Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ALAT DAN MESIN PASCAPANEN

ANALISIS, TEKNIS DAN FINANCIAL MESIN PADDY


MOWER SEBAGAI MODRENISASI ALAT PEMOTONG PADI
ANI-ANI

KELOMPOK 1
Erna Yusnina Eka Putri 05021281621030
Kania Zsalsabillah 05031181621082
M. Dio Muhajir 05021281621038
M. Refki Albar 05021181621007
Octaviantoro Putra 05031181621002

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman padi termasuk genus Oryza L. yang meliputi lebih kurang 25 spesies,
tersebar di daerah tropik dan daerah subtropika seperti di Asia, Afrika, Amerika dan Australia
(Hadrian siregar, 1981). Padi berasal dari dua benua yaitu Oryza fatua Koenig dan Oryza
satifa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainnya yaitu Oryza stapfi Roschev dan
Oryza glaberrima Steund berasal dari Afrika Barat (Benua Afrika). Oryza fatua Koenig dan
Oryza minuta Presl berasal dari Himalaya India (Anonymous,1992). Setelah melalui
beberapa tahap dalam budidaya tanaman padi, panen merupakan tahap akhir penanaman padi
di sawah. Bila hasil yang diharapkan telah menjadi kenyataan, berarti buah padi sudah cukup
masak dan siap untuk dipanen/ dipetik. Namun pemanenan padi harus dilakukan pada waktu
yang tepat, sebab ketepatan waktu pemanenan berpengaruh terhadap jumlah dan mutu gabah
dan berasnya.
Panen yang terlambat pada varietas padi yang mudah rontok, akan menurunkan
produksi. Sedangkan panen yang terlalu awal menyebabkan mutu buah padi yang kurang
baik ( Hadrian Siregar, 1981). Pemanenan padi pada awalnya dilakukan dengan suatu
alat penuai tangan. Penuai tangan ini digunakan di Eropa dan Amerika sampai digunakan
mesin-mesin yang dihela dengan kuda. Sabit dengan rangka diperkenalkan antara tahun
1776 dan 1800 (Smith dan Wilkes, 1990). Salah satu hal yang penting dalam pemanenan
padi adalah cara panen. Cara panen padi dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu cara
tradisional dan cara mekanis. digunakan adalah ani-ani dan sabit, secara mekanis panen padi
dilakukan dengan reaper, binder, mini combine dan combine.(Rachmadiono, 1996). Proses
pemanenan padi dengan ani-ani dan sabit masih dilakukan oleh karena belum adanya suatu
alat mesin pemanen padi yang sesuai dengan lahan pertanian yang ada di Indonesia, dimana
lahan pertanian di Indonesia rata-rata sempit dengan kondisi topografi yang bergelombang.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
1.2.1. Mengetahui prinsip kerja dari mesin Paddy Mower
1.2.2. Menganalisa rancangan struktural, rancangan fungsional, analisa teknis dan analisa
finansial dari mesin Paddy Mower
1.3. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah mesin satu jalur yang
berhasil dirancang, nantinya dapat digunakan secara luas, dan memudahkan proses
pemanenan padi yang menggunakan prinsip ani-ani.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ani-ani
Hingga saat ini panen padi Tradisional cara ani-ani masih eksis dan terus berlangsung
terutama terjadi di daerah pedalaman (Banten, Sumatera, Kalimantan, Papua) yaitu di daerah
yang menanam padi varietas lokal berumur panjang (6 bulan), kapasitas kerja cara ani-ani
berkisar antara 10 sampai 15 kg malai/jam dengan susut hasil (losses) berkisar antara 3,2 %.
Cara panen Tradisional ani-ani merupakan suatu “System” panen yang akrab dengan
kelestarian lingkungan dan terbukti mampu mengatasi ketahanan pangan rumah tangga petani
(lokal), dimana seluruh proses sejak padi di tanam (pra panen) hingga proses gabah menjadi
beras (pasca panen), secara keseluruhan ditangani oleh petani dan nilai tambah padi menjadi
beras adalah milik petani, tanpa menimbulkan kerusakan alam dan pencemaran lingkungan,
seluruh tubuh tanaman padi termanfaatkan mulai dari berasnya hingga jeraminya.

