Anda di halaman 1dari 26

Hepatitis Akut kolestasis

Inge Pradita

102010234

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

e-mail : inge.praditha@gmail.com

Hepar adalah organ intestinal yang terbesar dengan beratnya sekitar 1200-1600 gram
pada orang dewasa dan menempati hampir seluruh bagian atas-kanan rongga abdomen yaitu
sejajar dengan sela interkostal V untuk batas atas dan batas bawah menyerong ke atas dari iga
IX kanan ke iga VIII kiri. Hepar terdiri atas lobus kanan, lobus kiri, laobus kaudatus dan
lobus quadratus. Lobus kanan merupakan bagian terbesar kira-kira 3/5 hati, manakala lobus
kiri 3/10 hati dan 1/10 hati ditempati oleh lobus kaudatus dan quadratus.

Hepar mendapat pendarahan dari vena portae dan arteri hepatica. Darah ini disalurkan
keluar melalui hati melalui vena hepatica. Empedu disalurkan dari hati ke duodenum melalui
saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik.

Secara histologik, hati terdiri atas lobulus anatomik dan lobulus fungsionil. Lobulus
fungsionil terdiri atas segi tiga Kiernan sebagai titik tengah dan vena centralis sebagai batas
luar. Manakala lobus anatomic terdiri atas vena centralis sebagai titik tengah, parenhym hati,
sinusoid, ruang Disse dan segi tiga Kiernan sebagai batas luar.

Skenario 3
Perempuan 23 tahun, 40 kg, mual sejak 3 hari , demam ringan selama 3 hari, gatal-gatal
selama 2 hari, BAK seperti teh pekat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit makan di tempat yang kurang bersih.
Anamnesis

Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara
seorang dokter dengan pasiennya, yang mempunyai tujuan untuk mengetahui kondisi pansien dan
untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya. Jenis anamnesis yang dapat
dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien
masih berada dalam keadaan sadar.Sedangkan bila pasien tidak sadar,maka dapat dilakukan
alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.

Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga.
Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama,tanggal lahir,umur,suku,agama,alamat,pendidikan,dan
pekerjaan
 Keluhan utama
mual sejak 3 hari , demam ringan selama 3 hari, gatal-gatal selama 2 hari, BAK seperti
teh pekat
Riwayat Penyakit Sekarang
 Apakah terdapat nyeri pada bagian abdomen dan lama nyerinya?
 lama demam, munculnya pada waktu kapan?
 Apakah urin berwarna gelap seperti air teh?
 Apakah warna tinja keputihan seperti dempul?
 Apakah kulit terasa gatal?

 Riwayat Penyakit Dahulu


Dalam scenario ini, tidak diberitahu mengenai riwayat penyakit terdahulu.
 Adakah riwayat ikterus sebelumnya?
 Pernah sakit kuning (hepatitis) atau kontak dengan penderita hepatitis?
 Adakah riwayat transfusi darah, cabut gigi, dan pembuatan tato dalam 6 bulan
terakhir?
 Adakah pasien makan makanan kurang bersih dalam sebulan terakhir?
 Adakah riwayat batu empedu?
 Adakah riwayat pemakaian obat dalam jangka waktu lama?
 Adakah riwayat pemakaian obat jarum suntik?
 Adakah riwayat berhubungan sex bebas?
 Adakah riwayat minum alcohol?
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penting ditanyakan khususnya pada pasien dengan ikterus yang tidak dapat ditemukan
penyebabnya ; yang mungkin disebabkan karena defisiensi enzim, gangguan aktivasi enzim, atau
idiopatik. Keadaan ini sering ditemukan pada anak bayi dengan ikterus yang patologis (sind.
Gilbert, sind. Crigler-najjar, anemia hemolitik) dan wanita hamil atau sedang minum pil KB yang
sebelumnya tidak pernah mengalami ikterus (sind. Dubin-Johnson).

Pemeriksaan Abdomen Umum

Pemeriksaan tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah, berat badan, tinggi badan, basal
mass index(BMI), frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.

Inspeksi
Pakaian pasien harus dibuka dari putting susu sampai simfisis. Pencahayaan
tangensial bermanfaat. Periksalah kesimetrisan abdomen. Perhatikanlah lokasi penemuan-
penemuan berikut ini – apakah terlebar luat atau setempat – distensi, massa, dan kelainan
kulit atau pembuluh darah. Mintalah pasien untuk berbatuk atau mengangkat kepalanya untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang sifat kelainan tersebut dengan menegangkan
abdomen.

Palpasi

Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri
abdomen. Selalu tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa
bagian tersebut paling akhir. Isi abdomen dapat bergerak, semi-solid, tersembunyi dibalik
organ lain, pada dinding posterior abdomen, dapat diraba melalui otot-otot abdomen, atau
kelima-limanya. Namun, hasil pemeriksaan palpasi yang baik sulit untuk dicapai (bahkan
pada dokter yang berpengalaman sekalipun seringkali menyembunyikan ketidakpastian
mereka dengan menggunakan istilah seperti organomegali yang “samar”). Lakukan palpasi
pada setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan tanpa penekanan yang berlebihan
dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat area nyeri yang diderita atau
diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa organ. Pada skenario ini
dilakukan palpasi Murphy sign dengan meletakan jari tangan kanan anda tepat di bawah Arkus
kosta kanan, mintalah pasien untuk bernafas dalam, timbulnya nyeri tajam saat itu
menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis akut.
Perkusi

Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya
pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa, atau kandung kemih. Lakukan selalu
perkusi dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan
bagian tepi organ.

Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness). Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian
abdomen terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara
timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan
perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya
peralihan suara redup.

Auskultasi

Hanya pengalaman klinis yang dapat mengajarkan anda bising usus yang normal.
Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat
megatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar.

Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada :

- Setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltic


- Obstruksi usus
- Diare
- Jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas
(menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik).

Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada :

- Paralisis usus (ileus)


- Perforasi
- Peritonitis generalisata

Pasien dengan nyeri abdomen yang hebat akibat gastroenteris dapat menyerupai
peritonitis, tetapi adanya bising usus yang berlebihan menunjukan perbedaan dari peritonitis
generalisata (dengan bising usus yang seharusnya tidak terdengar).

Bising sistolik aorta atau arteri femoralis dapat terdengar diatas arteri yang mengalami
aneurisma atau stenosis. Pastikan selalu bahwa murmur seperti itu tidak dihantarkan dari
jantung. Bising arteri renalis dapat terdengar dibagian lateral abdomen atau dipunggung.
Bising sistolik yang terdengan diatas hati hampir tidak pernah terdengan, tetapi keadaan
tersebut menunjukan adanya neoplasma vaskular, angioma, kanker hati primer, atau hepatitis
alkoholik.

Prinsip-prinsip pemeriksan :

- Periksa paling akhir bagian yang terasa nyeri


- Tepi organ seringkali lebih mudah diraba dibandingkan bdan organ.
- Biarkan organ yang bergerak pada respirasi meraba jemari anda
- Lakukan perkusi untuk menemukan shifting dullness di daerah yang cukup jauh dari
organ-organ intra-abdomen yang membesar jika memungkinkan

Setelah dilakukan semuanya pada skenario ini didapatkan hasil :

1. tanda-tanda vital pasien baik dan sakit sedang.


2. kulit dan skelera ikterik. selanjutnya palpasi dan perkusi untuk memperjelas arti
banyak pengamatan.
3. murphy sign negative, shiffting dullness negative.
4. abdomen hati dengan hasil teraba 1 jari dibawah arcus costae, 2 jari dibawah
proseccus xyloideus, tajam, rata, nyeri tekan positive, dan lunak.
5. Alkultasi dan perkusi pada pasien normal

Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
1. Uji bilirubin direk dan indirek
Kadar normal dalam serum bilirubin total 0,3-1,0 mg/dL, dan untuk bilirubin
direk 0,1-0,3 mg/dL. Pemeriksaan bilirubin ditujukan untuk menetukan kadar
bilirubin dalam darah pasien. Jika kasus kolestasis bilrubin direk atau B2 akan
meningkat lebih berbanding bilirubin indirek atau B1 akibat masalah eksresi
bilirubin direk ke duodenum. Pada pasien kolestasis peningkatan bilirubin bisa
mencapai >20 mg/dL.4
2. Alanine transaminase (ALT)
Merupakan enzim yang ada dalam sel hati. Nilai normal 4-32 U/L. Apabila
berlaku kerusakan sel hati, enzim ini akan keluar lebih dari normal maka kadar
enzim ini dalam darah juga meningkat. Tes enzim transaminase yaitu ALT dan
AST umumnya sudah meninggi pada awal hepatitis akut sebelum ikterus
menjadi manisfes. Pada hepatitis viral tanpa pennyulit seperti kolestasi tes
enzim transaminase umumnya akan menurun pada minggu ke 2 atau ke tiga
setelah mulainya ikterus, oleh sebab itu pemeriksaan enzim tranaminase degan
bilirubin harus di monitor setiap minggu sekurang-kurangnya selama 3 bulan.4
3. Aspartate transaminase (AST)
Sama seperti ALT enzim yang hadir dalam sel hati digunakan untuk
mendeteksi kerusakan sel hati. Nilai normal unutk AST 4-36 U/L.4
4. Alkaline phosphatase (ALP)
Enzim ALP ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di hati, saluran
emmpedu, dan beberapa jaringan lainnya. Nilai normal ALP 45 - 115 U/L.
Peningkatan kadar ALP mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit
hati, terutama bila terjadi terdapat obstruksi garam empedu yang banyak,
intrahepatik kolestasis dan penyakit hati infitratif. Jadi pada kasus kolestasis
biasnya tes laboratorium menunjukkan peningkatan kadar enzim Alkaline
fosfatase.4
5. Gama glutamil transpeptidase
Merupaka tes yang paling peka pada hepatitis, tetapi GGT tidak spesifik.
(GGT) dan lebih sensitif dengan kerusakan hati kolestasis. Nnilai normal GGT
0-90 U/L.4
6. Nukleotidase 5’ (5’NT)
Nukleotidase 5’ serum adalam pemeriksaan enzim hepar yang digunakan
untuk mendiagnosa penyakit hepatobilier. Peningkatan ALP disertai dengan
5’NT menunjukan adanya kelainan hepar. Nilai normal 5’NT adalah 0-17
U/L.4
b. Pencitraan
 Ultrasonografi (USG)
USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu
diperhatikan adalah :
- Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung
empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 – 3 x 6 cm, dengan
ketebalan sekitar 3 mm. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus dan saluran
empedu intrahepatal disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus
obstrusi ekstrahepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran
saluran empedu intrahepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu
menunjukkan ikterus obstruksi ekstrahepatal bagian proksimal artinya kelainan
tersebut di bagian proksimal duktus sistikus.
- Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan
posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu.
- Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti menunjukan
adanya ikterus obstruksi intra hepatal.
 Computed Tomography (CT) Scan
CT Scan dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intrahepatik yang
disebabkan oleh oklusi ekstrahepatik dan duktus koledokus akibat kolelitiasis. CT
scan menyediakan evaluasi yang baik dari seluruh saluran empedu karena dapat
menentukan anatomi lebih baik daripada ultrasonografi. CT scan mungkin
modalitas pencitraan awal dalam beberapa kasus.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menghasilkan gambar yang sebanding dengan kualitas CT scan tanpa paparan
pasien terhadap radiasi pengion. Setelah pemberian agen kontras yang cocok,
pencitraan dari saluran empedu bisa lebih terperinci.
 Endoskopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP berguna dalam kasus dimana obstruksi bilier diduga kuat. Ini adalah
investigasi pilihan untuk mendeteksi dan mengobati batu saluran empedu umum
dan juga berguna untuk membuat diagnosis kanker pankreas. Kondisi lain yang
mungkin berguna ERCP termasuk primary sclerosing cholangitis dan adanya kista
koledukus.
c. Pemeriksaan serologi
Suatu prosedur medis yang bertujuan untuk mengetahui jenis penyakit infeksi
tertentu melalui uji pemeriksaan serum darah, untuk mengetahui adanya antibodi
dalam tubuh misalnya uji serologi diagnostik IgM-anti HAV. Berdasarkan hasl
laboratorium adalah tes serologi unutk imunoglobulin M (UgM) terhdap virus
hepatitis A. IgM antivirus hepatitis A positif pada saat awal gejala dan biasanya
disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintranferase (ALT/SGPT). Jika
telah terjadi penyembuhan, antibodi IgM akan menghilang dan akan muncul antibodi
IgG. Adanya antibodi IgG menunjukan bahwa penderita pernah terkena hepatitis A.
Pemeriksaan HbsAg ini memastikan seseorang menderita hepatitis B atau tidak. Hasil
pemeriksaan hepatitis B positif memastikan bahwa seseorang menderita infeksi VHB.
Pemeriksaan HbsAg positif menetap lebih dari enam bulan disebut sebagai infeksi
VHB kronis.5
d. Biopsi hati
Biopsi hati akan menjelaskan diagnosis pada kolestasis intrahepatik, walaupun
demikian bisa timbul juga kesalahan. Umunya, biopsi aman pada penderita kolestasis,
namun berbahaya pada obstruksi ekstra hepatik berkepanjangan karenanya harus
disingkirkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan pencitraan sebelum biopsi hati.2

