Anda di halaman 1dari 20

ASPEK PERPAJAKAN ATAS KOPERASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Perpajakan
Dosen Pembimbing: Lina Said, SE.,Msi.,Ak.

Disusun Oleh:
Nita Dwiriyani (C10170083)
Nur Anita Novianti (C10170090)

AKUNTANSI S-1
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI EKUITAS
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang atas rahmat-Nya, maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Seminar Perpajakan yang berjudul, “Aspek
Perpajakan Pada Koperasi”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas untuk mata kuliah Seminar pajak.
Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman diri
penyusun tentang mata kuliah ini.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang
terlibat secara langsung maupun tidak atas sumber-sumber materi sebagai bahan referensi yang
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan penulis
makalah ini pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sebagai referensi tambahan di
mata kuliah Seminar Pajak.

Bandung,01 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan masalah ....................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Koperasi .................................................................................................... 3

2.2 Dasar Hukum Koperasi............................................................................................... 4

2.3 Aspek Pajak Atas Koperasi......................................................................................... 4

2.4 Sumber Penghasilan Koperasi .................................................................................... 5

2.4.1 Bukan Objek Pajak ........................................................................................... 5

2.4.2 Objek Pajak ....................................................................................................... 6

2.5 Kewajiban Koperasi sebagai Pemotong Pajak............................................................ 7

2.6 Kewajiban Koperasi Sebagai Pemungut Pajak ........................................................... 9

2.7 Studi Kasus ............................................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 13

3.2 Saran ......................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perpajakan dan Koperasi merupakan dua hal penting yang perlu dipahami.Perpajakan adalah
hal ikhwal yang berkaitan dengan pajak, sementara koperasi merupakan Badan Hukum yang
menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000 sebagai subyek pajak.
Koperasi pada hakekatnya adalah organisasi swadaya yang bertumpu pada kekuatan
partisipasi anggota. Partisipasi anggota diwujudkan dalam bentuk hak dan kewajiban anggota
kepada koperasi. Pemenuhan kewajiban anggota, dapat memperkuat kemampuan koperasi dalam
memberikan pelayanan yang merupakan hak anggota. Kemampuan koperasi dalam memberikan
pelayanan kepada anggota, adalah perwujudan kewajiban koperasi dalam upaya mempromosikan
atau meningkatkan kesejahteraan anggota.
Pajak itu sendiri pada hakekatnya adalah iuran masyarakat kepada Negara sebagai bentuk
partisipasi kewajiban untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan dengan tugas Negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sebagai suatu kewajiban, pajak bagi koperasi ternyata
dimulai sejak tanggal pengesahan akte pendirian Badan Hukum dan telah mempunyai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta berakhir sejak tanggal koperasi dibubarkan.
Pajak merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap wajib pajak,penguasaan
terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan kewajiban
perpajakan agar terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku dalam ketentuan umum perpajakan.
Sistem self assesment memberikan kepercayaan penuh tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan besarnya pajak terutang sesuai dengan
ketentuan. Dalam sistem ini diharapkan wajib pajak memiliki kesadaran terhadap kewajibannya,
kejujuran dalam menghitung pajaknya, memiliki hasrat atau keinginan yang baik untuk
membayar pajak, dan disiplin dalam menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berkaitan dengan itu diperlukan upaya terus menerus untuk menggugah dan mendorong
koperasi transparansi dan melaksanakan akuntabilitas dengan mematuhi peraturan perpajakan
dan ketaatan dalam memenuhi kewajiban pajak. Untuk itu kata kunci untuk itu adalah adanya

1
peningkatan pengetahuan dan pemahaman perpajakan oleh seluruh insan anggota dan pengelola
koperasi merupakan suatu kewajiban yang mengikat baik kepada individu anggota maupun
koperasi sebagai badan usaha.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Koperasi ?