Gambar 1. Alat pemotng Ani-Ani

Tahapan proses panen padi cara Tradisional ani-ani berbeda dengan proses pada cara
Modern. Pada cara ani-ani (Gambar 1), padi dipanen dalam bentuk malai kemudian diangkut
untuk dijemur (proses pengeringan) kemudian disimpan di lumbung (proses penyimpanan).
Pelaksanaan proses perontokan dan pemberasan dilakukan sewaktu-waktu petani
membutuhkan beras, mempergunakan alat tradisional (lesung) ataupun menggunakan mesin
perotok Thresher untuk proses perontokannya dan Rice Milling Unit (RMU) untuk
pemberasan.

2.2. Mesin Paddy Mower (Mesin Pemanen Padi Tipe Sandang)


Menurut SNI 7600:2010, mesin pemanen padi tipe sandang adalah mesin yang
memotong batang padi dan meletakkan hasil potongannya ke bagian samping arah kiri
jalannya operator yang pengoperasiannya disandang di bagian pinggang kanan operator.
Pemotongan menggunakan pisau berputar yang digerakkan oleh motor bensin. Hasil
potongan berupa kumpulan malai-malai padi yang tersusun dan siap untuk dirontokkan.

Gambar 2. Mesin Paddy Mower


Keterangan :
1. Motor penggerak
2. Pengikat stang kemudi
3. Stang kemudi
4. Selubung poros
5. Pelindung (pengaman)
6. Pisau pemotong
7. Perebah

2.3. Padi
Padi (Orizae sativa L.) merupakan tanaman yang membutuhkan air yang cukup dalam
hidupnya. Tanaman ini tergolong semi-aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang.
Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air cukup untuk
pertumbuhannya. Meskipun demikian padi juga dapat diusahakan di lahan kering atau
ladang, istilahnya padi ladang. Namun demikian kebutuhan airnya tetap harus terpenuhi
(Baskoro, 2009). Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman
pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Fosil
butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM.
Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma,
Thailand, Laos, Vietnam.
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza spp
(Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
1999).

Hasil panen padi disebut gabah. Gabah tersusun dari 15 – 30% kulit luar (sekam), 4 –
5% kulit ari, 12 – 14% katul, 65 – 67% endosperm dan 2 – 3% lembaga. Sekam membentuk
jaringan keras sebagai perisai pelindung bagi butir beras terhadap pengaruh luar. Kulit ari
bersifat kedap terhadap oksigen, CO2 dan uap air, sehingga dapat melindungi butir beras dari
kerusakan oksidasi dan enzimatis. Lapisan katul merupakan lapisan yang paling banyak
mengandung vitamin B1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan
niasin. Endosperm merupakan bagian utama dari butir beras.
Komposisi utamanya adalah pati. Selain pati, endosperm juga mengandung protein
dalam jumlah cukup banyak, serta selulosa, mineral dan vitamin dalam jumlah kecil. Sekam
merupakan 15 – 30% bagian gabah, fungsi sekam antara lain melindungi kariopsis dari
kerusakan, serangan serangga dan serangan kapang. Sekam terdiri dari palea dan lemma.
Struktur palea/lemma yaitu epidermis luar, sklerenimia (mengandung lignin), parenkimia,
dan epidermis dalam kariopsis terdiri dari kulit luar dan endosperm. Kulit luar terdiri dari
perikarp (10µm), seed coat (0.5µm), nucellus (2.5µm), dan aleuron (5.0µm).

2.4. Penanganan Pasca Panen


Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat
panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat
perontokan, penundaan perontokan, perontokan, pengangkutan gabah ke rumah petani,
pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan
penyimpanan beras (Prasetyo, 2003).

1. Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen
padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan
hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen dapat
dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis.

a. Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada


hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi
dicapai apabila 90 – 95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau
kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan
gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi.
b. Pengamatan Teoritis
Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan
mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi varietas padi,
umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata atau
antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen
optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23% pada musim kemarau,
dan antara 24 – 26 % pada musim penghujan.

2. Pemanenan
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan
mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis
serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan
pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil
yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 % apabila
pemanen padi dilakukan secara tidak tepat. Proses selanjutnya adalah penumpukan
dan pengumpulan, perontokan, pembersihan, pengeringan, penyimpanan, dan
penggilingan.