Working Diagnosa
Working Diagnosis : hepatitis akut kolestasis

Kolestasis adalah gangguan sekresi dan pengaliran empedu mulai dari hepatosit, saluran
empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator
biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-bahan larut dalam empedu.
Dikatakan kolestasis apabila terjadi peningkatan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl pada
bilirubin total kurang dari 5 mg/dl; sedangkan bila kadar bilirubin total lebih dari 5 mg/dl; kadar
bilirubin direk adalah lebih dari 20% dari bilirubin total. 1

Berdasarkan kasus, pemeriksaan laboratorium pasien menunjukkan jumlah SGOT dan SGPT
yang sangat meningkat dan jumlah bilirubin direk yang lebih tinggi daripada bilirubin
indirek. Kolestasis merupakan kondisi dimana garam empedu tidak dapat disalurkan ke
dalam duodenum yang dapat disebabkan masalah obstruksi, sumbatan salaur empedu,
masalah penghasilan garam empedu di hati akibat kerosakan sel hati yang dapat berpunca
dari alkohol, obat-obatan, peradangan atau infeksi virus.1,2,6

Dalam kasus ini diagnosis kerja diambil adalah kolestasis yang disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis. Berdasarkan kasus peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah
melebihi kadar bilirubin indirek apabila sel hati tidak dapat mengeksresi bilirubin direk dari
hati ke kandung empedu disebabkan kerusakan sel hati akibat virus hepatitis yang menyerang
hati pasien. Nilai enzim hati yaitu SGOT dan SGPT juga meningkat dalam kasus ini. Seperti
yang kita tahu enzim hati akan meningkat apabila berlaku destruksi sel hati. Untuk kasus ini
sel hati rusak akibat virus hepatitis. Dan kolestasis ini sering terjadi pada infeksi HAV.

Etiologi

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula Vateri. Penyebab paling sering kolestasis intrahepatik adalah
hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun.
Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan,
karsinoma metastatik dan penyakit-penyakit lain yang jarang. Berikut adalah penyebab paling
sering kolestasis :2
1. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin terkonyugasi
dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan
dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut
sering tidak menimbulkan pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik dan
menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis
hati.
2. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya, dan
mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alcohol secara terus menerus bisa menimbulkan
perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis
karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan
dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan
transaminase yang tinggi.
3. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya terjadi nekrosis
jaringan hepar.
4. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian tubuh lain.
5. Penyebab lain yang jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya sering mengenai
kelompok muda terutama perempuan. Tetapi data terakhir menyebutkan kelompok usia
yang lebih tua juga bisa dikenai.

Patofisiologi
Kolestasis intrahepatik lebih berkaitan dengan aktivitas enzim Glukoraniltransferase
yang menkonjugasi bilirubin indirek kepada bilirubin direk. Selanjutya penyebab di hepatic
akan menganggu kerja enzim ini. Contohnya pada hepatitis virus akan merangsang sel T
sitotosik untuk merusakkan hati kerana terdapat virus yang dianggap benda asing melekat di
sel hati. Apabila kebanyakan sel hati rusak menyebabkan enzim ini tidak dapat dihasilkan,
maka bilirubin indirek tidak dapat dikonjugasi kepada bilirubin direk menyebabakan
penimbunan bilirubin indirek .1,2,6
Patofisiologi bagi kasus kolestasis adalah apabila terdapat hambatan aliran empedu
masuk ke papilla vateri. Virus hepatitis akan menyebabkan blokir yang meluas di duktus-
duktus kecil di empedu sehingga ductus empedu akan mengalami pelebaran yang akan
mendorong salur empedu tadi terjepit sehingga empedu tidak dapat dialirkan ke duodenum.
1,2,6

