Anda di halaman 1dari 18

`BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

INFEKSI SALURAN KEMIH

Oleh :
Nurdiyana Salim, S.Ked
K1A1 15 039

Pembimbing
dr. Yeni Haryani, M.Kes., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Nurdiyana Salim, S.Ked
Stambuk : K1A1 15 099
Judul Kasus : Infeksi Saluran Kemih
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan
klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu
Oleo.

Kendari, Januari 2020


Mengetahui
Pembimbing,

Dr. Yeni Haryani, M.Kes., Sp.A

2
BAB 1
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 8 tahun
Alamat : DS. Pola
Agama : Islam
Suku : Muna
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan :-
No RM : 03 01 XX
Tanggal Masuk RS : 30 November 2019 (15.50 WITA)

B. Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama
Nyeri saat berkemih
2. Anamnesis terpimpin
Pasien masuk IGD RSUD RAHA dengan keluhan nyeri saat buang
air kecil. Nyeri dirasakan kurang lebih sejak 4 hari yang lalu. Selain itu
pasien mengeluhkan demam yang juga dirasakan sejak 4 hari yang lalu.
Demam bersifat terus menerus dan tidak membaik dengan pemberian
paracetamol. Keluhan lain berupa muntah dengan frekuensi 2 kali
sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi makanan tanpa darah dan
lendir. Keluhan lain seperti nyeri kepala (-), batuk (-), sesak (-), pilek (-
), mimisan 1 kali sebelum masuk rumah sakit. Pasien belum BAB sejak
2 hari yang lalu. Sejak sakit pasien menjadi malas makan dan malas
minum air putih.
Riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang sama tidak
ada. Riwayat dengan keluhan yang sama dalam keluarga atau
lingkungan sekitar disangkal. Riwayat berobat dengan paracetamol.

3
Riwayat imunisasi lengkap sampai campak. Riwayat kelahiran
pasien dilahirkan dari ibu G2P2A0 secara normal oleh dukun di rumah.
Riwayat tumbuh kembang pasien : berbalik usia 4 bulan, duduk usia
5bulan, berdiri usia 9 bulan, jalan usia 12 bulan, bicara usia 10 bulan.
Riwayat ASI sampai usia 1 tahun 5 bulan.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a) Keadaan umum : sakit sedang
b) Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
c) Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 92x/ menit
Suhu : 38,8oC
Pernapasan : 32 x/menit
d) Pucat : (-)
e) Ikterus : (-)
f) Sianosis : (-)
g) Turgor : Baik
h) Tonus : Baik
i) Edema : (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : normocephal
Muka : simetris kiri dan kanan
Rambut : hitam dan tidak mudah tercabut
Ubun-ubun besar : sudah tertutup
Telinga : otorhea (-/-)
Mata : pupil isokor, konjungtiva anemis (-),
Hidung : epistaksis (-/-), rinore (-/-)
Bibir : kering (+)
Lidah : kotor (-)

4
Sel mulut : stomatitis (-)
Tenggorok : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Bentuk dada : normochest
Jantung
Ictus cordis : tidak teraba
Batas kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis sinistra
Irama : BJI/BJII murni reguler
Paru
Inspeksi : simetris kiri kanan, retraksi (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : bunyi napas vesikuler (+/+), bunyi napas
tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan area suprapubik (+)
Limfa : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Alat kelamin : dalam batas normal
Kelenjar limfe : tidak teraba pembesaran
Kulit : peteki (-)
Anggota gerak : akral hangat, CRT < 2 detik.
KPR : +/+
APR : +/+
Refleks Patologis : -/-
Columna vertebralis : DBN
LILA : 12 cm

5
Lingkar Kepala : 51,4 cm
Lingkar dada : 48,3 cm
Lingkar perut : 46,7 cm
Berat Badan : 16 Kg
Panjang Badan : 98 cm

D. Ringkasan Riwayat Penyakit


An. A jenis kelamin perempuan berusia 8 tahun dibawa ke IGD
dengan keluhan nyeri saat buang air kecil. Keluhan dirasakan sejak 4
hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluhkan demam sejak 4 hari
yang lalu. Demam bersifat terus menerus dan tidak membaik dengan
pemberian paracetamol. Keluhan lain berupa muntah dengan frekuensi
2 kali sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi makanan tanpa darah
dan lendir. Riwayat mimisan 1 kali sebelum masuk rumah sakit. Belum
BAB sejak 2 hari yang lalu. Sejak sakit pasien menjadi malas makan
dan malas minum air putih.