2.5. Kapasitas Lapang


Dalam pengukuran kinerja suatu alat atau mesin pertanian (on farm), kapasitas lapang
adalah salah satu parameter penting yang menunjukkan kemampuan kerja suatu alat untuk
menyelesasikan pekerjaannya dalam suatu luasan lahan dalam satuan waktu tertentu.
Menurut Daywin et al. (1992) ada dua jenis kapasitas lapang yang biasa digunakan dalam
pertanian, yaitu kapasitas lapang teoritis (KLT) dan kapasitas lapang efektif (KLE). Kedua
jenis kapasitas lapang ini dinyatakan dalam satuan ha/jam. KLT adalah kemampuan kerja
suatu alat di dalam suatu bidang tanah dengan lebar kerja 100% tanpa waktu belok atau
waktu tidak efektif lainnya (Srivastava et. al 1993). KLE merupakan kemampuan kerja mesin
di lapang untuk menyelesaikan pekerjaan pada suatu bidang tanah dalam waktu total tertentu.
Perbandingan keduanya dapat dihitung sebagai efisiensi lapang (ELP). Berikut data yang
diperoleh dari hasil pengukuran kapasitas lapang dan efisiensi lapang pemanean manual
maupun mekanis menggunakan mesin padi mower sebelum dimodifikasi: (Ikhsan, 2014).
Manual
Waktu
Luas Lahan Waktu KLT KLE
Lapang ELP (%)
(ha) Efektif (jam) (ha/jam.orang) (ha/jam.orang)
Total (jam)
0,007 0,909 0,769 0,013 0,011 84,6
0,01 0,714 0,667 0,015 0,014 93,4
0,01 1,000 0,833 0,012 0,010 83,3
Rata-rata 0,013 0,012 87,1
Mekanis
001 0,248 0,045 0,040 89,6
001 0,243 0,045 0,041 91,1
001 0,240 0,045 0,042 93,3
Rata-rata 0,045 0,041 91,3
Tabel 1 Kapasitas lapang dan efisiensi lapang pemanenan manual dan mekanis

Keterangan :
KLT : Kapasitas Lapang Teoritis
KLE : Kapasitas Lapang Efektif
ELP : Efisiensi Lapang Pemanenan
Kecepatan maju (v) = 0.125 m/detik
Lebar kerja (l) = 1 meter

Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) = v x l x 0.36


= 0.125 m/detik x 1 m x 0.36
= 0.045 ha/jam

2.6. Susut Saat Panen


Susut saat panen panen atau kehilangan pada saat panen adalah banyaknya butir
gabah yang tercecer akibat perlakuan saat panen oleh tenaga pemanenan dan peralatan panen
yang digunakan. Susut panen dapat diketahui dengan menghitung atau membandingkan
antara petak kontrol yang dipanen secara hati-hati dengan petak perlakuan yang dipanen oleh
tenaga pemanenan seperti layaknya memanen padi, kehilangan hasil terbesar terjadi pada
kegiatan pemanenan (susut saat panen) dan perontokan (Suismono et al. 1990). Menurut
Nugraha 2009, terdapat tiga macam cara untuk mengukur susut saat panen, diantaranya
adalah:
1. Metode membandingkan produksi gabah yang diperoleh antara petak
kontrol dengan petak perlakuan yang berukuran sama.
2. Metode membandingkan produksi gabah yang diperoleh antara petak
kontrol dengan perlakuan. Pada metode ini petak kontrol berukuran 1 m x 1
m sebanyak lima petak yang terletak di sekeliling petak perlakuan yang
berukuran 2.5 m x 2.5 m.
3. Metode pengukuran susut panen dengan menggunakan metode 9 papan.
Berikut ini merupakan perbandingan susut saat panen pemanenan manual
maupun mekanis menggunakan mesin padi mower sebelum dimodifikasi:
(Ikhsan, 2014)

Gambar 3. Perbandingan susut saat panen pemanenan manual dan mekanis

2.7. Perancangan Desain Fungsional dan Struktural


2.7.1. Pengukuran Kapasitas Lapang Efektif Pemanenan dan Kapasitas Pemanenan
Kapasitas lapang efektif pemanenan (KLE) baik sebelum maupun setelah
mesin di modifikasi dinyatakan dalam ha/jam, diperoleh dengan mengukur waktu panen
efektif (Te) dan luas panen aktual (Aa). Perhitungan KLE menggunakan Persamaan 3. Waktu
panen efektif diukur saat pemanenan. Kapasitas pemanenan dihitung menggunakan
Persamaan 4.

