Anda di halaman 1dari 18

RAGAM BAHASA ARTIFISIAL PADA TUTURAN DALANG

KI SUJIWO TEJO LAKON BIMO SUCI


Jhon Guruh Putra Pakarsi
17070835072
S-2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Pascasarjana Unesa

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab I ini isinya yaitu Latar Belakang Masalah, fokus Penelitian, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, dan Devinisi Istilah. Berikutnya Satu per satu di jelaskan di bawah ini.

A. Latar Belakang Masalah

Ragam bahasa Artifisial yaitu bagian dari ragam bahasa yang berhubungan dengan bahasa

kreasi atau kebalikanya dari bahasa asli. Artifisial disebut juga dengan bahasa seni karena bisa

dihubungkan dengan salah satu kesenian yang berupa drama. Pada sebuah pertunjukan komposisi

syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah

laku atau peran yang ada percakapan dialognya dipertontonkan inilah yang mempunyai sifat

artifisial. Sifat artifisial narasi cerita dan dialog percakapan pada drama itu bisa saja tersimpan

kandungan bahasa keartifisialanya. Ragam bahasa artifisial ini juga bisa terdapat pada salah satu

drama tradisional pertunjukan wayang kulit. Pengaruh kedudukan ragam bahasa keartifisialanya

pada pertunjukan wayang kulit sangat terlihat menonjol. Keterdapatanya ragam bahasa artifisial

pertunjukan wayang kulit terwujud dalam komunikasi kreasi artistik naskah yang diceritakan oleh

Dalang. Keterdapatanya keistimewaan bahasa kreasi itu tadi bisa terlihat pada gaya bahasa narasi,

dialognya, ringkasan cerita, eksperimentasi bahasa, dan permainan bahasa. sehingga pertunjukan

wayang kulit pada Ki Sujiwo Tedjo didalam cerita Bimo Suci itu bisa dikaji dengan sosiostilistik.
Berdasarkan pembagian yang dipaparkan diatas, dapat dikatakan sebuah pertunjukan

wayang kulit menggunakan bahasa pekem juga bisa menggunakan bahasa keluar dari pakem. Pada

penelitian ini memfokuskan kajian, mengenai ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo

Suci yang didasarkan adanya penggunaan bahasa pakem atau keluar dari pakem. Penelitian ini

sangatlah menarik karena penelitian ragam bahasa artifisial pada Pertunjukan wayang kulit sangat

jarang dilakukan sehingga penelitian ini termasuk penelitian ragam bahasa yang baru. Pertunjukan

wayang merupakan sebuah kesenian tradisional Jawa yang diangggap penuh dengan nasehat.

Nasehat pitutur itu dituturkan oleh Dalang melalui pertunjukan Wayang Kulit. Dalam

pertunjukanya Dalang mengolah bahasa pakem dan bahasa keluar dari pakem dengan gaya bahasa

digunakan untuk mempersoalkan kecocokan pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk

menjelaskan situasi pada pertunjukan wayang kulit. Dalam pertunjukan wayang kulit ada cerita

yang disuguhkan yang disebut lakon. Lakon wayang itu diambil dari induk yang diolah kemudian

disebut pakem. Setiap lakon mempunyai pitutur-pitutur dan filsafat yang bermacam-macam serta

berbeda-beda tergantung alur sebuah ceritanya. Pada Bimo Suci diceritakan mengenai seorang

kesatria yang ingin mencari jati diri dan dapat keanugrahan Dewa.

