Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS KECIL

“Thyroid Heart Diseases”

Disusun Oleh :
Nurmaida Ayuk Indriani G4A018038
Mizyal Wibawaningrum A G4A018054
Mela Try Rahayu G4A018087
Layalia Azka Fatharani G4A018088

Pembimbing:
dr. Rio Probo Kaneko, Sp. JP

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL


“Thyroid Heart Diseases”

Disusun oleh:
Nurmaida Ayuk Indriani G4A018038
Mizyal Wibawaningrum A G4A018054
Mela Try Rahayu G4A018087
Layalia Azka Fatharani G4A018088

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Penyakit Dalam RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada Tanggal : Mei 2019

Purwokerto, Mei 2019


Pembimbing,

dr. Rio Probo Kaneko, Sp. JP


BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin yang terletak di
daerah leher, terdiridari 2 lobus dan dihubungkan oleh istmus yang
menutupi cincin trakea (annulus trachealis) 2 dan 3. Vaskularisasi kelenjar
tiroid berasal dari a. thyroidea superior cabang dari a. carotiscommunis
atau a. carotis externa, a. thyroidea inferior cabang dari a. subclavia, dan
a.thyroidea ima cabang dari a. brachiocephalica 4,11

Gambar 1. Strukur antomis dan vaskularisasi tiroid


Secara fisiologis kelenjar tiroid ini berfungsi menghasilkan hormon
tiroid yaitu triiodotironin (T3) dan tiroksin(T4), dimana kelenjar tiroid ini
awalnya mendapatkan sinyal dari Thyroid Stimulating Hormon (TSH) dari
hipofisis, dimana hipofisis mendapatkan sinyal dari hipotalamus melalui
Thyroid Releasing Hormon (TRH).

B. Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin
(T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin
(T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan
baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali
sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.
T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk
koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh
protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG)
atau prealbumin pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine
(TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.
TSH dihasilkan oleh lobus anterior 13 kelenjar hipofisis. Proses yang
dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses
pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat
adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi
untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium
serum terhadap tulang (De Jong & Sjamsuhidajat, 2017).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang
tiroid yaitu Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh
lobus anterior hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan
diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak
sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap
sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone
(TRH) dari hipotalamus (Guyton & Hall, 2006).
Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara
langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu : (Sherwood, 2011)
a) Efek pada laju metabolism
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara
keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat
konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.
b) Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi
panas.
c) Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang
terlibat dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan
bakar metabolik bersifat multifaset, hormon ini tidak saja
mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak dan protein,
tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek
yang bertentangan.
d) Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang
digunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal.
e) Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi
jantung sehingga curah jantung meningkat.
f) Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan,
tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada
sintesis protein struktural baru dan pertumbuhan rangka.
g) Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem
saraf terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat
penting untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.