KLE = …………………………….…………….……….(3)

KP = ……………….………………………..…..…... (4)
Keterangan :
KLE : kapasitas lapang efektif mesin pemanen padi (ha/jam)
: luasan lahan aktual (ha)
: waktu efektif pemanenan (jam)
GKP : Gabah kering panen (ton)
KP : kapasitas pemanenan (ton/jam)

2.8. Parameter pengamatan


1. Kapasitas Kerja Mesin
Luasan lahan dibagi waktu yang dibutuhkan untuk proses pemotongan padi

(KKM, ha/jam).
2. Konsumsi bahan bakar

Bahan bakar yang dibutuhkan untuk panen dalam satu luasan lahan (KBB, l/ha).
3. Persentase kehilangan padi atau losses

Persentase padi yang rontok pada saat proses pemanenan (PKP, %).

2.9. Analisis Ekonomi


2.9.1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap ditentukan dengan mengunakan persamaan biaya penyusutan
mesin, persamaan penyusutan dihitung dengan menggunakan metode Sinking
Fund.
1. Biaya Penyusutan (Fixed Cost)
Dn=(P−S)(A / F , i , N )(F /P , i , n−1)
Keterangan :
Dn = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun)
P = Purchase price (Rp)
S = Nilai akhir (10% dari P) (Rp)
n = Perkiraan umur ekonomi, diasumsikan 5 tahun
i = Suku bunga(%/tahun)

 Tahun pertama
A F
Dn = (P – S) ( , i, N) ( , i, n-1)
F P
= (1.850.000 – 500.000) (1.64) (1)
= (1.350.000) (1,64) (1)
= 221,130
 Tahun kedua
A F
Dn = (P – S) ( , i, N) ( , i, n-1)
F P
= (1.850.000 – 500.000) (0,1638) (1.1)
= (1.350.000) (0,1638) (1.1)
= 243,243

 Tahun ketiga
A F
Dn = (P – S) ( , i, N) ( , i, n-1)
F P
= (1.850.000 – 500.000) (0,1638) (1.2)
= (1.350.000) (0,1638) (1.2)
= 267,567

 Tahun keempat
A F
Dn = (P – S) ( , i, N) ( , i, n-1)
F P
= (1.850.000 – 500.000) (0,1638) (1.3)
= (1.350.000) (0,1638) (1.3)
= 294,394

 Tahun kelima
A F
Dn = (P – S) ( , i, N) ( , i, n-1)
F P
= (1.850.000 – 500.000) (0,1638) (1.4)
= (1.350.000) (0,1638) (1.4)
= 323,734

2.9.2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)


Biaya tidak tetap (variable cost) yang termasuk didalamnya adalah biaya
bahan bakar, biaya oli samping, biaya perbaikan dan pemeliharaan, dan biaya
operator.
1. Biaya Bahan Bakar
BB = FC x Pm x Fp x wt
BB = 0,1 x 7hp x 6.5000 x 56 jam/thn
= 252. 840
Keterangan :
BB = Biaya bahan bakar
FC = Konsumsi bahan bakar
Pm = Daya motor
Fp = Biaya bahan bakar
Wt = Jam kerja

2. Biaya Pelumas
BP = OC x Pm x Op x wt
Keterangan :
BP = Biaya Pelumas
OC = Daya motor
Op = Harga pelumas
Wt = jam kerja

3. Biaya Grease
BG = 60% biaya pelumas

4. Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan


PP mesin = 2/100 x P-S/100 jam x wt
2 p−5
PP mesin = x
100 100 jam
2 1850.000−500.000
= x
100 100 jam
= 270

5. Biaya Operator
BOp = wt x Uop
BOp = 6.250 x 56 jam
= 350.000
Keterangan:
BOp = Biaya operator (Rp)
wt = Jam kerja
Uop = Upah operator (Rp/Hari)

