Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

OBAT GANGGUAN SALURAN NAFAS DAN CERNA


“ DISPEPSIA”

Disusun Oleh :

Ellrn Hotmian 17101105073 Dhea N. Tamuntuan 17101105050

Stevani Supit 17101105059 Desy I. Nurdin 17101105063

Falinry I. Woran 17101105054 Agata M. Kinanti 17101105071

Deva D. Jusuf 17101105072 Meldha 17101105052

Rizya Mamahit 17101105088 Niputu Ratna Sari 17101105076

Stelly Kaehe 17101105093 Tiara Mokoginta 17101105070

Puput Soleman 17101105090 I Dewa Melaniawati 17101105091

Redford Denny 17101105074 Nur Azmi Taha 17101105057

Anita Paendong 17101105081 Imanuela Z. Rompas 17101105066

Sartika Rompas 17101105085 Yosua Wonsiwor 17101105096

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izinya kami masih di beri
kesempatan dalam menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Dispepsia”. Adapun
maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Obat Gangguan Saluran
Nafas dan Saluran Cerna. Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusun
makalah ini dengan memberikan gambaran secara deskriptif agar mudah di pahami.

Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu penyusun memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun guna kesempurnaan
makalah ini di masa akan datang dan penyusun berharap makalah ini bermanfaat bagi
pembaca

Manado,17 Agustus 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dispepsia 2

2.2 Klasifikasi Dispepsia 2

2.3 Faktor-faktor penyebab Dispepsia 5

2.4 Patofisiologis dan penatalaksanaan Dispepsia 7

2.5 Pengobatan Dispepsia 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 9

3.2 Saran 9

DAFTAR PUSTAKA iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan gejala
atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung),
kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan
ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan
tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas
keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala
ataupun keluhan yang harus dicari penyebabnya (Sofro dan Anurogo, 2013).
Kasus dyspepsia didunia mencapai 13 – 40 % dari total populasi setiap tahun. Hasil
studi menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan Oseania, prevalensi dyspepsia
bervariasi antara 5% hingga 43 % (WHO, 2010). Di Indonesia diperkirakan hampir 30%
pasien yang datang ke praktik umum adalah pasien yang keluhannya berkaitan dengan
kasus dispepsia. Pasien yang datang berobat ke praktik gastroenterologist terdapat 60%
dengan keluhan dispepsia (Djojoningrat, 2009).
Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit, baik yang bersifat organik, maupun yang fungsional. Berdasarkan konsensus
terakhir (kriteria Roma) gejala heartburn atau pirosis, yang diduga karena penyakit
refluks gastroesofageal, tidak dimasukkan dalam sindrom dispepsia (Djojoningrat, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Dispepsia?
2. Bagaimana klasifikasi Dispepsia?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Dispepsia?
4. Bagaimana patofisiologi dan Penatalaksanaan Dispepsia?
5. Bagaimana cara pengobatan dispepsia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dispepsia
2. Untuk mengetahui klasifikasi dispepsia
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dispepsia
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan penatalaksanaan Dispepsia
5. Untuk mengetahui cara pengobatan dispepsia
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dispepsia
Menurut Djojoningrat (2014) kata dispepsia berasal dari bahasaYunani, “dys”
yang berarti jelek atau buruk dan “pepsia” yang berarti pencernaan, jika
digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna.
Semua gejala-gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan masukan makanan
disebut dispepsia, contohnya mual, heartburn, nyeri epigastrum, rasa tidak
nyaman, atau distensi.
Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut
bagian atas. Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan bebagai keluhan
yang dirasakan di abdomen bagian atas. Diantaranya adalah rasa nyeri ataupun
rasa terbakar di daerah epigastrum (ulu hati), perasaan penuh atau rasa bengkak di
perut bagian atas, sering sendawa, mual, ataupun rasa cepat kenyang. Dispepsia
sering juga dipakai sebagai sinonim dari gangguan pencernaan (Herman, 2004).
2.2 Klasifikasi Dispepsia
Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindrom dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus peptikum), gastritis, stomach
cancer, Gastro-Esophageal reflux disease, hiperacidity. Adapun jenis-jenis
dispepsia organik yaitu :
a) Tukak Pada Saluran Cerna Atas
Tukak dapat ditemukan pada saluran cerna bagian atas yaitu pada
mukosa, submukosa dan lapisan muskularis, pada distal esophagus,
lambung, dan duodenum. Keluhan yang sering terjadi adalah nyeri
epigastrum. Nyeri yang dirasakan yaitu nyeri tajam dan menyayat atau
tertekan, penuh atau terasa perih seperti orang lapar. Nyeri epigastrum
terjadi 30 menit sesudah makan dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri
dapat berkurang atau hilang sementara sesudah makan atau setelah minum
antasida. Gejala lain yang dirasakan seperti mual, muntah, kembung,
bersendawa, dan kurang nafsu makan (Hadi, 2002).

2
b) Gastritis
Gastritis adalah peradangan atau inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung. Gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri
epigastrum, nafsu makan menurun, dan kadang terjadi perdarahan
(Sutanto, 2007). Penyebabnya ialah makanan atau obat-obatan yang
mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung yang
berlebihan.
c) Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD)
GRD adalah kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami
refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala khas
berupa rasa panas terbakar di dada (heart burn), kadang disertai rasa nyeri
serta gejala lain seperti rasa panas dan pahit di lidah, serta kesulitan
menelan. Belum adates standart mendiagnosa GERD, kejadiannya
diperkirakan dari gejala-gejala penyakit lain atau ditemukannya radang
pada esofagus seperti esofagitis (Berdanier, 2008).
Przybys (2011) menambahkan bahwa GERD dapat dikurangi dengan
mengkonsumsi air putih dan mengkonsumsi obat antasida sebelum makan.
Pasien dengan GERD yang muncul pada malam hari dapat dianjurkan
untuk tidur dengan posisi kepala lebih tinggi 6 – 8 inchi dari alas dengan
menggunakan balok kayu karena menggunakan bantal tambahan tidak
cukup membantu untuk mengganjal kepala. Posisi ini membantu
mencegah munculnya refluks daripada posisi berbaring tanpa alas (Gerson,
2009).
GERD disebabkan karena beberapa faktor salah satunya adalah
obesitas. Penelitian menyebutkan bahwa kenaikan berat badan sedikit saja
walaupun masih dalam berat badan normal seseorang dapat meningkatkan
resiko terkena GERD (Gerson, 2009). Bahkan seseorang yang memiliki
indeks massa tubuh antara 21 – 25 juga beresiko terserang GERD.
Menghilangkan berat badan terutama lemak pada perut efektif mengurangi
timbulnya GERD. Adanya jaringan lemak pada perut dapat menekan perut
dan memunculkan refluks asam lambung.

3
d) Karsinoma
Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus, lambung, pankreas,
kolon) sering menimbulkan dispepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri di
perut, bertambah dengan nafsu makan turun, timbul anoreksia yang
menyebabkan berat badan turun (Hadi, 2002).
e) Pankreatitis
Gejala khas dari pankreatitis ialah rasa nyeri hebat di epigastrum yang
timbul mendadak dan terus menerus, seperti ditusuk-tusuk dan terbakar.
Rasa nyeri dimulai dari epigastrum kemudian menjalar ke punggung.
Perasaan nyeri menjalar ke seluruh perut dan terasa tegang beberapa jam
kemudian. Perut yang tegang menyebabkan mual dan kadang-kadang
muntah (Hadi, 2002).
f) Dispepsia pada Sindrom Malabsorbsi
Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan proses
absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Penderita
ini mengalami keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus,
kembung dan timbulnya diare berlendir (Sudoyo, 2009).
g) Gangguan Metabolisme
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat
sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual
dan muntah. Definisi gastroparesis yaitu ketidakmampuan lambung untuk
mengosongkan ruangan. Ini terjadi bila makanan berbentuk padat tertahan
di lambung. Gangguan metabolik lain seperti hipertiroid yang
menimbulkan nyeri perut dan vomitus (Hadi, 2005).
h) Dispepsia akibat infeksi bakteri Helicobacter pylori
Infeksi yang disebabkan oleh Helicobacter pylori pada lambung dapat
menyebabkan peradangan mukosa lambung yang disebut gastritis. Proses
ini berlanjut sampai terjadi ulkus atau tukak bahkan dapat menjadi kanker
(Rani, 2007).
2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

4
Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi
(Mansjoer, 2000).
Menurut Friedman (2010) Beberapa hal yang dianggap menyebabkan
dispepsia fungsional antara lain:
a) Sekresi Asam Lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat
sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi
pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau hiposekresi.
b) Dismotilitas Gastrointestinal
Dismotilitas Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa pengosongan
lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan
dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan
hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.
c) Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan
sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak
mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus,
dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses
pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara
langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal.
d) Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stress sentral.
2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan Dispepsia
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti
pankreas, kandung empedu dan lain-lain.

5
Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena
faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan
tertentu (Abdullah dan Gunawan, 2012). Faktor-faktor yang menyebabkan
dispepsia adalah:

1. Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau refluks asam


lambung. Sebuah kondisi saat asam lambung mengalir naik ke
kerongkongan Anda, sehingga berisiko mengiritasi dan bahkan
merusak kerongkongan.
2. Peradangan lambung (gastritis), yakni adanya peradangan atau
pembengkakan pada lapisan kulit dalam lambung.
3. Irritable bowel syndrome (IBS), yakni iritasi usus disertai dengan
kontraksi tidak teratur pada bagian usus besar.
4. Infeksi perut, yang biasanya disebabkan oleh bakteri Helicobacter
pylori.
5. Tukak lambung, yakni luka tipis atau lubang yang muncul di
dinding perut Anda.
6. Kanker Perut.
7. Penyakit Celiac, yakni ketika tubuh menganggap senyawa di dalam
gluten sebagai suatu ancaman. Gluten adalah jenis protein yang
biasanya ada di dalam biji-bijian seperti gandum.
8. Batu empedu.
9. Sembelit atau konstipasi.
10. Peradangan pankreas (Pankreatitis).
11. Obesitas, yang berisiko meningkatkan kemungkinan Anda untuk
mengalami gangguan pencernaan.

12. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan


salah (mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
13. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat
lambung terasa penuh atau bersendawa terus

6
14. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya
dispepsia, seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi.
Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan mengikis permukaan
lambung. 5.
15. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory
Drugs(NSAID) misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani,
2011).
16. Pola makan
2.4 Patofisiologi Dispepsia
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres,
pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan
antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls
muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
2.5 Penatalaksanaan Dispepsia

2.6 Cara Pengobatan Dispepsia


1. Antasida
Obat ini berguna untuk melawan efek asam lambung. Contoh obatnya
adalah Alka-Seltzer, Maalox, Rolaids, Riopan, dan Mylanta.

7
Obat-obatan over-the-counter (OTC) ini tidak memerlukan resep
dokter. Seorang dokter biasanya akan merekomendasikan pengobatan
antasid sebagai salah satu perawatan pertama untuk dispepsia.
2. Antagonis reseptor H-2
Obat ini mengurangi kadar asam lambung dan bertahan lebih lama dari
antasida. Namun, antasida bertindak lebih cepat. Contoh obat antagonis
reseptor H-2 termasuk Zantac, Tagamet, Pepcid, dan Axid. Beberapa di
antaranya adalah OTC, sementara yang lain hanya tersedia dengan resep
dokter. Beberapa orang mungkin mengalami mual, muntah, konstipasi,
diare, dan sakit kepala setelah meminumnya. Efek samping lainnya
meliputi memar atau pendarahan.
3. Roton Pump Inhibitor (PPI)
Contoh obat PPI termasuk Aciphex, Nexium, Prevacid, Prilosec,
Protonix, dan Zegerid. PPI sangat efektif untuk orang yang juga menderita
penyakit gastroesophageal reflux. Obat ini mengurangi asam lambung dan
lebih kuat dari antagonis reseptor H-2. Berbicaralah kepada dokter tentang
kemungkinan efek samping.
4. Prokinetics
Salah satu contoh obat prokinetik adalah Reglan. Efek sampingnya
meliputi kelelahan, depresi, mengantuk, cemas, dan kejang otot.
5. Antibiotik
Jika H. pylori menyebabkan ulkus peptik yang menyebabkan gangguan
pencernaan, antibiotik akan diresepkan. Efek sampingnya bisa termasuk
sakit perut, diare, dan infeksi jamur.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada,
yang sering dirasakan adanya gas, perasaan penuh atau rasa terbakar di perut.
2. Dispepsia diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, Dispepsia organik : bila telah
diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya dan Dispepsia non
organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya.
3. Ada beberapa hal yang menyebabkan dispepsia antara lain, yaitu iritasi lambung
(gastritis), peradangan kandung kemih (kolesistitis), kecemasan atau depresi,
infeksi bacteri Helibacter Pylori, kelainan gerak pencernaan misalnya usus, dan
pengeluaran asam lambung yang berlebihan.
4. Untuk pengobatan dispepsia bisa menggunakan Antasida sebagai salah satu
perawatan pertama, Antagonis reseptor H-2, Roton Pump Inhibitor (PPI),
Prokinetics, dan Antibiotik.
5. Penatalaksanaan dan Pengobatan dispepsia dilihat berdasarkan tingkat
keparahannya maupun rasa nyeri yang dialami penderita,
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada
kami dan apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan
memakluminya, karena kami juga masih dalam proses pembelajaran.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hardy, Trian. 2011. Pengaruh Dispepsia Bagi Proses Tubuh.Palembang:Univesitas Sam


Ratulangi

Anda mungkin juga menyukai