Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN COMMUNITY BASED LEARNING (CBL)

BLOK DERMATOMUSKULOSKELETAL
TUTORIAL 24

“Kasus Suspect Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pekerja

Peternakan Perah Susu Sapi Kemiling”

Anggota :

Cindy Aisyah Putri 1718011058


Devi Rahmadiani 1718011010
Dima Fitri Hayuningrum 1758011030
M. Dwiky Tantona 1718011084
M. Panji Marga 1758011015
Nedhea Mutiara Putri 1718011126
Prasnya Jatu Nareswari 1718011050
Reandy Ilham Andriyono 1518011003
Reghina Pratiwi Hidayat 1758011017
Risky Bustami 1718011079
Viola Arisanti 1718011127

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
LAPORAN COMMUNITY BASED LEARNING (CBL)
BLOK DERMATOMUSKULOSKELETAL

TUTORIAL 24

“Kasus Suspect Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pekerja

Peternakan Perah Susu Sapi Kemiling”

Abstrak

Latar Belakang. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan suatu


gangguan yang timbul karena terowongan karpal atau celah di lengan
tangan bawah sampai pergelangan tangan terjadi penyempitan. CTS
menimbulkan gejala utama yang ditandai dengan adanya rasa
kesemutan, rasa nyeri pada jari terutama di malam hari, kehilangan rasa
(mati rasa), tangan kaku, otot tangan lemah hingga terjadi atrofi otot.
Gerakan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan atau gerakan berulang-
ulang dapat memicu timbulnya gejala. Gejala terkadang dapat berkurang
bila penderita menggoyangkan tangan untuk merelaksasikan otot.
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otototot
thenar. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi,
polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada
otototot thenar. Kasus. Pada kasus ini, Bpk. F merasakan nyeri,
kesemutan, dan daya genggaman tangannya terasa sangat lemah, dan
sering terasa kaku (kebas). Pemeriksaan fisik tenderness pada
pemeriksaan ROM pergelangan tangan. Simpulan. Dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis klinis Suspect
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Terapi konservatif yang bisa dilakukan
berupa mengistirahatkan pergelangan tangan, , pemberian OAINS,
pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan pada malam
hari dan Nerve Gliding
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu bentuk penyakit yang dapat mengganggu aktivitas kerja individu adalah
penyakit muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal merupakan gangguan yang
memengaruhi struktur pada otot, tulang, tendon dan persendian. Gangguan yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal dapat mempengaruhi dan bermanifestasi pada
setiap area pada tubuh penderitanya sehingga akan menyebabkan berbagai kesulitan
dalam bekerja, terutama jika gangguan tersebut terjadi pada lokasi-lokasi yang
strategis seperti pergelangan tangan, jari, lutut, leher dan bahu.

Selain efek langsung pada anggota tubuh yang terkena, gangguan muskuloskeletal
juga dapat menyebabkan respon peradangan. Gejala umum yang biasa dirasakan
dapat berupa kelelahan, mual, nyeri, ngilu, gangguan tidur, serta pembengkakan.
Hal tersebut tentunya akan menurunkan produktivitas dan kualitas hidup penderita.

Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan muskuloskeletal antara


lain usia, tingkat aktivitas, gaya hidup, dan pekerjaan. Dalam laporan ini, pekerjaan
akan menjadi fokus utama dari pembahasan faktor penyebab gangguan
muskuloskeletal. Seseorang cenderung melakukan gerakan-gerakan yang sama
ketika bekerja sedangkan gangguan muskuloskeletal dapat terjadi akibat
penyalahgunaan penggunaan otot dalam waktu yang lama. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi resiko gangguan muskuloskeletal antara lain paksaan, pengulangan,
postur dan getaran.

Untuk memenuhi tugas Community Based Learning (CBL) pada blok


Dermatomuskuloskeletal (DMS) di semester 4 ini penulis dari tutorial 24 semester
4 FK Unila angkatan 2017 telah melakukan observasi pada komunitas petani sapi
perah lokal di kandang sapi perah Kedaung yang berlokasi di Kemiling, Bandar
Lampung.