2.9.3 Biaya Total


Biaya total adalah biaya keseluruhan yang diperlukan untuk
mengoprasikan suatu mesin pertanian, biaya ini merupakan penjumlahan dari
biaya tetap dan biaya tidak tetap.
B = BT + BTT
Keterangan :
B = Biaya Total (Rp/ha)
BT = Total Biaya tetap (Rp/ha)
BTT = Total Biaya Tidak Tetap (Rp/ha)

2.9.4. Biaya Pokok


B
Bp =
wt x k
Keterangan :
B = Biaya Total
Wot = Waktu kerja
K = Kapasitas

2.9.2. Analisis Titik Impas (BEP)


Break Even Point (BEP) atau analisis titik impas digunakan untuk mengetahui
pada tingkat prosuksi berapakah suatu perusahaan akan mulai mendapatkan
keuntungan .
C
BEP =
BJP - VC
Keterangan :
BEP = Break event point (ha)
BJP = Biaya jasa pemanenan (Rp/ha)
VC = biaya tidak tetap (Rp/ha)
FC = biaya tetap (Rp/ha)
BAB 3
ANALISA TEKNIS & FINANSIAL

3.1. Analisa Teknis


3.1.1. Identifikasi Masalah dan Penelitian Pendahuluan
Mesin pemanen padi tipe sandang adalah mesin yang memotong batang padi dan
meletakkan hasil potongannya ke bagian samping arah kiri jalannya operator yang
pengoperasiannya disandang di bagian pinggang kanan operator. Pemotongan
menggunakan pisau berputar yang digerakkan oleh motor bensin. Hasil potongan berupa
kumpulan malai-malai padi yang tersusun dan siap untuk dirontokkan.

Gambar 7 Mesin pemanen padi tipe sandang


Varietas yang ditanam pada lahan lokasi penelitan adalah padi varietas ciherang
dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 6:1 (50 x 25 x 20 cm) terdapat enam baris
tanaman (jarak tanam 25 cm) diselingi satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam
(50 cm) dan jarak tanam pada baris memanjang sebesar 20 cm. Metode penanaman bibit padi
yang dilakukan di Kelurahan Situ Gede masih dilakukan secara manual, sehingga masih
terdapat jarak tanam padi yang tidak seragam atau tidak berada dalam barisan yang lurus. Hal
tersebut dapat mengakibatkan operator kesulitan dalam melakukan pemanenan.
Kondisi lahan pada saat pemanenan cukup kering dengan bagian pinggir lahan tanah
masih lembek. Namun, kondisi tersebut tidak terlalu mempengaruhi kinerja pemanenan
karena tanah yang lembek tidak dilewati oleh operator. Kondisi lahan sangat mempengaruhi
kerja operator dalam mengoperasikan paddy mower. Kondisi lahan yang lembek dapat
menghambat pergerakan operator hingga kapasitas lapang efektif pemanenan akan menurun
dan mempengaruhi susut pemanenan. Kadar air gabah yang terukur saat akan dilakukan
pemanenan ialah 24%.
3.1.2. Uji Kinerja Mesin
1. Perlakuan Percobaan
Rancangan perebah yang terbuat dari 3 bahan material yakni plat seng biasa yaitu bahan
asli dari mesin sebelum dimodifikasi, plat seng yang telah dilubangi dan strimin nyamuk.
Posisi stang diatur sedemikian rupa sehingga dapat disesuaikan dengan kenyamanan operator.
Stang kendali di desain agar dapat diatur ketinggian serta posisinya. Stang kendali tersebut
nantinya dapat dinaik turunkan maupun dimaju mundurkan sesuai dengan kenyamanan
operator.
Pemanenan padi di Kelurahan Situ Gede, Kota Bogor, dilakukan dengan memotong
rumpun padi dengan jarak 5-10 cm dari permukaan tanah. Mesin pemanen padi ini
dioperasikan pada kisaran kecepatan putar pisau 5700-6000 rpm dengan arah putaran pisau
berlawanan jarum jam (counter-clockwise) digerakan oleh motor bensin 2 tak 42.7 cc
berpendingin udara dengan daya maksimum 1.25 kW pada 6500 rpm. Pisau yang digunakan
adalah pisau bergerigi dengan diameter total 25.5 mm dan tebal 1.5 mm. Spesifikasi dan
gambar teknik perebah paddy mower setelah di modifikasi secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 1 dan lampiran 3.
Efisiensi lapang pemanenan (ELP) manual dipengaruhi oleh waktu efektif pemanenan
dan waktu tidak efektif pemanenan yang diperlukan oleh tenaga pemanen untuk memanen
padi pada luasan tertentu, sedangkan pada pemanenan mekanis efisiensi lapang pemanenan
dihitung berdasarkan perbandingan kapasitas lapang efektif (KLE) pemanenan terhadap
kapasitas lapang teoritis (KLT).

