Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi

yang terus meningkat di dunia. Pada tahun 2017 diabetes mellitus telah

menjangkit sekitar 425 juta orang di seluruh dunia, diperkirakan akan terus

meningkat pada tahun 2045 menjadi 629 juta orang (Indu et al., 2018). Luka kaki

diabetes (LKD) merupakan salah satu komplikasi pada penderita diabetes mellitus

(Alavi et al., 2014). Luka kaki diabetes menimbulkan beban berat pada pasien dan

kesehatan pasien. Hampir 600 juta orang diperkirakan menderita diabetes mellitus

pada tahun 2035, di mana sekitar 25% diperkirakan mengembkan satu atau lebih

luka kaki diabetes. Luka kaki diabetes merupakan penyebab utama faktor risiko,

dan hamper selalu mendahului infeksi kaki dan amputasi serta mengurangi

morbilitas dan kualitas hidup pasien dalam satu penelitian besar di Eropa (Bus

and van Netten, 2016).

Prevalensi luka kaki diabetes di Amerika Serikat diperkirakan masing 2%

dan 5-7% di antara pasien dengan luka kaki diabetes, kematian kira-kira dua kali

lipat di antara pasien diabetes tanpa ulkus kaki, lebih lanjut telah dicatat bahwa

hungga 85% dari amputasi ekstremitas tubuh bagian bawah terkait diabetes

didahului oleh ulkus kaki (Jupiter et al., 2015). Prevalensi luka kaki diabetes di

Lohere, Pakistan adalah 7,02% dalam hal ini dibagi sesuai lokasi ulkusnya

61,22% dari luka kaki diabetes berada di permukaan plantar pedis ( permukaan
telapak kaki) dibandingkan dengan permukaan dorsum pedis ( permukaan

punggung kaki) 30,80%, sedangkan 8,08% ulkus keduanya pada permukaan

plantar dan dorsal kaki (Younis et al., 2018).

Prevalensi luka kaki diabetes di Utara Barat Ethopia dengan 13,6% yang

berada dalam wilayah yang sama dan mencakup beberapa kota yang ada di

Ethopia menunjukan temuan yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan

dengan pasien diabetes di Arbaminch, Ethopia (14,8%), dan Mekele, Ethopia

(12%). Namun terdapat kota di Ethopia yang memiliki prevalensi yang lebih

tinggi dari kota-kota yang telah disebutkan yakni di Addis Ababa, Ethopia, dan

Nigeria menemukan prevalensi luka kaki diabetes yang masing-masing menjadi

31,1% dan 41,1% variasi ini mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam ukuran

sampel atau karena perbedaan dalam lokasi geografis dari studi serta variasi

sosiokultural dari peserta penelitian. Di sisi lain, temuan penelitian saat ini adalah

tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Kenya yang

dinyatakan sebagai prevalensi luka kaki diabetes di antara pasien diabetes adalah

4,6% (Mariam et al., 2017)

Prevalensi luka kaki diabetes di Asia tepatnya di China, merupakan

komplikasi diabetes yang serius dan melumpuhkan berkisar antara 4% hingga

10% pada pasien rawat inap dan risiko pasien diabetes yang mengalami luka kaki

diabetes dalam hidup pasien bisa mencapai 25%. Hasil terburuk dari luka kaki

diabetes adalah amputasi ekstremitas bawah. Luka kaki diabetes terus menjadi

alasan utama untuk amputasi non traumatik ekstremitas bawah di seluruh dunia.

Kelompok Studi Amputasi Ekstremitas Global yang lebih rendah memperkirakan


bahwa 25-90% semua amputasi dikaitkan dengan diabetes. Saat ini, prevalensi

diabetes dan prediabetes adalah 9,7% dan 15,5%, masing-masing menyumbang

92,4% juta orang dewasa dengan diabetes dan 148,2 juta orang dewasa dengan

prediabetes di China. Karena populasi diabetes yang besar, pasien dengan

masalah kaki diabetes juga meningkat secara dramatis (Li et al., 2011).

Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia tinggi. Sebagai salah satu dari

sepuluh negara diabetes mellitus teratas, prevalensi diabetes mellitus meningkat

dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, prevalensi diabetes mellitus di Indonesia

adalah1,63%, meningkat 5,7% pada 2007 dan diperkirakan 6,0% pada 2030 atau

sama dengan 8,5 juta pada 2013 dan akan menjadi 14,1 juta pasien di 2035. Selain

itu, survei nasional melaporkan tingginya jumlah DM yang tidak terdiagnosis di

Indonesia (4,3%). Oleh karena itu, prevalensi diabetes mellitus di Indonesia

berpotensi lebih tinggi daripada data yang tersedia (Yusuf et al., 2016).