C. Patofisiologi Hipertiroid
Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan gangguan sekresi hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid, dimana terjadi peningkatan produksi atau
pengeluaran hormon tiroid. Hipertiroid ini paling banyak disebabkan oleh
penyakit Graves, meskipun hipertiroid dapat disebabkan beberapa
penyebab selain penyakit Graves (Cooper et al., 2007). Akibat sekresi
produksi atau pengeluaran simpanan hormon tiroid yaitu Triiodotironin
(T3) dan Tetraiodotironin (T4) oleh sel-sel kelenjar tiroid maka sel-sel ini
akan mengalami penambahan jumlah sel atau hyperplasia, sehingga
penderita hipertiroid ini sebagian besar kelenjar tiroidnya menjadi goiter
atau pembesaran kelenjar tiroid. Berikut ini mekanisme terjadinya
hipertiroid berdasarkan beberapa etiologinya, yaitu:
a. Penyakit Graves
Hipertiroid akibat penyakit ini disebabkan karena T limfosit
yang mengenali antigen didalam kelenjar tiroid akibat
hipersensitivitas, dengan memicu T limfosit (TH) untuk menstimulasi
B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi hormon tiroid
(TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) ini akan
berinteraksi dengan reseptor tiroid di membran epitel folikel tiroid
sehingga merangsang sel-sel folikel tiroid untuk memproduksi atau
mensekresi simpanan hormon tiroid (T3 dan T4), hal ini karena
reseptor tiroid tersebut mengenali TSH-Ab sebagai TSH, yang
sebenarnya bukan merupakan TSH yang dikeluarkan oleh hipofisis
anterior. Penyakit Graves ini selain mempengaruhi kelenjar tiroid juga
mempengaruhi mata, karena sel T sitotoksik mengenali antigen
fibroblast-tiroid di mata akibat hipersensitivitas sehingga memicu sel
T sitotoksik menghasilkan antibodi sitotoksik, yang mengakibatkan
inflamasi fibroblast orbital dan extraokular otot mata yang berakibat
bola mata menjadi terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus.
Selain itu penyakit graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada
penyakit graves dikenal adanya “trias graves” yaitu hipertiroid,
exophtalmus, dan goiter. Selain “trias graves” penyakit graves
ditandai dengan palpitasi, tremor halus, kelemahan otot proksimal,
dispneau, nafsu makan meningkat, intoleransi panas, konsentrasi
menurun, mudah lelah, labilitas, hiperdefekasi, berat badan menurun,
takikardi, atrium fibrilasi (Cooper et al., 2007).
b. Adenoma hipofisis
Adenoma hipofisis merupakan salah satu penyebab hipertiroid,
karena adenoma jenis ini paling banyak terjadi yang menimbulkan
sekresi hormon prolaktin yang berlebih. Sekresi prolaktin ini
merangsang pengeluaran TRH dari hypothalamus karena TRH
merupakan faktor yang poten mengeluarkan prolaktin, yang
mendorong keluarnya prolaktin pada ambang jumlah yang sama untuk
stimulasi pengeluaran TSH. Sehingga terjadi pengeluaran hormon
tiroid yang berlebihan dan akibatnya terjadi hipertiroid dimana
disebabkan rangsangan yang berlebihan oleh TSH yang dikeluarkan
lebih dari kadar normalnya. Adenoma hipofisis prolaktin ini ditandai
galaktorea dan amenorrhea karena penghambatan prolaktin terhadap
gonadotropin releasing hormon (GnRH) sehingga terjadi penurunan
dari FSH dan LH akibatnya penurunan hormon testosterone pada pria
dan estrogen-progesteron pada wanita (Kowalak et al., 2011).
c. Iatrogenik
Iatogenik juga dapat menyebabkan hipertiroid atau
tirotoksiktosis dan penyebab paling banyak pada penggunaan obat
antiaritnia yaitu amiodaron. Amiodaron merupakan obat antiaritmia
yang mengandung 37,3% yodium dan amiodaron ini karena
mengandung yodium sehingga menyerupai hormon tiroid, dan
amiodaron dapat terikat pada reseptor sel tiroid maka dapat memicu
sekresi hormon tiroid pada kelenjar tiroid sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya hipertiroid (Kowalak et al., 2011).
d. Adenoma toksik
Adenoma toksik merupakan adenoma fungsional yang
mensekresi T3 dan T4 sehingga menyebabkan hipertiroid. Lesi
mulanya nodul fungsional yang kecil timbul dengan sendirinya,
kemudian secara perlahan bertambah ukurannya dalam memproduksi
jumlah hormon tiroid. Secara berangsur-angsur menekan sekresi
endogen TSH, hasilnya terjadi pengurangan fungsi kontralateral lobus
kelenjar tiroid. Adenoma toksik ini mempunyai symptom berat badan
turun, takikardi, intoleransi panas, TSH yang menurun, peningkatan
T3 dan T4 serta nodul pada adenoma ini bertipe panas atau hot, dan
yang paling menonjol yaitu hilangnya fungsi kontralateral lobus
kelenjar tiroid terhadap lobus yang terjadi adenoma toksik (Lal &
Clark, 2007).
e. Goiter Multinodular Toksik
Goiter multinodular toksik biasanya terjadi pada usia lanjut
dengan euthyroid multinodular goiter yang menetap. Ditandai dengan
takikardia, gagal jantung, atau arritmia dan terkadang kehilangan berat
badan, cemas, lemah, tremor, dan berkeringat. Pemeriksaaan fisik
didapatkan goiter multinodular yang kecil atau cukup besar dan
kadang sampai pada substernal. Laboratorium menunjukkan
penekanan TSH dan elevasi T3 serum dan sedikit elevasi T4 serum.
Hipertiroid pada pasien dengan goiter multinodular yang lama bisa
dipicu dengan penggunaan obat-obatan yang mengandung iodine.
Patofisiologi iodine memicu hipertiroid belum diketahui tetapi diduga
mengakibatkan ketidakmampuan beberapa nodul tiroid untuk
mengambil iodide yang ada dengan menghasilkan hormon yang
berlebih (Cooper et al., 2007).
f. Tirotoksikosis Faktitia
Tirotoksikosis faktitia merupakan gangguan psikoneurotik pada
pasien yang secara diam-diam menghasilkan kadar T4 berlebih atau
simpanan hormon tiroid, biasanya untuk tujuan mengontrol berat
badan. Secara individual, biasanya wanita, yang dihubungkan dengan
lingkungan pengobatan yang mudah mendapatkan obat-obatan tiroid.
Ciri-ciri tirotoksikosis, termasuk kehilangan berat badan, cemas,
palpitasi, takikardi, dan tremor, tapi goiter dan tanda mata tidak ada.
Karakteristik, TSH rendah, serum FT4 dan T3 meningkat, serum
tiroglobulin rendah, dan RAIU nol (Lal & Clark, 2007).
Gambar 2.2 Patofisologi Hipertiroid

