Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

UVEITIS ANTERIOR

Pembimbing :
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Hermansyah, SpM
dr. Henry A. W, SpM (K)
dr. Mustafa K. Shahab, SpM
dr. Susan Sri A, SpM

Disusun oleh :
Citra Dinanti Amanda
1102014063

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 28 JULI 2019 – 31 AGUSTUS 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D N
Tempat tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juni 1978
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status : Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Asrama Brimob, Kelapa Dua 8/3
Tanggal pemeriksaan : 1 Agustus 2018

II. ANAMNESA (Autoanamnesis pada 1 Agustus 2019)


A. Keluhan utama
Mata merah sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
B. Keluhan tambahan
Silau bila melihat cahaya, penglihatan sedikit buram, dan mata terasa seperti mau
copot.
Riwayat penyakit sekarang
Ny. D datang ke Poli Mata RS Polri dengan keluhan mata merah 3 minggu
smrs. Sebelum muncul keluhan mata merah, pasien mengatakan punggung
belakang pasien sakit sampai tidak bisa membungkuk. Setelah itu keluhan mata
merah muncul, lalu Ny. D sempat berobat ke rumah sakit lain dan diberikan obat,
namun matanya tidak ada perbaikan. Pasien mengatakan mata nya semakin merah,
diikuti dengan penglihatan yang menjadi buram, silau bila terkena cahaya terang
(perih), mata berair dan mata terasa seperti mau copot (pegal). Pasien menyangkal
adanya kotoran mata, melihat bayangan bulat seperti cincin, keluhan nyeri kepala
hebat dan mual muntah juga disangkal. Lalu pasien datang ke RS lagi (bukan RS
Polri) dan dokter yang menangani mengganti terapi nya tetapi pasien mengatakan
setelah diganti terapi penglihatannya terdapat kabut yang menghalangi pandangan
dan penglihatannya. Pasien mengatakan lebih nyaman melihat pada keadaan gelap
terutama malam hari. Gejala seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien.

2
Kegiatan pasien sehari-hari adalah menjadi ibu rumah tangga dan apabila
berpergian menggunakan angkutan umum dan berpergian dengan sepeda motor.
C. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat menggunakan kaca mata -> miopi
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat mengalami benturan dan trauma disangkal
- Riwayat terkena bahan kimia disangkal
- Riwayat alergi makanan disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat operasi disangkal

D. Riwayat penyakit keluarga


- Riwayat keluarga dan lingkungan dengan penyakit yang sama disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
-
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/ 80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5 º C.

3
IV. STATUS OFTALMOLOGI
OD OS
Visus 6/12,5 F 6/7,5 F
PH (-) PH (-)

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Kedudukan bola mata Ortoforia


TIO N/ digital palpasi N/digital palpasi
Supracillia Tenang Tenang
Palpebral superior Tenang Tenang

Palpebral inferior Tenang Tenang


Konjungtiva tarsalis superior Merah Tenang

Konjungtiva tarsalis inferior Merah Tenang

Konjungtiva bulbi Injeksi siliar (-), injeksi Injeksi siliar (-) injeksi
konjungtiva (-), konjungtiva (-),
perdarahan (-) Perdarahan (-)
Kornea Keruh (-), abrasi (-), Keruh (-), abrasi (-),
sikatrik (-), keratik sikatrik (-), keratik
presipitat (-),nodul koeppe presipitat (-), infiltrat (-),
(-) infiltrate (-), ulkus (-), nodul koeppe (-) ulkus
arkus senilis (-), (-), arkus senilis (-),
pericorneal vascular pericorneal vascular
injeksi (-) injeksi (-)

Bilik mata depan/COA Dalam, flare (+), Hipopion Dalam, flare (-),

4
(+) 1 mm Hipopion (-)
Pupil Bentuk irregular, miosis Bentuk irregular, miosis,
berada di sentral, berada di sentral,
Diameter >3 mm (dilatasi) Diameter <3 mm,
RCL(+), RCTL(+) RCL(+), RCTL(+)
Iris Warna coklat, Kripti (+), Warna coklat, Kripti
sinekia anterior (-), sinekia (+), sinekia anterior (-),
posterior (-) sinekia posterior (-),
seklusio (-)
Lensa Jernih Jernih
Vireus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pemeriksaan Tonometri : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Retinometri : TIdak dilakukan

Pemeriksaan mata klinis :