Pemeriksaan Fisik
KU : Sakit sedang
TTV TD: 100/60 mmHg N : 92 kali/menit
P : 32 kali/menit S : 38,8 oC
Status present
Toraks : BJ I/II murni reguler, retraksi (-), bunyi napas tambahan (-)
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal, nyeri saat berkemih (+), BAB (-)
sejak 2 hari yang lalu. nyeri tekan area suprapubik (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Integumen : Peteki (-), uji rumple leed (-)

6
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (30/11/19)

Jenis Tes Hasil Nilai Rujukan


WBC 13,7m2x 103/L 4,0-10,0
Gran% 12,3% 50,0-70,0
HGB 11,6 gr/dL 12,0-17.0
MCV 78 fl 82,0-95,0
MCH 26.1 pg 27,0-31,0
MPV 6,6 fl 7,0-11,0
PLT 158x103/L 150-350
PCT 0,10% 0,108-0,282

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Urin (1/12/19)

Jenis Tes Hasil Nilai Rujukan


Warna Kuning Muda Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
PH 6,5 4,5-8,0
BJ 1,010 1,010-1,02
Keton 3+ mg/dL Negatif
Protein ± mg/dL Negatif
Blood ± RBC/L Negatif
Leukosit Pos (++) WBC/ul Negatif
Eritrosit Pos (+) Negatif
Kristal Amorf, Pos (+++) -
Epitel sel Pos (+) -

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (3/12/19)

Jenis Tes Hasil Nilai Rujukan


WBC 7,64m2x 103/L 4,0-10,0
Gran% 58,1% 50,0-70,0

7
HGB 12,8 gr/dL 12,0-17.0
MCV 79 fl 82,0-95,0
MCH 25.7 pg 27,0-31,0
MPV 6,8 fl 7,0-11,0
PLT 308x103/L 150-350
PCT 0,21% 0,108-0,282

E. Perencanaan
1. Diagnosis Kerja
Infeksi Saluran Kemih (N39.0)
2. Diagnosis Banding
Demam dengue
Malaria
3. Pemeriksaan Anjuran
Kultur urin
DDR
Pemeriksaan IgM IgG
4. Rencana Terapi
a. Non Medikamentosa
1) Tirah baring
2) Edukasi
b. Medikamentosa
1) IVFD KAEN 3B 18 tpm makro
2) Inj. Paracetamol 180 mg/4 jam/ IV (Kp ≥38°C)
3) Inj. Ondansetron 2 mg/ 8 jam/ IV (Kp/ Mual/ Muntah)
4) Inj. Ranitidin 20 mg/12 jam/ IV
5) Inj. Ceftriaxone 900 mg/12 jam/IV

8
F. Perkembangan Pasien
Tabel 4. Perkembangan pasien saat perawatan di RSUD Raha
Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
30/11/2019 S : Tampak lemah, demam (+),  IVFD KAEN 3B 18
muntah (-) nyeri saat BAK, nyeri tpm Makro
tekan area suprapubik, BAB (-).  Inj. Paracetamol 180
Rample leed (-) mg/4 jam/ IV (k/p)
O:KU=sakit sedang/ compos mentis  Inj. Ondansetron 2
TD : 100/60 mmHg. mg/ 8 jam/ IV (k/p)
N : 92x/menit  Inj. Ranitidin 20 mg/
P : 32x/menit 12 jam/ IV
S :38,8ºC  Cek darah rutin
Kepala: pupil isokor, mata cekung
(-), bibir kering (+)
Thorax : normochest,
pengembangan dada simetris,
retraksi (-), vesikuler, Rh (-/-), Wh
(-/-)
Abdomen : datar ikut gerak napas,
peristaltic (+) kesan normal, nyeri
tekan suprapubik (+), nyeri saat
BAK (+), BAB (-) sejak 2 hari lalu
Ektermitas : akral hangat, CRT < 2
detik, peteki (-)
A : febris ec. DBD DD/ malaria DD/
ISK
1/12/2019 S : Tampak lemah, demam (+),  IVFD KAEN 3B 18
nyeri saat BAK, nyeri tekan area tpm Makro
suprapubik  Inj. Paracetamol 180
O:KU=sakit sedang/ compos mentis mg/4 jam/ IV (k/p)
TD : 100/70 mmHg.  Inj. Ondansetron 2
N : 110x/menit mg/ 8 jam/ IV (k/p)
P : 24x/menit  Inj. Ranitidin 20 mg/
S :38,6ºC 12 jam/ IV
Abdomen : datar ikut gerak napas,  Cek urin rutin
peristaltic (+) kesan normal, nyeri  Inj. Ceftriaxone 900
tekan suprapubik (+), nyeri saat mg/12 jam/ IV (drip
BAK (+). BAK frekuensi ±3 x sejak dalam 100 cc NaCl
kemarin. Urin berwarnah kuning 0,9%) (1)
muda, jernih
A : ISK
2/12/2019 S : Tampak lemah, demam (-), nyeri  IVFD KAEN 3B 18
saat BAK (-), nyeri tekan area tpm Makro
suprapubik (+)  Inj. Paracetamol 180
O:KU=sakit sedang/ compos mentis mg/4 jam/ IV (k/p)

