BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab I ini isinya yaitu Latar Belakang Masalah, fokus Penelitian, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, dan Devinisi Istilah. Berikutnya Satu per satu di jelaskan di bawah ini.
Ragam bahasa Artifisial yaitu bagian dari ragam bahasa yang berhubungan dengan bahasa
kreasi atau kebalikanya dari bahasa asli. Artifisial disebut juga dengan bahasa seni karena bisa
dihubungkan dengan salah satu kesenian yang berupa drama. Pada sebuah pertunjukan komposisi
syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah
laku atau peran yang ada percakapan dialognya dipertontonkan inilah yang mempunyai sifat
artifisial. Sifat artifisial narasi cerita dan dialog percakapan pada drama itu bisa saja tersimpan
kandungan bahasa keartifisialanya. Ragam bahasa artifisial ini juga bisa terdapat pada salah satu
drama tradisional pertunjukan wayang kulit. Pengaruh kedudukan ragam bahasa keartifisialanya
pada pertunjukan wayang kulit sangat terlihat menonjol. Keterdapatanya ragam bahasa artifisial
pertunjukan wayang kulit terwujud dalam komunikasi kreasi artistik naskah yang diceritakan oleh
Dalang. Keterdapatanya keistimewaan bahasa kreasi itu tadi bisa terlihat pada gaya bahasa narasi,
dialognya, ringkasan cerita, eksperimentasi bahasa, dan permainan bahasa. sehingga pertunjukan
wayang kulit pada Ki Sujiwo Tedjo didalam cerita Bimo Suci itu bisa dikaji dengan sosiostilistik.
Berdasarkan pembagian yang dipaparkan diatas, dapat dikatakan sebuah pertunjukan
wayang kulit menggunakan bahasa pekem juga bisa menggunakan bahasa keluar dari pakem. Pada
penelitian ini memfokuskan kajian, mengenai ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo
Suci yang didasarkan adanya penggunaan bahasa pakem atau keluar dari pakem. Penelitian ini
sangatlah menarik karena penelitian ragam bahasa artifisial pada Pertunjukan wayang kulit sangat
jarang dilakukan sehingga penelitian ini termasuk penelitian ragam bahasa yang baru. Pertunjukan
wayang merupakan sebuah kesenian tradisional Jawa yang diangggap penuh dengan nasehat.
Nasehat pitutur itu dituturkan oleh Dalang melalui pertunjukan Wayang Kulit. Dalam
pertunjukanya Dalang mengolah bahasa pakem dan bahasa keluar dari pakem dengan gaya bahasa
digunakan untuk mempersoalkan kecocokan pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk
menjelaskan situasi pada pertunjukan wayang kulit. Dalam pertunjukan wayang kulit ada cerita
yang disuguhkan yang disebut lakon. Lakon wayang itu diambil dari induk yang diolah kemudian
disebut pakem. Setiap lakon mempunyai pitutur-pitutur dan filsafat yang bermacam-macam serta
berbeda-beda tergantung alur sebuah ceritanya. Pada Bimo Suci diceritakan mengenai seorang
kesatria yang ingin mencari jati diri dan dapat keanugrahan Dewa.
Ki Sujiwo Tedjo adalah Dalang yang kaya dalam mengarang cerita pewayangan. Cara
mengarangnya tentu berdasarkan sumber cerita pakem-pakem pedalangan yang sudah ada,
kemudian dikembangkan saat pementasan. Bimo Suci merupakan lakon yang dianggap baku
dalam Dunia pedalangan. Sehingga tidak semua kalangan pecinta seni tradisi pertunjukan Wayang
kulit suka. Susunan perubahan yang telaah dialami bahasa tergantung pada beberapa faktor:
penyerapan kebutuhaan teknologi baru, keadaan hubungan dengan bangsa lain, kekayaan budaya
asli penutur (Keraf, 2007: 103). Ki Sujiwo Tedjo mengkreasikan lakon tersebut dalam sebuah
pementasan supaya lebih istimewa. Keistimewaan itu dirasakan oleh penggemar Wayang Kulit
atau Fans yang tidak suka agar menjadi lebih terkagum-kagum karena dalang menyesuaikan
dengan zaman sekarang atau modernisasi zaman. Peneliti menilai Ragam bahasa artifisial yang
digunakan Ki Sujiwo Tedjo dalam pertunjukan wayang kulit Bimo Suci , memiliki keistimewaan.