2. Apa saja yang menjadi Dasar Hukum dari Koperasi ?
3. Bagaimana aspek perpajakan atas Koperasi ?
4. Bagaimana contoh kasus pajak atas Koperasi ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Koperasi


2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi Dasar Hukum dari Koperasi
3. Untuk mengetahui bagaimana aspek pajak atas Koperasi.
4. Untuk mengetahui bagaimana contoh kasus pajak atasKoperasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Koperasi

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 1 ayat 1


Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Bentuk dan jenis koperasi menurut Pasal 15 dan Pasal 16 UU Koperasi, dibedakan atas
bentuk dan jenisnya. Bentuk koperasi didasarkan atas keanggotaan, sedangkan jenis koperasi
berdasarkan dari kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi para anggotanya.

 Bentuk Koperasi terdiri dari Koperasi Primer dan Sekunder.

Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang,
Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

 Jenis Koperasi ditentukan oleh kesamaan aktivitas, kepentingan, dan kebutuhan ekonomi
anggotanya. Misalnya Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen,
Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa.

Dalam hal mendirikan Koperasi tentu harus memperhatikan sumber modal. Modal Koperasi
terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal Sendiri diperoleh dari : Simpanan Pokok,
Simpanan Wajib, Dana Cadangan, dan Hibah. Sedangkan Modal pinjaman berasal dari :
anggota, Koperasi lain / anggotanya, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Obligasi, dan
sumber lain yang sah.

Dalam dunia Koperasi, dua faktor yang paling menentukan berlangsungnya kegiatan usaha
adalah modal dan Sumber Daya Manusia (SDM), banyak kini koperasi yang tidak aktif (vakum)
dari kegiatan usaha karena ketiadaan Sumber Daya Manusia atau modal.

3
2.2 Dasar Hukum Koperasi

1. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdd UU
Nomor 16 Tahun 2009
2. UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan stdd UU Nomor 36 Tahun 2008
3. Dasar hukum pembagian SHU adalah Pasal 4 ayat 1g dan PMK nomor
111/PMK.03/2010 tentang cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak
penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak Orang Pribadi. Maka,
SHU ini dikenakan pajak penghasilan sebesar 10% dari jumlah bruto dan bersifat final

2.3 Aspek Pajak Atas Koperasi

Dalam ketentuan perpajakan yang ada, bentuk kegiatan usaha berupa koperasi termasuk
Wajib Pajak Badan. Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu:

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu.

Secara umum kewajiban perpajakan koperasi adalah :

 Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP


1. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib ajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

4
2. Data pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak untuk mengisi formulir
permohonan pendaftaran untuk mendapatkan NPWP:

1) Akte Pendirian dan perubahan atau surat penunjukan dari kantor pusat bagi
bentuk usaha tetap;
2) NPWP pimpinan/penanggung jawab badan (koperasi);
3) Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing
sebagai penanggung jawab;

 Pelaporan Usaha untuk Pengukuhan PKP

Koperasi yang sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai
peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil (600
Juta), wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa
pajak berikutnya. Dengan pengukuhan sebagai PKP maka Koperasi terikat pemenuhan
kewajiban Pajak Pertambahan Nilai.

2.4 Sumber Penghasilan Koperasi

2.4.1 Bukan Objek Pajak

1. Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Pasal 4 ayat (3) huruf a
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000).
2. Harta hibahan yang diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan
koperasi tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum
dikurangi dengan hutang) tidak termasuk tanah dan bangunan pada saat akan
menerima hibah, tidak lebih dari Rp 600.000.000,00.
3. Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia (Pasal 4 ayat (3) huruf f)
4. Sisa hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

5
5. Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya (pasal 23 ayat
(4) huruf g)

2.4.2 Objek Pajak

1. Bunga Simpanan Koperasi

Bunga simpanan koperasi merupakan imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota
berdasarkan simpanan wajib dan sukarela yang disetorkan kepada koperasi.