Ki Sujiwo Tedjo adalah Dalang yang kaya dalam mengarang cerita pewayangan. Cara

mengarangnya tentu berdasarkan sumber cerita pakem-pakem pedalangan yang sudah ada,

kemudian dikembangkan saat pementasan. Bimo Suci merupakan lakon yang dianggap baku

dalam Dunia pedalangan. Sehingga tidak semua kalangan pecinta seni tradisi pertunjukan Wayang

kulit suka. Susunan perubahan yang telaah dialami bahasa tergantung pada beberapa faktor:

penyerapan kebutuhaan teknologi baru, keadaan hubungan dengan bangsa lain, kekayaan budaya

asli penutur (Keraf, 2007: 103). Ki Sujiwo Tedjo mengkreasikan lakon tersebut dalam sebuah

pementasan supaya lebih istimewa. Keistimewaan itu dirasakan oleh penggemar Wayang Kulit
atau Fans yang tidak suka agar menjadi lebih terkagum-kagum karena dalang menyesuaikan

dengan zaman sekarang atau modernisasi zaman. Peneliti menilai Ragam bahasa artifisial yang

digunakan Ki Sujiwo Tedjo dalam pertunjukan wayang kulit Bimo Suci , memiliki keistimewaan.

Keistimewaan pada bahasa kreasi itu yang terlihat pada gaya bahasa dialognya, ringkasan cerita,

eksperimentasi bahasa, dan permainan bahasa pada Ki Sujiwo Tedjo. Maka dari itu pertunjukan

wayang kulit oleh Ki Sujiwo Tedjo mengadung karakter ragam bahasa secara sosiostilistik yang

nantinya akan menjadi solutif dan terapotik mengenai kurang popularitasnya wayang kulit pada

masyarakat.

Keadaan masyarakat sangat berpengaruh terhadap kurangnya komunitas pagelaran wayang

kulit. Menurut Muntari (2013: 1), kurangnya komunitas penonton karena beberapa hal, yaitu (1)

pemahaman sempit oknum masyarakat terhadap wayang kulit dengan dasar keyakinan beragama,

(2) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, (3) derasnya arus

informasi dan komunikasi baik dalam negeri mauoun luar negri sehingga menyebaabkan

pertukaran budaya yang tiaada batas, (4) kurang perhatian dari pihaak yang berwewenang dan

pemegaang kebijakan di Negara ini, dan (5) perubahan atau penyesuaian dan pengembangan demi

kelangsungan hidup di masyarakat. Pendapat muntari sesuai dengan pendapat Suetarno (2005:

107) mengatakan, penonton pagelaran wayang kulit sekarang ini bisa dibagi menjadi tiga

kelompok yaitu, (1) penonton melihat pagelaran wayang kulit sebagai hiburan semata, (2)

penonton yang melihat pagelaran wayang kulit untuk mendapatkan kesan falsafati, dan (3)

penonton melihat pagelaran wayang kulit secara mendalam demi kepentingan penelitian.

Penelitian ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci peneliti

menyiapkan dua cara yaitu cara mengumpulkan data dan menganalisis data. Cara mengumpulkan

data yaitu dengan merekam pagelaran wayang kulit pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci dan
wawancara dengan mencatat dari hasil wawancara yang sudah disiapkan peneliti. Cara

menganalisis data yaitu mempersiapkan dan mengolah data dengan mentranskrip rekaman ke

bahasa tulis, Menganalisis dengan cara coding, Menunjukan deskripsi dan fokus penelitian,

Menganalisis data menggunakan teknik interpretasi dan teknik reduksi. Teknik inilah yang akan

digunakan peneliti untuk menganalisis data pada pertunjukan wayang kulit yang sudah

dipertontonkan oleh Ki Sujiwo Tedjo Bimo Suci. Sehingga strategi tuturan beragam bahasa

artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci. Wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada

Bimo Suci. pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci bisa dianalisis.

Sebagai salah satu karakteristik ragam bahasa artifisial, dalam konteks Linguistik, kreatif

memberikan arti bahwa bahasa artifisial memberikan peluang kepada para penggunanya untuk

berkreasi secara luas. Kreasi tersebut berkaitan dengan strategi tuturan beragam bahasa artifisial

Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci . Wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci

. Pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci . Berikut disajikan penelitian

yang relevan mengenai ragam bahasa artifisial. Penelitian tentang ragam bahasa artifisial sampai

saat ini masih sedikit, seperti yang dilakukan oleh Sujarno (2015) tentang Ragam bahasa itu

beragam, dinamis, dan arbitrer. Bahasa umum dan bahasa artifisial merupakan bagiannya. Bahasa

umum dikenal pula dengan nama bahasa alamiah atau bahasa sehari-hari juga dikenal pula dengan

bahasa non kognitif. Bahasa artifisial bersinonim dengan bahasa ilmiah atau bahasa kognitif.