5
Pemeriksaan menggunakan slit lamp :
Oculi Dextra
(1 Agustus 2019)

6
Gambaran hipopion OD

Kontrol
( 7 Agustus 2019)
Oculi Dextra

7
Gambaran Hipopion OD sudah menghilang

8
V. RESUME
Pasien, perempuan usia 41 tahun datang ke Poli Mata RS Polri dengan
keluhan mata merah diikuti dengan penglihatan buram secara perlahan, dan
keluhan lain seperti ada kabut yang menghalangi, mata seperti rasa mau copot,
perih saat berada di keadaan yang terang dan mata berair, tetapi tidak
mengeluhkan adanya sekret. Pasien mengatakan lebih nyaman melihat pada
keadaan gelap terutama malam hari. Pasien juga menyangkal tidak pernah
mengalami hal serupa sebelumnya. Sebelum mengalami keluhan pada mata,
pasien mengaku mengalami sakit pada punggung belakangnya. Kegiatan
pasien sehari-hari adalah menjadi ibu rumah tangga dan apabila berpergian
menggunakan angkutan umum dan berpergian dengan sepeda motor.
(Tekanan darah 120/ 80 mmHg, Nadi 80x/menit, Respirasi 20x/menit, Suhu
36 ,5 º c)
Pada pemerikasaan oftalmologi didapatkan ;
Visus :
- OD : 6/12,5 F
- OS : 6/7,5 F
TIO
Tidak dilakukan

Kornea
- OD : Keruh (-), keratik prespitat (-), infiltrate (-)
- OS : Keruh (-), keratik presipitat (-), infiltrate (-)

COA
- OD : Dalam, Flare (+)
- OS : Dalam, Flare (-)
Pupil
- OD : Bentuk irregular, miosis berada di sentral, diameter >3 mm, dilatasi
- OS : Bentuk irregular, miosis berada di sentral, diameter <3 mm
Iris
- OD : Warna coklat, Kripti (+), sinekia posterior (-)
- OS : Warna coklat, Kripti (+), sinekia posterior (-), seklusio (-)

9
VI. DIAGNOSIS KERJA
Uveitis anterior OD

VII. DIAGNOSIS BANDING


Keratitis
Ulkus Kornea
Glaukoma Akut
Konjungtivitis

VIII. PENATALAKSANAAN ( 1 Agustus 2019 )

1. Terapi medikamentosa
a. Terapi topical
- Metilprednisolon 3x1 (stop)
- Dexamethasone sodium phosphate 1 mg (Cendo Xitrol) 6x tetes
- Atropine Sulfat 1% (Cendo Tropin) 2x tetes
2. Edukasi pasien :
- Menjelasakan cara pemakian obat dan pentingnya menggunakan obat
dengan teratur dan sesuai petunjuk.
- Menjelaskan pentingnya menjaga higenitas kedua mata
- Kontrol Ke poliklinik mata 1 minggu mendatang

IX. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam : Ad Bonam
- Quo Ad Fungsional : Dubia Ad Bonam
- Quo Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bola mata terdiri atas dinding bola mata, dimana dinding bola mata terdiri atas
sklera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri dari atas lensa, uvea, badan kaca dan
retina. Trakus uvealis terdiri atas iris, korpus siliaris dan koroid. Bagian ini
merupakan lapisan vascular yang dilindungi oleh kornea dan sklera. Struktur ini ikut
memperdarahi retina.1
Uveitis merupakan suatu peradangan pada iris (iritis), korpus siliar (uveitis
intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), dan koroid (koroiditis).
Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya
ikut terkena inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan
uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis
dan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan bila
mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. 1,2,3
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa muda dan
usia pertengahan. Ditandai dengan riwayat sakit, fotofobia, penglihatan kabur, mata
merah tanpa sekret purulen, dan pupil kecil atau irregular. Berdasarkan reaksi radang,
uveitis anterior dibedakan menjadi tipe granulomatosa dan non granulomatosa.
Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis
anterior meliputi infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit
sistemik, neoplastic, dan idiopatik. 2
Insiden uveitis sekitar 15 per 100.000 orang Sekitar 75% merupakan uveitis
anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di
Amerika Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati
Diabetik dan degenerasi makular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia
prepubertas sampai 50 tahun.2,4
Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis
terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan
tekanan intraokular. Dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu dapat timbul
katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu diperlukan penanganan uveitis
yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis
yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.5

11
2.1 Anatomi fisiologi
Uvea terdiri dari iris, badan siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular tengah mata yang dilindungi oleh kornea dan sclera. Bagian ini juga ikut
memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior, sedangkan
koroid disebut uvea posterior. 1,6

