Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi

Euthanasia adalah suatu upaya yang di-laksanakan untuk membantu seseorang dalam
mempercepat kematiannya secara mudah aki-bat ketidakmampuan menanggung derita yang
panjang dan tidak ada lagi harapan untuk hidup atau disembuhkan. (Rada,
Arifin.2013.EUTHANASIA SEBAGAI KONSEKUENSI KEBUTUHAN SAINS DAN
TEKNOLOGI.IAIN Ternate)

B. Sejarah Euthanasia
Istilah eutanasia pertama kali dipopulerkan oleh Hippokrates dalam manuskripnya yang
berjudul sumpah Hippokrates, naskah ini ditulis pada tahun 400-300 SM. Dalam supahnya
tersebut Hippokrates menyatakan; “Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat
yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu”. Dari dokumen tertua
tentang eutanasia di atas, dapat kita lihat bahwa, justru anggapan yang dimunculkan oleh
Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek eutanasia. Sejak abad ke-19, eutanasia telah
memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada
tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di Negara bagian New York, yang
pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian. Setelah masa
Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia
secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada
tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan
eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil
digolkan di Amerika maupun Inggris.

Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang
bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya. Pada era yang sama, pengadilan
Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua
yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk
“pembunuhan berdasarkan belas kasihan”.

Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu
“program” eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita
keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka
tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 (“Action T4”) yang kelak diberlakukan
juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.

Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era
tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi
terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan
oleh cacat genetika. (Wikipedia). Sebagaimana kita ketahui, nazi yang saat itu dipimpin oleh
Adolf Hitler, menganggap bahwa orang cacat merupakan hambatan terhadap kemajuan suatu
bangsa, sehingga secara besar-besaran nazi melakukan eutanasia secara paksa kepada semua
orang cacat di Berlin, Jerman. Terdapat beberapa catatan yang cukup menarik terkait dengan
praktek eutanasia di beberapa tepat di jaman dahulu kala, berikut sedikit uraiannya:
1. Di India pernah dipraktekkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke
dalam sungai Gangga.
2. Di Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di zaman purba.
3. Uruguay mencantumkan kebebasan praktek eutanasia dalam undang-undang yang telah
berlaku sejak tahun 1933.
4. Di beberapa Negara Eropa, praktek eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia
yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
5. Di Amerika Serikat, khususnya di semua Negara bagian mencantumkan eutanasia
sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar
hukum di Amerika Serikat.
6. Satu-satunya Negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya
adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta
tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi
anggotanya. Dalam praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan eutanasia aktif,
akan tetapi mungkin ada praktek-praktek medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.

C. Klasifikasi

1. Dilihat dari orang yang membuat keputusan euthanasia dibagi menjadi:

 Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit.Misalnya
gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian segera, dimana
keadaan diperburuk oleh keadaan fisik dan jiwa yang tidak
 Involuntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang lain seperti pihak
keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.
 Assisted Suicide, tindakan ini bersifat individual yang pada keadaan tertentu dan alasan
tertentu menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri.
 Tindakan yang langsung menginduksi kematian dengan alasan meringankan penderitaan
tanpa izin individu bersangkutan dan pihak yang punya hak untuk mewakili. Hal ini
sebenarnya merupakan pembunuhan, tetapi agak berbeda pengertiannya karena tindakan
ini dilakukan atas dasar belas kasihan.

2. Menurut sifatnya

 Euthanasia aktif, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga 
kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya, memberi
tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat berbahaya ke tubuh pasien.

 Euthanasia pasif, yaitu dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi)
memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan
atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, dan melakukan
kasus malpraktik. Disebabkan ketidaktahuan pasien dan keluarga pasien, secara tidak
langsung medis melakukan euthanasia dengan mencabut peralatan yang membantunya
untuk bertahan hidup.
 Autoeuthanasia, yaitu seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima
perawatan medis dan ia mengetahui bahwa itu akan memperpendek atau mengakhiri
hidupnya. Dengan penolakan tersebut, ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis
tangan). Autoeuthanasia pada dasarnya adalah euthanasia atas permintaas sendiri (APS).

3. Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya

 Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau
mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian
suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu
contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

 Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia)


digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak
secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui
bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan).
Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan
pasien yang bersangkutan.