Observasi ini kami lakukan untuk mengetahui jenis gangguan muskoloskeletal yang
dapat terjadi pada komunitas petani susu perah. Pada laporan ini akan dianalisis
apakah gangguan muskuloskletal yang terjadi berhubungan dengan jenis pekerjaan
yang mereka lakukan sehari hari.
BAB II

HASIL LAPORAN KASUS

Berdasarkan observasi yang kami lakukan pada 3 responden, diketahui 1 pekerja


mengeluhkan gangguan yang diduga merupakan Carpal Tunel Syndrome (CTS).
Carpal Tunnel Syndrome merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang sering
terjadi. Gerakan-gerakan yang menjadi faktor resiko terjadinya CTS antara lain
gerakan berulang ulang dan posisi menggenggam suatu benda dalam waktu yang
lama.

2.1 Identitas Pasien

2.1.1 Responden 1

Nama : Tuan F

Usia : 19 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

2.1.1 Responden 2

Nama : Tuan A

Usia : 22 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah


2.2 Anamnesis

2.2.1 Responden 1 (Tuan F)

 Keluhan utama

Sakit pada bagianpergelangan tangan, serta pada bagian otot fleksor


pollicis bravis, kaku dan kesemutan di telapak tangan

 Riwayat Penyakit Sekarang

- Onset : sejak 1 tahun lalu

- Lokalisasi :pada bagian telapak tangan


dan otot fleksor pollicis bravis, keluhan dirasakan di tangan
kanan

- Keluhan sementara/menetap :sementara

- Faktor pemberat/peringan : keluhan pada pergelangan


tangan semakin berat apabila melakukan gerakan fleksi,
sedangkan keluhan pada otot fleksor pollicis bravis terasa
lebih berat ketika tubuh merasa kelelahan.

- Keluhan tambahan :-

 Riwayat Penyakit dahulu :-

 Riwayat Penyakit Keluarga :-

 Riwayat pribadi : merokok

2.2.2 Responden 2 (Tuan A)

 Keluhan utama

Sakit pada bagian pergelangan tangan, serta pada bagian otot fleksor
pollicis bravis, kaku dan kesemutan di telapak tangan

 Riwayat Penyakit Sekarang


- Onset : sejak 1 tahun lalu

- Lokalisasi :pada bagian telapak tangan


dan otot fleksor pollicis bravis, keluhan dirasakan di tangan
kanan.

- Keluhan sementara/menetap : sementara

- Faktor pemberat/peringan : keluhan pada pergelangan


tangan semakin berat apabila melakukan gerakan fleksi,
sedangkan keluhan pada otot fleksor pollicis bravis terasa
lebih berat ketika tubuh merasa kelelahan.

- Keluhan tambahan :-

 Riwayat Penyakit dahulu :-

 Riwayat Penyakit Keluarga :-

 Riwayat pribadi : merokok

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Responden 1 (Tuan F)

 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

 TTV

- Nadi : 88 kali/menit

- Tensi : 120/80 mmHg

- Suhu : Tidak dilakukan

 PF kepala : Bentuk: normal; konjungtiva anemis: (-/-);


sklera ikterik (-/-)

 PF leher : Normal, simetris


 PF thorax : Normal, tidak ada retraksi pernafasan

 PF abdomen : Normal

 Ekstremitas superior : Simetris; Dikrepansi (-/-)

 Ekstremitas inferior : Simetris; Dikrepansi (-/-)

 Pemeriksaan Lokal Muskuloskeletal

- Look

Sikatriks (-)

Fistula (-)

Warna Normal

Benjolan (-)

Posisi Ekstremitas : Normal


Bentuk Ekstremitas: Normal

- Feel
Jalan Pasien Normal
Suhu meningkat
Nadi Normal
Nyeri Tenderness (+)
ekstremitas superior
dextra (pergelangan
tangan)
Krepitasi (-)
Saraf Paresthesia (+)
ekstremitas superior
Otot Normal
Edema (-)
- Move

ROM bahu d/s (normal/normal)