D. Patofisiologi Hipotiroid
Fungsi kelenjar tiroid diregulasi oleh thyroid stimulating
hormone (TSH), dimana hormon tersebut disintesis dan disekresi oleh
kelenjar hipofisis anterior. Hormon tiroid memicu umpan balik negatif
terhadap axis hipotalamus-hipofisis anterior-tiroid sehingga mengatur
metabolisme kelenjar tiroid. Penurunan produksi hormone tiroid
menstimulasi produksi TSH. Hipotiroidisme ditandai dengan defisiensi
produksi hormon tiroid. Hal ini dapat terjadi secara primer dimana
kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid yang tidak adekuat
(autoimun tiroiditis, riwayat terapi radio-iodin atau pembedahan pada
hipertiroid), dan dapat pula terjadi secara sekunder dimana hormon
tiroid yang kurang disebabkan oleh sekresi yang tidak adekuat dari
TSH maupun TRH. Manifestasi klinis pada hipotiroid bervariasi mulai
dari yang asimtomatik hingga koma dengan kegagalan organ
multisystem (Bello dan Bakari, 2012; Brenta et al, 2013).
Penyebab terbanyak dari hipotiroidisme adalah penyakit lokal
pada kelenjar tiroid yang menyebabkan berkurangnya produksi
hormon. Dalam keadaan normal, tiroid dapat melepas 100-125 nmol
T4 dan hanya sedikit T3. Penurunan produksi T4 menyebabkan
peningkatan produksi TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. TSH
menstimulasi hipertrofi dan hyperplasia kelenjar tiroid. Hal ini
menyebabkan tiroid mensekresi lebih banyak T3. Defisiensi hormon
tiroid mempunyai efek yang luas karena seluruh sel yang aktif secara
metabolisme membutuhkan hormon tiroid. Efek sistemik terjadi karena
ganggungan pada proses metabolic maupun efek dari infiltrasi
myxedema (akumulasi glukosaminoglikan di jaringan). Efek dari
kekurangan hormon tiroid terhadap beberapa organ dapat disimak pada
tabel berikut (Bello dan Bakari, 2012).
Tabel 2.1 Efek Hipotiroidisme pada Beberapa Sistem
Sistem Efek akibat kekurangan hormon tiroid
(hipotiroidisme)
Pertumbuhan Dapat terjadi pada dua decade pertama
dan kehidupan, yaitu kerusakan pada sistem saraf
perkembangan pusat yang ireversibel
Metabolisme Mempengaruhi laju metabolisme basal,
peningkatan level kolesterol dan LDL, penurunan
nafsu makan
Sistem saraf Sakit kepala, vertigo atau tinnitus, relaksasi releks
tendon dalam, deficit kognitif, gangguan
penglihatan, keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan neuro-psikomotor
Sistem Penurunan kontraktilitas, laju pulsasi, dan
kardiovaskular penurunan volume sekuncup (stroke volume),
penurunan cardiac output hingga setengah dari
nilai normal
Sistem Achlorhydria, anemia pernisiosa
Gastro-
intestinal
Sistem Iregularitas menstruasi, anovulasim infertilitas,
reproduksi abnormalitas fungsi gonad dan keguguran

E. Tiroid Heart Disease


1. Definisi
2. Etiologi
3. Epidemiologi
Thyroid Heart Disease atau penyakit jantung tiroid dapat
mengenai segala usia dan memiliki angka insiden yang cukup
tinggi di masyarakat. Insiden penyakit jantung tiroid diperkirakat
terjadi pada 0,4 per 1000 wanita per tahun. Penyakit jantung tiroid
lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria dengan
perbandingan 4:1 terutama pada usia 30-15 tahun. 15% penyakit
jantung tiroid terjadi pada usia diatas 60 tahun dan 70% disebabkan
oleh penyakit Graves yang berakibat meningkatnya angka
kematian dan angka kesakitan kardiovaskuler (Pittas & Lee, 2003).