Bahasa umum bercirikan evaluatif, emosional, terbuka/ambigu, dan berprasangka/kontekstual.

Bahasa artifisial sebaliknya, dekat dengan faakta, bermakna konstan, berdefinisi tunggal, dan

pribadi.
B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas fokus penelitian ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo

Tedjo Lakon Bimo Suci ini sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi tuturan beragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci ?

2. Bagaimana wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci ?

3. Bagaimana pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian tujuan penelitian ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada

Bimo Suci adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis:

1. Untuk mengetahui strategi tuturan beragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo

Suci.

2. Untuk mengetahui wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci.

3. Untuk mengetahui pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian ini diharapkan memiliki

manfaat secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat teoretis hasil penelitian ini digunakan untuk mengembangkan ilmu sosiostilistik

mengenai ragam bahasa artifisial. Kususnya penelitian ini bisa juga membantu

penelitian selanjutnya, agar lebih jelas dan lengkap terutama mengenai ragam bahasa

artifisial.

2. Manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan untuk memberikan gambaran pada

pembaca supaya lebih mengerti mengenai ragam bahasa artifisial.


E. Devinisi Istilah

Devinisi istilah ini supaya pembaca lebih mengerti tentang istilah yang digunakan dalam

penelitian ini.

1. Ragam bahasa artifisial adalah bagian dari ragam bahasa yang membahas bahasa kreasi

atau bahasa rekayasa.

2. Strategi tuturan adalah rencana bahasa kreasi yang digunakan dalam pertunjukan wayang

kulit.

3. Wujud Artifisial adalah adanya bentuk bahasa kresi dalam pertunjukan wayang kulit.

4. Pengaruh Artifisial adalah daya yang timbul dari bahasa kreasi dalam pertunjukan wayang

kulit.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Bahasa Artifisial Sebagai Bagian dari Ragam Bahasa

Pendayagunaan bahasa artifisial sebagai bagian dari ragam bahasa. Bahasa artifisial

mempunyai keistimewaan tersendiri dari bahasa umum atau alaimiah. Bahasa alami merupakan

bahasa yang mencerminkan pemakaian bahasa pada umumnya tanpa harus dipelajari (Depdiknas,

2001:88). Perbedaan antara bahasa Artifisial dan Bahasa Biasa atau bahasa Alamiah secara garis

besar sebagai berikut: Bahasa artifial bersifat informatif, formal fungsional, aritmatis-logis,

faktual-empiris sedangkan Bahasa Alamiah bersifat emotif, Imajinatif. Afektif, direktif lihat parera

(2004: 182). Dengan ini dapat dipahami bahasa sehari-hari sebagai Bahasa Umum dan bahasa

artifisial sebagai Bahasa Ilmu.

Bahasa artifisial digunakan dalam situasi yang sangat terbatas, khas, tidak alami. Selain itu

bahasa ini bebas konotasi dan asosiasi, tidak ambigu, dan faktual. Oleh karenanya bahasa artifisial

juga dikatakan juga sebagai bahasa yang cenderung hemat, cermat, tepat, dan tunggal. Kebutuhan

akan bahasa artifisial ini hanya bersifat fungsional. Ada kemungkinan bahasa jenis ini hanya

dipakai dalam waktu-waktu tertentu dan tidak berkepanjangan dalam setiap harinya. Secara lebih

sederhanan, bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam pemakaiannya untuk menyatakan

maksud tertentu (Parera, 2004: 169-170) Keraf (2007: 110).