9
TD : 100/70 mmHg.  Inj. Ondansetron 2
N : 92x/menit mg/ 8 jam/ IV (k/p)
P : 24x/menit  Inj. Ranitidin 20 mg/
S :36,8ºC 12 jam/ IV
Abdomen : datar ikut gerak napas,  Inj. Ceftriaxone 900
peristaltic (+) kesan normal, nyeri mg/12 jam/ IV (drip
tekan suprapubik (+), nyeri saat dalam 100 cc NaCl
BAK (-), BAK frekuensi ±4 X sejak 0,9%) (2)
semalam. urin berwarna kuning
muda, jernih
A : ISK
3/12/2019 S : Demam (-), nyeri saat BAK (-),  IVFD KAEN 3B 18
nyeri tekan area suprapubik (-) tpm Makro
O:KU=sakit sedang/ compos mentis  Inj. Paracetamol 180
TD : 110/70 mmHg. mg/4 jam/ IV (k/p)
N : 104x/menit  Inj. Ondansetron 2
P : 28x/menit mg/ 8 jam/ IV (k/p)
S :37,3ºC  Inj. Ranitidin 20 mg/
Abdomen : datar ikut gerak napas, 12 jam/ IV
peristaltic (+) kesan normal, nyeri  Inj. Ceftriaxone 900
tekan suprapubik (-), nyeri saat mg/24 jam/ IV (drip
BAK (-), BAK frekuensi ±3 X sejak dalam 100 cc NaCl
semalam. Warna urin kuning muda 0,9%) (3)
dan jernih  Cek darah rutin
A : ISK
4/12/2019 S : tampak bugar. Keluhan lain (-)  AFF Infus
O:KU=sakit sedang/ compos mentis  Cefixim pulv 2 x 90
TD : 110/70 mmHg. mg
N : 108x/menit  Paracetamol 4 x
P : 24x/menit 1⁄ 𝑡𝑎𝑏 (K/p)
S :36,8ºC 2
Abdomen : datar ikut gerak napas,  DHA Vit syr 1 x 1 cth
peristaltic (+) kesan normal, nyeri
tekan suprapubik (-), nyeri saat
BAK (-) BAK frekuensi ±3 kali
sejak semalam, berwarna kuning
muda dan jernih
A : ISK

10
BAB II
ANALISA KASUS

Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan


berkembangnya biakan bakteri atau mikroba dalam saluran kemih.3 Infeksi dapat
meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih.1 pada
pemeriksaan urin ditemukan bakteri dengan jumlah lebih dari 10.000 per ml.4
Dalam laporan kasus pasien berjenis kelamin perempuan dan berusia
berusia 8 tahun. Diamana Prevalensi dan insidensi ISK lebih banyak pada
perempuan daripada laki-laki, hal ini dikarenakan faktor klinis seperti perbedaan
anatomi, efek hormonal dan pola perilaku. Perempuan lebih sering terkena ISK
daripada laki-laki karena uretra wanita lebih pendek sehingga bakteri kontaminan
lebih mudah menuju kandung kemih, selain itu juga karena letak saluran kemih
perempuan lebih dekat dengan rektal sehingga mempermudah kuman-kuman
masuk ke saluran kemih.6
Sedangkan pada laki-laki disamping uretranya yang lebih panjang juga
karena adanya cairan prostat yang memiliki sifat bakterisidal sebagai pelindung
terhadap infeksi oleh bakteri.2 Untuk angka kejadian berdasarkan usia, di
Indonesia prevalensi infeksi saluran kemih cukup tinggi dimana dari 200 anak
yang dievaluasi pada usia 1-5 tahun sebesar 35% dan usia 6-10 tahun sebesar 22%
menderita infeksi saluran kemih.6
Pada kasus dapat terjadi ISK dikarenakan infeksi secara asending
dimana Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, dipengaruhi faktor
anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari pada laki-laki
sehingga mikroorganisme dapat masuk ke saluran kemih.4 infeksi termasuk di
kandung kemih, prostat, ginjal dan saluran pengumpulan. Sebagian besar ISK
disebabkan oleh bakteri, Penyebab utama lebih dari 85% kasus ISK adalah basil-
basil gram negative paling sering adalah bakteri Escherichia coli yang
merupakan penghuni normal saluran cerna meskipun kadang-kadang jamur dan
virus dapat merupakan agen etiologi ISK.2