Proses konjugasi bilirubin indirek kepada bilirubin direk terus berlaku tetapi eksresi
bilirubin direk menurun disebabkn terdapatnya hambatan atau obstruksi. Pembendungan
bilirubin direk ini akibat hambatan kelamaan akan meyebabkan reflux bilirubin direk akan
masuk ke se ruang antara sel hepatosis atau ke dalam aliran darah. Kenaikan kadar bilirubin
direk dalam darah ini jika melebihi nilai normal akan menyebabkan gejala klinis seperti
kekuningan kulit dan sklera mata menjadi kekuningan mula timbul. Gejala klinis ini dikenali
sebagai ikterus. 1,2
Bilirubin direk yang berlebihan dalam darah dieksresikan melalui ginjal,kadar
bilirubin direk dalam urin menyebabkan warna gelap pada urin timbul dan kekurangan
bilirubin normal di duodenum yang ditukar kepada sternobilirubin menyebabkan feses
menjadi warna pucat. Retensi garam empedu di salur empedu yang menyebabkan terdapat
garam empedu yang masuk ke dalam aliran sistemik selalunya akan menimbulkan gejala
seperti pruritus kepda penderita kolestasis. Dipercayai pengumpulan garam empedu dalam
pembuluh darah menyebabkan terdapat protein dibawah kulit yang merusak menimbulkan
kegatalan pada pasien kolestasis ini. 1,2

Penatalaksanaan

1. Medicamentosa

Penggobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu


ke dalam duodenum. Fenobarbital dapat menginduksi enzim glukoronil tranferasi,
sitokrom P-450 dan Na-K ATP ase. Dosis yang diberikan 3-10 mg/kgBB/hari dibagi
dalam dua dosis. Asam ursodeoksikolat merupakan asam empedu tersier yang
mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam
empedu serta sekunder. Jadi asam ursodeoksikolat merupakan commpetitive terhadap
asam empedu toksis, sebagai sumplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow
inducer. Dosis yang diberikan 10-20 mg/khBB/hari. Pruritus pada keadaan
irreversibel biasanya responsif terhadapa kolestiramin 4-16 g/hari peroral dalam dosis
terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Rifampicin digunakan untuk
menggantikan steroid, rifampicin akan meningkatakan aktivitas mikrosom dan
menghambat ambilan empedu. Dapat juga disetai pemeberian sumpelem kalsium dan
vitamin D unutk mencegah kehilangan massa tulang pada pasien kolestasis kronik.2,6

2. Nonmedica mentosa

 Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglicerides (MCT) untuk


mengatasi malabsorbsi lemak.2
 Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak dengan memberikan
tambahan:2

1. Vitamin A, 5.000-10.000 IU/hari


2. Vitamin D3, (kalsitriol) 0.05-0.2 ug/kgBB/hari
3. Vitamin E, 25 IU/kgBB/hari
4. Vitamin K1, (yang larut dalam air) 2,5-5 mg/hari
5. Kalsium dan fosfor bila dianggap perlu

Prognosis
Biasanya prognosis kolestasis bergantung terapi dan kondisi pasien. Jika dilakukan
terapi menyeluruh menghilangkan penyebab maka prognosis menjadi baik.6

Komplikasi
Komplikasi pada pasien hepatitis kolestasi kronis dapat menyebabkan sirosis hepatis,
dan seterusnya berlanjut menjadi osteoporosis dan osteomalasia.6

Hepatitis Viral Akut


Hepatitis dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terjadi peradangan pada hati. Inflamasi pada hati
dapat disebabkan oleh infeksi, konsumsi alcohol, obat-obatan tertentu, bahan kimia, atau racun, atau dari
gangguan sistem imun. Hepatitis akut oleh virus merupakan infeksi sistemik yg mengenai hati dan bersifat
akut. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus
yaitu virus hepatitis A ( HAV), virus hepatitis B ( HBV), virus hepatitis C ( HCV), virus
hepatitis D ( HDV), dan virus hepatitis E ( HEV). Jenis virus lain yang ditularkan
pascatransfusi seperti hepatitis G dan virus TT telah dapat di identifikasi akan tetapi tidak
menyebabkan hepatitis. Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan
virus RNA, kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA.

Epidemiologi

Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati diseluruh dunia.
Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap
tahunnya. Banyak episode hepatitis dengan klinik anikterik, tidak nyata, atau subklinik.
Secara global menyebabkan penyebab utama viremia persisten.

Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan
bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8-68,3%,
biasanya nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah standar. Lebih dari 75% anak
dari berbagai benua Asia, Afrika, India, menunjukkan sudah memiliki antibodi antiHAV pada
usia 5 tahun.

Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di


Banjarmasin – 25,61% di Kupang, sehingga termaksud dalam kelompok negara dengan
endemisitas sedang-tinggi. Di negara-negara Asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal
dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis yang
tinggi. Adanya HbeAg pada ibu berperan penting pada penularan, sedangkan walaupun ibu
mengandung HbsAg positif namun jika HbeAg dalam darah negatif, maka daya tularnya
menjadi rendah.

Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan


angka diantara 0,5%-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut
menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5%-46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A
akut (39,8%-68,3%) sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%).

Untuk hepatitis D, walaupun infeksi ini erat hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di
negara Asia Tenggara dan Cina infeksi hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana
prevalensi HbsAg sangat tinggi. Laporan dari Indonesia pada tahun 1982 mendapatkan hasil
2,7% (2 orang) anti HDV positif dari 73 karier hepatitis B dari donor darah. Suwignyo,dkk
melaporkan di Mataram pada pemeriksaan terhadap 90 karier hepatitis B, terdapat satu anti
HDV positif (1,1%)

Hepatitis E (HEV) di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Sintang Kalimantan Barat
yang diduga terjadi akibat pencemaran sungai yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari.
Didapatkan HEV positif sebanyak 28/82 (34,1%). Dari rumah sakit Jakarta ditemukan 4
kasus dari 83 sampel.

Etiologi

Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat diklasifikasikan kedalam dua grup yaitu
hepatitis dengan transmisi secara enteric dan transmisi melalui darah.

Transmisi secara enteric

Terdiri dari hepatitis A ( HAV) dan virus hepatitis E ( HEV).

Virus tanpa selubung, tahan terhadap cairan empedu, ditemukan ditinja, tidak dihubungkan
dengan penyakit hati kronik dan tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi
karier intestinal. Kemungkinan munculnya jenis hepatitis virus enteric baru dapat terjadi.

Virus hepatitis A ( HAV)

Digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus. Diameter 27-28


nm dengan bentuk kubus simetrik, untai tunggal ( single stranded), molekul RNA linier:7,5
kb. Pada manusia terdiri atas satu serotype, tiga atau lebih genotype. Mengandung lokasi
netralisasi imunodominan tunggal. Mengandung tiga atau empat polipeptida virion
dikapsomer. Replikasi disitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata
adanya replikasi diusus. Menyebar pada primate non manusia dan galur sel manusia.

Virus hepatitis E (HEV)

Kemungkinan diklasifikasi pada family yang berbeda yaitu pada virus yang
menyerupai hepatitis E, diameter 27-34 nm, molekul RNA linier;7,2 kb, genom RNA dengan
tipe overlap ORF ( open reading frames) mengkode protein structural dan protein non
structural yang terlibat pada replikasi HEV ( RNA replicase, helicase, cystein protease,
methyltransferase), pada manusia hanya terdiri atas satu serotype empat sampai lima
genotype utama, lokasi netralisasi imunodominan pada protein structural dikodekan oleh
ORF kedua, dapat menyebar pada sel embrio diploid paru dan replikasi hanya terjadi pada
hepatosit.

Transmisi melalui darah

Terdiri atas hepatitis B ( HBV), virus hepatitis D ( HDV), dan virus hepatitis C (HCV) :

Virus dengan selubung ( envelope), rusak bila terpajan cairan empedu atau detergen,
tidak terdapat dalam tinja, dihubungkan dengan penyakit hati kronik, dan dihubungkan
dengan viremia yang persisten.

Virus hepatitis B ( HBV)

Virus DNA hepatotropik ( hepadnaviridae), terdiri atas 6 genotipe ( A-H) terkait


dengan derajat beratnya dan respon terhadap terapi, 42 nm partikel sferis dengan : (Inti
nukleokapsid, densitas electron, diameter 27 nm, dan selubung luar lipoprotein dengan
ketebalan 7 nm).Inti HBV mengandung, ds DNA partial ( 3,2 kb) dan :Protein polymerase
DNA dengan aktivitas reverse transcriptase, antigen hepatitis B core ( HbcAg) merupakan
protein structural, antingen hepatitis B e ( HbeAg) merupakan protein non structural yang
berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif HBV.Selubung lipoprotein HBV
mengandung :Antigen permukaan hepatitis B ( HBsAg) dengan tiga selubung protein (
utama, besar, dan menengah), lipd minor dan komponen karbohidrat, HbsAg dalam bentuk
partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22 nm atau tubular.Satu serotype utama dengan
banyak subtype berdasarkan keanekaragaman protein HbsAg, virus HBV mutan merupakan
konsekuensi kemampuan proof reading yang terbatas dari reverse tanscriptase atau
munculnya resisten, dan Hati merupakan tempat utama replikasi disamping tempat lain.

Virus hepatitis D

Virus RNA tidak lengkap, memerlukan bantuan dari HBV untuk ekspresinya,
patogenesitas tapi tidak untuk replikasi, hanya dikenal satu serotype dengan tipe genotype,
partikel sferis 35-27 nm, diselubungi oleh lapisan lipoprotein HBV ( HBsAg) 19 nm struktur
mirip inti, RNA HDV merupakan untai tunggal, covalently close dan sirkular, mengandung
kurang dari 1680 nukleotida, merupakan genom RNA terkecil diantara virus binatang, dan
replikasi hanya pada hepatosit.
Virus hepatitis C ( HCV)

Selubung glikoprotein, virus RNA untai tunggal, partikel sferis, inti nukleokapsid 33
nm, termasuk klasifikasi flaviviridae, genus hepacivirus, genom HCV terdiri atas 9400
nukleotida, mengkode protein besar sekitar residu 3000 asam amino, hanya satu serotype
yang dapat diidentifikasi, terdapat banyak genotype dengan distribusi yang bervariasi
diseluruh dunia.

Epidemiologi dan faktor resiko

Virus hepatitis A ( HAV)

Masa inkubasi 15-50 hari ( rata-rata 30 hari), distribusi diseluruh dunia; endemisitas
tinggi dinegara berkembang, HAV diekskresi ditinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2
sebelum dan 1 minggu setelah awalnya penyakit, viremia muncul singkat ( tidak lebih dari 3
minggu) kadang-kadang sampai 90 hari pada infeksi yang membandel atau infeksi yang
kambuh, ekskresi feses yang memanjang ( bulanan) dilaporkan pada neonates yang terinfeksi,
transmisi enteric ( fekal oral) predominan di antara anggota keluarga, kejadian luar biasa
dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan terkontaminasi dan
air.

Faktor resiko lain, meliputi paparan pada : Pusat perawatan sehari untuk bayi atau
anak balita, institusi untuk developmentally disadvantage, berpergian ke Negara berkembang,
perilaku seks oral-anal, pemakaian bersama pada IVDU ( intravena drug user).

Tak terbukti adanya penularan maternal-neonatal, prevalensi berkorelasi dengan


standar sanitasi dan rumah tinggal ukuran besar, dan tranmisi melalui transfuse darah sangat
jarang.

Virus hepatitis B ( HBV)

Masa inkubasi 15-180 hari ( rata-rata 60-90 hari), viremia berlangsung selama
beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut, sebanyak 1-5%dewasa, 90%neonatus dan
50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten, infeksi
presisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati, distribusi diseluruh
dunia ;prevalensi karier di USA<1% diasia 5-15%, HBV ditemukan didarah, semen, secret
servikpvaginal, saliva dan cairan tubuh lainnya.

Cara transmisi yaitu melalui darah ( penerima produk darah, IVDU, pasien
hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah), tansmisi seksual, penetrasi
jaringan(perkutan) atau permukosa ( tertusuk jarum, penggunaan ulang peralatan medis yang
terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, akupuntur, tindik, serta
penggunaan sikat gigi bersama), transmisi maternal-neonatal, maternal-infant dan tidak ada
bukti penyebaran fekal-oral.

Hepatitis Virus C ( HCV)

Masa inkubasi 15-160 hari ( puncak pada sekitar 50 hari), viremia yang
berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai ( 55%-85%), distribusi geografik
luas, infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, kanker hati.
Prevalensi serologi infeksi lampau atau infeksi yang berlangsung berkisar 1,8% di USA,
sedangkan di italia dan jepang dapat mencapai 20%.

Cara transmisi yaitu melalui darah ( predominan); IVDU dan penetrasi jaringan,
resipien produk darah. Transmisi seksual ; efisiensi rendah, frekuensi rendah. Maternal –
neonatal ; efisiensi rendah frekuensi rendah, dan tak terdapat bukti transmisi fekal-oral.

Hepatitis virus D ( HDV)

Masa inkubasi diperkirakan 4-7 minggu, endemis dimediterania, semenanjung Balkan, bagian
eropa bekas rusia, insidensi berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin,
viremia singkat( infeksi akut) atau memanjang (infeksi kronik), infeksi HDV hanya terjadi
pada individu dengan resiko infeksi HBV ( koninfeksi atau superinfeksi), cara penularan
melalui darah, transmisi seksual, dan penyebaran maternal-neonatal.

Gambaran Klinik
Hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik tanpa kuning sampai
yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam
beberapa hari, gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap :

Fase inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Fase ini berbeda-beda lamanya, untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada
dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin
pendek fase inkubasi ini.

Fase prodromal ( pra-ikterik). Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan


timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise
umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Mual, muntah
dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi
dapat terjadi. Serum sickness dapat muncul pada hepatitis B akut awal infeksi. Demam
derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap dikuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan
tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.

Fase ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul jarang terjadi
perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaiki klinis yang nyata.

Fase konvalesen ( penyembuhan ). Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain,
tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih
sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3
minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu
dan 16 minggu untuk hepatitis B. pada 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit
ditangani, hanya < 1% yang menjadi fulminan.

Setelah masa inkubasi berakhir, akan terjadi gejala prodromal yang dapat berupa
anoreksia, mual, muntah, mialgia, altralgia, atau coryza berkisar selama 1-2 minggu. Fase ini
disusul dengan fase iterik yang ditandai dengan timbulnya ikterus dan berkurangnya keluhan-
keluhan prodromal. Pada saat itu, hepar teraba dan nyeri tekan. Dapat timbul limfadenopati
dan splenomegali. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda kolestasis yang disertai ikterus
berkepanjangan serta gatal-gatal. Setelah fase ikterik yang berlangsung selama beberapa
minggu, penderita masuk ke dalam fase penyembuhan. Selama fase penyembuhan gejala-
gejala konstitusional menghilang tetapi hepatomegali masih tetap ada dan kelainan-kelainan
biokimia masih tampak. Penyembuhan sempurna terjadi berkisar 1-2 bulan tetapi dapat
mencapai 4 bulan.2

Ada bermacam-macam bentuk klinik hepatitis akut:

a. Hepatitis akut tanpa gejala. Bentuk ini ditandai oleh meningkatnya enzim transminase
di dalam darah tanpa gejala maupun keluhan yang jelas.

b. Hepatitis akut non-ikterik. Selain meningkatnya kadar enzim transminase, bentuk ini
juga disertai gejala gastrointestinal dan “flu-like symptoms”, tetapi tidak disertai
ikterus.

c. Hepatitis akut ikterik atau hepatitis akut yang khas (typical). Bentuk ini diawali
dengan periode prodromal yang bisa berlangsung antara 3-4 hari sampai 2-3 minggu
dengan gejala antara lain gejala gastrointestinal, khususnya anoreksia dan nausea.
Selanjutnya, bisa ditemukan demam ringan dan nyeri perut kanan atas. Gejala laian
yang menonjol adalah malaise yang meningkat pada sore hari.

Periode prodromal ini akan diikuti dengan periode ikterik yang ditandai oleh
timbulnya air seni berwarna seperti air the dan tinja yang berwarna pucat. Selanjutnya
keluhan berkurang dan timbul ikterus. Hepatomegali didapatkan pada 70%,
sedangkan splenomegali pada 20% penderita.

Setelah ikterus berlangsung 1-4 minggu, penderita masuk ke dalam periode


penyembuhan. Warna tinja kembali normal dan nafsu makan pun pulih. Rasa lemah
badan akan hilang selama beberapa minggu. Pada umumnya masa penyembuhan
klinis dan biokimiawi dalam waktu 6 bulan.

d. Hepatitis akut dengan ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice). Pada bentuk ini,
terjadi ikterus berat yang bersifat kolestatik dan umumnya disertai gatal-gatal. Setelah
beberapa minggu, penderita merasa lebih baik dan tidak ditemui tanda fisik lain
kecuali ikterus dan hepatomegali ringan. Ikterus dapat berlangsung selama 8-29
minggu, tetapi masih tetap dapat terjadi kesembuhan sempurna.
e. Hepatitis akut dengan relaps. Bentuk ini ditandai oleh peningkatan kadar SGOT dan
SGPT yang sebelumnya telah menurun, tetapi belum kembali normal; kadang-kadang
disertai pula oleh peningkatan kadar bilirubin. Relaps terjadi beberapa kali dan
penyembuhan umumnya sempurna.2

Patofisiologi
1. Sistem imun bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan sel hati, yang melibatkan
respon CD8 dan CD4 sel T dan produksi sitokin di hati dan sistemik.
2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien imunosupresi dengan replikasi tinggi,
akan tetapi tidak ada bukti langsungnya.
3. Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada
hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis
sel perenchym hati. Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir
sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi
statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu
bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia,
dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medikamentosa dan Non- medikamentosa
 Rawat jalan kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan
dehidrasi
 Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
- Tidak ada rekomendasi diet khusus
- Makan pagi dengan porsi yang cukup besar
- Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
 Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
 Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
 Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A,E,D. Pemberian interferon alfa pada
hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian infeksi kronik. Peran lamivudin atau
adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas.
 Obat-obat yang tidak perlu harus dihindarkan.

Pengobatan hanya memberi efek sedikit pada perjalanan penyakit.Pada permulaan penyakit ada
baiknya mengobati semua serangan sebagaisuatu yang kemungkinan fatal dan mendesak dengan istirahat
mutlak ditempat tidur sampai pasien bebas dari ikterus. Selain itu untuk mencegahdehidrasi, pasien dianjurkan
banyak minum air putih. Hindari alcohol sertaobat-obatan dan zat-zat yang dapat memperburuk kondisi hepar,
sepertiasetaminofen. Perhatian khusus perlu diberikan pada kekambuhan ikterus danpada ukuran hati dan
limpa.

Prognosis
Infeksi virus hepatitis B mempunyai mortalitas tinggi sedangkaninfeksi virus hepatitis A jarang menyebabkan
kematian dan dapat sembuhtotal. Hepatitis C mempuyai kelangsungan hidup yang paling jelek. Pasienyang
agak tua atau yang kesehatan umumnya jelek, mempunyai prognosis jelek.

Komplikasi
Hepatitis viral akut dapat berlanjut menjadi hepatitis viral kronik danbisa berlanjut menjadi sirosis hepatic.
Khusus untuk hepatitis A tidak dapatberlanjut menjadi hepatitis kronik tetapi ada kemungkinan menjadi
hepatitisfulmianan. Hepatitis virus dalam keadaan yang parah dapat menyebabkankematian.

Pencegahan
Pencegahan terhadap infeksi hepatitis dengan penularan secara enteric

HAV

Pencegahan dengan imunoprofilaksis

1. Imunoprofilaksis sebelum paparan


a. Vaksin HAV yang dilemahkan
 Efektivitas tinggi ( angkka proteksi 94-100%)
 Sangat imunogenik ( hampir 100% pada subjek sehat)
 Antibodi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subjek, aman
toleransi baik
 Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun, dan efek samping utama adalah nyeri
ditempat penyuntikan.
b. Dosis dan jadual vaksin HAV
 > 19 tahun. 2 dosis of HAVRIX® (1440 unit Elisa)dengan interval 6-12 bulan
 Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX® ( 360 Unit Elisa),0,1, dan 6-12 bulan atau
2 dosis ( 720 Unit Elisa) 0,6-12 bulan.
c. Indikasi vaksinasi
 Pengunjung ke daerah resiko tinggi, homoseksual dan biseksual, IUVD
 Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar
biasa luas
 Anak pada daerah dimana angka kejadian HAv lebih tinggi dari angka
nasional, pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik dan pekerja
laboratorium yang menangani HAV serta pramusaji.
 Pekerja pada bagian pembuangan air
2. Imunoprofilaksis pasca paparan
 Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
 Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
 Dosis jadwal pemberian immunoglobulin :
1. Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah
paparan
2. Toleransi baik, nyata pada daerah suntikan dan indikasi : kontak erat dan
kontak dalam rumah tangga dengan infeksi HAV akut.

HBV

Pencegahan pada infeksi yang ditularkan melalui darah

Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B setelah paparan.

1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum papapran


a. Vaksin rekombinan dengan rafi
 Mengandung HBsAg sebagai imunogen, sangat imunogenik, menginduksi
kosentrasi proteksi anti HBsAg pada > 95% pasien dewasa muda sehat setelah
pemberian komplit 3 dosis
 Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV.
 Efek samping utama :
1). Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%
2). Demam ringan dan singkat pada <3%
 Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi awal
 Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer dibawah 10
mU/mL
 Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B kronik sedang dalam penelitian.
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM ( deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak ( ½ dosis
dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudia.
c. Indikasi
 Imunisasi universal untuk bayi baru lahir, vaksinasi cath up untuk anak
sampai umur 19 tahun (bila belum divaksinasi)
 Grup resiko tinggi :1). Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan
karier hepatitis.2).Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah, 3).
IVDU, 4). Homoseksual dan biseksual pria, 5). Individu dengan banyak
pasangan seksual,6). Resipien transfusi darah, 7). Pasien hemodialisis, 8).
Sesama narapidana, 9). Individu dengan penyakit hati yang sudah ada (
missal hepatitis C kronik)
2. Imunoprokfilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan immunoglobulin
hepatitis B (HBiG).
Indikasi :
 Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut; 1). Dosis 0,04-
0,07 mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan; 2). Vaksin HBV
pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoid sisi lain;3).
Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian
 Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HBsAg positif; 1). Setengah mili
liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jamsetelah lahir dibagian anterolateral
otot paha atas;2). Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu
12 jam pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan serta efektivitas perlindungan
melampaui 95%.