 Dasar Hukum

1. PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
2. PMK-112/PMK.03/2010 (berlaku sejak 14 Juni 2010) tentang Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada
anggota koperasi Orang Pribadi

 Tarif

1. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,00 per bulan
2. 10% untuk jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari
Rp.240.000,00 per bulan

 Saat Terutang dan Saat Pemotongan Oleh Koperasi

1. Yaitu Saat Pembayaran (pasal 3 PMK-112/PMK.03/2010)


2. Koperasi Wajib membuat Bukti Potong PPh Pasal 4 ayat (2) termasuk penghasilan dari
bunga simpanan yang dikenakan tarif 10%.

 Saat Penyetoran dan Pelaporan

1. Saat Penyetoran : Tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir


2. Saat Pelaporan : Paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
3. Formulir Pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) ada di PER-53/PJ/2009

6
2. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

a. Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu
tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban lainnya
termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
b. SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan
pokoknya.
c. Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh
koperasi.
d. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, SHU
termasuk ke dalam pengertian dividen yang merupakan objek PPh sehingga harus
dilaporkan dalam SPT Tahunnan penerima.
e. Namun, pembagian SHU tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23 oleh pihak
lain (Lihat pasal 23 ayat (4) huruf f Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000).

2.5 Kewajiban Koperasi sebagai Pemotong Pajak

1. Memotong PPh pada saat pembayaran atau terutangnya bunga dan memberikan bukti
pemotongan kepada anggota yang menerima bunga simpanan koperasi.

 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 pada dasarnya muncul jika koperasi membayarkan
penghasilan kepada pihak lain yang berstatus sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi sehubungan
dengan pekerjaan, kegiatan atau jasa yang dilakukannya untuk koperasi itu sendiri. Pengurus
koperasi harus memahami dengan baik setiap konteks pembayaran sehubungan dengan pekerjaan
kepada pihak lain (Orang Pribadi) karena ini terkait erat dengan tata cara penghitungan dan
pengenaan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh koperasi.

 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

Kewajiban memotong PPh pasal 23 ini muncul jika koperasi melakukan pembayaran
yang atas pembayaran itu terutang PPh Pasal 23 sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Peraturan perundang-undangan perpajakan
menyebutkan bahwa Objek PPh Pasal 23 juga meliputi penghasilan yang bersumber dari

7
permodalan (Dividen, Bunga, dan Royalti), tetapi dalam kaitannya dengan koperasi yang
memberikan Bunga Simpanan dan/atau Sisa Hasil Usaha kepada anggotanya, maka atas
keduanya bukan merupakan Objek PPh Pasal 23 (diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor
15 Tahun 2009). Kewajiban koperasi untuk memotong PPh Pasal 23 juga muncul dalam hal
koperasi memberikan hadiah kepada pihak lain yang berbentuk badan. Mengenai tarif, PPh Pasal
23 hanya mengenal dua jenis tarif yaitu 15% (untuk Dividen, Bunga, Royalti, dan hadiah) dan
2% (untuk sewa aset/harta kecuali tanah/bangunan) yang keduanya dihitung dari nilai bruto.

 Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 Ayat (2)


a. Sewa Tanah/Bangunan

Dalam menjalankan kegiatannya, pengurus koperasi tentu memerlukan tempat atau


ruangan yang digunakan sebagai lokasi usaha. Bagi sebagian koperasi, mereka memiliki tempat
sendiri, tetapi bagi sebagian yang lain mereka harus menyewa dari pihak lain. Sebetulnya dari
segi kegiatan usaha koperasi mungkin ini tidak terlalu menjadi soal. Namun, dari sisi pajak, jelas
ada perbedaannya. Untuk koperasi yang memiliki lokasi usaha sendiri, tidak ada aspek
perpajakan atas kegiatan mendiami lokasi tersebut, sedangkan untuk koperasi yang menyewa
gedung, ia wajib memotong PPh Final sebesar 10% dari nilai sewanya.

b. Pengalihan hak atas Tanah/Bangunan

Dalam kasus di mana koperasi menjual atau mengalihkan hak kepemilikan atas tanah
dan/atau bangunan, maka terdapat pengenaan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) Final
sebesar 5% dari nilai bruto/kotor penjualan yang lebih tinggi antara yang tertera di dalam akta
penjualan dengan nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Dasar hukum yang mengatur aspek
pengenaan pajak atas transaksi ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tanggal 4
November 2008 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.

c. Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota Orang Pribadi

Secara periodik, koperasi membayarkan Bunga atas simpanan kepada anggota Orang
Pribadi. Ini merupakan bentuk timbal balik manfaat yang diterima anggota atas kontribusinya
dalam menyimpan sejumlah dana di koperasi. Khususnya pada koperasi simpan pinjam. Perihal
ini telah diatur khusus di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tanggal 9 Februari

8
2009 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota Orang Pribadi.

d. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

Penegasan perihal SHU yang dibagikan koperasi dijelaskan di dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor PMK-111/PMK.03/2010 tanggal 14 Juni 2010 tentang Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Oleh karena itu, ketika SHU yang hendak dibagikan tersedia, maka pengurus koperasi harus
melakukan pemotongan sebelum dibagikan dan menerbitkan bukti pemotongan Pajak
Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) kepada para anggota yang telah dipotong SHU-nya.
Disebutkan pula dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-111/PMK.03/2010
bahwa koperasi harus melaporkan transaksi pemotongan tersebut paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya setelah masa pajak dilakukan pemotongan dan menyetorkan ke kas negara, paling
lambat tanggal 10 setelah masa pajak dilakukan pemotongan berakhir.

2. Menyetorkan secara kolektif PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya


(menggunakan SSP dimana kolom nama dan NPWP SSP diisi dengan nama dan NPWP
koperasi).

3. Melaporkan ke KPP terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan


SPT Masa PPh Pasal 23/26).

2.6 Kewajiban Koperasi Sebagai Pemungut Pajak

 Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Jika Koperasi melakukan penyerahan Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena
Pajak dan peredaran bruto setahun telah melebihi Rp600.00.000,00 , maka koperasi memiliki
kewajiban melakukan pemungutan PPN sebesar 10%, serta menyetorkan dan melaporkan PPN
yang terhutang setiap bulan.

9
2.7 Studi Kasus

“ Pemangkasan Pajak Final UMKM dan Koperasi Segera Diberlakukan “


Pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) yang beromzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun termasuk koperasi menjadi
tinggal 0,5% atas omzet akan segera diberlakukan.

Pajak final UMKM ditetapkan sebesar 0,5% dari jumlah atau nilai peredaran bruto selama
satu tahun sampai dengan nilai peredaran bruto Rp4,8 miliar.

"Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)-nya sudah sampai pada tahap akhir. Jadi, dari
berbagai rapat harmonisasi yang diikuti oleh beberapa instansi seperti Kementerian
Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak, Kementerian Koperasi dan UKM serta
Asosiasi UMKM, tarif PPh final baru yang dinyatakan dalam RPP adalah sebesar 0,5%,"
kata Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Yuana Sutyowati Barna s,
di Jakarta, Sabtu (2/6/2018).

Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) melalui surat Menteri
Koperasi dan UKM RI pada 2017 mengusulkan agar tarif PPh final melalui PP nomor 46
tahun 2013 yang dinilai masih memberatkan dapat diturunkan menjadi 0,25%.

Revisi tersebut telah disepakati dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden sehingga
kemungkinan dapat diberlakukan dalam waktu dekat.

"Nantinya akan ada perubahan signifikan dalam aturan tersebut, di antaranya penurunan
tarif PPh final dari 1% menjadi 0,5% atas omzet. Kedua, penerapan PPh final berbatas
waktu," katanya.

Yuana menyatakan, pada RPP itu juga disebutkan ada kebijakan batas waktu (sunset
clause) bagi wajib pajak (WP) yang menggunakan tarif final ini, yakni empat tahun untuk
WP badan tertentu (koperasi, CV, dan firma), tiga tahun untuk WP Badan Perseroan
Terbatas (PT), dan tujuh tahun untuk WP perorangan.