11
Selain itu penyebaran infeksi ISK juga bisa secara hematogen, hal Sering
terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara Hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi
struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu
adanya bendungan total urin yang mengakibatkan distensi kandung kemih.4
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan
distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media
pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi
ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar keseluruh
traktus urinarius. Selain itu beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara
lain adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai
hidronefroses.4
Dalam laporan kasus pasien masuk dengan keluhan demam sejak 4 hari
yang lalu. Demam bersifat terus menerus dan tidak membaik dengan pemberian
paracetamol. Keluhan lain berupa muntah dengan frekuensi 2 kali sebelum masuk
rumah sakit. Muntah berisi makanan tanpa darah dan lendir, nyeri saat berkemih.
Keluhan disertai dengan penurunan nafsu makan dan malas minum air putih.
Gambaran ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dari asimtomatis hingga
gejala sepsis berat.1,3,5
- Pada neonates hingga usia 2 bulan, gejala dapat berupa demam, apatis, berat
badan tidak naik, muntah, mencret, anoreksia, tidak mau minum, oligouria,
iritabel, distensi abdomen dan sianosis. Peningkatan suhu tidak begitu tinggi
dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinis hanya berupa apati
dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour)
- Pada bayi sampai satu tahun, gejalanya berupa demam, penurunan berat
badan, cengeng, kolik, muntah, diare atau anoreksia. Pada palpasi ginjal anak
merasa kesakitan.
- Pada anak besar, gejala berupa nyeri BAK, frekuensi BAK meningkat, nyeri
perut atau pinggang, atau urin berbau menyengat.

12
Dalam laporan kasus, pada pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik
(+) kesan normal, nyeri saat berkemih (+), nyeri tekan area suprapubik (+). Gejala
dan tanda ISK yang dapat ditemukan berupa demam, nyeri ketok sudut
kostovertebral nyeri tekan suprasimfisis, kelainan pada genital eksterna pada
tulang belakang seperti spina bifida.1 Adanya sisa urin dalam kandung kemih yang
meningkat dapat mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan
nyeri pada area suprapubic.4
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi,
dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK
asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi
ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan
menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks. ISK asimtomatik ialah bakteriuria
bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna
disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke
dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik.5
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan
urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada
pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata laksananya (pemeriksaan,
pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda. Untuk kepentingan klinik dan tata
laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK
kompleks (complicated UTI). ISK kompleks adalah ISK yang disertai kelainan
anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun
aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu
saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, buli-buli neurogenik, benda
asing, dan sebagainya.5
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian
besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut
neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang
positif, merupakan indikator non-spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang

13
tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada
anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection. Sitokin merupakan protein
kecil yang penting dalam proses inflamasi. Prokalsitonin, dan sitokin
proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut infeksi, termasuk
pada pielonefritis akut.5 Dalam laporan kasus dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa darah rutin pada tanggal 30 november 2019 dan didapatkan
hasil WBC 13,7m2x 103/L, Gran% 12,3%, HGB 11,6 gr/dL, MCV 78 fl, MCH
26.1 pg, MPV 6,6 fl, PLT 158x103/L, dan PCT 0,10%. Kemudian dilakukan
kembali pemeriksaan darah pada tanggal 3 desember 2019 untuk melihat hasil
pengobatan. Didapatkan WBC 7,68 m2x 103/L, Gran% 58,1%, HGB 12,8 gr/dL,
MCV 79 fl, MCH 26.7 pg, MPV 6,8 fl, PLT 308x103/L, dan PCT 0,21%.
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria
biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK
simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria
dapat juga terjadi tanpa leukosituria.1,4,6 Hematuria kadang-kadang dapat
menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak dipakai sebagai indikator
diagnostik.5 Dalam laporan kasus dilakukan pemeriksaan urin pada tanggal 1
desember 2019 dan ditemukan adanya leukosituria dengan nilai positif 2, eritrosit
positif 1, keton positif 3, kristal amorf positif 3 dan epitel sel positif 1.
Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah
dalam diagnosis ISK. Gold standar dalam diagnosis ISK adalah biakan urin.
- Cara pengambilan spesimen urin
Pengambilan sampel urin untuk biakan urin dapat dilakukan dengan
cara aspirasi suprapubik, kateter urin, pancar tengah (midstream), dan
menggunakan urine collector. Cara terbaik untuk menghindari kemungkinan
kontaminasi ialah dengan aspirasi suprapubik, dan merupakan baku emas
pengambilan sampel urin untuk biakan urin. Kateterisasi urin merupakan
metode yang dapat dipercaya terutama pada anak perempuan, tetapi cara ini

