Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KOLABORASI DAN SINERGI PROGRAM KEMENTERIAN PERTANIAN

DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN “KETERSEDIAAN PANGAN LOKAL


UNTUK MENINGKATKAN GIZI MASYARAKAT

Disusun Oleh :
1. Devi Kumala Santi (P27220017010)
2. Zuliya Cahya Prastika (P27220017043)

PRODI DIII KEPEAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk. Berdasarkan General Comment12 dari The Committee on
Economic, Social and Cultural Rights (CESCR) hak atas pangan (the right to food) telah
diakui secara internasional sebagai salah satu hak dasar umat manusia. Penyediaan pangan
yang memadai, baik jumlah maupun kualitasnya bagi seluruh penduduknya sehingga dapat
memenuhi standar hidup yang layak, merupakan kewajiban negara. UndangUndang Nomor
18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan) menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan
dasar itu merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan
manusia yang berkualitas.

Pemenuhan Pangan Penduduk Indonesia selama 5 tahun terakhir didominasi oleh


makanan yang berasal dari padi-padian dan minyak/lemak, bahkan berlebih dari anjuran.
Sebaliknya masih kurang dalam mengkonsumsi umbiumbian, buah/biji berminyak dan
kacang-kacangan.

Situasi Ketahanan Pangan Indonesia terkini yaitu Presentase Prevalence of


Undernourisment (PuO)/Prevalensi Kekurangan Gizi di Indonesia membaik, dari 19,4%
periode tahun 2004 sd. 2006 menjadi 8,3% periode 2016 sd. 2018. Menurut Global Food
Security Index (SFSI)/Indeks Ketahanan Pangan Indonesia terus membaik, jika tahun 2016
pada peringkat 71 dari 113 negara, tahun 2019 naik pada urutan 62.

Dengan demikian menyelidiki kesehatan dalam konteks pertanian menjadi sangat


penting, oleh karena pertanian bukan hanya memberikan kesempatan untuk memperbaiki
kesehatan, tetapi juga menimbulkan risiko bagi kesehatan. Sampai saat ini antara sektor
pertanian dan sektor kesehatan dirasakan kurang terintegrasi dengan baik. Pertimbangan
kesehatan hanya memainkan peran kecil dalam pengambilan keputusan petani/peternak
dalam berproduksi atau dalam hal pembuatan kebijakan di Kementerian Pertanian.
Sebaliknya kebijakan pertanian berperan sangat terbatas dalam pembuatan kebijakan di
Kementerian Kesehatan.
B. Tujuan
1. Bagaimana situasi ketahanan pangan indonesia?
2. Bagaimana sinergitas program pembangunan di bidang pertanian & kesehatan?
3. Bagaimana program penanganan stunting di kementerian pertanian?
4. Bagaimana upaya penurunan stunting?
5. Bagaimana program intervensi: pekarangan pangan lestari?
6. Bagaimana penguatan cadangan pangan nasional?
7. Bagaimana pertanian keluarga/family farming?

C. Manfaat
1. Untuk mengetahui situasi ketahanan pangan indonesia
2. Untuk mengetahui sinergitas program pembangunan di bidang pertanian &
kesehatan
3. Untuk mengetahui program penanganan stunting di kementerian pertanian
4. Untuk mengetahui upaya penurunan stunting
5. Untuk mengetahui program intervensi: pekarangan pangan lestari
6. Untuk mengetahui penguatan cadangan pangan nasional
7. Untuk mengetahui pertanian keluarga/family farming
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ketahanan Pangan Indonesia


Menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2012, yang dimaksud dengan pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak di
olah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahantambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman. Sumber pangansangatlah dibutuhkan oleh masyarakat untuk pemenuhan ke
butuhan sehari-hari sertameningkatkan keadaan gizi seseorang. Semakin banyak
prnganekaragaman sumber pangan, maka semakin meningkatnya kesejahteraan
individu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat.
Di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga
disebutkan bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan tingkat
rumah tangga. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pangan harus dapat diakses dengan
mudah bagi rumah tangga.
Berdasarkan data dari The Economist Intelligence Unit (EIU) pada tahun 2016
hingga 2019, indeks ketahanan pangan di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2016 mencapai 50,6 indeks dan di tahun 2019 mencapai 62,6
indeks. Indeks ketahanan pangan di Indonesia terlihat membaik sepanjang tahun 2016
hingga 2019.
Penilaian indeks ketahanan pangan terdiri dari empat aspek.
Pertama, affordability terkait dengan cara memotong rantai pasok yang panjang.
Kedua, availability yaitu, terjaganya penawaran. Lalu ketiga, quality and safety terkait
kualitas dan keamanan standar nutrisi dan pengawasan impor dan keempat natural
resources and resilience terkait dengan lahan dan produksi pangan.

