Abstrak
Tujuan : Untuk menyajikan laporan pertama terkait hasil utama dari prevalensi
dan insidensi dari penelitian pendahuluan mengenai pemeriksaan primer rutin
human papillomavirus risiko tinggi (hrHPV) di Inggris, dibandingkan dengan
skrining sitologi.
Desain : Penelitian observasional.
Setting : Program Skrining Serviks Inggris.
Partisipan : 578.547 wanita menjalani skrining serviks di pelayanan primer
antara Mei 2013 dan Desember 2014, dengan pemantauan hingga Mei 2017;
183970 (32%) diskrining dengan pemeriksaan hrHPV.
Intervensi : Skrining serviks rutin dengan pemeriksaan hrHPV dengan sitologi
berbasis cairan dan dilakukan dua kali pengulangan awal pada wanita yang positif
hrHPV dan negatif sitologi, sesuai dengan rekomendasi usia dan interval skrining
nasional.
Pengukuran Hasil Utama : Frekuensi rujukan untuk kolposkopi; kepatuhan
dalam pengulangan pemeriksaan di awal; dan deteksi relatif dari neoplasia
intraepitelial serviks derajat 2 atau yang lebih buruk dari pemeriksaan hrHPV
dibandingkan dengan sitologi berbasis cairan pada dua putaran berturut-turut.
Hasil : Pemeriksaan hrHPV awal dan pengulangan awal membutuhkan sekitar
lebih dari 80% kolposkopi (dengan odd ratio 1,77, 95% CI 1,73 hingga 1,82),
namun terdeteksi lebih banyak neoplasia intraepitelia serviks dibandingkan
sitologi berbasis cairan (1,49 untuk neoplasia intraepitelial serviks derajat 2 atau
lebih buruk, 1,43 hingga 1,55; 1,44 untuk neoplasia intraepitelia serviks derajat 3
atau lebih buruk, 136 hingga 1,51) dan untuk kanker serviks (1,27, 0,99 hingga
1,63). Kedatangan pada pengulangan awal dan rujukan kolposkopi adalah 80%
dan 95%. Pada saat skrining, 33.506 wanita yang di-skrining dengan pemeriksaan
hrHPV memiliki lebih sedikit neoplasia intraepitelial serviks derajat 3 atau lebih
buruk dibandingkan dengan 77.017 wanita yang diskrining dengan sitologi
berbasis cairan (0,14, 0,09 hinggA 0,23).
Kesimpulan : Di Inggris, skrining primer hrHPV rutin meningkatkan deteksi
neoplasia intraepitelial serviks derajat 3 atau lebih buruk dan kanker serviks
sejumlah 40% dan 30%, dibandingkan dengan cairan berbasis sitologi. Insidensi
yang sangat rendah dari neoplasia intraepitelial serviks derajat 3 atau lebih buruk
setelah tiga tahun mendukung pemanjangan interval skrining.
Pendahuluan
Penelitian acak telah menunjukkan bahwa skrining servik untuk human
papillomavirus risiko tinggi (hrHPV) memiliki sensitivitas yang lebih besar
dibandingkan sitologi dalam mendeteksi neoplasia intraepitelial serviks dan
proteksi yang lebih baik melawan kanker serviks. Karena peningkatan sensitivitas,
interval skrining dapat dengan aman diperpanjang. Namun, pemeriksaan hrHPV
memiliki spesifitas yang lebih rendah dibandingkan dengan sitologi, karena
prevalensi yang tinggi dari hrHPV. Rujukan yang banyak untuk kolposkopi dapat
dikurangi dengan triase hasil pemeriksaan hrHPV yang positif dengan
menggunakan sitologi berbasis cairan. Sebagian besar wanita yang positif hrHPV
yang menjalani sitologi akan memiliki hasil yang normal (negatif sitologi),
namun, kelompok wanita ini masih dalam risiko tinggi karena penyakit mendasar
yang tidak terdeteksi dengan sitologi, atau karena meningkatnya risiko suatu
penyakit. Strategi alternatif untuk penanganan dalam kelompok ini adalah
merujuk untuk kolposkopi pada wanita dengan risiko yang sangat tinggi dari
penyakit yang mendasar dengan adanya genotip 16/18 human papillomavirus
yang positif, atau untuk menunda kolposkopi untuk menunggu bukti yang jelas
dari infeksi hrHPV (yang akan muncul sekitar 40% pada bulan ke-12), sehingga
wanita-wanita tersebut dapat kembali secara aman dalam pengulangan rutin.