Bahasa artifisial dikenal pula dengan nama bahasa buatan, yaitu bahasa yang dibuat secara

khusus untuk kepentingan-kepentingan komunikasi tertentu. Ragam bahasa Artifisial yaitu bagian

dari ragam bahasa yang berhubungan dengan bahasa kreasi atau kebalikanya dari bahasa asli.

Artifisial disebut juga dengan bahasa seni karena bisa dihubungkan dengan salah satu kesenian
yang berupa drama. Pada sebuah pertunjukan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat

menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku atau peran yang ada percakapan

dialognya dipertontonkan inilah yang mempunyai sifat artifisial.

Variasi bahasa buatan (artivisial), sebagaimana pada variasi bahasa, tidak memiliki baik

komunitas ataupun historisitas dan, sebagaimana bahasa pada daerah-daerah yang lain pula,

menunjukan adanya banyak reduksi. Hanya, berbeda dengan bahasa daerah, Bahasa artifisial ini

tidak saja otonom tetapi juga mempunyai norma-norma penggunaan yang sangat rapi

kodifikasinya. (Bell, 1995: 239). Oleh karena itu variasai bahasa buatan bisa dikreasikan. Sesuai

keinginan Ki Dalang, akan tetapi masih mempunyai norma tertentu. Bahasa tidak berdiri sendiri

tapi digunakan utuk menambah estetika berbahasa. Susunan kata-kata dan kalimat pada narasi dan

dialog pada suatu cerita wayang kulit itu saja.

Bahasa pedalangan mengandung ragam bahasa artifial. Bahasa dalam seni pertunjukan

wayang menjadi salah satu medium. Medium bahasa tersebut sebagai media ungkap dalam wujud

wacana dalang atau disebut juga basa pedalangan. Basa pedalangan menggunakan bahasa Jawa

yang khusus digunakan dalam seni pedalangan. Bahasa disini mempunyai fungsi estetis serta

sebagai sarana komunikasi dengan penonton. Di dalam seni pedalangan ungkapan melalui bahasa

diwujudkan dalam deskripsi atau narasi (Janturan, pocapan), dan dialog (ginem) atau monolog

(ngudarasa) tokog wayang (Murtiyoso, 1981 dalam Partojo, 2013: 19).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan jika bahasa pedalangan menggunakan

bahasa khusus, bahasa Jawa. Sesuai dengan batasan dari pengertian bahasa artifisial dalam Kerraf

(2007), bahwa dalam seni pertunjukan wayang mengandung yang bersifat khusus, terbatas situasi

tertentu dan tidak ambigu serta faktual. Pada adegan gunem dalam pertujukan wayang kerap kali
dalang membuat sindiran karena terjadi kemiripan antara adegan dan wacana yang sedang popular

(Keraf, 2007: 110) dan (Parera, 2004:169).

B. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci

Setiap dalang mempunyai kekhasan tertentu dalam memnyajikan pertunjukan wayang.

Karakteristik bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci berdasarkan

bahasa artifisial sebagai bagian dari ragam bahasa yaitu: Bahasa artifial bersifat informatif, formal

fungsional, aritmatis-logis, faktual-empiris. Bahasa artifisial cenderung hemat, cermat, tepat, dan

tunggal. Bahasa artifisial tidak memiliki komunitas ataupun historisitas. dan Bahasa artifisial itu

beragam, dinamis, dan arbitrer

Sujiwa Teja kerap menggunakan bahasa yang lugas dan khas dalam menyajikan

pertunjukan wayang. Sebagai seorang dalang, Sujiwa Teja tidak hanya menjadikan wayang

sebagai tontonan yang menggunakan bahasa Jawa pakem, penggunaan kosakata yang tidak

popular kerap diminimalisir dengan tujuan merangkul penonton dari berbagai latar belakang. Jika

lumrahnya pertunjukan wayang hanya ditonton kelompok tertentu yang memahami cerita dan gaya

bahasa Jawa khas pedalangan, Sujiwa teja membuat pertunjukan wayang diterima semua kalangan.

1. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci karakter

bahasa artifial bersifat informatif, formal fungsional, aritmatis-logis, faktual-empiris.

2. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci karakter

bahasa artifisial cenderung hemat, cermat, tepat, dan tunggal.

3. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci karakter

bahasa artifisial tidak memiliki komunitas ataupun historisitas.


4. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci karakter

bahasa artifisial itu beragam, dinamis, dan arbitrer.

C. Strategi Tuturan Beragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo

Lakon Bima Suci

Strategi tuturan beragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci ada

dua yaitu ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci berdasarkan

pakem (sesuai aturan) dan ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima

suci berdasarkan panyebale pakem (tidak terikat pakem).

1. Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci Berdasarkan

Pakem

Ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci berdasarkan

pakem bisa diartikan ragam bahasa kreasi yang didasari oleh arturan. Lebih jelasnya ragam bahasa

kreasi tadi masih terikat dengan salah satu aturan. Menurut Mudjanattistama (1997: 11-12)

menjelaskan pakem yaitu salah satu pedoman dan tuntunan yang digunakan oleh Dalang saat

mempertunjukan wayang kulit yang berisi inti rancangan cerita, bahasa kasusastran, modal bahasa

dalang, dan syarat mempertunjukan yang terbagi dari hasil, perenungan, tirakat, penelitian,

pengalaman, mufakat sehingga menjadi dasar jalanya pertunjukan.

2. Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci Berdasarkan

Panyebale Pakem

Ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci berdasarkan

panyebale pakem yaitu ragam bahasa yang didasari oleh ketidak terikatan aturan. kettidak
terikatnya aturan itu memang disengaja karena nama salah seorang dalang akan terangkat menjadi

popular.

D. Wujud Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci

Wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci ini terbagi

menjadi dua yaitu wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang ki sujiwo Tejo lakon bima

suci gaya bahasa retorasi dan wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki Sujiwo Tejo

lakon Bima Suci gaya bahasa kiasan. Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan pada tuturan

Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci saat mempertunjukan wayang kulit.

1. Wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang ki Sujiwo Tejo lakon Bima Suci gaya bahasa

retorasi

Macam-macam ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang ki Sujiwo Tejo lakon Bima

Suci gaya bahasa retorasi yang sering dituturkan oleh Dalang antara lain: Aliterasi, Asonasi,

Anostrof, Apostrof, dan Litotes.

2. Wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon Bima Suci gaya bahasa

kiasan

Macam-macam ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon Bima

Suci gaya bahasa kiasanyang sering dituturkan oleh Dalang antara lain: Persamaan atau simile dan

Metafora.

E. Pengaruh Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima

Suci
Pengaruh ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci

disebabakan adanya transformasi ragam bahasa. Samsuri (1981: 35) menjelaskan bahwa

transformasi yaitu proses atau hasil perubahan struktur mardika atau struktur lainya menurut

kaidah tertentu. sehingga transformasi yaitu proses perubahanstruktur suatu kalimat ke struktur

luar. Dari penjelasan tersebut menjelaskan jika transformasi ragam bahasa yaitu perubahan

struktur ragam bahasa. perubahan itu berada pada inti cerita pertunjukan wayang kulit. Inti cerita

wayang kulit itu berupa teks sedangkan pagelaran brupa konteks. Halliday (1994: 16) menjelaskan

konteks yaitu lingkungan langsung tempatnya teks tersebut nyata sangat berguna. Ketika masih

wujud teks seakan-akan belum berguna untuk pertunjukan wayang kulit, tetapi ketika berupa

konteks, teks tersebut sangat berguna pada pertunjukan wayang kulit.