Keistimewaan pada bahasa kreasi itu yang terlihat pada gaya bahasa dialognya, ringkasan cerita,
eksperimentasi bahasa, dan permainan bahasa pada Ki Sujiwo Tedjo. Maka dari itu pertunjukan
wayang kulit oleh Ki Sujiwo Tedjo mengadung karakter ragam bahasa secara sosiostilistik yang
nantinya akan menjadi solutif dan terapotik mengenai kurang popularitasnya wayang kulit pada
masyarakat.
kulit. Menurut Muntari (2013: 1), kurangnya komunitas penonton karena beberapa hal, yaitu (1)
pemahaman sempit oknum masyarakat terhadap wayang kulit dengan dasar keyakinan beragama,
(2) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, (3) derasnya arus
informasi dan komunikasi baik dalam negeri mauoun luar negri sehingga menyebaabkan
pertukaran budaya yang tiaada batas, (4) kurang perhatian dari pihaak yang berwewenang dan
pemegaang kebijakan di Negara ini, dan (5) perubahan atau penyesuaian dan pengembangan demi
kelangsungan hidup di masyarakat. Pendapat muntari sesuai dengan pendapat Suetarno (2005:
107) mengatakan, penonton pagelaran wayang kulit sekarang ini bisa dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu, (1) penonton melihat pagelaran wayang kulit sebagai hiburan semata, (2)
penonton yang melihat pagelaran wayang kulit untuk mendapatkan kesan falsafati, dan (3)
penonton melihat pagelaran wayang kulit secara mendalam demi kepentingan penelitian.
Penelitian ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci peneliti
menyiapkan dua cara yaitu cara mengumpulkan data dan menganalisis data. Cara mengumpulkan
data yaitu dengan merekam pagelaran wayang kulit pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci dan
wawancara dengan mencatat dari hasil wawancara yang sudah disiapkan peneliti. Cara
menganalisis data yaitu mempersiapkan dan mengolah data dengan mentranskrip rekaman ke
bahasa tulis, Menganalisis dengan cara coding, Menunjukan deskripsi dan fokus penelitian,
Menganalisis data menggunakan teknik interpretasi dan teknik reduksi. Teknik inilah yang akan
digunakan peneliti untuk menganalisis data pada pertunjukan wayang kulit yang sudah
dipertontonkan oleh Ki Sujiwo Tedjo Bimo Suci. Sehingga strategi tuturan beragam bahasa
artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci. Wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada
Bimo Suci. pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci bisa dianalisis.
Sebagai salah satu karakteristik ragam bahasa artifisial, dalam konteks Linguistik, kreatif
memberikan arti bahwa bahasa artifisial memberikan peluang kepada para penggunanya untuk
berkreasi secara luas. Kreasi tersebut berkaitan dengan strategi tuturan beragam bahasa artifisial
Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci . Wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci
. Pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci . Berikut disajikan penelitian
yang relevan mengenai ragam bahasa artifisial. Penelitian tentang ragam bahasa artifisial sampai
saat ini masih sedikit, seperti yang dilakukan oleh Sujarno (2015) tentang Ragam bahasa itu
beragam, dinamis, dan arbitrer. Bahasa umum dan bahasa artifisial merupakan bagiannya. Bahasa
umum dikenal pula dengan nama bahasa alamiah atau bahasa sehari-hari juga dikenal pula dengan
bahasa non kognitif. Bahasa artifisial bersinonim dengan bahasa ilmiah atau bahasa kognitif.
Bahasa artifisial sebaliknya, dekat dengan faakta, bermakna konstan, berdefinisi tunggal, dan
pribadi.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas fokus penelitian ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo
1. Bagaimana strategi tuturan beragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci ?
2. Bagaimana wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci ?
3. Bagaimana pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian tujuan penelitian ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada
1. Untuk mengetahui strategi tuturan beragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo
Suci.