Komite Skrining Nasional UK merekomendasikan untuk mengubah ke
skrining primer hrHPV pada Januari 2016. NHS Inggris dan Kesehatan
Masyarakat Inggris saat ini bekerjasama untuk peluncuran di akhir 2019. Dalam
mendukung peluncuran tersebut, sebuah penelitian pendahuluan dilakukan tahun
2013 oleh kelompok laboratorium srining dalam Program Skrining Serviks NHS
di Inggris. Konversi ke hrHPV primer masih sebagian, yang membolehkan
perbandingan dengan sitologi berbasis cairan. Selanjutnya diakui pentingnya
implementasi skrining hrHPV primer dengan cara yang terkontrol,
memungkinkan evaluasi dari sebuah protokol terkait kepraktisannya,
penerimaannya, dan keefektifan biayanya. Nilai penelitian pendahuluan dalam
bidang pembelajaran dipengaruhi oleh variasi dari protokol, menuju peluncuran
nasional.
Di sini, kami meneliti rujukan awal untuk kolposkopi dan rujukan
kolposkopi tambahan sebagai hasil dari pengulangan awal dari wanita dengan
positif hrHPV dan negatif sitologi; kepatuhan dengan pengulangan awal;
sensitivitas pemeriksaan hrHPV terkait prevalensi dan insidensi neoplasia
intraepitelial serviks derajat tinggi pada wanita yang negatif hrHPV-nya selama
tiga tahun.
Metode
Enam laboratirum NHS sebagian berganti ke pemeriksaan hrHPV primer
pada Mei hingga Agustus 2013. Laboratorium ini di Bristol, Liverpool,
Manchester, Norwihch, Northwick Park (London Barat), dan Sheffield
merepresentasikan sekitar 13% dari Program Skrining Serviks. Konversi ini, yang
mengikutsertakan sekitar satu pertiga sampel skrining, berdasarkan populasi.
Distribusi pemeriksaan hrHPV primer didasarkan pada wilayah praktik mum dan
tidak dengan alokasi acak. Sedangkan, alokasi untuk sitologi berbasis cairan atau
pemeriksaan hrHPV merupakan bagian dari konsiderasi praktik seperti
menjalankan satu protokol penanganan untuk masing-masing unit kolposkopi,
dimana unit kolposkopi seringkali melayani wilayah administrasi yang ditentukan.
Sampel dari wanita yang di-skrining setelah undangan rutin dikumpulkan di
layanan primer di ThinPrep (Hologic, Marlborough, MA) atau SurePath (Beckton
Dickinson, Sparks, MD) dengan media sitologi berbasis cairan, terlepas dari
sitologi berbasis cairan atau hrHPV yang menjadi pemeriksaan skrining awal.
Pemeriksaan hrHPV dilakukan dengan assay Cobas 4800 (Roche, Eotkrezu,
Switzerland, atau Branchburg, NJ), RealTime (Abbott, Wiesbaden, Jerman),
APTIMA (Hologic, Manchester, UK), atau dengan derajat yang terbatas, Hybrid
Capture 2 (Qiagen, Gaithersburh, MD). Masing-masing laboratorium
menggunakan kombinasi assay sitologi berbasis cairan dan hrHPV. Semua
pemeriksaan skrining telah disetujui untuk digunakan di Program Skrining
Serviks Inggris sesuai dengan protokol validasi resmi.
Penelitian pendahuluan mematuhi rekomendasi nasional terkait rentang usia
(25-64) dan interval skrining (tiga tahun untuk wanita yang berusia <50 dan lima
tahun untuk yang usianya lebih dari itu) untuk kedua pemeriksaan skrining. Pada
wanita yang di-skrining dengan pemeriksaan hrHPV, sitologi tidak di-blinding
dengan hasil pemeriksaan hrHPV. Wanita segera diruju untuk kolposkopi jika
pemeriksaan hrHPV-nya positif dan sitologi menunjukkan derajat ke-
abnormalitasan. Wanita dengan positif hrHPV dan negatif sitologi
direkomendasikan untuk pengulangan awal pada bulan ke-12, dan akan dirujuk
untuk kolposkopi jika hrHPV masih tetap positif dan telah terjadi perembangan
dari keabnormalitasan sitologi. Tiga laboratorium merujuk wanita dengan sitologi
yang tetap negatif saat bulan ke-12 jika sampel menunjukkan infeksi persisten
dari HPV 16/18. Wanita lain yang positif hrHPV dan negatif sitologi disarankan
untuk pengulangan awal pada bulan ke-24, dan dirujuk untuk kolposkopi juga
menunjukkan infeksi hrHPV yang menetap tanpa memandang sitologinya. Wanita
yang di-skrining dengan sitologi direkomendasikan untuk kolposkopi jika
sitologinya menunjukkan abnormalitas derajat tinggi yang konsisten dengan lesi
intraepitelial skuamosa derajat tinggi di terminologi Bethesda 2001 atau
abnormalitas derajat rendah yang konsiten dengan sel skuamosa atipikal yang
tidak signifikan (ASCUS) atau lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah yang
dikombinasi dengan pemeriksaan hrHPV yang positif. Abnormalitas glandula
secara sitologi diklasifikasikan dalam lesi intraepitelial skuamosa derajat tinggi.
