DISUSUN OLEH:
NAMA: RIZA MAULIDA
SMAN 1 NARMADA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas kemudahan yang diberikan-
Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Tanpa izin-Nya tentu saja
makalah ni tidak akan dapat diselesaikan. Sholawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini tentu saja tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu penulis
membutuhkan kritik dan saran apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis
Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.” Anak dibawah usia 17 tahun bisa
dipastikan tidak memiliki surat penting ini, karena syarat pengajuan SIM
sendiri salah satunya adalah berusia 17 tahun sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 81 ayat (2) huruf (a). SIM sendiri sangat penting bagi pengendara
kendaraan bermotor, bisa dikatakan seseorang yang mempunyai SIM sudah
mahir dan layak untuk mengendarai kendaraan bermotor sesuai SIM yang
dimilikinya. Karena untuk mendapatkan SIM, seorang pemohon SIM harus
melewati tes teori mengenai lalu lintas dan tes keterampilan berkendara.
Namun, saat ini banyak anak-anak yang diberi kebebasan oleh orang tuanya
mengendarai sepeda motor tanpa SIM. Hal ini tentu saja berbahaya, karena
selain keterampilannya mengendarai sepeda motor ataupun kendaraan jenis
lain yang masih diragukan, juga pengetahuannya tentang marka dan aturan
lalu lintas yang masih kurang. Kurangnya pengetahuan tentang lalu lintas
tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran
oleh generasi milenial dalam berlalu lintas.
Kurangnya pengetahuan tentang lalu lintas tentu saja dapat berpengaruh
pada kurangnya kesadaran seseorang dalam berlalu lintas. Para pengendara
emacam ini, bahkan tidak memperhatikan keselamatannya sendiri apalagi
keselamatan pengendara lain. Salah satu contoh yang sering kita saksikan
adalah pengendara yang tidak menggunakan helm dengan alasan tempat
tujuannya dekat sehingga tidak perlu menggunakan helm. Padahal helm
sangatlah penting untuk melindungi kepala apabila terjadi kecelakaan.
Masih banyak lagi masalah-masalah pelanggaran lalu lintas lain yang
melibatkan generasi milenial. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya
kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan generasi milenial, mulai dari
kecelakaan sedang, ringan, sampai yang berat. Menurut Dirjen Perhubungan
Darat, pada tahun 2016 lebih dari 175.000 sepeda motor mengalami
kecelakaan. Korbannya sebagian besar berada pada rentang usia 15-60 tahun.
Pelajar pada rentang usia 10-19 tahun menjadi korban urutan kecelakaan
urutan kedua, yaitu sejumlah 14.214 orang. Dilihat dari latar belakang
2
pendidikannya, korban kecelakaan dengan pendidikan SMA sebanyak
138.995 orang.
Kondisi tersebut tentu saja sangat memprihatinkan dan membutuhkan
perhatian dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang memiliki tanggung
jawab terhadap masalah ini adalah Petugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri). Karena objek yang terlibat dalam kasus ini adalah generasi
milenial, maka salah satu usaha Polri untuk menyelesaikan misi ini adalah
dengan mendatangi sekolah-sekolah (SMA, SMP, terkadang SD) untuk
mensosialisasikan tentang keselamatan berlalu lintas.
Metode yang digunakan seperti sosialisasi pada umumnya, yaitu beberapa
pihak kepolisian setempat dikirim ke sekolah-sekolah kemudian menjelaskan
tentang segala hal yang berkaitan dengan keselamatan berlalu lintas. Namun,
metode ini dirasa kurang efektif bagi penulis, karena para pelajar cenderung
“malas” untuk mendengarkan dan memahami apa yang disampaikan oleh
pihak-pihak kepolisian tersebut, karena dapat dikatakan metode sosialisasi
semacam ini bagi generasi milenial adalah suatu hal yang “sudah biasa.”
Karena kita ketahui bahwa generasi muda saat ini lebih menyukai hal-hal
baru.
Oleh karena itulah, melalui karya makalah ini, penulis menawarkan sebuah
solusi atas masalah tersebut. Metode sosialisasi yang digunakan itu akan
sedikit dimodifikasi yaitu dengan cara menayangkan film pendek (short
movie) yang menarik mengenai keselamatan berlalu lintas. Metode ini
diharapkan dapat menarik perhatian generasi milenial, karena hal ini berbeda
dan jarang atau mungkin tidak pernah dilakukan oleh pihak kepolisian di
Indonesia.