Gambar 2.1 Anatomi mata

Gambar 2.2 Histologi Iris dan copus ciliare

12
Iris
Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke
anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi dua segmen,
yaitu; segmen anterior dan segmen posterior, ditengah-tengahnya berlubang yang
disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata
belakang (camera oculi posterior).iris berfungsi mengatur secara otomatis masuknya
sinar ke dalam bola mata.6
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat
lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang disebut kripta.
Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan
saraf. Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana
pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan pada
camera oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi.
Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari
epitel pigmen retina, warna iris bergantung pada sel-sel pigmen yang bercabang yang
terdapat didalam stroma. 3,7
Didalam iris terdapat Musculus Sphincter Pupillae, yang berjalan sirkuler,
letaknya didalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis N III.
Selain itu terdapat Musculus Dilatator Pupillae yang berjalan radier dari akar iris
kepupil, letaknya dibagian posterior stroma dan dipersarafi oleh saraf simpatis.
Pasokan darah iris adalah dari circulus major iris, dan persarafan iris melalui nervus
siliaris. 3
Musculus Sphincter Pupillae Musculus Dilatator Pupillae

Gambar 2.3 Histologis Iris

Badan siliar (Corpus Ciliaris)

13
Corpus ciliaris berbentuk segitiga, terdiri dari dua bagian yaitu; pars korona,
bagian anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 4mm. corpus ciliaris berfungsi sebagai
pembentuk aquous humor. Pada bagian pars korona diliputi oleh dua lapisan epitel
sebagai lanjutan dari iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih
karena tidak mengandung pigmen. Sedangkan pada lekukan berwarna hitam karena
mengandung pigmen. Didalam badan siliar mengandung tiga macam otot siliar yang
berjalan radier, sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat
zonula zinii yang merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi.
kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari
kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada
penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah
dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke Vena vortikosa. Pada bagian
pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi
epitel. 3

Koroid
Koroid merupakan bagian paling belakang dari jaringan uvea dan merupakan
lapisan antara retina dan sklera. Koroid berfungsi sebagai pemasok nutrisi kepada
lapisan luar retina.
Lapisan koroid terdiri dari :
1. Suprakoroid : mengandung sel-sel pigmen jaringan elastis dan kolagen.
2. Lapisan vascular, mengandung pembuluh darah besar dan kecil dengan sel-sel
pigmen yang terdapat dalam stroma disekitar pembuluh darah.
3. Koroid kapiler : terdiri dari pembuluh-pembuluh kapiler yang teratur.
4. Membran bruch : merupakan pelindung yang teratur yang menyuplai makanan
melalui bagian dasar retina.

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisai iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus
arteri mayoris iris yang terletak di badan siliar yang merupakan anastomosis arteri
siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari
arteri siliaris posterior dari longus dan brevis.

14
Gambar 2.4 Vaskularisasi Mata
2.2 Definisi
Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi pada uveal tract (iris, korpus siliaris,
dan koroid). Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan.
Uveitis anterior dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau menganai
badan siliar yang disebut siklitis. Biasanya iritis disertai dengan siklitis yang disebut
iridosiklitis.5

2.3 Epidemiologi
Insiden uveitis sekitar 15 per 100.000 orang Sekitar 75% merupakan uveitis
anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di
Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati
Diabetik dan degenerasi makular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia
prepubertas sampai 50 tahun.3,5
Uveitis berpengaruh terhadap 10-20% kasus kebutaan yang tercatat dinegara-
negara maju. Uveitis lebih banyak ditemukan pada negara berkembang dibandingkan
di Negara-negara maju karena lebih tinggi prevalensi infeksi yang apat
mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis, dan tuberculosis di Negara-negara
berkembang.8

15
2.4 Etiologi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat
berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan
melihat gamabaran klinisnya saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu
manifestasi klinis dari reaksi imunologik yang terlambat, dini atau sel mediasi
terhadap jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan
sistemik ditempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul
reaksi alergi mata.7
Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu idiopatik, penyakit sistemik yang
berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondylitis, sindrom reiter,
penyakit chorn, psoriasis, herpes zoster atau herper simplek, sifilis, penyakit lyme,
inflammatory bowel disease, juvenile idiopatic arthritis, sarkoidosis, trauma dan
infeksi. 2,4,6,7,9