ROM siku d/s (normal/normal)

ROM jari tangan d/s (normal/normal)

ROM pergelangan d/s (tenderness


tangan (+)/normal)

ROM pergelangan kaki d/s (normal/normal)

ROM lutut d/s (normal/normal)

ROM pergelangan kaki d/s (normal/normal)

ROM kaki d/s (normal/normal)

2.3.2 Responden 2 (Tuan A)

 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

 TTV

- Nadi : 80 kali/menit

- Tensi : 130/80 mmHg

- Suhu : Tidak dilakukan

 PF kepala : Bentuk: normal; konjungtiva anemis: (-/-);


sklera ikterik (-/-)

 PF leher : Normal, simetris

 PF thorax : Normal, tidak ada retraksi pernafasan


 PF abdomen : Normal

 Ekstremitas superior : Simetris; Dikrepansi (-/-)

 Ekstremitas inferior : Simetris; Dikrepansi (-/-)

 Pemeriksaan Lokal Muskuloskeletal

- Look

Sikatriks (-)

Fistula (-)

Warna Normal

Benjolan (-)

Posisi Ekstremitas : Normal


Bentuk Ekstremitas: Normal

- Feel
Jalan Pasien Normal
Suhu meningkat
Nadi Normal
Nyeri Tenderness (+)
ekstremitas superior
dextra (pergelangan
tangan)
Krepitasi (-)
Saraf Paresthesia (+)
ekstremitas superior
Otot Normal
Edema (-)
- Move

ROM bahu d/s (normal/normal)

ROM siku d/s (normal/normal)

ROM jari tangan d/s (normal/normal)

ROM pergelangan d/s (tenderness


tangan (+)/normal)

ROM pergelangan kaki d/s (normal/normal)

ROM lutut d/s (normal/normal)

ROM pergelangan kaki d/s (normal/normal)

ROM kaki d/s (normal/normal)

2.4 Diagnosis Kerja

2.4.1 Responden 1 (Tuan F)

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

2.4.2 Responden 2 (Tuan A)

Sprain, De Quervain syndrome, Pronator teres syndrome

2.5 Diagnosis Banding

2.5.1 Responden 1 (Tuan F)

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

2.5.2 Responden 2 (Tuan A)

Sprain, De Quervain syndrome, Pronator teres syndrome


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Manifestasi Klinis

3.1.1. Gejala Subyektif

1. Gangguan sensorik
2. Hilangnya sensasi atau rasa
3. Kesemutan
4. Pembengkakan, kekakuan pada jari dan pergelangan tangan.
Dari hasil autoanamnesis yang dilakukan kepada bapak F, bahwa gejala
subyektif atau gejala yang di rasakan atau dikeluhkan oleh bapak F yaitu
rasa nyeri, kesemutan, dan merasa sulit untuk tidur karena rasa nyeri
yang diderita. Terkadang bapak F merasa daya genggaman tangannya
terasa sangat lemah, dan sering terasa kaku (kebas). Tetapi tidak
ditemukan pembengkakan. Akibatnya pekerjaan bapak F menjadi
terhambat apalagi pekerjaan bapak F sehari-hari memeras susu sapi.

3.1.2. Gejala Objective

Gejala Objective yang ditemukan pada bapak F yaitu mati rasa pada
pergelangan tangan yang kerap timbul, kelemahan otot serta perasaan
tangan yang kadang kaku, kesemutan kerap terjadi secara tiba-tiba saat
menggenggam. dan rasa sakit yang menjalar sampai lengan. Nyeri lebih
terasa pada saat malam hari yang membuat kesulitan untuk tidur.

3.2 Pemeriksaan Penunjang

3.2.1. Pemeriksaan Neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,


gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otototot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus carpal tunnel syndrome.

3.2.2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto rontgen pada pergelangan tangan dapat membantu


melihat apakah penyebab dari carpal tunnel syndrome terdapat penyebab
lain seperti fraktur atau artritis.

3.2.3. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi dari carpal tunnel syndrome belum jelas seperti pada usia
muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid
ataupun darah lengkap.