14
traumatis. Teknik pengambilan urin pancar tengah merupakan metode non-
invasif yang bernilai tinggi, dan urin bebas terhadap kontaminasi dari uretra.5
Pada bayi dan anak kecil, urin dapat diambil dengan memakai
kantong penampung urin (urine bag atau urine collector). Pengambilan
sampel urin dengan metode urine collector, merupakan metode yang mudah
dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan positif palsu hingga
80%.6 Child Health Network (CHN) guideline (2002) hanya
merekomendasikan 3 teknik pengambilan sampel urin, yaitu pancar tengah,
kateterisasi urin, dan aspirasi supra pubik, sedangkan pengambilan dengan
urine bag tidak digunakan. Pengiriman bahan biakan ke laboratorium
mikrobiologi perlu mendapat perhatian karena bila sampel biakan urin
dibiarkan pada suhu kamar lebih dari ½ jam, maka kuman dapat membiak
dengan cepat sehingga memberikan hasil biakan positif palsu. Jika urin tidak
langsung dikultur dan memerlukan waktu lama, sampel urin harus dikirim
dalam termos es atau disimpan di dalam lemari es. Urin dapat disimpan
dalam lemar es pada suhu 40C, selama 48-72 jam sebelum dibiak.5
- Interpretasi biakan urin
Urin umumnya dibiak dalam media agar darah dan media McConkey.
Beberapa bakteri yang tidak lazim menyebabkan ISK, tidak dapat tumbuh
pada media yang sering digunakan dan memerlukan media kultur khusus.5
Interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik pengambilan
sampel urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik pengambilan sampel
urin dengan cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa
bakteriuria bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah berapa
pun. Namun untuk teknik pengambilan sampel dengan cara kateterisasi urin
dan urin pancar tengah, terdapat kriteria yang berbeda-beda. Berdasarkan
kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah dipakai jumlah
kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna,5

Pengobatan untuk ISK pada kasus diberikan antibiotik intavena dengan Inj.
Ceftriaxone 900 mg/12 jam/IV. Diberikan antibiotik dengan tujuan untuk

15
mengatasi infeksi akut, mencegah urosepsis, dan mencegah atau mengurangi
kerusakan ginjal. Prinsip pemilihan terapi antibiotik unutk ISK yaitu sensitivitas
bakteri, antibiotik spektrum sempit, toleransi pasien terhadap terapi, toksisitas
rendah, dan cost-effectiveness. Umumnya, bakteriuria asimtomatik tidak diterapi
dengan antibiotik, sedangkan ISK simtomatik harus segera mendapatkan
antibiotik. Sebelum pemberian antibiotik, sebaiknya dilakukan biakan urin untuk
menentukan jenis bakteridan sensitivitasnya.3
Pada awal ISK didiagnosis, hasil biakan urin belum ada karena dibutuhkan
beberapa hari untuk memperoleh hasil, Dengan demikian, pemberian antibiotik di
dasarkan secara empirik, dengan memperhatikan pola jenis bakteri penyebab ISK
dan uji sensitivitas dalam komunitas. Sebagai terapi empirik inisial, biasanya
digunakan trimetoprim-sulfametoksazol, sefalosporin generasi kedua dan ketiga,
serta amoksisilin-klavulanat. Dilaporkan bahwa 40-53% bakteri uropatogen sudah
resisten terhadap ampisilin atau amoksisilin, dan 5% resisten terhadap
trimetoprim-sulfametoksazol.3
Lama pemberian antibiotik pada ISK tergantung pada jenis ISK. Infeksi
saluran kemih pada bayi dan ISK kompleks, biasanya diterapi selama 10 hingga
14 hari, dan untuk ISK simpleks diobati selama 7-10 hari. Pengobatan jangka
pendek dengan lama pengobatan 1 hingga 3 hari tidak direkomendasikan untuk
anak. Berbagai antbiotik dapat digunakan baik oral ataupun parenteral. Antibiotik
oral antara lain kotrimoksazol, sefaleksin, sefiksim, sefadroksil, asam pipemidat,
asam nalidiksik, amoksisilin-klavulanat, sefpodiksim, sefprozil, lorakarbef,
siprofloksazin. Antibiotik parenteral antara lain sefotaksim, seftriakson,
seftazidim, sefazolin, gentamisin, amikasin, tobramisin, tikarsilin, ampisilin.3
Untuk terapi suportif diberikan Selain pemberian antibiotic, IVFD KAEN
3B 18 tpm makro untuk pengobatan dan pemeliharaan volume cairan. Selain itu
diberikan Paracetamol 180 mg/4 jam/ IV jika pasien demam ( ≥38°C), Inj.
Ondansetron 2 mg/ 8 jam/ IV (Kp/ Mual/ Muntah), Inj. Ranitidin 20 mg/12 jam/
IV. penderita ISK perlu mendapat asupan cairan yang cukup, perawatan hygiene
daerah perineum dan periuretra, serta pencegahan konstipasi.1