B. Sinergitas program pembangunan di bidang pertanian dan kesehatan

Kesepakatan bersama antara kementrian pertanian dengan kementrian


kesehatan (Kesepakatan bersama 27-01-2020)

a. Pencegahan dan Pengentasan Daerah Rentan Rawan Pangan dan Stunting


b. Program “One Health” Jaminan Kesehatan Manusia, Hewan dan Lingkungan
c. Penyediaan Pangan Segar yang Beragam, Bergizi dan Aman
d. Pengendalian Resistensi Antimikroba (Antimicrobial Resistance)
e. Pengendalian Vektor dan Binatang/Hewan Pembawa Penyakit
f. Perizinan, Distribusi dan
g. Penggunaan Pestisida
h. Pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
i. Penelitian dan Pengembangan
j. Pertukaran Data dan Informasi

C. Program penanganan stunting di kementerian pertanian


1. Intervensi Utama
a. Pekarangan Pangan Lestari (P2L)
b. Penguatan Cadangan Pangan Nasional
c. Pertanian Keluarga/Family Farming
d. Pengembangan Diversifikasi Pangan
2. Intervensi Pendukung
a. Sumber Karbohidrat (padi, jagung, umbi2an)
b. Sumber Protein Hewani (unggas, sapi, telur)
c. Sumber Vitamin dan Mineral (buah dan sayur
D. Upaya penurunan stunting
1. 5 Pilar Pencegahan Stunting
a. Pilar satu
Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara
b. Pilar dua
Kampanye Nasional Berfokus pada pemahaman, perubahan perilaku, komitmen
politik dan akuntabilitas
c. Pilar tiga
Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Nasional, Daerah, dan
Masyarakat
d. Pilar empat
Mendorong Kebijakan “Nutritional Food Security”
e. Pilar lima
Pemantauan dan Evaluasi
2. Kerangka Pencegahan Stunting
a. Intervensi Gizi Spesifik (berkontribusi 30%)
Intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi
spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif
pendek.
b. Intervensi Gizi Sensitif (berkontribusi 70 %)
Intervensi yang ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor
kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000
HPK.

E. Program intervensi: pekarangan pangan lestari


Kegiatan P2L dilaksanakan dalam rangka mendukung program pemerintah
untuk penanganan daerah prioritas intervensi stunting dan/ atau penanganan prioritas
daerah rentan rawan pangan atau pemantapan daerah tahan pangan. Kegiatan ini
dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan, lahan tidur dan lahan kosong yang
tidak produktif, sebagai penghasil pangan dalam memenuhi pangan dan gizi rumah
tangga, serta berorientasi pasar untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Sasaran Kegiatan P2L adalah Meningkatnya ketersediaan, aksesibilitas, dan
pemanfaatan pangan untuk rumah tangga sesuai dengan kebutuhan pangan yang
beragam, bergizi seimbang, dan aman. Yang kedua yaitu Meningkatnya pendapatan
rumah tangga melalui penyediaan pangan yang berorientasi pasar
Intervensi pekarangan pangan lestari :
1. Intervensi sensitif dalam rangka pencegahan stunting dari daerah
perbatasan.
2. Peningkatan ketersediaan, asesibilitas dan pemanfaatan pagan yang
beragam, bergizi seimbang dan aman.
3. Peningkatan pendapatan rumah tangga.

F. Penguatan cadang pangan nasional


Kementerian pertanian melalui Badan Ketahanan pangan bersinergi dengan
Pemerintah Daerah mengembangKan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) dengan
pembangunan fisik lumbung pangan masyarakat. Kepala Badan Ketahanan Pangan
Kementerian Pertanian, mengatakan, selain mengembangkan lumbung, Kementan juga
melakukan penguatan kapasitas kelembagaan lumbung pangan disertai pemberdayaan
masyarakat.
Tujuan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) :
1. Meningkatkan volume cadangan pangan kelompok untuk menjamin akses
dan kecukupan pangan bagi anggotanya.
2. Meningkatkan modal kelompok melalui pengembangan usaha ekonomi
produktif di bidang pangan.