4. Patofisiologi
a. Pengaruh Langsung Hormon Tiroid terhadap Sistem
Kardiovaskular
Tabel 2.3 Efek hormon tiroid terhadap sistem kardiovaskular.
Pengaruh langsung Pengaruh tak langsung
Regulasi gen-gen spesifik Aktivitas adrenergic meningkat
jantung
Regulasi ekspresi reseptor Meningkatkan kerja jantung
hormon tiroid
Kontraktilitas otot jantung Hipertrofi jantung
meningkat
Penurunan resistensi pembuluh Curah jantung meningkat
darah perifer

Pengaruh langsung hormon tiroid pada umumnya akibat


pengaruh T3 yang berikatan dengan reseptor pada inti sel yang
mengatur ekspresi dari gen-gen yang responsive terhadap
hormon tiroid, dengan kata lain bahwa perubahan fungsi
jantung dimediasi oleh regulasi T3 gen spesifik jantung.
Terdapat dua jenis gen reseptor T3, yaitu alfa dan beta, dengan
paling sedikit dua mRNA untuk tiap gen, yaitu alfa-1 dan alfa-
2, serta beta-1 dan beta-2. T3 juga bekerja pada ekstranuklear
melalui peningkatan sintesis protein (Faizi & Netty, 2006).
Berikut ini penjelasan mengenai pengaruh langsung hormon
tiroid terhadap system kardiovaskular, yaitu:
1) T3 mengatur ge-gen spesifik jantung
Pemberian T3 pada hewan meningkatkan
kontraktilitas otot jantung meLalui stimulasi sintesis fast
myosin heavy chain dan menghambat penampakan slow
beta isoform. Pada ventrikel jantung manusia, sebagain
besar terdiri dari myosin heavy chain, sehingga T3 tidak
mempengaruhi perubahan pada myosin. Peningkatan
kontraktilitas pada manusia sebagian besar merupakan hasil
dari peningkatan ekspresi reticulum sarkoplasma
Ca2+ATPase, meskipun sebagian besar juga oleh beta
isoform.
2) T3 mengatur ekspresi reseptor yang peka hormon tiroid
(pada hewan percobaan)
T3 menyebabkan peningkatan retikulum
sarkoplasma Ca2+ATPase dan penurunan kerja Ca2+ATPase
regulatory protein. T3 juga mengatur Na-K ATPase
jantung, enzim malat, faktor natriuretik atrial, Ca channels,
dan reseptor beta-adrenergik.
3) Hormon tiroid meningkatkan kontraktilitas otot jantung
Hormon tiroid akan menstimulasi kerja jantung
dengan mempengaruhi fungsi ventrikel, melalui
peningkatan sintesis protein kontraktil jantung atau
peningkatan fingsi dari reticulum sarkoplasma Ca-ATPase
sehingga pada pasien hipertiroid akan didapati jantung yang
hipertrofi (Kowalak et al., 2011).
4) Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi
pembuluh darah perifer
T3 mempengaruhi aliran natrium dan kalium pada
sel otot polos sehingga menyebabkan penurunan
kontraktilitas otot polos dan tonus pembuluh darah
arteriole.
b. Pengaruh Tidak Langsung Hormon Tiroid terhadap Sistem
Kardiovaskular
Keadaan hipermetabolisme dan peningkatan produksi
panas tubuh akibat pengaruh hormon tiroid secara tidak
langsung akan mempengaruhi system kardiovaskuler dengan
adanya suatu kompensasi, antara lain:
1) Hormon tiroid meningkatkan aktivitas sistem
simpatoadrenal
Pasien hipertiroid memiliki gejala klinik yang mirip
dengan keadaan hiperadrenergik, sebaliknya hipotiroid
menggambarkan keadaan berupa penurunan tonus simpatis.
Pada hipertiroid terjadi peningkatan kadar atau afinitas
beta-reseptor, inotropik respon Isoprotrenol dan
norepinefrin (Kowalak et al., 2011). Banyak penelitian
menyimpulkan bahwa hormon tiroid berinteraksi dengan
katekolamin dimana pada pasien-pasien hipertiroid terdapat
peningkatan sensitivitas terhadap kerja katekolamin dan
pada pasien yang hipotiroid terjadi penurunan sensitivitas
terhadap katekolamin (Faizi & Netty, 2006). Hal ini
terbukti dari kadar katekolamin pada pasien-pasien
hipertiroid justru menurun atau normal sedangkan pada