2. Untuk mengetahui wujud ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci.
3. Untuk mengetahui pengaruh ragam bahasa artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan fokus dan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian ini diharapkan memiliki
1. Manfaat teoretis hasil penelitian ini digunakan untuk mengembangkan ilmu sosiostilistik
mengenai ragam bahasa artifisial. Kususnya penelitian ini bisa juga membantu
penelitian selanjutnya, agar lebih jelas dan lengkap terutama mengenai ragam bahasa
artifisial.
2. Manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan untuk memberikan gambaran pada
Devinisi istilah ini supaya pembaca lebih mengerti tentang istilah yang digunakan dalam
penelitian ini.
1. Ragam bahasa artifisial adalah bagian dari ragam bahasa yang membahas bahasa kreasi
2. Strategi tuturan adalah rencana bahasa kreasi yang digunakan dalam pertunjukan wayang
kulit.
3. Wujud Artifisial adalah adanya bentuk bahasa kresi dalam pertunjukan wayang kulit.
4. Pengaruh Artifisial adalah daya yang timbul dari bahasa kreasi dalam pertunjukan wayang
kulit.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pendayagunaan bahasa artifisial sebagai bagian dari ragam bahasa. Bahasa artifisial
mempunyai keistimewaan tersendiri dari bahasa umum atau alaimiah. Bahasa alami merupakan
bahasa yang mencerminkan pemakaian bahasa pada umumnya tanpa harus dipelajari (Depdiknas,
2001:88). Perbedaan antara bahasa Artifisial dan Bahasa Biasa atau bahasa Alamiah secara garis
besar sebagai berikut: Bahasa artifial bersifat informatif, formal fungsional, aritmatis-logis,
faktual-empiris sedangkan Bahasa Alamiah bersifat emotif, Imajinatif. Afektif, direktif lihat parera
(2004: 182). Dengan ini dapat dipahami bahasa sehari-hari sebagai Bahasa Umum dan bahasa
Bahasa artifisial digunakan dalam situasi yang sangat terbatas, khas, tidak alami. Selain itu
bahasa ini bebas konotasi dan asosiasi, tidak ambigu, dan faktual. Oleh karenanya bahasa artifisial
juga dikatakan juga sebagai bahasa yang cenderung hemat, cermat, tepat, dan tunggal. Kebutuhan
akan bahasa artifisial ini hanya bersifat fungsional. Ada kemungkinan bahasa jenis ini hanya
dipakai dalam waktu-waktu tertentu dan tidak berkepanjangan dalam setiap harinya. Secara lebih
sederhanan, bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam pemakaiannya untuk menyatakan
Bahasa artifisial dikenal pula dengan nama bahasa buatan, yaitu bahasa yang dibuat secara
khusus untuk kepentingan-kepentingan komunikasi tertentu. Ragam bahasa Artifisial yaitu bagian
dari ragam bahasa yang berhubungan dengan bahasa kreasi atau kebalikanya dari bahasa asli.