G. Pertanian keluarga/family farming


Pertanian keluarga merupakan konsep baru yang dideklarasikan pada tahun 2014 oleh
PBB (perserikatan bangsa-bangsa). Hingga saat ini belum disepakati definisi universal
tentang pertanian keluarga. Pertanian keluarga atau family farming yang didefinisikan
sebagai cara pengorganisasian produksi pertanian, kehutanan, perikanan, pastoral
(pengembalaan), dan akuakultur (perikanan darat) yang dikelola dan dikerjakan oleh
keluarga dan sebagian besar bergantung pada tenaga kerja keluarga, baik perempuan
dan laki-laki, dan merupakan basis produksi yang berkelanjutan (FAO, 2014).
Pertanian keluarga mengalami perubahan sejak diterapkannya revolusi hijau
terutama perubahan dalam penggunaan tenaga kerja, meningkatnya ketergantungan
petani kepada input-input luar dan semakin kecilnya luasan lahan yang dikuasai oleh
keluarga petani. Jika dihitung berdasarkan jumlah rumah tangga pertanian, dari 98,33
% rumah tangga pertanian pengguna lahan, lebih dari separuhnya (55,33%) adalah
petani gurem (menguasai lahan kurang dari 0,5 ha) (SP, 2013). Selain itu pertanian
keluarga terancam mengalami kepunahan karena minimnya generasi muda yang
berminat bekerja di sektor pertanian. Setiap tahunnya rata-rata laju penurunan tenaga
muda di pertanian adalah sebesar 3 % per tahun, sementara 60,79% petani berusia diatas
45 tahun (ageing generation) (P2K-LIPI, 2017). Sementara itu di perikanan, keluarga
nelayan kecil menghadapi kemiskinan, dan terbatasnya akses pada sumberdaya
kelautan dan perikanan. Merujuk pada Beene (2003), dengan menggunakan
mekanisme sosio-institusional, menyebut tipologi proses-proses yang memiskinan
pada nelayan: (1) eksklusi ekonomi, (2) marginalisasi sosial, (3) eksploitasi kelas, dan
(4) ketidakberdayaan secara politik. Dari data KKP (2011) diolah, skala usaha
perikanan terbesar adalah skala kecil sebanyak 545.863 buah yaitu usaha perikanan
menggunakan perahu tanpa motor (jukung & perahu papan), perahu motor tempel dan
kapal motor 5 GT-10 GT. Jika menggunakan kriteria di bawah 10 GT, Damanik (2016)
menyebut bahwa, secara kuantitatif di Indonesia terdapat 87% nelayan tergolong
nelayan kecil.
Pendekatan pertanian keluarga :
a. Mendorong komitmen pemerintah daerah
b. Keterlibatan pemuda dan kesetaraan gender
c. Penyediaan penidikan vokasi, pelatihan, pendampingan dan penerapan teknologi
d. Penguatan akses keluarga petani terhadap pemodalan, sarana produksi dan asuransi
usaha tani
e. Pengembangan budidaya pangan yang beragam, pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian untuk keberlanjutan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring


dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pemenuhan Pangan Penduduk Indonesia
selama 5 tahun terakhir didominasi oleh makanan yang berasal dari padi-padian dan
minyak/lemak, bahkan berlebih dari anjuran. Sebaliknya masih kurang dalam
mengkonsumsi umbiumbian, buah/biji berminyak dan kacang-kacangan. Dengan
demikian menyelidiki kesehatan dalam konteks pertanian menjadi sangat penting, oleh
karena pertanian bukan hanya memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesehatan,
tetapi juga menimbulkan risiko bagi kesehatan.

B. Saran
Manusia harus menjaga sumber pangan agar ketersediaan bahan pangan
tercukupi untuk meningkatkan gizi masyarakat Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996


tentang Pangan. Kantor Menteri Negara Pangan RI.

Judiono., & Widiastuti Yulianti. 2014. Ilmu Pangan Aspek Gizi Pangan Indonesia.
Departemen Pertanian, Jakarta. EGC

Nainggolan, K. 2010. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan. Departemen


Pertanian, Jakarta. EGC

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Anda mungkin juga menyukai