pasien hipotiroid cenderung meningkat. Hormon tiroid
dapat meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik dan
sensitivitasnya. Hormon tiroid juga meningkatkan jumlah
subunit stimulasi pada guanosin triphospate-binding
protein sehingga terjadi peningkatan respon adrenergic
(Guyton, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pada pasien hipotiroid, reseptor beta-adrenergik berkurang
jumlah dan aktifitasnya, terlihat dari respon yang melambat
dari plasma cAMP terhadap epinefrin. Respon cAMP
terhadap glukagon dan hormon paratiroid juga menurun,
dengan demikian tampak penurunan aktivitas adrenergic
pada pasien hipotiroid. Pada rat atria yang berasal dari
hipotiroid binatang terjadi peningkatan reseptor alfa dan
penurunan reseptor beta. Tetapi sebenarnya pada manusia,
peningkatan respon simpatis akibat hormon tiroid masih
sulit dibuktikan (Cooper et al., 2007).
2) Kerja jantung meningkat
Peningkatan isi sekuncup dan denyut jantung
meningkatkan curah jantung.
3) Hipertrofi otot jantung akibat kerja jantung yang meningkat
Pada model eksperimen pada hewan-hewan dengan
hipertiroid dalam satu minggu pemberian T4 terlihat
pembesaran jantung pada ukuran ventrikel kiri lebih kurang
135% dibanding kontrol. Hal ini mungkin karena hormon
tiroid meningkatkan protein sintesis. Untuk membuktikan
hal ini, Klein memberikan propanolol dengan T4 pada
hewan percobaan, dimana propanolol berperan mencegah
peningkatan denyut jantung dan respon hipertrofi. Dari
hasil penelitian Klein dan Hong terlihat bahwa hewan
percobaan tanpa peningkatan hemodinamik, tidak didapat
hipertrofi jantung. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa hormon tiroid tidak secara langsung menyebabkan
penyatuan asam amino dan tidak ada efek yang dapat
diukur pada sintesis protein kontraktil otot jantung. Jadi,
yang menyebabkan hipertrofi adalah peningkatan kerja
jantung itu sendiri (Cooper et al., 2007).
4) Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan
peningkatan volume darah
Hormon tiroid menyebabkan penurunan resistensi
pembuluh darah perifer. Beberapa peneliti mengatakan
bahwa hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme
dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan rendahnya
resistensi vascular sistemik sehingga menurunkan tekanan
diastolic darah yang mengakibatkan peningkatan curah
jantung (Cooper et al., 2007).
5. Diagnosis
6. Terapi
Meliputi medikamentosa dan non medikamentosa.
a. Secara non medikamentosa berupa: istirahat tirah baring
(bed rest), diet jantung dengan tujuan untuk mengurangi
beban jantung dengan diet yang lunak, rendah garam dan
kalori, serta mengurangai segala bentuk stress baik fisik
maupun psikis yang dapat memperberat kerja jantungnya.
b. Secara medikamentosa berupa
1. Golongan beta blocker, ditujukan untuk mengurangi
kerja jantung serta melawan kerja hormone tiroid yang
bersifat inotropik dan kronotropik negative. Golongan
beta blocker akan mengistirahatkan jantung dan
memberi waktu pengisian diastolik yang lebih lama
sehingga akan mengatsi gagal jantungnya. Propanolol
juga penting untuk mengatasi efek perifer dari hormone
tiroid yang bersifat stimulator beta-adrenergik reseptor.
Beta blocker juga bersifat menekan terhadap system
saraf sehingga daapt mengurangi palpitasi, rasa cemas,
dan hiperkinesis. Beta blocker tidak mempengaruhi
peningkatan konsumsi oksigen. Dosis 40-160 mg/ hari
bila belum ada dekompensasio kordis (Ghanie, 2009).
2. Diuretik, dapat diberikan untuk mengurangi beban