Wanita yang tidak dirujuk untuk kolposkopi atau pengulangan awal akan diulang
rutin setiap tiga atau lima tahun.
Skrining dilakukan di layanan primer, dan pelatihan terkait skrining berbasis
hrHPV juga dilakukan. Pemantauan rutin laboratorium digunakan untuk
keperluan rujukan untuk kolposkopi, dan terdapat batas keamanan bagi wanita
yang tidak datang. Kolposkopi dilakukan berdasarkan panduan praktik klinis
nasional. Semua laboratorium dan klinik kolposkopi mengambil bagian dalam
program jaminan kualitas nasional.
Hasil
Bagian skrining awal (prevalensi) dan kesesuaian dengan pengulangan awal
Penelitian pendahuluan ini mengikutsertakan 1.532.908 wanita dalam
skrining pada bagian prevalensi hingga 31 Mei 2017. Distribusi usianya adalah:
297.843 (19%) berusia 24-29, 850.088 (55%) 30-49, dan 384.977 (25%) 50-64.
Kemudian, 442.174 (29%) wanita di-skrining dengan pemeriksaan hrHPV dan
1.090.734 (71%) di-skrining dengan sitologi berbasis cairan. Semua rekrutmen
antar laboratorium bervariasi dari 139.211 hiingga 544.865 dan 875.641 (57%)
berasal dari area terencil (desil 1-5 dari indeks beberapa deprivasi). Tabel 1
menunjukkan bahwa pada 31 Desember 2015, 578.547 wanita telah di-skrining,
dengan distribuasi usia dan deprivasi yang serupa dengan seluruh data penelitian
pendahuluan. Wanita yang di-skrining dengan pemeriksaan hrHPV cenderung
berasal dari daerah yang makmur, dan terletak di pusat, namun signifikan statistik
lebih tua (χ2<0,00001). Proporsi perubahan ke skrining hrHPV berbeda
berdasarkan laboratoriumnya (χ2<0,00001).
Tabel 2. Hasil skrining pada babak skrining awal (prevalensi) pada pemeriksaan
hrHPV vs sitologi berbasis cairan, berdasarkan kelompok usia
Lihat lampiran gambar 1A untuk penjelasan pemeriksaan hrHPV dan 1B untuk
penjelasan sitologi berbasis cairan
CIN2+=neoplasia intraepitelial serviks derajat 2 atau lebih buruk;
CIN3+=neoplasia intraepitelial serviks derajat 3 atau lebih buruk
Tabel 3. Hasil skrining dari genotip hrHPV pada tiga laboratorium yang
mengelola wanita berdasarkan genotip pada pengulangan awal pada bulan ke-12
Pembahasan
Penelitian ini mengkonfirmasi temuan dari uji acak dan menunjukkan
peningkatan sensitivitas untuk skrining primer dengan hrHPV. hrHPV
dibandingkan dengan sitologi berbasis cairan mendeteksi 50% lebih banyak
neoplasia intraepitelial serviks derajat 2 atau lebih buruk, 40% lebih banyak
neoplasia intraepitelial serviks derajat 3 atau lebih buruk, dan 30% lebih banyak
kanker serviks pada babak prevalensi. Seperempat neoplasia intraepitelial serviks
derajat 2 atau lebih buruk terdeteksi setelah pengulangan awal pada wanita dengan
sitologi negaif, yang dengan jelas menunjukkan penambahan sensitivitas dari
pemeriksaan hrHPV pada seluruh rentang usia. Peningkatan sensitivitas ini
dibuktikan dengan deteksi yang rendah dari neoplasia intraepitelial serviks derajat
2 atau lebih buruk pada wanita yang negatif hrHPV-nya ketika diperiksa ulang
setiap tiga tahun, hanya 29% dan 14% setelah babak prevalensi dengan sitologi
berbasis cairan yang negatif, untuk neoplasia intraepitelial serviks derajat 2 atau
lebih buruk dan neoplasia intraepitelial serviks derajat 3 atau lebih buruk.