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu :
a. Uveitis granulomatosa
Uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan
oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma
gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti
jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis
namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial
dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang
pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid.
Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang
dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis,
spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia
simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.
b. Uveitis Non-granulomatosa
Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme
patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortikosteroid diduga peradangan
ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior
traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya

16
infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel
mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion
didalam kamera okuli anterior.
Tabel 2.1 Perbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
Non granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkumkorneal Nyata Ringan
Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar (Mutton fat)
Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur
Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang
Tempat Uvea anterior Uvea posterior dan posterior
Perjalanan Akut Menahun
Rekurens Sering Kadang-kadang

Berdasarkan klinis dan waktu uveitis anterior, yaitu ;


a. Uveitis anterior akut : Onset simptomatik terjadi tiba-tiba dan terjadi kurang dari
6 minggu
b. Uveitis anterior kronik : onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik dan lebih dari
6 minggu
Beberapa keadaan yang menyebabkan gejala yang berhubungan dengan uveitis
anterior akut, yaitu;
1. Uveitis anterior traumatik

Terdapat riwayat trauma tumpul mata atau adneksa mata. Luka bakar pada
mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya uveitis
anterior. Tajam penglihatan dan tekanan intraokuler mungkin terpengaruh, dan
mungkin terdapan darah pada bilik mata anterior. 10

2. Uveitis anterior idiopatik

17
Uveitis anterior idiopatik menandakan etiologi yang tidak diketahui, apakah
merupakan kelainan sistemik atau traumatic. Diagnostic ini ditegakan setelah
menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan pemeriksaan. 10
3. Uveitis anterior berhubungan dengan HLA-B27

HLA-B27 mengacu pada genotip atau kromosom spesifik. Mekanisme


pencetus untuk uveitis anterior pada pasien genotip tidak diketahui. Ada
hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sidrom reiter, inflamtory
bowel disease, psoariasis, arthritis dan uveitis anterior yang berulang. 10
4. Behcet disease/syndrome

Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania


atau Jepang. Terdapat trias penyakit Behcet, yaitu uveitis anterior dan ulkus
pada mulut dan genital. Penyakit Behcet yang menyebabkan uveitis anterior
masih langka. 10
5. Uveitis anterior berhubungan dengan lensa

Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan bilik mata anterior
dan penyebab oleh karena keadaan lensa, yaitu; phaco-anaphylactic
andhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis; phacolitic glaukoma;
dan UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan Hifema). 10
6. Masquerad syndrome

Merupakan keadaan yang mengancam seperti, limfoma, leukemia,


retinoblastoma, dan melanoma malignan dari koroid, dapat menyebabkan
uveitis posterior. 10
Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang terdapat pada
diagnosis uveitis anterior kronik adalah :
1. Juvenile Rheumatoid Arthitis

Uveitis anterior terjadi pada penderita RA yang mengenai beberapa


persendian. Karena kebanyakan dari paseian JRA adalah positif dengan tes
anti nuclear antibody (ANA), yang merupakan pemeriksaan adjuvan. JRA
lebih banyak mengenai anak perempuan dibanding dengan anak laki-laki.
Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk
diperiksa kemungkinan terdapatnya uveitis anterior. 10
2. Uveitis anterior berhubungan dengan uveitis posterior primer

18
Penyakit sistemik seperti sarkoiditis, toksoplasmosis, sifilis, tuberculosis,
herpes zoster, sitomegali, dan AIDS mungkin saja terlibat uveitis anterior. 10
3. Fuch’s Heterochromatic Iridocyclitis

Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pada


pasein uveitis anterior. 10

Berdasarkan etilogis uveitis, yaitu: 1


a. Uveitis eksogen : Trauma, Invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar
tubuh.
b. Uveitis endogen : Mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh.
- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh : ankylosing
spondylitis
- Infeksi : bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis), virus (herpes
simplek), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm (toksokariasis)
- Uveitis spesifik Idiopatik : uveitis yang tidak berhubungan dengan
penyakit sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang
membedakan dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch)
- Uveitis non-spesifik idiopatik : uveitis yang tidak termasuk ke dalam
kelompok diatas.