3
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perilaku generasi milenial dalam berlalu lintas?
2. Bagaimanakah akibat dari kurangnya kesadaran generasi milenial dalam
berlalu lintas?
3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan pihak kepolisian dalam menangani
masalah kurangnya kesadaran generasi milenial dalam berlalu lintas?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui perilaku generasi milenial dalam berlalu lintas.
2. Untuk mengetahui akibat dari kurangnya kesadaran generasi milenial
dalam berlalu lintas.
3. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan pihak kepolisian dalam
menangani masalah kurangnya kesadaran generasi milenial dalam
berlalu lintas.
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh adalah :
1. Untuk generasi milenal sendiri manfaat yang diperoleh adalah
meningkatnya kesadaran mereka tentang pentingnya keselamatan dalam
berlalu lintas.
2. Untuk pihak kepolisian manfaat yang diperoleh adalah solusi untuk
menangani masalah kurangnya kesadaran berlalu lintas generasi
milenial.
3. Untuk pengguna jalan manfaat yang diperoleh adalah terciptanya
kondisi berlalu lintas yang aman dan nyaman karena apabila kesadaran
berlalu lintas dari generasi milenial meningkat, maka akan mengurangi
jumlah pelanggaran lalu lintas yang sebagian besar dilakukan oleh
generasi milenial.
4
BAB II
PEMBAHASAN
a. Kedisiplinan Pengendara
5
tidak dilengkapi atribut keselamatan berkendaraan sebagaimana
diisyaratkan oleh undang-undang lalu lintas, serta kurangnya
kesadaran masyarakat akan keselamatan berlalu lintas. Kurang disiplin
mempunyai kontribusi yang sangat signifikan sebagai penyebab
kecelakaan sepeda motor. Hal ini terjadi karena kepatuhan
pengendara di jalan raya hanya terjadi ketika ada petugas lalu lintas.
Dengan adanya kecenderungan berani melakukan pelanggaran maka
sudah barang tentu akan meningkatkan resiko kecelakaan (Suraji dkk,
2008).
c. Kecepatan Tinggi
Kecepatan adalah hal yang bisa dikontrol pengendara sesuai
keinginannya. Namun sering pengendara memacu kendaraannya
terlalu berlebihan sehingga tidak memperhitungkan kemungkinan
yang akan terjadi dan bahaya serta resiko yang ditimbulkan bila
memacu kendaraan terlalu tinggi di jalan raya. Faktor tersebutlah
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas karena tidak
menghiraukan kendaraan di depan dan sampingnya. Kecepatan tinggi
juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan sepeda motor. Ketika
kecepatan pengendara melebihi kecepatan rata -rata, pengendara akan
cenderung melakukan banyak manuver penyiapan terhadap
kendaraan lain. Kendali diri yang rendah, akibat kecepatan tinggi dan
6
menuver yang penuh resiko untuk antisipasi terjadinya benturan, akan
memicu terjadinya kecelakaan (Suraji dkk, 2008).
7
di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis
Kendaraan Bermotor yang dikemudikan (Pasal 77 ayat (1)UU No. 22
Tahun 2009). Namun, sebagian dari generasi milenial tidak memiliki
SIM karena usia yang masih belum memenuhi untuk membuat SIM.
Usia minimal yang harus dipenuhi untuk membuat SIM adalah 17 tahun
sebagaimana terdapat dalam Pasal 81 ayat (2) huruf a yang
menyebutkan bahwa “Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan paling rendah sebagai berikut: a. usia 17 (tujuh belas) tahun
untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin
Mengemudi D.” Berdasarkan pasal tersebut, berarti pengendara yang
mengendarai sepeda motor dibawah usia 17 tahun, telah melanggar
peraturan lalu lintas pasal 81 UU LLAJ.
Selain itu, kepemilikan SIM seorang pengendara juga berpengaruh
pada keselamatannya berlalu lintas. Hasil penelitian Efendi (2014)
menunjukkan bahwa pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM
lebih beresiko 3.78 kali mengalami kecelakaan lalu lintas daripada
pengendara sepeda motor yang memiliki SIM. Hal ini dikarenakan pada
ujian pembuatan SIM sendiri, pengendara sepeda motor harus melalui
ujian keterampilan berkendara dan juga ujian teori untuk menguji
seberapa jauh pemahaman dan pengetahuan pengemudi dalam berlalu
lintas, agar saat pengendara berkendara, ia sudah faham dan mahir
dalam berlalu lintas.