Data kami menunjukkan bahwa insiden yang lebih rendah dari kanker
serviks setelah pemeriksaan skrining normal yang dilaporkan dari uji acak akan
disadari dalam penelitian ini. Pada uji tersebut, iniden ini menurun hingga 70%
hingga delapan tahun setelah skrining (angka deteksi relatif untuk hrHPV
dibandingkan dengan sitologi 0,30, 95% CI 0,15 hingga 0,60). Saat ini, 2500
wanita terdiagnosis dengan kanker serviks setiap tahunnya di Inggris dengan
seperempatnya terdiagnosis setelah sitologi negatif. Skrining denga pemeriksaan
hrHPV akan mengubah kasus menjadi lebih sedikit 400-500, atau penurunan 20%
dalam keseluruhan insidensi, ketika skrining hrHPV diaplikasikan secara nasional.
Insiden yang lebih rendah pada neoplasia intraepitelial serviks derajat 3 atau lebih
buruk dan kanker serviks pada interval skrining saat ini akan dengan kuat
menyokong keamanan pemanjangan interval untuk setidaknya lima tahun tanpa
peningkatan risiko dari penyakit yang berpotensi mengancam nyawa. Program
Skrining Serviks Inggris, dimulai pada tahun 1998, dapat menurunkan insidensi
kanker serviks hingga 30%, namun sejak 2002 mulai tidak berpengaruh. Kami
mengharapkan penurunan di akan datang setelah implementasi skrining hrHPV
primer yang dikominasi dengan program vaksin HPV NHS, yang dimulai pada
tahun 2008.
Triase sitologi pada wanita dengan hrHPV positif menghasilkan 7% yang
di-skrining dirujuk untuk kolposkopi, 4% segera dan 3% setelah pengulangan
awal. Rujukan tinggi pada wanita di bawah 30 tahun, hingga hampir 17%
menjalani kolposkopi, dibandingkan dengan 5% pada usia 30-49 tahun, dan 3%
pada usia 50-64. Peningkatan kebutuhan untuk kolposkopi pada wanita dengan
hrHPV positif dan sitologi negatif cenderung sementara. Data kami dari babak
insidensi menunjukkan penurunan separuh dari angka positif hrHPV
dibandingkan dengan babak prevalensi, beigu juga dengan penurunan pada
abnormalitas sitologi. Angka rujukan akan jauh menurun keika ada kohort yang
dilakukan dalam Program Skrining Serviks NHS pada tahun 2010 karena lebih
dari 80% telah divaksinasi melawan HPV 16/18.
hrHPV positif dengan sitologi negaif merupakan awal yang aman untuk
mengulang pemeriksaan pada wanita yang memiliki hrHPV positif. Kasus
tambahan dari diagnosis kanker serviks setelah pengulangan awal dari wanita
dengan hrHPV positif dan sitologi negatif pada bulan ke-12 dan 24 juga
mendukung keamanan dari strategi triase yang diimplementasikan, karena wanita
ini akan ditunda untuk pengulangan rutin setiap 36 atau 60 bulan dengan
pemeriksaan skrining primernya masih menggunakan sitologi berbasis cairan.
Cakupan dari Program Skrining Serviks telah menurun, dan perubahan ke
pemeriksaan hrHPV seharusnya tidak memperburuk hal ini. Proses dan hasil
skrining dipantau dengan teliti selama penelitian. Kami tidak menemukan
berbagai kejadian serius terkait partisipan wanita atau implementasinya dalam
skala luas dari pemeriksaan hrHPV. Kepatuhan untuk rujukan kolposkopi dan
pengulangan awal keduanya kut yaitu 95% an 80%, dan akan menjadi bagian
yang penting utntuk mencapai sensitivitas yang tinggi dan keefektifan biaya dari
skrining hrHPV. Selanjutnya, data awal dari babak skrining yang belum lengkap
menunjukkan hal yang serupa pada pemeriksan hrHPV dan skrining sitologi.
Secara keseluruhan, sosioekonomi masih tergolong rendah di wilayah terpencil.
Meskipun belum ditawarkan, fasilitas sampling mandiri dalam pemeriksaan
hrHPV merupakan potensi strategi untuk meningkatkan jumlah yang akan di-
skrining.