Artifisial disebut juga dengan bahasa seni karena bisa dihubungkan dengan salah satu kesenian
yang berupa drama. Pada sebuah pertunjukan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat
menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku atau peran yang ada percakapan
Variasi bahasa buatan (artivisial), sebagaimana pada variasi bahasa, tidak memiliki baik
komunitas ataupun historisitas dan, sebagaimana bahasa pada daerah-daerah yang lain pula,
menunjukan adanya banyak reduksi. Hanya, berbeda dengan bahasa daerah, Bahasa artifisial ini
tidak saja otonom tetapi juga mempunyai norma-norma penggunaan yang sangat rapi
kodifikasinya. (Bell, 1995: 239). Oleh karena itu variasai bahasa buatan bisa dikreasikan. Sesuai
keinginan Ki Dalang, akan tetapi masih mempunyai norma tertentu. Bahasa tidak berdiri sendiri
tapi digunakan utuk menambah estetika berbahasa. Susunan kata-kata dan kalimat pada narasi dan
Bahasa pedalangan mengandung ragam bahasa artifial. Bahasa dalam seni pertunjukan
wayang menjadi salah satu medium. Medium bahasa tersebut sebagai media ungkap dalam wujud
wacana dalang atau disebut juga basa pedalangan. Basa pedalangan menggunakan bahasa Jawa
yang khusus digunakan dalam seni pedalangan. Bahasa disini mempunyai fungsi estetis serta
sebagai sarana komunikasi dengan penonton. Di dalam seni pedalangan ungkapan melalui bahasa
diwujudkan dalam deskripsi atau narasi (Janturan, pocapan), dan dialog (ginem) atau monolog
bahasa khusus, bahasa Jawa. Sesuai dengan batasan dari pengertian bahasa artifisial dalam Kerraf
(2007), bahwa dalam seni pertunjukan wayang mengandung yang bersifat khusus, terbatas situasi
tertentu dan tidak ambigu serta faktual. Pada adegan gunem dalam pertujukan wayang kerap kali
dalang membuat sindiran karena terjadi kemiripan antara adegan dan wacana yang sedang popular
B. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci
Karakteristik bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci berdasarkan
bahasa artifisial sebagai bagian dari ragam bahasa yaitu: Bahasa artifial bersifat informatif, formal
fungsional, aritmatis-logis, faktual-empiris. Bahasa artifisial cenderung hemat, cermat, tepat, dan
tunggal. Bahasa artifisial tidak memiliki komunitas ataupun historisitas. dan Bahasa artifisial itu
Sujiwa Teja kerap menggunakan bahasa yang lugas dan khas dalam menyajikan
pertunjukan wayang. Sebagai seorang dalang, Sujiwa Teja tidak hanya menjadikan wayang
sebagai tontonan yang menggunakan bahasa Jawa pakem, penggunaan kosakata yang tidak
popular kerap diminimalisir dengan tujuan merangkul penonton dari berbagai latar belakang. Jika
lumrahnya pertunjukan wayang hanya ditonton kelompok tertentu yang memahami cerita dan gaya
bahasa Jawa khas pedalangan, Sujiwa teja membuat pertunjukan wayang diterima semua kalangan.
1. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci karakter
2. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci karakter
3. Karakteristik Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci karakter
C. Strategi Tuturan Beragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo
Strategi tuturan beragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci ada
dua yaitu ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci berdasarkan
pakem (sesuai aturan) dan ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima
1. Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci Berdasarkan
Pakem
Ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci berdasarkan
pakem bisa diartikan ragam bahasa kreasi yang didasari oleh arturan. Lebih jelasnya ragam bahasa
kreasi tadi masih terikat dengan salah satu aturan. Menurut Mudjanattistama (1997: 11-12)
menjelaskan pakem yaitu salah satu pedoman dan tuntunan yang digunakan oleh Dalang saat
mempertunjukan wayang kulit yang berisi inti rancangan cerita, bahasa kasusastran, modal bahasa
dalang, dan syarat mempertunjukan yang terbagi dari hasil, perenungan, tirakat, penelitian,
2. Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci Berdasarkan
Panyebale Pakem
Ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci berdasarkan
panyebale pakem yaitu ragam bahasa yang didasari oleh ketidak terikatan aturan. kettidak
terikatnya aturan itu memang disengaja karena nama salah seorang dalang akan terangkat menjadi
popular.
D. Wujud Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima Suci
Wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki sujiwo tejo lakon bima suci ini terbagi
menjadi dua yaitu wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang ki sujiwo Tejo lakon bima
suci gaya bahasa retorasi dan wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan dalang ki Sujiwo Tejo
lakon Bima Suci gaya bahasa kiasan. Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan pada tuturan
Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci saat mempertunjukan wayang kulit.
1. Wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang ki Sujiwo Tejo lakon Bima Suci gaya bahasa
retorasi
Macam-macam ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang ki Sujiwo Tejo lakon Bima
Suci gaya bahasa retorasi yang sering dituturkan oleh Dalang antara lain: Aliterasi, Asonasi,
2. Wujud ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon Bima Suci gaya bahasa
kiasan
Macam-macam ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon Bima
Suci gaya bahasa kiasanyang sering dituturkan oleh Dalang antara lain: Persamaan atau simile dan
Metafora.