Pemberian batas usia minimal untuk meililki SIM bukanlah tanpa
alasan. Mengendarai sepeda motor dibawah usia 17 tahun sangat
berbahaya karena mental anak yang belum matang untuk berkendara.
Anak yang berusia dibawah 17 tahun cenderung memiliki emosi yang
belum stabil dan mudah terganggu. Sealin itu, kondidi fisik anak yang
berusia dibawah 17 tahun juga belum siap untuk mengendarai sepeda
motor terutama anak SMP atau SD. Misalnya kaki yang belum cukup
jenjang untuk menginjak pedal rem atau gigi motor, sehingga dapat
membahayakan diri dan orang lain. Menurut Efendi (2014), terdapat
8
hubungan antara kepemilikan SIM dengan kejadian kecelakaan lalu
lintas.
2. Tidak Menggunakan Helm SNI
Jika dilihat sekilas, para pengendara speda motor yang mencakup
generasi milenial sebagian besar sudah menggunakan helm. Namun,
apabila diperhatikan lebih lanjut, helm yang digunakan para pengendara
tersebut bukanlah helm yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI). Helm yang berstandar nasional Indonesia jelas telah lulus uji
coba sehingga keselamatan bagi penggunanya telah terbukti karena logo
SNI yang diperoleh perusahaan helm memerlukan prasyarat adanya
jaminan tingkat keamanan dan keselamatan yang tinggi dalam setiap
hasil helm yang dihasilkan.
Kewajiban penggunaan helm berlogo SNI terdapat dalam Pasal 57
Ayat (1) dan (2) serta pasal 106 ayat (8), Undang-Undang RI No. 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan juga aturan
Menperin Nomor 40/M.IND/-PER/6/2008 Tentang Pemberlakuan SNI
Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib yang
memuat ketentuan bahwa setiap orang yang mengemudikan sepeda
motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional
Indonesia.
Namun, saat ini generasi milenial lebih memilih menggunakan helm
kekinian yang tidaak memiliki logo SNI dan belum tentu menjamin
keselamatan mereka apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Karena tidak semua helm dapat benar benar melindungi kepala. Helm
standar yang benar adalah melindungi bagian kepala belakang, samping,
serta depan muka (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu
lintas, Keputusan menteri perhubungan Nomor 72 Tahun 1993).
Penggunaan helm standar yang baik dapat menurunkan resiko kematian
sampai 30%, kecelakaan akibat benturan pada kepala merupakan
penyebab utama kematian pada kecelakaan kendaraan bermotor (Pusat
Studi Hukum,2006).
9
Jadi penggunaan helm berlogo Standar Nasional Indonesia selain
merupakan bagia dari menaati peraturan berlalu lintas, namun juga
ditujukan untuk keselamatan pengendara itu sendiri.
10
4. Kecepatan Tinggi
Pengaruh kecepatan tinggi terhadap potensi kecelakaan lalu lintas
pada remaja pengendara sepeda motor adalah 13.69%. penelitian Ali
dkk (2014) menunjukkan bahwa melewati batas kecepatan merupakan
pelanggaran yang paling sering dilakukan remaja sebesar 22.5%.
Mengebut merupakan hal yang sangat berpotensi menyebabkan
tingginya keparahan korban kecelakaan. Kecepatan sebuah kendaraan
akan mempengaruhi waktu yang tersedia bagi pengendara untuk
mengadakan reaksi terhadap perubahan dalam lingkungannya di
samping dampak lainnya baik merupakan akibat langsung (direct
impact) maupun akibat tidak langsung (indirect impact) (Komba 2006,
dalam Marsaid 2013).
Perbedaan antara kecepatan memepengaruhi frekuensi pengemudi
meyalip kendaraan di depa maupun untuk mengurangi kecepatan di
belakang kendaraan tersebut. Dalam kondisi bertumbukan, kecepatan
mempengaruhi tingkat kecelakaan dan kerusakan yang diakibatkan oleh
tabrakan. Mengendarai dengan kecepatan tinggi akan menghasilkan
energi yang tinggi bila bertabrakan, sehingga dampak yang ditimbulkan
juga semakin parah (Kartika, 2009).