2.6 Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti
suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi
terhadap toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar
mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan alergi reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba infeksius.
Sehubungan dengan ini uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu munculnya
hipersensitivitas. Radang pada iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood
Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang

19
dalam humor aquos. Pada pemeriksaan Slitlamp, hal ini tampak sebagai flare, yaitu
partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, dan sel plasma dapat
membentuk keratik presipitat, yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan
endotel kornea. Apabila presipitat keratik ini besar disebat mutton fat.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang berupa pus didalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke
dalam COA yang disebut dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama
(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagosit, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2. Puctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapat terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan
terus dan menimbulkan komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat
menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut
sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sebagai sinekia
anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil yang debsut sebagai
seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio
Perlekatan-perlekatan tersebut ditambah dengan tertutupnya trabecular oleh
sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata depan sehingga
akuos tertumpuk dibilik mata belakang dan akan mendorong iris kedepan yang
tampak seperti iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata
semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan meluas
dapat menimbulkan endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur didalamnya dengan abses didalam badan kaca) atau pun panofthalmitis
(peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata
merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang

20
semula sehat. Komplikasi seperti ini sering terjadi pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan siliar.

2.7 Gejala klinis


Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,
penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis
gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang
yang hebat sedang terjadi.11
a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,
injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.2,6
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea
dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler
pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi
jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea.
Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh
KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome.
Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large
KP biasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe
granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring
bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil
mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika
terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.12

b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa


Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat
besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea. Tampak
kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini
sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul
Busacca.11,12

21
Gejala subyektif
1. Nyeri
- Uveitis anterior akut
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan
penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau
hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbital dan
kraniofasial. Nyeri disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri
tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang
nyeri penderita.
- Uveitis anterior kronik
Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk
keratopati bulosa akibat glaucoma sekunder.
2. Fotofobia dan lakrimasi
- Uveitis anterior akut
Fotofobia disebabkan oleh spasmus siliar, bukan karena sensitive
cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar,
sehingga berhubungan erat dengan fotofobia
- Uveitis anterior kronis
Gejala subyektif ini hamper tidak ada atau hanya ringan
3. Penglihatan kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai ringan-sedang, berat atau hilang timbul,
tergantung penyebab.

- Uveitis anterior akut


Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos,
dan benda kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.
- Uveitis anterior kronis
Disebabkan oleh kekeruhan lensa, benda kaca dan kalsifikasi kornea
4. Umumnya unilateral

22
Gejala objektif
Pemeriksaan dialkukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan inderek, bila
diperlukan flouresen dan ultrasonografi
1. Injeksi siliar
Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus,
berwarna keunguan.
- Uveitis anterior akut
Merupakan gejala patognomis. Bila hebat dapat menluas sampai
pembuluh darah konjungtiva
- Uveitis anterior kronis
Selain hiperemi dapat disertai dengan gambaran skleritis dan keratitis
marginalis. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan
pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal dapat berdifusi ke
pembuluh darah badan siliar
2. Perubahan kornea
Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan sel radang pada bilik mata depan pada
endotel kornea akibat aliran konveksi humor aquos, gaya berat, dan perbedaan
potensial listrik endotel kornea. Keratik presipitat dapat dibedakan menjadi :
a. Baru dan lama : baru berbentuk bundar dan berwarna putih, lama akan
mengerut, berpigmen dan lebih jernih
b. Jenis sel : leukosit berinti banyak, kemampuan aglutinasi rendah, halus
keabuan, kemampuan limfosit aglutinasi sedang, dan membentuk
kelompok lecil bulat batas tegas dan putih. Makrofag kemampuan
aglutinasi tinggi, sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar
yang dikenal sebagai mutton fat
c. Ukuran dan jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan
iridsiklitik akut, retinitis atau koroiditis, dan uveitis intermedia.
3. Kelainan kornea
- Uveitis anterior akut
keratitis dapat terjadi bersamaan dengan uveitis dengan etiologi
tuberculosis, sifilis, lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi
uvea sekunder terhadapa kelainan kornea.

23
- Uveitis anterior kronis
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membrane
descement dan beovaskularisasi kornea.
4. Bilik mata
Kekeruhan bilik mata depan dapat disebabkan oleh peningkatan kadar protein,
fibrin, dan sel.
a. Efek tyndall
Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling
tepat dilakukan dengan tyndalometri
- Uveitis anterior akut
Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan derajat
peradangan dan penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan
pada pengobatan uveitis anterior
- Uveitis anterior kronis
Terdapat efek tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan telah
terjadi perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi
peningkatan efek tyndall disertai dengan eksudasi sel menunjukan
adanya eksaserbasi peradangan.
b. Sel
Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila
efek tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam
ruangan gelap dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3mm dengan sudut
450. Dapat dibedakan sel yang terdapat dalam bilik mata depan. Jenis sel
limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan. Makrofag lebih
besar, warna tergantung bahan yang difagositosis.
c. Fibrin
Dalam humor aquos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau
bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea
d. Hipopion
Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah.
Hipopion dapat ditemui pada Uveitis anterior dengan sebukan sel leukosit
berinti banyak.

24
5. Iris
a. Hiperemi iris
Gambaran bendungan pembuluh darah iris terkadang tidak terlihat karena
ditutupi oleh eksudasi sel
b. Pupil
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi
akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap
cahaya lambat dsertai nyeri
c. Nodul Koeppe
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar dan ukuran kecil,
jernih, warna putih keabuan. Proses lama nodul koeppe mengalami
pigmentasi baik pada permukaan atau lebih dalam
d. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai
benjolan putih pada permukaan depan iris. Merupakan tanda uveitis
anterior granulomatosa.
e. Granuloma iris
Granuloma iris merupakan kelainan spesifik pada peradangan
granulomatosa seperti pada tuberculosis, lepra dan lain-lain.
f. Sinekia iris
Merupakan perlengketan iris dengan struktur berdekatan pada uveitis
anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen., kemudian mengalami proses
organisasi sel radang an fibrosis iris.
- Sinekia posterior merupakan perlekatan iris dengan kapsul lensa.
Eksudasi fibrin membentik sinekia seperti cincin, sedangkan seklusio
sempurna akan memblokade pupil (iris bombe). Kelainan ini dapat
dijumapi pada uveitis granulomatosa atau non-granulomatosa.
- Sinekia anterior merupakan perlekatan iris dengan sudut irido-kornea,
jelas terlihat pada gonioskop.
g. Oklusi pupil
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel0sel radang
pada pinggir pupil.

25
h. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi
iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdpat pada
iridoksiklitik dapat disebabkan oleh virus, terutama herpetic.
6. Perubahan pada lensa
a. Pengendapan sel radang
Akibat eksudasi ke dalam akuos diatas kapsul lensa terjadi pengendapan
kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih
keabuan, bulat, menimbul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan
lensa.
b. Pengendapan pigmen
Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan
lensa menunjukan bekas sinekia posterior yang terlepas. Sinekia posterior
yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.
c. Perubahan kejernihan lensa
Disebabkanleh toksik metabolic akibat peradangan uvea an proses
degenerafif-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas
kekeruhan tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, berat dan
lamanya penyakit
7. Perubahan pada badan kaca
Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelempokan sel, eksudatif fibrin dan
sisa kolagen didepan atau dibelakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap
atau bergerak. Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma dan makrofag.
8. Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni atau hipertoni. Hipotoni timbul
karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi
menunjukan berkurangnya peradangan pada bilik mata depan. Hipertoni dini
ditemu pada uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh
sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.

26
2.8 Diagnosis

Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,


pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.2,7,8
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya
pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit
sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien. Keluhan yang dirasakan pasien
biasanya antara lain :
- Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
segera setelah muncul.
- Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang
dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
- Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
- Pandangan kabur (blurring)
- Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan Oftalmologi
- Visus : Visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
- Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
- Konjungtiva : Terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
- Kornea : KP (+), Udema stroma kornea
- Camera Oculi Anterior (COA) : Sel-sel flare dan/atau hipopion

Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses


inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat
digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari :

27
0 : Tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi
bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan
sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut :
0 : Tidak ditemukan flare
+1 : Terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : Moderat, iris terlihat bersih
+3 : Iris dan lensa terlihat keruh
+4 : Terbentuk fibrin pada cairan akuous
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit
terkait HLA B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

Gambar . Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior7


 Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
 Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada
kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila
pasien mengalami iritis berulang.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap
pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak
responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis

28
etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen
sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa.
Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu
dipertimbangkan khususnya pada kasus-kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah
untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya
dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis
dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks
sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum
angiotensine converting enzyme sangat membantu.
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan
pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan
akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada
sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit
terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi
terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya,
seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis
etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti
ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit
dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi
sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi
di rongga mulut, dan lain-lain.

2.9 Diagnosis Banding


Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:1,9
- Konjungtivitis. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil
normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau
injeksi siliaris.
- Keratitis atau keratokonjungtivitis. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis,
penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab
keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis
anterior sebenarnya.
- Glaukoma akut. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia
posterior dan korneanya “beruap”.