Gambar 9 Perebah seng yang dilubangi


2. Kapasitas lapang efektif (KLE) pemanenan
Kapasitas lapang efektif pemanenan pada penelitian ini berbeda-beda sesuai dengan
bahan perebah yang digunakan dan posisi stang kemudi. KLE pada mesin sebelum
dimodifikasi sebesar 0.04 ha/jam. Pada saat bahan perebah diganti dengan seng, nilai KLE
menjadi lebih kecil dibandingkan dengan KLE pada mesin sebelum dimodifikasi, baik
dengan posisi stang kemudi asli, dimajukan, atau dimundurkan. Bahan perebah yang kedua,
yakni seng yang dilubangi. Penggunaan bahan perebah kedua menghasilkan nilai KLE yang
lebih besar dari bahan perebah sebelumnya maupun bahan perebah original dengan ketiga
posisi stang kemudi. Terakhir, penulis mengganti bahan perebah dengan strimin kawat
nyamuk. Dengan posisi stang asli, dimajukan, dan dimundurkan nilai KLE lebih kecil
dibandingkan dengan nilai KLE pada mesin sebelum dimodifikasi dan mesin yang
menggunakan bahan perebah seng yang dilubangi, namun masih lebih bersar bila
dibandingkan dengan nilai KLE pada mesin yang menggunakan bahan perebah seng.

3. Susut saat panen


Pada penelitian ini, digunakan alat pemanen padi tipe sandang dengan 3 modifikasi
bahan perebah. Nilai susut saat panen pada penggunaan ketiga bahan perebah dengan 3 posisi
stang kemudi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 9.
Secara umum, rata-rata susut pemanenan masih lebih tinggi dibandingkan dengan
persyaratan mutu pada SNI 7600:2010 yang mensyaratkan nilai susut lebih rendah dari 1.2%
(Lampiran 5). Nilai susut saat pemanenan terendah yaitu pada saat mesin dimodifikasi
menggunakan bahan perebah seng dengan posisi stang kemudi dimundurkan.

Dari penelitian kali ini juga didapatkan hasil pengayunan mesin yang berbeda selama
selang waktu 1 menit, yaitu pada seng yang dilubangi mendapatkan hasil 20 kali pengayunan
mesin padi yang dihasilkan, sementara pada perebah menggunakan strimin nyamuk
didapatkan 17 kali pengayunan selama satu menit, sedangkan pada perebah asli hanya
mencapai 14 kali pengayunan selama satu menit. Hal ini terjadi karena selain dari beban
perebah yang memang berbeda juga lubang pada perebah mempengaruhi besar pengayunan
yang terjadi saat pemanenan. Semakin besar lubang yang terdapat pada perebah maka
semakin sedikit tekanan angin yang didapatkan oleh operator maka pengayunan juga akan
semakin cepat, namun sebaliknya semakin rapat lubang pada perebah maka tekanan anginnya
akan semakin besar, sehingga pengayunan yang dihasilkan oleh operator akan semakin
sedikit. Hal ini tentunya juga sagat berpengaruh kepada susut saaat pemanenan, karena
semakin besar lubang yang terdapat pada perebah maka padi yang tidak terpotong oleh mesin
dan terpental keluar dari perebah akan semakin besar.