Vaksin kombinasi untuk perlindungan dari vaksin hepatitis A dan B

Vaksin kombinasi ( twinrix-GlaxoSmithKline®) mengandung 20 ug protein


HBsAg ( Engerix B®) dan > 720 unit Elisa hepatitis A virus yang dilemahkan (
Havrix®) memberikan proteksi ganda dengan pemberian suntikan 3 kali berjarak
0,1 dan 6 bulan. Diindikasikan untuk individu dengan resiko baik terhadap infeksi
HAV maupun HBV.

Rekomendasi umum

 Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan intake kalori yang
cukup
 Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien mengalami kelelahan
yang berat
 Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang memberikan hasil yang
efektif
 Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatic
 Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses
penyembuhan.

Diagnosis secara serologi

1. Transmisi infeksi secara enteric


a. HAV
 IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya
dan Anti HAV yang psotif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi
lampau.
2. Infeksi melalui darah
a. HBV
Diagnosis serologi telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari IgM antibodi
terhadap antigen core hepatitis ( IgM anti HBc dan HBsAg).
 Keduanya ada saat gejala muncul, HBsAg mendahului IgM anti HBc,
HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin
 HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan
setelah kemunculannya, sebelum dihilangnya IgM anti HBc.
- HbeAg dan HBV DNA
 HBV DNA diserum merupakan petanda yang pertama muncul, akan tetapi
tidak rutin diperiksa
 HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg
 Kedua petanda tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pada
infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs dan anti Hbe
menetap serta tidak diperlukan untuk diagnosis rutin.
- IgG anti HBc
 Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh, membedakan infeksi
lampau atau infeksi yang berlanjut serta tidak muncul pemberian vaksin HBV.
- Antibodi terhadap HbsAg ( anti HBs)
 Antibodi terakhir yang muncul, merupakan antibodi penetral, secara umum
mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap reinfeksi dan
dimunculkan dengan vaksinasi HBV
b. HDV
- Pasien HBsAg posfitif dengan :
 Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi ( pemeriksaan belum mendapat
persetujuan)
 IgM anti HDV dapat muncul sementara
- Koinfeksi HBV/HDV
 HBsAg positif, IgM anti HBc positif, anti HDV dan atau HDV RNA
- Superinfeksi HDV
HBsAg positif, IgG anti HBc positif dan anti HDV dan atau HDV RNA.
- Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya perbaikan infeksi
c. HCV
- Diagnosis serologi
 Deteksi anti HCV. Anti HCV dapat dideteksikan pada 60% pasien selama
fase akut dari penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu
atau bulan kemudian
 Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi ( pada pasien HIV,
anti HCV tidak muncul dalam presentase yang lebih besar).
 Pemeriksaan IgM anti HCV dalam pengembangan.( belum disetujui FDA)
 Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang,
baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang
berlanjut menjadi kronik
- HCV RNA
 Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C,
muncul setelah beberapa minggu infeksi.
 Pemeriksaan yang mahal. Untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin dilakukan,
kecuali pada keadaan dimana dicurigai adanya infeksi pada pasien dengan anti
HCV negative serta ditemukan pada infeksi kronik HCV.

Diagnosis
Differential Diagnosis :

1. Kolestasis Ektrahepatik
Penyebab tersering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan
kanker pancreas. Penyebab lainnya relatif lebih jarang adalah strictur jinak (operasi
terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma dukus koledukus, pancreatitis atau pseudocyst
pancreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekeresi empedu.
Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu.2
Efek patofisiolgi mencerminkan efek backup konstituen empedu yang terpenting
bilirubin, garam empedu dan lipid ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk
usus halus untuk eksresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia
dengan kelebihan bilirubin konjugasi ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih
sedikit yang bisa mencapai saluaran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam
sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal, walaupun sebenarnya
hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan
pasti. 2
Garam empedu diperlukan untuk penyerapan lemak dan vitamin K, gangguan eksresi
garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis
yang berlangsung lama (primary biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D
dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau
osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun
sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan. 2

Kesimpulan
Dari skenario yang didapat masih dalam diagnosis kerja adalah hepatitis kolestasis.
Kolestasis merupakan suatua keadaan dimana terjadinya hambatan atau obstruksi yang salah
satu faktor predisposisinya dikarenakan oleh hepatitis virus. Karena adanya gangguan
pembentukan, sekresi dan aliran cairan empedu terjadi perubahan nilai enzim dan fungsi hati.
Hambatan oleh virus hepatitis menyebabkan cairan empedu yang mengandung bilirubin tidak
mengalir keluar sehingga terjadi akumulasi di dalam darah dan pada akhirnya bermanisfestasi
ikterus bisa juga disertai dengan pruritus karena enzim hati yang meningkat. Hipotesis
diterima

Daftar Pustaka

1. Kaplan LM, Isselbacher KJ. Ikterus. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Long DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s principle of internal medicine. Edisi
16. United states” McGraw-Hill; 2005.h. 263-9.
2. Sulaiman A. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid I.
Jakarta: FKUI; 2009.h. 634-9.
3. Speicher CE, Smith JW. Pemilihan uji laboratorium yang efektif. Jakarta: EGC;
2001.h. 249-52.
4. Kee JF. Buku saku pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2001.h. 55-61.
5. Sari Wenig, Indrawati L, Djing OG. Care yourself hepatitis. Jakarta. Penebar plus;
2008.h. 30-1.
6. Ndhraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro publikasi fakultas
kedokteran UKRIDA; 2013.h. 139-40.
7. Sanityoso A.. Hepatitis virus akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid I. Jakarta:
FKUI; 2009.h. 645-8.

Anda mungkin juga menyukai