1. Pengaruh ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci pada teks.

2. Pengaruh ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci pada

konterks.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif deskriptif. Dikatakan kualitatif

karena bersifat ilmiah atau natural, peneliti secara langsung terlibat dalam mengungkap fenomena

atau gejala yang diteliti. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengutamakan

pemahaman data berbentuk kata atau kalimat daripada data berbentuk angka dan metode kualitatif

lebih memfaatkan cara-cara penafsiran dengan wujud deskripsi. Peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif untuk memaparkan hasil analisis karena ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo

Lakon Bimo Suci merupakan objek penelitian yang didalamnya berisikan bahasa kreasi.

B. Sumber Data dan Data

1. Sumber data

Penelitian ini menggunakan sumber data dari Ki Sujiwo Tedjo Bimo Suci . Sumber data

disini sangat penting sebab dengan adanya sumber data maka peneliti dapat memproleh jawabaan

dari rumusan masalah yang sudah dipapaarkaan pada bab I.

2. Data

Peneliti tidak bisa dipisahkan dari adanya data sebagai bahan utama dalam penelitian itu

sendiri. Data dalam sebuah penelitian bisa di ambil dari beraneka ragam sumber. Ragam bahasa

artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci merupakan data primer dalam penelitian.

Sedangkan artikel, berita, vidio, dan lain-lain dari Ki Sujiwo Tedjo yang berhubungan dengan

ragam bahasa artifisial merupakan data sekunder.


C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci

adalah peneliti itu sendiri. Peneliti itu sendiri yang bisa memutuskan data apa yang cocok

digunakan. Sedangkan alat yang menunjang kelancaran penelitian adalah bolpoin, pensil,

penghapus, sepidol, buku, kertas, recorder, vcd, dan kamera kanggo nraskrip dan menulis yang

ada hubunganya dengan ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Bimo Suci.

D. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti harus memiliki pikiran yang kritis ketika menentukaan data dan mengumpulkan

data. Berdasaarkan Jabrohim (2015:24) ketikaa peneliti melakukan penelitian harus memiliki

pikiran secara kritis. Pikiran tersebutlah yang membedakan antara pikiran peneliti dan pikiran

orang awam yang tidak melakukan penelitian karena orang awam tidak melakukan penelitian

sehingga dia hanya dikuasai akal pikiranya yang bersifat subjektif, seperti intuisi, rasa, lan

commonsense. Menentukan data adalah hal yang penting sebab sesudah menentukan data yang

akan dianalisis, data-data tersebut selanjutnya dikumpulkan.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data ragam bahasa Artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci yaitu

menggunakan teknik analisis intrepretasi dan teknik reduksi (sharp, 1982). Teknik intrepretasi dan

reduksi digunakan untuk menganalisis data, menafsirkan narasi dan dialog pada pertunjukan Ki

Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci . Terletak pada narasi dan dialog yang termasuk: (1) Strategi tuturan

beragam bahasa yaitu terpaku aturan (pakem) dan keluar aturan (nyebal pakem). (2) Wujud ragam
bahasa artifisial yaitu gaya bahasa berdasarkan langsung dan tidaknya makna dalam pertunjukan

wayang kulit Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci .

Ragam bahasa artifisial dalam pertunjukan wayang kulit identik mengandung gaya bahasa

retoris dan gaya bahasa kiasan. (3) Pengaruh ragam bahasa artifisial berhubungan dengan fungsi

bahasa sebagai pembangun unsur keindahan sastra. Fungsi tersebut meliputi estetis artinya garapan

Dalang mengistimewakan kenikmatan kepada penonton, etis artinya uraian Dalang menjadi

tuntunan bagi Masyarakat dalam kesantunan dan berakhlak, edukatif artinya Dalang ikut mendidik

mengajak Masyarakat untuk ikut melestarikan wayang kulit sebagai kesenian Daerah. Kreatif

artinya Dalang harus membina dan mengajak masyarakat untuk mengikuti sesuatu hal baik yang

baru. Konsultatif artinya Dalang bisa memberikan pengarahan dan penerangan kepada masyarakat

yang masih belum melek terhadap hal-hal yang sedang berlangsung. Rekreatif artinya memberi

hiburan yang indah dan menjadi daya tarik tersendiri atau yang beridentitas. Lalu menggunakan

teknik interpretasin dan teknik reduksi untuk meringkas data. Data yang diperoleh dari narasi dan

dialog pada pertunjukan wayang kulit Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci . Data-data yang sudah

berhasil dianalisis dengan metode dan teknis diatas lalu dikumpulkan berdasarkan strategi tuturan,

bentuk tuturan dan pengaruh tuturan.