29
2.10Pemeriksaan Penunjang
1. Floresence Angiografi
Merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal
dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik
untuk intraocular maupun untuk pemantauan hasil terapi pasien. Pada FA,
yang dapat dinilai adalah edema intraocular, vaskulitis retina, neovaskularisasi
sekunder pada koroid atau retina, nervous optikus dan radang pada koroid.
2. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukan kejerihan vitreous, penebalan retina, dan
pelepasan retina
3. Biopsi Koroiretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakan dari gejala
dan pemeriksaan laboratorium lainnya.

2.11Komplikasi
Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis
proliferans, ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan
stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin
disertai penyulit edema macula kistoid. 7,8

2.12 Penatalaksanaan
Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan
bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topical atau oral adalah ditujuan untuk
mengurangi peradangan.12 Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah
memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada ocular, menghilangkan inflamasi
ocular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan
mengatur tekanan intraocular.13
Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya
menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid atau
nonsteroidal anti inflammatory ( NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan
steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti
gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan glaukoma,
khususnya pada steroid dalam bentuk pil. 13

30
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan.8 Tujuan
penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi
peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel,
menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limposit.9
Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea
sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus
obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis
kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan. 15
Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan
makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya.
Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason,
betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat
medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada
palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial. 15
Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata
yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel.
Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam
lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air.
Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam
lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan
alkohol dan asetat bersifat biphasic. 15
Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk
suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena
bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan
terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan
komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis
pupil, pseudoptosis dan lain-lain.15
Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate 0,125% dan
1%, prednisolone sodium phospat 0,125%, 0,5%, dan 1%, deksamentason alcohol
0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, dan
medrysone 1%. 12

31
Cycloplegics dan mydriatics
Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja
memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot
ciliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu
untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan
iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris
bombe dan peningkatan tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan
mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh.Agent cycloplegics yang
biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%,
Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%. 9

Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs


Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan
steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs ( biasanya
aspirin dan ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan,
NSAIDs dipergunakan untuk mengurang peradangan yang dihubungkan
dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior. 9
Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan
perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal
antara 12 mg/kgBB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang
sehari(alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis
awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon
dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. 9
Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis bilateral,
Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid
dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak diingini seperti
Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi,
hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.9

Pengobatan lainnya
Jika pasien tidak koperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan
penggunaan topical steroid, injects subkonjuctival steroid ( seperi celestone ) akan
berguna. Depot steroid seharusnya dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang
diakibatkan oleh herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah. 8

32
Injeksi peri-okular dapat diberikan dalam bentuk long acting berupa Depo
maupun bentuk short acting berupa solutio. Keuntungan injeksi periokular adalah
dicapainya efek anti peradangan secara maksimal di mata dengan efek samping
sistemik yang minimal. 15
Indikasi injeksi periokular adalah apabila pasien tidak responsif terhadap
pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan, Uveitis unilateral,
pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak, dan komplikasi
edema sistoid makula pada pars planitis. Penyuntikan steroid peri-okular merupakan
kontra indikasi pada uveitis infeksi (toxoplasmosis) dan skleritis. 15
Lokasi injeksi peri-okular sub-konjuctiva dan sub-tenon steroid repository
serta Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar. Keuntungan injeksi sub-
konjungtiva dan sub-tenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali
pemberian pada jaringan intraokular selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan
pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus
uveitis anterior berat dapat dipakai dexametason 24 mg. Injeksi sub-tenon posterior
dan retro-bulbar, cara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera,
koroid, retina dan saraf optik). 15
Komplikasi injeksi peri-okular adalah Perforasi bola mata, Injeksi yang
berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan katarak sub-kapsular
posterior, Glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk
Depo di mana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola
mata, Astrofi lemak sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.15
Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1 – 7 hari,
tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setip follow-up adalah visual aquity,
pengukuran tekanan intraocular, pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp,
assasment cel dan flare, dan evaluasi respon terhadap terapi. 9

2.13 Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara
awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada
penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada
terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak
akan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.