D. Tinjauan Kedokteran
Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi kedokteran
adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis adalah untuk merawat
kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah Hipokrates jelas-jelas menolaknya,
“Saya tidak akan memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal
ini kepada mereka yang memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh
dokter di dunia, termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini bukan Hipokrates sendiri yang
membuatnya.
Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada
pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa menurut kode etik kedokteran, dokter tidak
diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan
pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian
batang otak atau kehilangan fungsi otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan
telah mati walaupun jantungnya masih berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik harus
diputuskan oleh dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan
dan sebaiknya hal itu dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman,
selain harus pula dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik
yang diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah
memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hidup pasien. Sampai
saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang mengatur tentang euthanasia. Pasal-pasal
KUHP justru menegaskan bahwa euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan dilarang.
Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Hakikat profesi kedokteran adalah
menyembuhkan dan meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan radikal dengan
hakikat itu.
Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan perawatan medis
yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Ini berkaitan
dengan batas ilmu kedokteran yang dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan di luar batas ilmu
kedokteran tersebut dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan
perawatan medis. Apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada gunanya lagi, dokter tidak lagi
berkompeten melakukan perawatan medis. (Hanafiah Jusuf: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan,
Jakarta, 2005)

E. TREN EUTHANASIA
1) Euthanasia di Belgia telah legal sejak 2002. Di Belgia, euthanasia berlaku legal atas
permintaan pasien karena penderitaan fisik dan psikis tak tertahankan. Praktik ini bisa
dilakukan dengan beberapa syarat termasuk dilakukan secara sukarela, telah
dipertimbangkan dengan matang, dan telah berulang kali diminta oleh pasien.

https://www.republika.co.id/berita/internasional/global/18/02/18/p4bxe5335-aturan-euthanasia-
di-belgia-picu-kontroversi

2) Dokter-dokter di Belgia telah melakukan tindakan euthanasia (suntik mati) tiga anak-
anak di bawah umur dalam waktu dua tahun terakhir, menurut laporan kepala badan
pengatur euthanasia yang baru dirilis.

Laporan itu mengatakan, ketiga anak itu adalah yang pertama menjalani kematian dalam
proses euthanasia sejak DPR Belgia mencabut pembatasan euthanasia berdasarkan
umur..

Ketiga anak yang menjalani euthanasia itu berumur 9, 11 dan 17 tahun. Mereka
menderita penyakit muscular dystrophy atau distrofi otot, tumor otak dan cystic fibrosis,
penyakit keturunan yang mengakibatkan penderitanya sulit bernapas karena produksi
mukosa yang berlebihan dalam paru-paru.

Kondisi ketiga anak itu telah dinyatakan sebagai terminal, atau tidak bisa diobati lagi, dan
euthanasia telah disepakati dengan suara bulat oleh komite euthanasia, kata laporan itu.

Di Belgia dari bulan Januari 2016 sampai bulan Desember 2017 4,337 orang telah di-
euthanasia, lebih dari separuhnya pasien penyakit kanker.

https://www.voaindonesia.com/a/dokter-di-belgia-euthanasia-3-anak-di-bawah-umur-dalam-2-
tahun-terakhir/4500656.html

ISU EUTHANASIA

Banyak =dokter dan tenaga medis yang terkesan melakukan euthanasia pasif karena
kurang yakin akan kesembuhan pasien, terutama pasien terminal. Mereka cenderung
menghentikan penggunaan alat bantu yang menunjang kehidupan pasien. Tindakan itu dilakukan
jika tak ada harapan kesembuhan. Selain itu, tindakan bisa dilakukan jika pasien mengalami
penyakit infeksi yang bisa menyebabkan kematian dan pengobatannya tak bisa menolong.

Manusia memang tak luput dari kesalahan, bisa saja para tenaga medis sudah putus asa dalam
menangani pasien lalu melakukan euthanasia pasif untuk mengurangi beban hidup pasien
walaupun hal tersebut dilarang dan melanggar kode etik.
Hukum Eutanasia di berbagai belahan Negara

1. Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia,
undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002 [6], yang menjadikan
Belanda menjadi Negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien
yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri
penderitaannya.

Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal eutanasia dan
bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.

Sebuah karangan berjudul “The Slippery Slope of Dutch Eutanasia” dalam majalah Human Life
International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman melaporkan bahwa sejak
tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut
di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut
adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan
membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor
semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul
tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah
dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia
pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

2. Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para
pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah
dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia diNegara ini, namun mereka juga
mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya
untuk menciptakan “birokrasi kematian”.

Belgia kini menjadi Negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan Negara
bagian Oregon di Amerika ). Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah
satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang
menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh
untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya

3. Australia

Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang
mengizinkan eutanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada
tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut “Right of the terminally ill bill” (UU
tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan
Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.

4. Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak Negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya
Negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminaln
( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah Negara bagian
Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan
memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi
undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan eutanasia. Syarat-syarat
yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta
bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan
keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan
tenggang waktu 15 hari diantaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah
satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus
mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam
mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur
secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh
berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun
kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.

Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam
Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU Negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya
sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang
pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999. Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu
Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya
euthanasia.

5. Republik Ceko

Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan


peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospíšil bermaksud
untuk memasukkan eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan
ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite
hukum Negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari
rancangan tersebut.

6. Cina

Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutanasia diketahui terjadi
pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama “Wang Mingcheng” meminta
seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi
menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian
Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People’s Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada
tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan
untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya namun
ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.

(Ann.2005. Malpraktik Keperawatan: Menghindari Masalah Hukum. Jakarta: EGC.)

Anda mungkin juga menyukai