Komplikasi diabetes mellitus utama adalah pengembangan luka kaki

diabetes. Kerja International Group on Diabetic Foot (IWGDF) telah

mengusulkan neuropati dan angiopati sebagai faktor risiko utama untuk

pengembangan luka kaki diabetes. Peran faktor- faktor risiko ini telah dijelaskan

secara biomekanis dan secara biologis. Di Eropa, neuropati ditentukan oleh faktor

demografi, sedangkan pengembangan luka kaki diabetes terutama terkait dengan

trauma, neuropati dan deformitas. Namun, sebagian besar studi hanya berfokus

pada neuropati atau angiopati. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa

komplikasi utama diabetes mellitus di Indonesia adalah neuropati (13%-78%),


komplikasi mikrovaskular (16%-53%) dan luka kaki diabetes ( 7,3%-24%).

Namun, ada informasi yang tidak memadai terkait dengan faktor-faktor terkait

untuk keberadaan risiko dan luka kaki diabetes. Selain itu, data eksternl dari studi

negara Barat tidak dapat digeneralisasi ke dalam pengaturan Indonesia karena

karakteristik demografi, gaya hidup dan perilaku berbeda. Fakta ini mengarah

pada keterbatasan stratgei pencegahan untuk mencegah keberadaan risiko dan

luka kaki diabetes berdasarkan karakteristik diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.

Dengan demikian, tujuan dari studi epidiemologi ini adalah untuk mengevaluasi

prevalensi, faktor-faktor terkait untuk adanya risiko dan luka kaki diabetes di

antara pasien diabetes mellitus tipe 2 di Makassar Indonesia bagian timur.

Informasi empiris tentang perilaku manajemen diri pasien luka kaki

diabetes terbatas. Dalam studi kualitatif mengenai proses perawatan pasien

dengan luka kaki diabetes, Aliasgharpour dan Nayeri (2012) menemukan bahwa

mayoritas pasien rawat inap luka kaki diabetes tidak memantau atau mengontrol

glukosa darahnya sebelum dirawat di rumah sakit di antara pasien dengan luka

kaki diabetes ditemukan dalam beberapa penelitian (Chin et al., 2019).

Perilaku manajemen diri pasien luka kaki diabetes yang tidak memadai

dapat dilakukan di antara pasien dengan karakteristik demografis, seperti

penghasilan rendah (Yang et al., 2019). Selain itu, perilaku manajemen diri yang

tidak memadai mungkin terkait dengan beberapa faktor yang dapat dimodifikasi,

seperti kurangnya pendidikan pasien dan kekurangan pengetahuan (Chin et al.,

2019), serta perilaku perawatan diri pasien luka kaki diabetes yang tidak memadai

dan keyakinan penghalang (Chin et al., 2019). Studi terbatas telah mengeksplorasi
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku manajemen diri luka kaki

diabetes. (Yang et al., 2019) telah mengeksplorasi faktor- faktor yang terkait

dengan keterlambatan pra- rumah sakit, yang terkait dengan satu aspek perilaku

manajemen diri luka kaki diabetes (Yang et al., 2019) menemukan bahwa pasien

rawat inap DFU dengan pendapatan lebih rendah memiliki penundaan pra- rumah

sakit lebih lama dibandingkan dengan penderita yang memiliki pendapatam lebih

tinggi. Kurang pengetahuan tentang tanda-tanda ini kerusakan luka dan

pemeriksaan kaki harian yang tidak memadai diidentifikasi sebagai faktor yang

sangat terkait dengan keterlambatan pra- rumah sakit dalam penelitian (Yang et

al., 2019). Dalam studi, hanya sekitar 40% dari pasien rawat inap luka kaki

diabetes.

Penderita yang memiliki pengetahuan tentang kerusakan luka kaki

diabetes, yang dapat menyiratkan bahwa 40% ini belum menerima pendidikan

yang memadai tentang manajemen diri luka kaki diabetes. Adapun keyakinan

penghalang, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa adanya ketidakpatuhan

dalam manajemen diri diabetes serta perilaku pemeriksaan diri kaki harian (Chin

et al., 2019).

Lama perawatan terhadap penyembuhan luka kaki diabetes di RSUP

Dr.M. Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang mendapatkan hasil yang signifikan

dengan mudahnya tim medis dalam pemantauan kadar glukosa, kepatuhan minum

obat, dan meminimalkan adanya kejadian trauma. Mengalami perawatan intensif

terhadap pasien luka kaki diabetes yang memiliki derajat 3 keparahan luka kaki

diabetes dan demi memudahkan dokter dalam pemantauan derajat keparahan dari
pasien tersebut. Dokter menganjurkan agar pasien luka kaki diabetes yang

memiliki derajat keparahan 3 untuk mendapatkan perawatan intensif di rumah

sakit guna meminimalisir terjadinya trauma, tidak patuhnya penderita meminum

obat, kadar glukosa yang tidak terkontrol yang sangat ditekankan untuk pasien-

pasien luka kaki diabetes mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit dan

pemerintah memantau hal ini kepada semua penderita luka kaki diabetes

terkhusus lagi kepada penderita yang memiliki tingkat pendidikan dan sosial

ekonomi yang rendah dengan luka kaki diabetes dengan lama penyembuhan

secara tepat sehingga luka tidak sembuh-sembuh dalam 7-24 hari karena telah

terjadi kegagalan proses angiogenesis disertai pasien yang menderita diabetes >

10 tahun karena kadar glukosa darah yang tidak terkontrol (Loviana, Rudy and

Zulkarnain, 2015).

B. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penyembuhan luka kaki diabetes di RS.

Labuang Baji Makassar ?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi lama rawat inap pasien luka kaki

diabetes di RS. Labunag Baji Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan lama rawat inap

penyembuhan luka kaki diabetes di RS. Labuang Baji Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi faktor usia terhadap lama rawat inap penyembuhan luka kaki

diabetes.

b. Mengidentifikasi faktor jenis kelamin terhadap lama rawat inap penyembuhan luka

kaki diabetes.

c. Mengidentifikasi faktor kadar glukosa terhadap lama rawat inap penyembuhan luka

kaki diabetes.

d. Mengidentifikasi faktor pendidikan terhadap lama rawat inap penyembuhan luka

kaki diabetes.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan maka akan diketahui faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi lama rawat inap terhadap penyembuhan luka

kaki diabetes di RS. Labuang Baji Makassar.


DAFTAR PUSTAKA

Alavi, A. et al. (2014) ‘Diabetic foot ulcers: Part II. Management’, Journal of the American

Academy of Dermatology. American Academy of Dermatology, Inc., 70(1), pp. 21.e1-21.e24.

doi: 10.1016/j.jaad.2013.07.048.

Bus, S. A. and van Netten, J. J. (2016) ‘A shift in priority in diabetic foot care and research: 75%

of foot ulcers are preventable.’, Diabetes/metabolism research and reviews, 32 Suppl 1, pp. 195–

200. doi: 10.1002/dmrr.2738.

Chin, Y. F. et al. (2019) ‘Factors associated with foot ulcer self-management behaviours among

hospitalised patients with diabetes’, Journal of Clinical Nursing, 28(11–12), pp. 2253–2264. doi:

10.1111/jocn.14822.

Indu, R. et al. (2018) ‘Polypharmacy and comorbidity status in the treatment of type 2 diabetic

patients attending a tertiary care hospital: An observational and questionnaire-based study’,

Perspectives in Clinical Research, 9(3), p. 139. doi: 10.4103/picr.PICR_81_17.

Jupiter, D. C. et al. (2015) ‘The impact of foot ulceration and amputation on mortality in diabetic

patients. I: From ulceration to death, a systematic review’, International Wound Journal, 13(5),

pp. 892–903. doi: 10.1111/iwj.12404.

Li, X. et al. (2011) ‘Incidence, risk factors for amputation among patients with diabetic foot
ulcer in a Chinese tertiary hospital’, Diabetes Research and Clinical Practice, 93(1), pp. 26–30.

doi: 10.1016/j.diabres.2011.03.014.

Loviana, R. R., Rudy, A. and Zulkarnain, E. (2015) ‘Artikel Penelitian Faktor Risiko Terjadinya

Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan dan Inap di RSUP Dr .

M .’, Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), pp. 243–248.

Mariam, T. G. et al. (2017) ‘Prevalence of Diabetic Foot Ulcer and Associated Factors among

Adult Diabetic Patients Who Attend the Diabetic Follow-Up Clinic at the University of Gondar

Referral Hospital, North West Ethiopia, 2016: Institutional-Based Cross-Sectional Study’,

Journal of Diabetes Research, 2017. doi: 10.1155/2017/2879249.

Yang, Y. et al. (2019) ‘Research on the application of health management model based on the

perspective of mobile health.’, Medicine, 98(33), p. e16847. doi:

10.1097/MD.0000000000016847.

Younis, B. Bin et al. (2018) ‘Frequency of foot ulcers in people with type 2 diabetes, presenting

to specialist diabetes clinic at a Tertiary Care Hospital, Lahore, Pakistan’, BMC Endocrine

Disorders. BMC Endocrine Disorders, 18(1), pp. 1–6. doi: 10.1186/s12902-018-0282-y.

Yusuf, S. et al. (2016) ‘Prevalence and Risk Factor of Diabetic Foot Ulcers in a Regional

Hospital, Eastern Indonesia’, Open Journal of Nursing, 06(01), pp. 1–10. doi:

10.4236/ojn.2016.61001.

Anda mungkin juga menyukai