33
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini diagnosis kerja pada pasien ini adalah uveitis anterior dekstra
(unilateral) yang didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien. Pada anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan mata merah diikuti
penglihatan buram secara perlahan, silau bila terkena cahaya terang, dan mata terasa
seperti mau copot. Gejala seperti ini belum pernah dirasakan pasien sebelumnya.
Pada pemerikasaan oftalmologi didapatkan ;
Visus :
- OD : 6/12,5 F
- OS : 6/7,5 F
TIO
- OD : N/Palpasi, 7/7,5
- OS : N/Palpasi, 5/7,5
Konjungtiva bulbi
- OD : Injeksi konjungtiva (+)
- OS : injeksi konjungtiva (-)
Kornea
- OD : Keruh (-), keratik prespitat (-), infiltrate (-)
- OS : Keruh (-), keratik presipitat (-), infiltrate (-)

COA
- OD : Dalam, Flare (+)
- OS : Dalam, Flare (-)
Pupil
- OD : Bentuk irregular, miosis berada di sentral, Diameter >3 mm
- OS : Bentuk irregular, miosis berada di sentral, Diameter <3 mm
Iris
- OD : Warna coklat, Kripti (+), sinekia posterior
- OS : Warna coklat, Kripti (+), sinekia posterior (-), seklusio (-)

Uveitis merupakan suatu peradangan pada iris (iritis), korpus siliar (uveitis
intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), dan koroid (koroiditis). Bila
mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dan siklitis disebut iridosiklitis atau

34
disebut juga dengan uveitis anterior dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis
posterior atau koroiditis.
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai dengan riwayat sakit, fotofobia, penglihatan kabur, mata merah
tanpa sekret purulen, dan pupil kecil atau irregular. Berdasarkan reaksi radang, uveitis
anterior dibedakan menjadi tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab
uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior
meliputi infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik,
neoplastic, dan idiopatik.
Perbedaan uveitis non-granulomatosa dan granulomatosa:
Non granulomatosa Granulomatosa Pasien
Onset Akut Tersembunyi Akut
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan Nyata
Fotofobia Nyata Ringan Nyata
Penglihatan kabur Sedang Nyata Sedang
Merah Nyata Ringan Ringan
sirkumkorneal
Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar (Mutton Putih halus
fat)
Pupil Kecil dan tak Kecil dan tak teratur Kecil dan tidak
teratur teratur
Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang -
Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang -
Tempat Uvea anterior Uvea posterior dan Uvea anterior
posterior
Perjalanan Akut Menahun Akut
Rekurens Sering Kadang-kadang Sering

Tatalaksana kasus uveitis anterior tergantung pada tingkat keparahan dan


organ yang terkena. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah
memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada ocular, menghilangkan inflamasi
ocular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan

35
mengatur tekanan intraocular.13 Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik,
pada umumnya menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent.

Cycloplegics dan mydriatics


Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu
untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan
iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris
bombe dan peningkatan tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan
mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh.

Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs


Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan
steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs ( biasanya
aspirin dan ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan,
NSAIDs dipergunakan untuk mengurang peradangan yang dihubungkan
dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior. 9
Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan
perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal
antara 12 mg/kgBB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang
sehari(alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis
awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon
dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. 9
Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis
bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter).
Pada pasien ini diberikan :
Terapi medikamentosa ( 1 Agustus 2019 )
a. Terapi topical
- Metilprednisolon 3x1
- Dexamethasone sodium phosphate 1 mg (Cendo Xitrol) 6x tetes
- Atropine Sulfat 1% (Cendo Tropin) 2x tetes

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Oftalmology Umum. Wydia


Medika: Jakarta. 2000

2. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis


PERDAMI. Jakarta: PP PERDAMI. 2006.34

3. WebMD. Iritis and Uveitis. 2005. http://www.emedicine.com. [diakses pada


tanggal 22 Juni 2016]

4. Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and Choroid
In: Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd
Edition, Boston: Little, Brown and Company. 1980. 143-44.

5. George R. Non granulomatous Anterior Uveitis. 2005


http://www.emedicine.com [diakses pada tanggal 22 Juni 2016]

6. Sidarta I. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta. 2006

7. Roque MR. Uveitis. 2007. http:/www.uveitis.com/ ph.images. uveitis/

8. Fgm,sdfghjdfghjdfghj

9. Rao NA, Forsters DJ. Basic Principles In: Berliner N, editors. The Uvea
Uveitis and Intraocular Neoplasms Volume 2. New York: Gower Medical
Publishing. 1992.1

10. Gregory S, Luis C, Jayne W. clinical Approach to Uveitis. Intraocular


Inflamation and Uveitis. American Academy Ophtalmology. Singapore. 2008

11. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London :


Butterworth Heinemann, 1994. 151-155

12. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua.
Jakarta:FKUI, 2002. 180-181.

13. Gordon K. Iritis and Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com [diakses


tanggal 25 juni 2016]

37

Anda mungkin juga menyukai