarti pertumbuhan harta itu sendiri yang sama-sama
berasal dari asal kata maal. Pengertian lain bahwa baitul maal berasal dari bahasa Arab bait
yang berarti “rumah”, dan al-mal yang berarti “harta”. Baitul mal berarti rumah untuk
mengumpulkan atau menyimpan harta. BMT merupakan lembaga pendukung kegiatan
ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan system syariah yang kegiatannya
mengembangkan usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan (Raharjo, 1999). Lembaga ini didirikan dengan maksud
untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank islam atau
BPR Islam (Huda, 2010)
Istilah baitul mal sesungguhnya telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, meski saat itu
belum terbentuk lembaga yang mandiri dan terpisah. Baitul Mal baru berdiri sebagai lembaga
ekonomi tersendiri pada masa khalifah ‘Umar bin Khathab atas usuan seorang ahli fiqh yang
bernama Walid bin Hisyam. Sejak masa itu dan masa-masa selanjutnya (Dinasti ‘Abbasiyah
dan Umawiyah), Baitul Maal telah menjadi lembaga yang penting bagi Negara.
b. Koperasi Syariah
Menurut Undang-undang No.25 Tahun 1992, Koperasi adalah “badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum, koperasi, dengan melandaskan kegiatannya,
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
asas kekeluargaan.”
Koperasi syariah biasa disebut Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KPSP) atau Koperasi
Jasa Keuangan Syariah (KJKS) memiliki dimensi yang berbeda dengan koperasi konvensional
maupun BMT. Menurut keputusan Menteri Negara Koperasi dan usaha kecil dan menengah
Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004, KJKS adalah “ koperasi yang
kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai polabagi
hasil (syariah).”

15
Pada dasarnya KJKS dan BMT sama saja karena juga memiliki paying hukum yang sama,
namun tetap terdapat perbedaan antara Koperasi Syariah dan BMT. BMT berfungsi sebagai
dua lembaga yaitu Baitul Maal (lembaga zakat) dan Baitul Tamwil (lembaga keuangan), maka
KJKS yang juga menjalankan dua fungsi lembaga tersebut disebut BMT. Namun KJKS hanya
menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan tanpa berperan sebagai lembaga zakat, maka
disebut KJKS atau Koperasi Syariah saja.

c. BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah )


Dari jenis Bank Konvensional, terdapat bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
BPR sendiri dapat dipahami sebagai Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran. Sedangkan , dalam hal ini secara teknis BPRS
bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang
operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi Islam (Sjahdeini, 1999). Sama seperti
halnya BPR,BPRS dilarang memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran seperti menerima
dana simpanan dalam bentuk giro sekalipun hal itu dilakukan dengan prinsip wadi’ah.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi pengertian dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) adalah badan yang melakukan
upaya penyediaan jasa keuangan,terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa keuangan lain yang
diperuntukkan bagi keluarga miskin dan berpenghasian rendah yang tidak memiliki akses terhadap bank
komersial dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah.
lembaga keuangan mikro (LKM) di Indonesia saat ini berkembang pesat dan mempunyai peran
penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. pesatnya perkembangan LKM ini karena
hampir 51,2 juta unit atau 99,9% pelaku usaha dalam perekonomian Indonesia didominasi oleh unit
usaha mikro dan kecil (Ali Sakti: 2013).
Dasar hukum LKM adalah UU LKM, dan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang yang
melatarbelakangi Lembaga Keuangan Mikro adalah : Pasal 16 Ayat (1) UU No.7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan jo. UU No.10 Tahun 1998, Pasal 58 UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. UU No.10
Tahun 1998, Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 1992 tentang BPR, Undang-undang Nomor 1
Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
Lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
berdasarkan karakteristiknya masing-masing, yaitu :
BMT (baitul maal watttamwil) secara etimologi diambil dari kosa kata al-Maal dan at-Tamwil.
Al-Maal bermakna harta kekayaan, sedangkkan at-Tamwil berarti pertumbuhan harta itu sendiri yang
sama-sama berasal dari asal kata maal. Pengertian lain bahwa baitul maal berasal dari bahasa Arab bait
yang berarti “rumah”, dan al-mal yang berarti “harta”. Baitul mal berarti rumah untuk mengumpulkan
atau menyimpan harta.
Koperasi Syariah menurut Undang-undang No.25 Tahun 1992, Koperasi adalah “badan usaha
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, koperasi, dengan melandaskan kegiatannya,
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.”
BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah ) dari jenis Bank Konvensional, terdapat bank umum
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR sendiri dapat dipahami sebagai Bank Konvensional yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran. Sedangkan , dalam hal ini
secara teknis BPRS bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang
operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi Islam (Sjahdeini, 1999).

17
DAFTAR PUSTAKA

Makhalul Ilmi.SM, 2002. Teori&Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah. Yogyakarta: UII Press.

Lincolin Arsyad, Ph.D., 2008. LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Institusi,Kinerja, & Sustanabilitas.
Yogyakarta : CV.ANDI OFFSET

Drs. H. M. Ichwan Sam et. All. HIMPUNAN FATWA KEUANGAN SYARIAH. Penerbit Erlangga.

https://www.academia.edu/25851976/LEMBAGA_KEUANGAN_MIKRO_SYARIAH_ISLAMIC_MIC
ROFINANCE_di_INDONESIA

18

Anda mungkin juga menyukai