3.3 Diagnosis Kerja

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, serta
manifestasi klinik yang dirasakan oleh pasien dan melalui hasil pengamatan
kami, didapatkan diagnosis kerjanya adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
atau Sindroma Terowongan Karpal (STK). Pasien mengeluhkan sakit itu
terutama pada tangan kanannya.

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan suatu gangguan yang timbul


karena terowongan karpal atau celah di lengan tangan bawah sampai
pergelangan tangan terjadi penyempitan. Penyempitan tersebut akibat dari
adanya edema fasia atau akibat dari kelainan di tulang kecil bagian tangan yang
menimbulkan penekanan saraf nervus medianus di lengan tangan bawah
hingga pergelangan tangan. CTS menimbulkan gejala utama yang ditandai
dengan adanya rasa kesemutan, rasa nyeri pada jari terutama di malam hari,
kehilangan rasa (mati rasa), tangan kaku, otot tangan lemah hingga terjadi
atrofi otot. Adanya berbagai keluhan tersebut dapat mengurangi tingkat
aktivitas sehari-hari serta membatasi fungsi pergelangan tangan (Mallapiang,
2014).

Gerakan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan atau gerakan berulang-ulang


dapat memicu timbulnya gejala. Gejala terkadang dapat berkurang bila
penderita menggoyangkan tangan untuk merelaksasikan otot. Fenomena ini
disebut Flick’s sign. Gejala lain yang tampak pada penderita ialah menurunnya
kemampuan fungsional oleh karena gangguan motorik. Hal ini terjadi pada
derajat yang lebih berat. Penderita mungkin sulit memegang sebuah benda
(Pangestuti, 2014).

Kelompok peneliti kami menganamnesis serta mengamati langsung responden


atau pasien, di mana diketahui responden bekerja sebagai pegawai peternak
perah susu sapi. Pasien akan bekerja mulai dari setelah shalat shubuh atau
sekitar pukul 5 pagi untuk membersihkan badan sapi dan kandang sapi karena
pemerahan susu harus dalam keadaan bersih dan steril. Pemerahan susu sendiri
harus dilakukan sebelum pukul 6 pagi dan sekitar pukul 4 sore yang dilakukan
oleh dua atau tiga pegawai untuk sekitar 20 sapi. Gerakan-gerakan
membersihkan atau menyikat sapi serta membersihkan kandang menggunakan
sikat tanpa gagang dengan ukuran cukup besar di tangan para pegawai serta
tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) dan gerakan-gerakan memerah
susu secara manual menggunakan tangan yang dilakukan secara berulang
setiap harinya menjadi penguat diagnosis akibat kerja bagi pasien.
Sumber ilustrasi gambar: alodokter.com

3.4 Penatalaksanaan

Adapun tindakan penatalaksaan pada pasien Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


bergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika
sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi,
atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus ringan bisa
diobati dengan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS) atau NSAIDs dan
menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan
dalam posisi netral selama minimal 2 bulan, terutama pada malam hari atau
selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi
steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang
cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi.

Adapun sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

1) Terapi langsung terhadap CTS

a) Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan.

2. Pemberian OAINS.
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.

4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM)


latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan
dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari
ekstremitas atas. Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa
jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa
ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada
neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah.
Latihan ini sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah
diberikan instruksi singkat (Tana, 2012).

Nerve Gliding, sumber: carpal-tunnel-symptoms.com

5. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan


tangan.

b) Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan


dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat
sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa
tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila
ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi
adalah hilangnya sensibilitas yang persisten. Biasanya tindakan operasi
CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang
telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi
endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi
tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera
pada saraf (Mardjono, 2009)..

2) Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi,


sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada
keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus
dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya
antara lain:

a) Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif,


getaran peralatan tangan pada saat bekerja.

b) Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.

c) Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.

d) Metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi


kerja.

e) Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS


sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.
3.5 Komplikasi Carpal Tunnel Syndrome

Komplikasi dari carpal tunnel syndrome yaitu :

1. Athrofi otot-otot thenar.


2. Kelemahan otot-otot thenar.
3. Ketidak mampuan tangan untuk melakukan aktifitas.

3.6 Pencegahan Carpal Tunnel Syndrome

Untuk mencegah terjadinya sindrom carpal tunnel, telah dibuat panduan


pencegahan dengan mengendalikan unsur resiko penyebab sindrom tunnel
oleh Silverstein, Fine dan Amstrong. Berikut beberapa langkah
pengendaliannya, antara lain :

a. Gerakan berulang (repetitive)


1. Gunakan bantuan mekanis atau dengan otomatisasi mesin.
2. Analisa pekerjaan, untuk mengurangi gerakan yang tidak perlu.
3. Rotasi pekerjaan dengan gerakan yang berbeda.
4. Mengurangi lembur (over time).
5. Rancang perkakas sesuai tangan yang digunakan kanan atau kiri.

b. Gerakan sangat kuat (forceful)


1. Kurangi berat atau perkakas yang digunakan agar sesuai dengan
kekuatan normal tangan.
2. Gunakan perkakas yang bergaya berat ditelapak atau genggaman
tangan agar beban menyebar ke otot dan persendian, gunakan perkakas
yang kurang memerlukan pergerakan pergelangan tangan.
3. Jangan menggunakan perkakas yang licin, perkakas yang gerakannya
menyentak, atau perkakas yang banyak memelintir.

c. Sikap tubuh yang kaku


1. Sesuaikan jenis pekerjaan dengan pekerja
2. Hindari gerakan abduksi (fleksi kedepan) 30-40 derajat, fleksi siku
atau ekstensi >20 derajat, hindari gerakan yang sering memutar leher.
3. Posisi pergelangan tangan harus selalu netral, dengan membuat
pekerjaan lebih mudah terjangkau.

d. Tekanan mekanis
1. Mengalasi atau memberi bantalan pada pergelangan perkakas yang
digunakan, panjangkan, atau lebarkan pegangan perkakas sehingga
cocok dengan genggaman, agar tekanan mekanis merata ke permukaan
tangan.
2. Jangan memegang perkakas yang bertepi tajam.
e. Pengendalian getaran
1. Gunakan isolator (alat peredam) vibrator.
2. Hindari penggunaan perkakas pemutar yang kuat.

f. Penggunaan sarung tangan


1. Pergunakan yang sesuai dengan ukuran tangan, dan melindungi bagian
tangan yang memerlukan misalnya untuk melindungi jari, gunakan
cellotape jari saja, jangan sarung tangan. Sarung tangan memerlukan
gerakan lebih kuat, mengurangi sensasi raba, memerlukan ruang lebih
besar sehingga dapat terjepit dibagian mesin yang bergerak.
2. Mengurangi dingin bila bekerja dilingkungan dingin, seperti
pengemasan atau penyimpanan daging beku.
DAFTAR PUSTAKA

Cartwright MS, Et al. 2012. Evidence-based Guideline: Neuromuscular Ultrasound


for The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. New York: American
Association of Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine.

Joseph JB, and Perry JR. 2012. Carpal Tunnel Syndrome. New York: American
College of Rheumatology.

Mallapiang, Fatmawaty dan Andi Agus Wahyudi. 2014. Gambaran Faktor


Pekerjaan dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pengrajin
Batu Tatakan di Desa Lempang Kec. Tanete Riaja Kabupaten Barru di Tahun
2015. Al-Sihah: Public Health Science Journal. 6(2): 19-25.

Mardjono M dan Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT Dian


Rakyat.

Pangestuti, Angelia A. dan Noeroel Widajati. 2014. Faktor yang Berhubungan


dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Gerinda di PT DOK
dan Perkapalan Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety
and Health, 3(1): 14-24.

Tana, Lusianawaty dan Delima. 2012. Peran Latihan Tangan pada Carpal Tunnel
Syndrome bagi Perempuan Pekerja Garmen. Jurnal Ekologi Kesehatan.
11(2): 167-177.

Anda mungkin juga menyukai