Kecepatan tinggi meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan
tingkat keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut. Kecepatan yang
berlebihan adalah kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan yang
diizinkan oleh kondisi lalu lintas dan jalan. Hal ini memberikan
pengertian yang sangat relatif bagi pengemudi, dan sesungguhnya batas
kecepatan tidak akan diperluas seandainya pengemudi dapat
menyesuaikan dengan kondisi di lapangan tanpa adanya peraturan
kecepatan (Simarmata, 2008).
11
5. Ugal-Ugalan
Kurangnya kesadaran generasi milenial dalam berlalu lintas, seringkali
embuat mereka melakukan hal-hal yang dapat membahayakan diri
mereka sendiri dan pengendara lain. Dalam rentang usia mereka, kondisi
emosi yang mudah terganggu dan kecenderungan mereka untuk tidak
berfikir dua kali dalam melakukan sesuatu dapat menjadi penyebab
perilaku ugal-ugalan dalam berkendara. Ingin tampil keren dan unjuk
kemampuan berkendara yang mereka miliki juga menjadi motivasi
dalam perilaku ugal-ugalan tersebut.
12
Penegakan Hukum Represif adalah penegakan hukum yang dilakukan
setelah terjadinya suatu tindak pidana atau pelanggaran. Penegakan
hukum represif ini bertujuan untuk memulihkan kembali keadaan
sebelum terjadinya tindak pidana atau pelanggaran.
Bentuk penegakan hukum represif yang dilakukan polisi lalu lintas
biasanya berupa tindakan langsung (tilang). Tilang merupakan peringatan
bagi pengguna jalan yang ingin melakukan pelanggaran. Program tilang
diharapkan dapat mewujudkan sikap tertib berlalu lintas. Walaupun begitu,
tidak semua pelanggaran akan dapat dijangkau oleh polisi lalu lintas untuk
ditindak. Karena lalu lintas bukan hanya menyangkut wilayah yang sedikit,
karena jalan raya ada dimana-mana, dan kemungkinan terjadinya
pelanggaran lalu lintas bisa terjadi dimana saja.
Oleh karena itulah, penegakan hukum secara preventif akan menjadi lebih
baik, karena penegakan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
pelanggaran lalu lintas.
Dikarenakan pihak yang sering melakukan pelanggaran lalu lintas adalah
generasi milenial terutama yang masih dibawah 17 tahun, maka fokus upaya
kepolisian untuk mencegah pelanggaran lalu lintas adalah para pelajar-
pelajar di SMA, SMP, atau bila dibutuhkan SD. Karena kita ketahui
bersama bahwa saat ini sudah banyak sekolah-sekolah yang mengizinkan
siswanya untuk mengendarai sepeda motor, padahal tidak bisa dipastikan
para pelajar tersebut memiliki Surat Izin Mengemudi terutama pelajar SMP,
bahkan tidak semua pelajar SMA memiliki SIM karena umur yang belum
cukup untuk membuat SIM.
Pihak kepolisian biasanya melakukan upaya pencegahan dengan cara
mendatangi sekolah-sekolah dan mengadakan sosialisasi untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan para generasi milenial mengenai
segala hal tentang lalu lintas. Mulai dari mengenalkan marka-marka jalan,
aturan-aturan lalu lintas, dan sebagainya. Pihak kepolisian yang datang ke
sekolah-sekolah tersebut biasanya akan meminta pihak sekolah untuk
mengumpulkan seluruh siswa yang ada di sekolah tersebut pada suatu area
13
yang luas (biasanya lapanagn sekolah). Biasanya para polisi tersebut
membawa rambu-rambu lalu lintas yang kemudian akan mereka jelaskan
fungsi dan maksudnya.
Tetapi sayangnya, kita ketahui bahwa tidak semua para pelajar tersebut
bahkan hanya sebagian kecil saja dari mereka yang mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan dari pihak kepolisian tersebut. Hal ini dapat
dapat dilihat dari banyaknya pelajar yang masih mengendarai sepeda motor
ke sekolah namun tidak memiliki SIM, masih banyaknya pelajar yang
mengendarai sepeda motor ke sekolah tanpa menggunakan helm, walaupun
banyak yang menggunakan helm tetapi hanya sedikit yang menggunakan
helm yang berstandar nasional Indonesia, masih banyaknya pelajar yang
ugal-ugalan dalam berkendara, dan sebagainya.
