Anda di halaman 1dari 6

NARKOTIKA

Dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 Narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Penggolongan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009

a. Narkotika Golongan I;
Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta
reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Yang termasuk dalam Narkotik Golongan I berjumlah 65 bahan
b. Narkotika Golongan II; dan
Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Yang termasuk dalam Narkotik Golongan II berjumlah 86 bahan.
c. Narkotika Golongan III
Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Yang termasuk dalam Narkotik Golongan III berjumlah 14 bahan
1. Pengadaan
a. Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada undang-
undang 35 tahun 2009, disusun rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
c. Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi
tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan,
pengendalian, dan pengawasan Narkotika secara nasional.

2. Produksi
a. Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri
Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
b. Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan
rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
c. Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan
baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan
rencana kebutuhan tahunan Narkotika
3. Ekspor dan impor
a. Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk
setiap kali melakukan impor Narkotika.
b. Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada undang-undang
35 tahun 2009 diberikan berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/atau
penggunaan Narkotika.
c. Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas
hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d. Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara
pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor.

PSIKOTROPIKA

Dalam undang-undang nomor 5 tahun 1997 yang dimaksud Psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Penggolongan

Undang-undang ini mengatur kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang


berada di bawah pengawasan internasional, yaitu yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan dan digolongkan menjadi :

a. Psikotropika golongan I;
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
b. Psikotropika golongan II;
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu penge-tahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Yang termasuk dalam psikotropika golongan II menurut pmk 49 tahun 2018 ada 6
bahan
c. Psikotropika golongan III;
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Yang termasuk dalam psikotropika golongan III menurut pmk 49 tahun 2018 ada
8 bahan
d. Psikotropika golongan IV.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Yang termasuk dalam psikotropika golongan IV menurut pmk 49 tahun 2018 ada
62 bahan

Produksi

a. Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi.
c. Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.

Ekspor dan Impor

a. Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar
farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Impor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar
farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.
c. Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada
undang-undang nomor 5 tahun 1997 dilarang untuk mengedarkan psikotropika yang
diimpornya.

PREKURSOR

Menurut PPRI nomor 44 tahun 2010 yang dimaksud prekursor adalah zat atau
bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
Narkotika dan Psikotropika.
Penggolongan
1. Prekursor digolongkan dalam Prekursor Tabel I:
a. Acetic Anhydride.
b. N-Acetylanthranilic Acid.
c. Ephedrine.
d. Ergometrine.
e. Ergotamine.
f. Isosafrole.
g. Lysergic Acid.
h. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone.
i. Norephedrine.
j. 1-Phenyl-2-Propanone.
k. Piperonal.
l. Potassium Permanganat.
m. Pseudoephedrine.
n. Safrole.

2. Prekursor Tabel II
a. Acetone.
b. Anthranilic Acid.
c. Ethyl Ether.
d. Hydrochloric Acid.
e. Methyl Ethyl Ketone.
f. Phenylacetic Acid.
g. Piperidine.
h. Sulphuric Acid.
i. Toluene.

Pengadaan
1. Pengadaan Prekursor dilakukan melalui produksi dalam negeri dan impor.
2. Prekursor sebagaimana dimaksud pada PPRI nomor 44 tahun 2010 hanya
dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non farmasi, dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan dalam pengadaan dan
penggunaan Prekursor sebagaimana dimaksud pada PPRI nomor 44 tahun
2010 diatur oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai dengan
kewenangannya.

Produksi

1. Prekursor hanya dapat diproduksi oleh industri yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Produksi Prekursor untuk industri farmasi harus dilakukan dengan cara
produksi yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Prekursor untuk industri farmasi harus memenuhi standar Farmakope
Indonesia dan standar lainnya.

Peredaran, penyimpanan, dan pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan


Prekursor

Menurut pmk nomor 3 tahun 2015 Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor


Farmasi yang diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan
mutu.
1. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
2. Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
3. Ketentuan mengenai tata cara untuk mendapat izin edar sebagaimana
dimaksud pada pmk nomor 3 tahun 2015 dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyimpanan
1. Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.
2. Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan
barang selain Narkotika.
3. Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan
barang selain Psikotropika.

Penyaluran
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib
memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya
dapat dilakukan berdasarkan:
a. surat pesanan; atau
b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk
pesanan dari Puskesmas.
2. Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya
dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika, Psikotropika, atau
Prekursor Farmasi.
3. Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis
Narkotika.
4. Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat
digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau
Prekursor Farmasi.
5. Surat pesanan sebagaimana harus terpisah dari pesanan barang lain.

Pemusnahan
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya
dilakukan dalam hal:
1. Tidak sesuai standar;
2. telah kadaluarsa;
3. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan;
4. dibatalkan izin edarnya; atau
5. berhubungan dengan tindak pidana.

Pencatatan dan Pelaporan

1. pencatatan
a. Pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi.
b. Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi.
c. Pencatatan paling sedikit terdiri atas:
1) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
2) jumlah persediaan;
3) tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
4) jumlah yang diterima;
5) tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
6) jumlah yang disalurkan/diserahkan;
7) nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan;
dan
8) paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
2. Pelaporan
1) Minimal tanggal 10 setiap bulannya, pelaporan di sipnap
2) Berita acara pemusnahan narkotik dibuat 4 rangkap (kemenkes-dirjen binfar,
BPOM RI, dinkes provinsi, dan pertinggal

Anda mungkin juga menyukai