3.2. Analisa Finansial


Analisis biaya pemanenan diperlukan sebagai salah satu dasar pemilihan atau
penggunaan alat dan mesin pertanian. Analisis dapat dilakukan berdasarkan pendekatan nilai
ekonomi, yaitu keuntungan dan biaya. Pada kasus pemilihan dua metode pemanenan,
pemilihan dapat dilakukan dengan menganalisis biaya pokok pemanenan dalam satuan
Rp/ha.
Berikut data mengenai biaya pokok pemanenan kedua metode pemanenan ditampilkan
pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada penelitian ini, analisis biaya hanya dilakukan terhadap
kegiatan pemanenan (pemotongan padi) untuk kegiatan perontokan padi dilakukan analisisi
biaya tersendiri Tabel 5. Analisis biaya pemanenan dilakukan dengan memberikan beberapa
asumsi yang diperlukan, seperti umur ekonomis alat/mesin dan bunga modal. Luasan lahan
panen pada analisis biaya di atas adalah sebesar 1 ha. Untuk luasan lahan panen yang lebih
besar, ditampilkan pada Gambar 13 yang juga merupakan analisis break event point dari
penggunaan paddy mower sebagai alat panen.

Parameter/Variabel Satuan Nilai


Kapasitas lapang efektif pemanenan ha/jam.orang 0.012
Jam kerja jam/hari 8
Upah tenaga panen per hari Rp/orang 50,000
Upah tenaga panen Rp/jam.orang 6250
Biaya Pokok Rp/ha 520,833
Tabel 2 Rincian biaya pemanenan manual
Parameter/Variabel Satuan Nilai
Harga awal Rp 1,850,000
Harga akhir Rp 500,000
Umur ekonomi Tahun 5
Jam kerja jam/hari 8
Hari kerja hari/tahun 7
Waktu operasional jam/tahun 49
Kapasitas lapang efektif ha/jam 0.041
Tingkat bunga modal % 10
Biaya penyusutan Rp/tahun 270,000
Harga bensin premium Rp/liter 6,500
harga oli 2 tak Rp/liter 25000
Biaya bahan bakar Rp/jam 8,654
Upah tenaga kerja Rp/jam 6,250
Biaya tetap Rp/tahun 381,000
Biaya tidak tetap Rp/jam 14,904
Biaya total Rp/jam 22,714
Biaya pokok pemanenan Rp/ha 552,559

Tabel 3 Rincian biaya pokok pemanenan mekanis

Parameter Satuan Jumlah


Kapasitas Perontokan kg/jam.orang 53
KLE perontokan ha/jam.orang 0.023
Upah tenaga perontok Rp/jam.orang 6,250
Biaya pokok perontokan Rp/ha 270,272
Tabel 4 Rincian biaya perontokan

Setiap hektar lahan memerlukan setidaknya 7 hari panen per tahun atau 3-4 hari
panen per musim dengan jam kerja 8 jam per hari menggunakan paddy mower, sedangkan
pemanenan manual memerlukan tenaga pemanen sebanyak 4 orang tenaga pemanen untuk
menyelesaikan pemanenan dalam 7 hari panen per tahun atau 3-4 hari per musim. Pada
kondisi di lapangan, sistem pembayaran tenaga pemanen dilakukan berdasarkan hasil
produksi panen yang didapat dengan sistem pembagian 1:10. Sistem pembayaran seperti itu
menyulitkan pembandingan metode pemanenan manual dengan metode mekanis karena
besarnya biaya pemanenan bergantung kepada hasil panen yang tidak pasti. Oleh karena itu
pada rancangan ini diasumsikan sistem pembayaran tenaga pemanen dilakukan berdasarkan
jam kerja yakni Rp. 6,250/jam kerja. Nilai upah harian tersebut merupakan nilai upah buruh
tani rata-rata.
Pada luas panen sebesar 1 ha per musim tanam, biaya pokok pemanenan dari
pemanenan mekanis lebih kecil dibandingkan pemanenan manual, yaitu masing-masing
sebesar Rp552,559 dan Rp520,833. Kegiatan perontokan yang menggunakan metode gebot
memiliki kapasitas perontokan hingga 53 kg/jam.orang dengan biaya pokok pemanenan
sebesar Rp270,272/ha sawah. Pada pemanenan mekanis, biaya pokok pemanenan
dipengaruhi oleh biaya tetap, biaya tidak tetap dan waktu operasional. Semakin lama waktu
operasional paddy mower per tahun (jam/tahun), akan menurunkan biaya pokok pemanenan
(Rp/ha). Lamanya waktu operasional tersebut bergantung kepada luas panen per tahun.
Paddy Mower sebagai barang modal dapat disewakan untuk usaha mendapatkan nilai
ekonomis. Pertimbangan penentuan harga sewa ditentukan berdasarkan biaya tetap yang
nilainya tidak berubah setiap tahunnya dan jam kerja yang dikehendaki, sedangkan biaya
tidak tetap menjadi tanggungan penyewa. Pada penelitian ini, biaya tetap penggunaan paddy
mower adalah Rp381,000/tahun, jika jam kerja sewa yang diinginkan minimal 56 jam/musim
atau 7 hari kerja/musim maka harga sewa minimumnya adalah Rp27,300/hari.
BAB 4
KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah sebagai berikut :