Melalui kebijakan sunset clause atau batas waktu pengenaan pajak, Kementerian Koperasi
dan UKM mendorong para pelaku UMKM untuk semakin tertib pembukuan dan
mengedukasi diri untuk tertib menyusun laporan keuangan.

10
"Jadi, setelah batas waktu tiba, WP dapat melaksanakan pembukuan dan menyelenggarakan
kewajiban sesuai rezim umum atau pajak normal sesuai UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, mengacu pada Pasal 17," katanya.

RPP tersebut juga memberikan keleluasaan bagi UMKM yang merugi untuk menggunakan
mekanisme pajak normal dengan melaporkan laporan keuangan pada saat pelaporan SPT
Tahunan (mekanisme kompensasi kerugian selama 5 tahun).

Namun, untuk tahun-tahun selanjutnya UMKM yang bersangkutan harus konsisten


menggunakan tarif pajak normal. Yuana tak menampik bahwa adanya sunset clause akan
menuai berbagai tanggapan, terutama dari pelaku UMKM.

Namun, ia menilai, kebijakan sunset clause sebagai sarana pembelajaran bagi WP OP


maupun WP Badan, agar secara bertahap dapat melaksanakan pembukuan secara tertib.
Pembukuan dan pencatatan keuangan dalam proses bisnis merupakan keharusan sebagai
bagian manajemen keuangan, antara lain dapat dipergunakan sebagai salah satu persyaratan
untuk mengajukan pinjaman ke bank.

"Ini semangatnya positif. Dalam arti, diberi waktu dan pada akhirnya UMKM secara
bertahap diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan pencatatan keuangan sesuai
standar akuntansi. Sistem pembukuan merupakan salah satu needs untuk peningkatan
kinerja UMKM," paparnya.

Di sisi lain, Yuana menyatakan bahwa dengan diberlakukannya sunset clause, diharapkan
pemerintah dapat mendukung melalui pelatihan dan pendampingan UMKM dalam
penyusunan laporan keuangan serta advokasi dan pemahaman kewajiban membayar pajak.

"Batas waktu (sunset clause) memberikan kebebasan UMKM untuk memilih sistem pajak
final atau normal. Selama masa sunset clause, pemerintah secara paralel juga selayaknya
melaksanakan pelatihan dan pendampingan dengan dukungan APBN dan APBD. Program
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kontribusi pembayaran pajak dari UMKM,"
jelasnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2016 jumlah UMKM di Indonesia mencapai
59,7 juta yang didominasi oleh pelaku usaha mikro.

11
Maka dari itu, Yuana mengharapkan peningkatan sinergi antarinstansi terkait di tingkat
pusat maupun daerah untuk peningkatan kapasitas SDM UMKM di bidang administrasi dan
pembukuan, serta kesadaran untuk membayar pajak.

Pihaknya melalui Deputi Bidang SDM sejak Oktober 2017 telah melaksanakan pelatihan
UMKM terkait aplikasi Laporan Keuangan Usaha Mikro (Lamikro) dengan dukungan
APBN.

Aplikasi tersebut merupakan laporan akuntansi sederhana secara online khusus untuk usaha
mikro. Lamikro memungkinkan pengguna dapat membuat laporan keuangan dengan lebih
cepat dan efisien, serta menjadi sarana yang efektif jika dibandingkan pencatatan manual.

Tak hanya itu, masih melalui pihaknya juga terus melaksanakan pelatihan kewirausahaan di
beberapa daerah.

"Kami berkomitmen untuk meningkatkan sinergi dengan instansi terkait dalam rangka
advokasi dan peningkatan pemahaman UMKM untuk kewajiban membayar pajak. Dalam
pelaksanaannya, kami berkoordinasi dengan Dinas yang membidangi pembinaan Koperasi
dan UMKM Prov/DI dan Kab/Kota serta Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Upaya
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kontribusi UMKM dalam penerimaan pajak
nasional," pungkasnya.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Didalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 1 ayat 1 telah
dijelaskan bahwa Koperasi ialah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Bentuk dan jenis koperasi menurut Pasal 15 dan Pasal 16 UU Koperasi :

 Berdasarkan Bentuknya, Koperasi terdiri dari Koperasi Primer dan Sekunder. Koperasi
Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang,Koperasi
Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

 Berdasarkan kesamaan aktivitas, kepentingan, dan kebutuhan ekonomi anggotanya.