16
Pada kasus harus ditangani secara adekuat karena ISK pada masa bayi
dan anak seringkali mengakibatkan dampak kemudian hari hingga jangka panjang
terhadap fungsi ginjal yaitu mengakibatkan gagal ginjal akut, bakteremia, dan
sepsis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi,dan gagal
ginjal. Jika komplikasi ISK dialami oleh anak sekolah maka hal tersebut dapat
menggangu pertumbuhan dan perkembangan mereka.7
Beberapa hal paling penting untuk mencegah infeksi saluran kemih
adalah menjaga kebersihan diri, bila setelah buang air besar atau air kecil
bersihkan dengan cara membersihkan dari depan kebelakang, dan mencuci kulit di
sekitar dan antara rektum dan vagina setiap hari. Minum banyak cairan (air) setiap
hari akan membantu pengeluaran bakteri melalui sistem urine. Mengosongkan
kandung kemih segera setelah terjadi dorongan untuk buang air kecil bisa
membantu mengurangi risiko infeksi kandung kemih (ISK). Vitamin C membuat
urin asam dan membantu mengurangi jumlah bakteri berbahaya dalam sistem
saluran kemih. Hindari pemakaian celana dalam yang dapat membuat keadaan
lembab dan berpotensi berkembang biaknya bakteri.4
Adapun prognosis dari pasien ini yaitu dubia et bonam dimana prognosis
penyakit ini baik dengan terapi yang adekuat dan hygiene yang baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, A.H., Hegar, B., Handyastuti, S., Idris, N.S., Gandaputra, E.P.,
Harmoniati, E.D. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta.
2. Fenty, S. 2013. Pola Kuman dan Sensitivitas Antimikroba Pada Infeksi
Saluran Kemih. Jurnal Farmasi Sains dan Komunikasi 10(1): 9-13.
3. Pardede, S. O. 2018. Infeksi pada ginjal dan saluran kemih anak: manifestasi
klinis dan tatalaksana. Sari Pediatri vol. 9 (6). Jakarta
4. Tanjung, M.F.A. 2018. Gambaran kasus ibu hamil dengan infeksi saluran
kemih di RB. Aji sri haji periode januari 2018. Jurnal ilmiah simantek 2(2):
90-104.
5. Pardede, S.O., Tammbunan, T., Alatas, H., Trihono, P.P., Hidayati, E.L.
2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Ikatan dokter anak
Indonesia Unit kerja koordinasi Nefrologi. Jakarta.
6. Widyaningsih, N., Tusino, A. 2017. Karakteristik Infeksi Saluran Kemih pada
Anak usia 0-12 tahun di RS X Kebumen Jawa Barat. Biomedika vol. 9 (2)
Departemen kesehatan anak FK UII
7. Maknunah, L., Wahjudi, P., Ramani, A. 2016. Faktor risiko kejadian infeksi
saluran kemih pada anak di poli anak RSUD Blambangan Kabupaten
Banyuwangi. Artikel Ilmiah Mahasiswa. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Jember.

18

Anda mungkin juga menyukai