Kekuatan dan kelemahan dari penelitian ini
Dua kekuatan kunci dari penelitian ini adalah ukuran yang besar dan rotokol
pengulangan awal untuk wanita dengan sitologi negatif. Ini merupakan laporan
terbear menggunakan pemeriksaan hrHPV dalam berbagai program nasional di
negara berkembang. Laporan terbesar dari Itali mengikutsertakan 130.000 wanita
yang di-skrining dengan pemeriksaan hrHPV dan laporan lain dengan jumlah
yang lebih sedikit dari wanita yang diikutsertakan atau terbatas pada kelompok
usia tertentu, atau keduanya. Kami dapat mengidentifikasi bahwa kejadian yang
tidak sering terjadi dengan keakuratan yang lebih baik di penelitian besar ini,
termasuk data terkuat yang melaporkan hasil dari babak skrining insidensi. Hal ini
mengkonfirmasi insiden yang sangat rendah dari neoplasia intraepitelial serviks
derajat 2 atau lebih buruk dan kanker serviks setelah babak pertama skrining
dengan pemeriksaan hrHPV. hrHPV lebih sering digunakan pada penelitian di
Inggris dibandingkan dengan penelitian lain karena kami mengikutserakan wanita
yang berusia 24-49 tahun. Hal ini menegaskan kembali pentingnya data spesifik
negara dalam membentuk terwujudnya pemeriksaan hrHPV. Penelitian kami,
yang dilakukan di bawah kondisi yang merepresentasikan skrining rutin di seluruh
Inggris, menunjukkan angka kebebasan yang tinggi pada wanita dengan sitologi
negatif dengan menghindari kolposkopi yang idak diperlukan. Ini juga
menunjukkan bahwa pengulangan awal dari wanita tersebut mencapai 80%,
menunjukkan kegunaan dari pendekatan ini, terutama dalam meningkatkan
deteksi neoplasia intraepitelial serviks derajat 2 atau lebih buruk hingga 50%.
Meskipun terdapat permasalahan dalam kehidupan nyata seperti tidak adanya
partisipasi dalam skrining dan penyalahgunaan protokol, skrining hrHPV di
Inggris dilakukan dengan sangat baik, dan seperti yang diharapkan dari hasil uji
acak yang sangat penting.
Keterbatasan dari penelitian ini adalah, alasan kepraktisannya, yaitu bahwa
pemilihan wanita untuk skrining hrHPV berdasarkan wilayah geografis dan tidak
berdasarkan pengacakan individu. Perbedaan usia dan deprivasi antar wnita yang
menjalani skrining hrHPV dan sitologi relatif empit, meskipun signifikan statistik
karena jumlah yang besar. Smua perbandingan dari dua pemeriksaan skrining
disesuaikan dengan informasi yang bisa didapatkan dari registrasi laboratorium
rutin, meskiun masih terdapat beberapa faktor perancu. Kami tidak dapat
menentukan jumlah total kolposkopi untk menginfestigasi skrining dengan
keabnormalitasan, meskipun data dari jumlah wanita dengan setidaknya satu
kolposkopi memiliki kelengkapan seperti yang digunakan untuk mengidentifikasi
wanita terkait rekomendasi kolposkopi. Kami juga tidak dapat mengaitkan denan
informasi riwayat skrining lengkap wanita dan riwayat undangan skrining, dan
cakupan skrining yang berbeda antar wilayah geografis. Semua data berasal dari
laboratorium dan wanita tidak dapat dilacak jika berpindah ke penyedia skrining
yang lain. Meskipun kelengkapan dari pemantauan masih tinggi, beberapa lapoan
yang tidak lengkap dari penyakit yang tidak terdeteksi mungkin masih ada. Semua
kasua kanker serviks di Inggris dipantau melalui audit formal, dan semua
diagnosis kanker setelah hasil pemeriksaan hrHPV negatif akan diidentifikasi
melalui proses tersebut.
Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan bersamaan dengan skrining rutin ini
mengkonfirmasi bahwa skrining serviks hrHPV primer dapat diaplikasikan dalam
skala luas dan memiliki sensitivitas 40% lebih besar untuk neoplasia intraepitelial
serviks derajat 3 atau lebih buruk dan sensitivitas 30% lebih besar untuk kanker
serviks dibandingkan sitologi berbasis cairan primer. Hal ini meningkatkan
deteksi pada babak prevalnsi yang diikuti dengan penurunan dalam insidensinya
ssetelah tiga tahun, mendukung pemanjangan interval skrining.