E. Pengaruh Ragam Bahasa Artifisial Pada Tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo Lakon Bima
Suci
Pengaruh ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci
disebabakan adanya transformasi ragam bahasa. Samsuri (1981: 35) menjelaskan bahwa
transformasi yaitu proses atau hasil perubahan struktur mardika atau struktur lainya menurut
kaidah tertentu. sehingga transformasi yaitu proses perubahanstruktur suatu kalimat ke struktur
luar. Dari penjelasan tersebut menjelaskan jika transformasi ragam bahasa yaitu perubahan
struktur ragam bahasa. perubahan itu berada pada inti cerita pertunjukan wayang kulit. Inti cerita
wayang kulit itu berupa teks sedangkan pagelaran brupa konteks. Halliday (1994: 16) menjelaskan
konteks yaitu lingkungan langsung tempatnya teks tersebut nyata sangat berguna. Ketika masih
wujud teks seakan-akan belum berguna untuk pertunjukan wayang kulit, tetapi ketika berupa
1. Pengaruh ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci pada teks.
2. Pengaruh ragam bahasa artifisial pada tuturan Dalang Ki Sujiwo Tejo lakon bima suci pada
konterks.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
karena bersifat ilmiah atau natural, peneliti secara langsung terlibat dalam mengungkap fenomena
atau gejala yang diteliti. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengutamakan
pemahaman data berbentuk kata atau kalimat daripada data berbentuk angka dan metode kualitatif
lebih memfaatkan cara-cara penafsiran dengan wujud deskripsi. Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif untuk memaparkan hasil analisis karena ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo
Lakon Bimo Suci merupakan objek penelitian yang didalamnya berisikan bahasa kreasi.
1. Sumber data
Penelitian ini menggunakan sumber data dari Ki Sujiwo Tedjo Bimo Suci . Sumber data
disini sangat penting sebab dengan adanya sumber data maka peneliti dapat memproleh jawabaan
2. Data
Peneliti tidak bisa dipisahkan dari adanya data sebagai bahan utama dalam penelitian itu
sendiri. Data dalam sebuah penelitian bisa di ambil dari beraneka ragam sumber. Ragam bahasa
artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci merupakan data primer dalam penelitian.
Sedangkan artikel, berita, vidio, dan lain-lain dari Ki Sujiwo Tedjo yang berhubungan dengan
Instrumen penelitian dalam ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci
adalah peneliti itu sendiri. Peneliti itu sendiri yang bisa memutuskan data apa yang cocok
digunakan. Sedangkan alat yang menunjang kelancaran penelitian adalah bolpoin, pensil,
penghapus, sepidol, buku, kertas, recorder, vcd, dan kamera kanggo nraskrip dan menulis yang
ada hubunganya dengan ragam bahasa artifisial pada Ki Sujiwo Tedjo Bimo Suci.