Misalnya Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi
Pemasaran, dan Koperasi Jasa.

Dalam dunia Koperasi, ada faktor yang paling menentukan berlangsungnya kegiatan usaha
adalah modal. Untuk sumber Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
Modal Sendiri diperoleh dari : Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Dana Cadangan, dan Hibah.
Sedangkan Modal pinjaman berasal dari : anggota, Koperasi lain / anggotanya, Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya, Obligasi, dan sumber lain yang sah. Selain modal, faktor lain
untuk meningkatkan kualitas koperasi adalah Sumber Daya Manusia yang handal. Hal ini
disebabkan karena SDM adalah penggerak atau motorik dari kekuatan suatu koperasi. Namun
pada era ini banyak koperasi yang tidak aktif (vakum) dari kegiatan usaha karena ketiadaan
Sumber Daya Manusia atau modal yang kurang mumpuni dalam menjalankan operasional
koperasi.

13
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana
terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
dijelaskan bahwa koperasi adalah salah satu bentuk badan usaha yang ada di indonesia. Maka
dari itu, dalam penetapan pajaknya ditetapkan berdasarkan aturan pungutan pajak untuk badan
usaha.

Ada beberapa kewajiban koperasi selaku badan usaha dalam perpajakan di indonesia yaitu:

 Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP. Nomor Pokok Wajib Pajak
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib ajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
 Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan
 Untuk perhitungan besarnya pajak terutang koperasi, perhitungan berdarkan pungutan pajak
terhadap badan usaha.
 Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan. Menghitung PPh Final/ Pasal 4 ayat (2), PPh
Pasal 21 atas Penghasilan Karyawan, Kewajiban Pemotongan PPh Pasal 23
 Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. koperasi memiliki kewajiban melakukan
pemungutan PPN sebesar 10%, serta menyetorkan dan melaporkan PPN yang terhutang
setiap bulan.

Penghasilan koperasi yang menjadi objek pajak adalah :

 Bunga Simpanan Koperasi. Untuk ketentuannya telah diatur didalam PP 15 Tahun 2009
(berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi dan PMK-112/PMK.03/2010 (berlaku sejak
14 Juni 2010) tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan atas Bunga
Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
 Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

Penghasilan koperasi yang bukan termasuk objek pajak adalah :

 Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000).

14
 Harta hibahan yang diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan koperasi
tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan syarat
bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan hutang) tidak
termasuk tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih dari Rp
600.000.000,00.
 Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia (Pasal 4 ayat (3) huruf f)
 Sisa hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
 Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya.

3.2 Saran

Sebaiknya lebih memperhatikan dan mempelajari setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah berkaitan dengan pajak, terutama pengenaan pajak yang berkaitan dengan kegiatan
koperasi. Dengan diberikannya kemudahan untuk pelaksanaan kewajiban perpajakan seharusnya
wajib pajak tidak memiliki alasan lagi untuk tidak membayar atau menghindari kewajiban
perpajakannya

15
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kopdit-merpati.com/mengenal-aspek-perpajakan-pada-koperasi-2

http://www.pajak.go.id/content/seri-koperasi-perpajakan-bagi-koperasi

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-tarif-pph-atas-bunga-simpanan-yang-dibayarkan-

koperasi-kepada-anggota-koperasi

Resmi, Siti. Teori dan Kasus.Jakarta: Salemba Empat. 2011

Setiawan, Agus. Pajak Penghasilan Pemotong Pemungutan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
2006.
https://www.ojk.go.id/id/Regulasi

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor. 36 Tahun 2008 perubahan keempat Undang-


undang Nomor 7 Tahun 1983, tentang Pajak Penghasilan.

16

Anda mungkin juga menyukai