1. Panen yang terlambat pada varietas padi yang mudah rontok, akan menurunkan
produksi. Sedangkan panen yang terlalu awal menyebabkan mutu buah padi yang
kurang baik.
2. Pemanenan padi dengan ani-ani dan sabit masih dilakukan oleh karena belum adanya
suatu alat mesin pemanen padi yang sesuai dengan lahan pertanian yang ada di
Indonesia, dimana lahan pertanian di Indonesia rata-rata sempit dengan kondisi
topografi yang bergelombang.
3. kapasitas kerja cara ani-ani berkisar antara 10 sampai 15 kg malai/jam dengan susut
hasil (losses) berkisar antara 3,2 %.
4. Padi merupakan tanaman semi-aquatis, yang membutuhkan air yang cukup dalam
hidupnya.
5. Mesin Paddy mower adalah mesin yang memotong batang padi dengan hasil berupa
kumpulan malai-malai padi yang tersusun dan siap untuk dirontokkan.
6. Penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan
pengamatan teoritis. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi
dicapai apabila 90 – 95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau
kuning keemasan. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi dicapai
apabila 90 – 95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning
keemasan.
7. Pada penerapan secara langsung, penggunaan mesin (Paddy Mower) pada pemanenan
padi lebih efektif dibandingkan dengan pemanenan dengan menggunakan ani-ani.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymus, 1992. Penanganan Pasca Panen Padi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Baskoro, Y. 2009. Analisis Ekonomi Alat Pengering Gabah Tipe Silinder Vertikal. Fakultas
Pertanian. Unila. Lampung
Daywin, Frans J. 1992. Mesin-mesin Budidaya Pertanian. Bogor (ID): IPB Press. [Deptan]
Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. Edisi
Kedua. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 69.

Ikhsan, M. 2014. Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi (Oryza sativa L.) Varietas
Ciherang Menggunakan Paddy Mower. Skripsi. Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, IPB, Bogor.

Hadrian, S. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastro Husaya. Jakarta.


Nugraha S. 2009. Evaluasi susut panen dengan metode konvensional dan metode papan.
Seminar Nasional Padi 2009 [online]. Bogor(ID): Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. http://www.digilib.litbang.deptan.go.id. Diakses pada
tanggal 25 januari 2019.

Prasetyo, Y. T. 2003. Betanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Rachmadiono. 1996. Perencanaan Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian. Makalah pada
Kursus Tim Pengawas PengelolaanPeralatan SKR. Palangka Raya.

Saputra, R. H. 2017. Modifikasi dan Uji Kinerja Stang Kendali dan Perebah Padi Pada Mesin
Pemanen Padi Tipe Sandang. Skripsi. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. IPB,
Bogor.

Smith, H. P., dan Wilkes, L. H.1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Terjemahan Tri
Purwadi. UGM Press, Yogyakarta.
Srivastava AK, Goering CE, Rohrbach RP. 1996. Engineering Principles of Agricultural
Machines. Michigan (US): ASAE.

Suismono, Djoko SD, Sutrisno, Udin SN. 1990. Studi Susut Panen dan Perontokan Dengan
Menggunakan Beberapa Jenis Sabit di Sukamandi. Jurnal Reflektor. 3(1).

Anda mungkin juga menyukai