Sebenarnya, usaha yang dilakukan pihak kepolisian ini tidaklah salah,
namun dirasa kurang efektif. Pada era sekarang ini, para generasi muda
lebih tertarik kepada hal-hal yang berbau teknologi, sehingga sering disebut
generasi milenial. Selain itu, generasi milenial juga akan tertarik pada hal-
hal baru yang jarang dilakukan sebelumnya, mereka menyukai inovasi. Hal
ini dapat dimanfaatkan oleh pihak kepolisian untuk menanamkan kesadaran
berlalu lintas generasi milenial.
Masih dalam konteks memberikan informasi atau pengetahuan dalam
berlalu lintas, namun dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu melalui movie
(film) yang berkaitan dengan berlalu lintas. Dalam film tersebut berisi
visualisasi penggambaran cerita yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari terutama kehidupan para pelajar pada khususnya dan/atau generasi
milenial pada umumnya, dan didalamnya terdapat informasi-informasi yang
dapat menambah pengetahuan dan kesadaran para pelajar dalam berlalu
lintas. Jalan cerita dari film tersebut haruslah semenarik mungkin.
Penyampaian film dapat dilakukan melalui konteks yang sama seperti
sosialisasi yang biasa dilakukan pihak kepolisian , yaitu dengan mendatangi
sekolah-sekolah dan pelajar akan dikumpulkan pada suatu tempat, namun
bedanya tempat yang digunakan adalah ruang terutup seperti aula sekolah
14
dan kemudian film yang sudah dibuat akan ditayangkan dalam layar yang
besar, dan diharapkan para generasi milenial ini akan tertarik, dan apabila
ketertarikan itu sudah muncul pada diri mereka sendiri, maka akan mudah
untuk mengajak mereka pada suatu hal, salah satunya adalah patuh dalam
berlalu lintas.
Implementasi lainnya yang masih sejenis dengan cara ini adalah melalui
pendekatan internet, karena melihat dari kondisi generasi milenial yang saat
ini hidup dibalik layar gadget. Cara ini dapat dilakukan apabila kondisi
diatas tidak memungkinkan misalnya karena sekolah yang didatangi tidak
memiliki aula, atau bahkan jika keadaan tersebut memungkinkan cara ini
juga bisa diterapkan. Caranya adalah dengan memasukkan film tersebut
kedalam sosial media yang biasanya menjadi tempat berkecimpungnya para
generasi milenial, seperti YouTube, Instagram, Facebook, dan sejenisnya.
Melalui cara ini diharapkan akan mempermudah tercapainya tujuan
untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan generasi milenial dalam
berlalu lintas. Cara ini diharapkan akan lebih efektif karena mengikuti alur
perkembangan teknologi yang ada, selain dapat mempermudah untuk
mensosialisasikan kesadaran berlalu lintas, cara ini juga digarapkan akan
mempemudah kepolisian dalam mejalankan tugasnya.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh generasi milenial terutama yang
berada pada rentang usia dibawah 17 tahun disebabkan karena kurangnya
pengetahuan dan kesadaran mereka dalam berlalu lintas. Pelanggaran yang
dilakukan generasi milenal ini dapat menyebabkan kondisi lalu lintas tidak
aman dan dapat membahayakan keselamatan diri sendiri dan pengguna jalan
lain, sehingga masalah ini membutuhkan perhatian lebih. Pihak kepolisian
terutama polisi lalu lintas mengupayakan berbagai hal untuk mengatasi
masalah ini, salah satunya dengan cara mendatangi sekolah-sekolah untuk
mengadakan sosialisasi agar kesadaran berlalu lintas generasi milenial
meningkat. Namun, cara tersebut dirasa kurang efektif, sehingga diperlukan
cara lain yang sesuai dengan keadaan generasi milenial yang menyukai hal-
hal baru dan menarik, yaitu dengan membuat movie (film) yang menarik
yang berisi edukasi tentang lalu lintas. Selain itu, cara yang lebih efektif lagi
adalah menayangkan film tesebut melalui media sosial.
B. Saran
Dari solusi yang diberikan penulis dalam meningkatkan kesadaran
generasi milenial dalam keselamatan berlalu lintas diharapkan dapat
dilaksanakan dan menjadi jalan keluar dari masalah kurangnya kesadaran
berlalu lintas generasi milenial yang seringkali melanggar peraturan lalu
lintas.
16
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmani, Feti. 2013. Kepatuhan Remaja Dalam Berlalu Lintas. Jurnal S-1 Ilmu
Sosiatri. Vol.2(1). Hal.5.
17