volume jantung dan mengatasi bendungan paru.
3. Pemberian digitalis masih controversial, karena sifatnya
yang kronotropik negative tapi inotropik positif.
Diharapkan kerja kronotropik negatifnya untuk
mengatasi takikardi yang ada, tapi kerja inotropik
positifnya dapat menambah kerja jantung mengingat
pada penyakit jantung hipertiroid, hormone tiroid justru
bersifat kronotropik positif juga. Dosis lebih dari
normal perlu control Hr selama atrial aritmia (Nasution,
2009).
4. Antikoagulan, direkomendasikan untuk AF, khususnya
jika 3 hari atau lebih, dilanjutkan untuk 4 minggu
setelah kembali ke sinus rhythm dan kondisi eutiroid
(Nasution, 2009).
5. Mengatasi keadaan hipertiroidisme
Terapi utama pada hipertiroidisme ini yaitu secara
langsung untuk menurunkan jmlah hormone tiroid yang
diproduksi oleh kelenjar tiroid dengan obat-obat
antitiroid, selain itu dapat didukung dengan terapi
radioaktif iodine dan operasi subtotal tiroidektomi.
a) Obat Antitiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan adalah
profiltiourasil (PTU) dan metimazol, serta golongan
beta-blocker yaitu propanolol. Namun kadang-
kadang iodine stabil dapat digunakan, terutama
untuk persiapan pembedahan. Baik PTU maupun
metimazol memiliki efek yang hampir sama, hanya
PTU memiliki kerja menghambat perubahan T4
menjadi T3 di perifer, sehingga PTU lebih cepat
menunjukkan kamajuan terapi secara simtomatis,
kebanyakan pasien dapat dikontrol hipertiroidnya
dengan PTU 100-150 mg tiap 6-8 jam (Davies,
2008). Dosis propanolol 40-160 mg/hari dan dosis
propiltiourasil 400-600 mg/ hari serta dosis
metimazol 60-80 mg/hari.1 Dosis tiga kali sehari
dari PTU dikurangi menjadi 200 mg setelah sekitar
2 minggu (tapering off), kemudian secara bertahap
dikurangi menjadi 100 mg setelah sekitar 8 minggu.
Selanjutnya dosis pemeliharaan dapat diberikan 50
mg tiga kali sehari atau kurang lebih selama 1-1,5
tahun (Ghanie, 2009). Dalam pemberian PTU,
dosisnya harus dimonitor dengan kadar T4 dan T3
plasma sejak pasien menunjukkan respon berbeda.
Waktu yang dibutuhkan T4 dan T3 plasma untuk
kembali normal bervariasi sekitar 6-10 minggu.
b) Pemberian propanolol dapat dihentikan jika terapi
dengan PTU telah menunjukkan hasil yang baik.
Efek kronotropik dan inotropik negatifnya cepat
memberikan hasil dibandingkan PTU. Cara kerja
propiltiourasil yaitu dengan mengurangi sintesa T4
dan T3 secara reversibel sehingga dapat terjadi
kekambuhan, kecuali terjadi remisi spontan,
misalnya pada Grave disease untuk sementara
waktu yang harus dipantau dengan kadar T4 dan T3
plasma (Davies, 2008).
7. Komplikasi
8. Prognosis
Heart failure merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di dunia. Meskipun ada kemajuan dalam
pengobatan untuk menangani Heart Failure dalam 15 tahun
terakhir, prognosis terhadap penyakit ini masih buruk. Kasus
hipertiroid dan hipotiroid yang tidak ditangani dapat menjadi
penyebab umum gagal jantung. Selain itu, disfungsi tiroid subklinis
persisten juga dapat dikaitkan dengan heart failure. Tes fungsi
tiroid sebaiknya dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung
yang tidak teridentifikasi penyebabnya pada gagal jantung, atrial
fibrilasi, hipertensi pulmonal, dan dilated cardiomyopathy. Oleh
karena itu, perlu kerjasama yang yang baik anatara ahli jantung
dengan ahli endokrin untuk pemilihan terapi yang tepat untuk
pasien penyakit jantung akibat kelainan tiroid, sehingga prognosis
penyakit ini dapat membaik (Biondi, 2012).

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai