Anda di halaman 1dari 6

Nama : I Wayan Agus Purnayasa

NIM : 1707531123

Tugas Individu 1 (SAP 2)


Figur 2.5 :

Data statistik pada figure 2.5


menunjukan persentase perusahaan
listing di negara-negara Asia Timur yang
dikendalikan oleh pemegang saham
besar/mayoritas dengan patokan 20%
dari seluruh saham perusahaan tersebut.
Dari data ini dapat dilihat bahwa hampir
semua negara yang dijadikan objek
penelitian perusahaan yang telah listingnya memiliki pemegang saham mayoritas (diatas atau
sama dengan 20% saham) yang tinggi dengan proporsi diatas 70% dari seluruh perusahaan
yang ada di negara tersebut, seperti Hongkong (93%), Indonesia (94,9%), Malaysia (89%),
Philippines (80,8%), Singapore (94,6%), Taiwan 73,8%, dan Thailad (93,4%). Sedangkan di
2 negara lainnya, Jepang dan Korea memiliki persentase yang rendah (dibawah 70%), yaitu
masing – masing 20,2% dan 56,8%.

Angka persentase di jepang dan korea ini rendah karena di negara tersebut ada
kebijakan membatasi kepemilikan saham diatas atau samadengan 20%, yang bertujuan untuk
menjaga atau menstabilkan nilai pasar saham mereka.

Figur 2.6

Data Statistik pada figure 2.6 ini


menggambarkan presentase dari
perusahaan di negara – negara Asia
Timur dimana pemegang sahamnya
setidaknya memiliki 10% kepemilikan
saham perusahaan. Pada penelitian
dengan menetapkan ambang batas yang
lebih rendah (10%) dari figure 2.5 (20%)
yang, menunjukan hasil semua negara di
Asia Timur memiliki pemegang saham besar (diatas atau samadengan 20%) yang besar yaitu
semuanya diatas 50% perusahaan listing di negara tersebut. Namun urutannya masih sama
dengan figure 2.5, dimana jepang dan korea tetap memiliki persentase yang paling rendah
dibanding negara- negara lain. Dapat disumpulkan bahwa setiap negara itu pasti memiliki
pemegang saham besar di perusahaanya

Tabel 2.4

Tabel 2.4 ini menampilkan


mengenai persentase kepemilikan
saham berdasarkan jenis pemilik
saham di Asia Timur. Jenis pemilik
saham di penelitian ini dibagi menjadi
empat, yaitu keluarga (Family),
Negaara (state), perusahaan keuangan
(institutional investor), dan
perusahaan industry (industrial
companies). Penelitian ini
menggunakan dua cut off yaitu 10%
kepemilikan saham dan 20%
kepemilikan saham.

Dari jenis kepemilikan keluarga


(family), dari cut off 10% dan 20% jepang memiliki persetanse yang paling rendah yaitu
13,1% untuk cut off 10% dan 9,7% untuk cut off 20%, dan disusul oleh filifina 42,1% untuk
cut off 10% dan 44,6 untuk cut off 20%, dan negara negara lain yang rata” memiliki
kepemilikan saham untuk jenis keluarga ini diatas 50%.

Untuk pemegang saham jenis negara jepang juga memiliki persentase yang paling
rendah di kedua cut off yaitu diangka 1,1% dan 0,8% dan yang tertinggi berda pada
Singapura untuk kedua cut off yaitu masing-masing sebesar 23,6% dan 23,5%.

Untuk pemegang saham institusional atau lembaga keuangan, Indonesia memiliki


angka yang paling rendah, jauh dari negara – negara lain yaitu tidak sampai 5% untuk
masing – masing cut off, hal ini dikarenakan adanya kebijakan larangan bagi perbankan
untuk memiliki saham perusahaan lain. Sebaliknya, Jepang yang memiliki angka yang sangat
besar, yaitu 38,5% untuk pemegang saham institusional untuk cut off 10%. Karena persentase
pemegang saham di 20% di jepang rendah maka pada cut off 20% di kepemilikan jenis ini
persentasenya juga rendah yaitu Cuma 6%.

Terakhir pada jenis kepemilikan perusahaan industrial, Japan memiliki kepemilikan


saham terkecil di kedua cut off masing” yaitu sebesar 5,1% dan 6,3% dan negara yang
memiliki persentase terbesar untuk kedua jenis kepemilikan ini yaitu filipina yaitu masing”
sebesar 35,9% dan 25,7%.

Pada tabel 2.4 terdapat beberapa perbedaan signifikan antara cut off 10% dan 20% .
Contohnya adalah kepemilikan keluarga di Korea yang menurun dari 67,9% ke 48,4%. Lalu
di jepang menurun dari 13,1 menjadi 9,7%, dan di Taiwan 48,2%. Kepemilikan Institusional
juga di Jepang berkurang drastis dari 38,5% ke 7% , hal ini terjadi akibat adanya regulasi di
Jepang. Hal ini juga terjadi di beberapa negara Asia Timur lainnya , seperti Indonesia,
dimana ada pembatasan oleh pemerintah untuk bank memiliki saham di perusahaan lain.
Tugas Individu 2 (SAP 3)

One Tier (Unitary System)

One tier board system merupakan board


structure model yang terdiri dari General Meeting of
Shareholders (RUPS), Board of Directors (para
pemegang saham), dan Executive managers
(manajemen yang akan menjalankan aktivitas
perusahaan).

One tier board system merupakan struktur


corporate governance yang tidak memisahkan
keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi.
Diaman anggota dewan komisaris juga merangkap
anggota dewan direksi dan kedua dewan ini disebut
sebagai board of directors.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Model One Tier Board hanya memiliki satu
dewan, yaitu direksi (board of director) yang bertugas mengawasi jalanya
pengelolaan perusahaan oleh manajemen perusahaan Sistem ini diterapkan di negara
seperti Amerika dan Inggris

Two-Tier Board System

Two-tier board system merupakan


system dengan board structure itu terdiri dari
RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, dan
Manajer Eksekutif (manajemen). Struktur ini
dengan tegas memisahkan keanggotaan
dewan, yakni antara keanggotaan dewan
komisaris sebagai pengawas dan direksi sebagai
eksekutif perusahaan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa two-tier


board system ini memiliki dua dewan, yaitu
direksi (management board) yang bertugas
mengelola perusahaan, dan dewan komisaris
(supervisory board) yang menjalankan tugas pengawasan dan supervising terhadap
tindakan tindakan dewan direksi.

Dalam model two-tier board system, RUPS merupakan struktur tertinggi yang
dapat mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris yang merupakan suara dari
para pemegang saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen perusahaan. Dewan
komisaris membawahi langsung direksi yang memiliki wewenang untuk mengangkat
dan memberhentikan direksi serta melakukan tugas pengawasan terhadap kegiatan
direksi dalam menjalankan perusahaan. Dewan komisaris dalam model two-tier board sistem
ini memiliki posisi yang kuat terhadap direksi sehingga fungsi kontrol terhadap kegiatan
manajemen dapat berjalan dengan efektif.

Indonesia merupakan penganut two-tier board system dimana setiap perusahaan


memiliki dua orang dewan didalam struktur organisasinya. Namun didalam
pelaksanaannya, penerapan two tier board system di Indonesia berbeda dengan negara-
negara lain khususnya Eropa. Menurut UU PT Tahun 2007 yang berlaku di Indonesia,
direksi (management board) dan dewan komisaris dipilih dan bertanggung jawab
kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Selanjutnya, dewan komisaris ini yang
mengawasi direksi tetapi dewan komisiaris ini tidak langsung membawahi dewan direksi.

Dasar Hukum
Dasar Hukum yang menjadi dasar dari struktur Corporate Governance di Indonesia:
a) UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas di peraturan ini menyatakan
bahwa perusahaan memiliki struktur penting yakni Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Dewan Direksi, dan Dewan Komisaris, yang mampu menciptakan
mekanisme kerja, pembagian tugas, wewenang serta tanggungjawab.
b) UU No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) peraturan ini
menyatakan bahwa organ perusahaan yang terdiri atas RUPS yang memegang
kekuasaan tertinggi, Dewan Direksi sebagai pengelola perusahaan dan Dewan
Komisaris sebagai pengawas, serta penerapaan prinsip-prinsip GCG dalam
pengelolaan dan pengawasan BUMN.
c) UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal peraturan ini memiliki kaitan dengan
perusahaan sebagai entitas bisnis yang memuat ketentuan RUPS selain mengenai
aktivitas entitas di bursa.

Anda mungkin juga menyukai