F. Teknik Pengujian Keabsaan Data

Dilakukanya pengujian keabsaan data setelah data terkumpul merupakan proses yang

penting. Proses validasi data harus dijamin keabsaanya sehingga perlu dilakukan pengujian dengan

teknik triangulasi. Triangulasi adalah cara pengecekan data yang digunakan dalam penelitian

kualitatif deskriptif, teknik pengujian ini menilai kecocokan data berdasarkan pada cara

pengumpulan data atau prosedur pengumpulan data (Sugiyono, 2010:271). Teknik Triangulasi
terbagi atas tiga macam, yaitu sumber data, metode, dan waktu. Peneliti disini memilih model

triangulasi sumber data karena data yang didapatkan dalam waktu yang berbeda.
Ragam Bahasa Artifisial Pada Dalang X Lakon X
(Kajian Sosiostilistik)

Strategi Tuturan Wujud Ragam Bahasa Pengaruh Ragam Bahasa


Beragam Bahasa
Artifisial

Desain Sumber Data Instrumen Teknik Teknik Pengujian


Penelitian dan Data penelitian Pengumpulan data Analisis data Keabsaan
data

Etnolinguistik Peneliti itu Rekaman 1. Mempersiapkan Triangulasi


Pagelaran Sendiri Wawancara dan mengolah menggunakan
(kajian Wayang catat data dengan data
sosiostilistik) Kulit oleh mentranskrip
Ki Dalang rekaman ke
X Lakon x bahasa tulis.
dan 2. Menganalisis
wawancara dengan cara
Dalang coding
3. Menunjukan
deskripsi dan
fokus penelitian.
4. Menganalisis
data
menggunakan
teknik
interpretasi dan
teknik reduksi.

Hasil Penelitian

Bagan I
Alir Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Bell. Roger T. 1995. Sosiolinguistik Sajian, Tujuan, Pendekatan, dan Problem. Diterjemahkan
Abdul Syukur Ibrahim dengan Judul Sosiolinguistic Goals, Approach, and Problem.
Surabaya: Usaha Nasional.
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks, dan teks: Aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta : gajah Mada University Press
Keraf, Groys. 2010. Eksposisi dan Deksrips i. Jakarta: Kompas Gramedia.
----------------. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
----------------. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Cetakan ke-10. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mudjanattistama, R.M.,dkk. 1977. Pedhalangan Ngayogyakarta jilid 1. Ngayogyakarta:
Yayasan Habirandha.
Muntari. 2013. “Wayang purwa Lakon Murwakala dalam Upacara Ruwatan di Tuban”.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Parera, D. J. 2004. Teori Semantik Edisi kedua. Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik leksikal. Jakarta: Rineka Cipta
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran linguistik Abad XX. Jakarta: Departemen pendidikan dan
Kebudayaan direktorat jendral pendidikan Tinggi P2LPTK.
Sudaryanto, dkk. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Badan Pekerja
Kongres Bahasa Jawa.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sujarno. 2015. Bahasa Artifisial sebagai wujud ragam dan kreatif berbahasa. Jurnal buana
bastra, vol. tahun ke-2 no. 2. Agustus 2015. STKIP Muhammadiyah Lumajang.
Sutarno. 2002. Pakeliran Pujosumarta, Nartosabdo, dan Pakeliran Dekade 1996-2001.
Surakarta: STSI Press.

Anda mungkin juga menyukai