Peneliti harus memiliki pikiran yang kritis ketika menentukaan data dan mengumpulkan
data. Berdasaarkan Jabrohim (2015:24) ketikaa peneliti melakukan penelitian harus memiliki
pikiran secara kritis. Pikiran tersebutlah yang membedakan antara pikiran peneliti dan pikiran
orang awam yang tidak melakukan penelitian karena orang awam tidak melakukan penelitian
sehingga dia hanya dikuasai akal pikiranya yang bersifat subjektif, seperti intuisi, rasa, lan
commonsense. Menentukan data adalah hal yang penting sebab sesudah menentukan data yang
Teknik analisis data ragam bahasa Artifisial Ki Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci yaitu
menggunakan teknik analisis intrepretasi dan teknik reduksi (sharp, 1982). Teknik intrepretasi dan
reduksi digunakan untuk menganalisis data, menafsirkan narasi dan dialog pada pertunjukan Ki
Sujiwo Tedjo pada Bimo Suci . Terletak pada narasi dan dialog yang termasuk: (1) Strategi tuturan
beragam bahasa yaitu terpaku aturan (pakem) dan keluar aturan (nyebal pakem). (2) Wujud ragam
bahasa artifisial yaitu gaya bahasa berdasarkan langsung dan tidaknya makna dalam pertunjukan
Ragam bahasa artifisial dalam pertunjukan wayang kulit identik mengandung gaya bahasa
retoris dan gaya bahasa kiasan. (3) Pengaruh ragam bahasa artifisial berhubungan dengan fungsi
bahasa sebagai pembangun unsur keindahan sastra. Fungsi tersebut meliputi estetis artinya garapan
Dalang mengistimewakan kenikmatan kepada penonton, etis artinya uraian Dalang menjadi
tuntunan bagi Masyarakat dalam kesantunan dan berakhlak, edukatif artinya Dalang ikut mendidik
mengajak Masyarakat untuk ikut melestarikan wayang kulit sebagai kesenian Daerah. Kreatif
artinya Dalang harus membina dan mengajak masyarakat untuk mengikuti sesuatu hal baik yang
baru. Konsultatif artinya Dalang bisa memberikan pengarahan dan penerangan kepada masyarakat
yang masih belum melek terhadap hal-hal yang sedang berlangsung. Rekreatif artinya memberi
hiburan yang indah dan menjadi daya tarik tersendiri atau yang beridentitas. Lalu menggunakan
teknik interpretasin dan teknik reduksi untuk meringkas data. Data yang diperoleh dari narasi dan
dialog pada pertunjukan wayang kulit Ki Sujiwo Tedjo Lakon Bimo Suci . Data-data yang sudah
berhasil dianalisis dengan metode dan teknis diatas lalu dikumpulkan berdasarkan strategi tuturan,
Dilakukanya pengujian keabsaan data setelah data terkumpul merupakan proses yang
penting. Proses validasi data harus dijamin keabsaanya sehingga perlu dilakukan pengujian dengan
teknik triangulasi. Triangulasi adalah cara pengecekan data yang digunakan dalam penelitian
kualitatif deskriptif, teknik pengujian ini menilai kecocokan data berdasarkan pada cara
pengumpulan data atau prosedur pengumpulan data (Sugiyono, 2010:271). Teknik Triangulasi
terbagi atas tiga macam, yaitu sumber data, metode, dan waktu. Peneliti disini memilih model
triangulasi sumber data karena data yang didapatkan dalam waktu yang berbeda.
Ragam Bahasa Artifisial Pada Dalang X Lakon X
(Kajian Sosiostilistik)
Hasil Penelitian
Bagan I
Alir Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Bell. Roger T. 1995. Sosiolinguistik Sajian, Tujuan, Pendekatan, dan Problem. Diterjemahkan
Abdul Syukur Ibrahim dengan Judul Sosiolinguistic Goals, Approach, and Problem.
Surabaya: Usaha Nasional.
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks, dan teks: Aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta : gajah Mada University Press
Keraf, Groys. 2010. Eksposisi dan Deksrips i. Jakarta: Kompas Gramedia.
----------------. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
----------------. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Cetakan ke-10. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mudjanattistama, R.M.,dkk. 1977. Pedhalangan Ngayogyakarta jilid 1. Ngayogyakarta:
Yayasan Habirandha.
Muntari. 2013. “Wayang purwa Lakon Murwakala dalam Upacara Ruwatan di Tuban”.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Parera, D. J. 2004. Teori Semantik Edisi kedua. Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik leksikal. Jakarta: Rineka Cipta
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran linguistik Abad XX. Jakarta: Departemen pendidikan dan
Kebudayaan direktorat jendral pendidikan Tinggi P2LPTK.
Sudaryanto, dkk. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Badan Pekerja
Kongres Bahasa Jawa.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sujarno. 2015. Bahasa Artifisial sebagai wujud ragam dan kreatif berbahasa. Jurnal buana
bastra, vol. tahun ke-2 no. 2. Agustus 2015. STKIP Muhammadiyah Lumajang.
Sutarno. 2002. Pakeliran Pujosumarta, Nartosabdo, dan Pakeliran Dekade 1996-2001.
Surakarta: STSI Press.