Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN


IBU, BAYI, BALITA, DAN KELUARGA
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KUIAH ILMU SOSIAL BUDAYA
DASAR
DOSEN PENGAMPU; AFFI ZAKIYYA, S.ST,MPH

Penyusun:
Ana Ellyana Thalia
Viona

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


PRODI D III KEBIDANAN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena berkat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar guna memenuhi tugas kuliah.
Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikannya.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik yang bersifat membangun demi untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan kita bagi kita semua.

Pontianak, 05 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
A. Rumusan Masalah 1
B. Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN MATERI
A. Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan 2
B. Aspek sosial budaya pada trimester kehamilan 9
C. Aspek sosial budaya masa persalinan kala I, II, III, IV...........................................11
D. Aspek sosial budaya dalam masa nifas....………………………………………….15
E. Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi dan balita....................………..16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................18
B. Saran ...…………………………………………………………………………….20
DAFTAR PUSAKA

ii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua manusia.
Dalam era globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem pada masa ini
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Disadari atau tidak,
faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai
berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit,
kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif
terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan
salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa
setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak
yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa
makanan tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek sosial budaya pada setiap perkawinan?
2. Apa saja aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II, III, dan IV tersebut?
3. Apa saja aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir?
C. Tujuan
1. Mengetahui aspek sosial budaya pada setiap perkawinan
2. Untuk mengetahui aspek sosial budaya selama persalinan kala I, II,
III, dan IV
3. Mengetahui sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir dan balita

1
BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A. Aspek sosial budaya pada perkawinan


Perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang wanita dengan seorang pria
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia serta untuk
mendapatkan keturunan sebagai pewaris dan penerus kedua orang tua yang kemudian hari
akan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada sosial budaya banyak sekali keanekaragaman, budaya dan adat isadat. Untuk
menghasilkan sifat hakikat kebudayaaan secara esensial maka harus memecahkan
pertentangan yang terdiri dari:
a. Kebudayaan bersifat Universal namun masing-masing negara dan daerah mempunyai latar
belakang berbeda dan mempunyai ciri-ciri khusus.
b. Kebudayaan bersifat stabil disamping yang dinamis dan sesuai dengan perkembangan
zaman secara kontras.
c. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal itu
jarang disadari oleh manusia.
d. Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan

Aspek sosial budaya sangat berpengaruh pada pola kehidupan manusia. Dalam ere
globalisasi berbagai perubahan yang ekstrempada masa ini menuntut semua manusia lebih
memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang banyak merebak di kalangan
masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak, yang sesungguhnya
tidak terlepas dari factor - faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana
mereka berada.

2
Fakta - fakta kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti
konsepsi - konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab akibat antara makanan
kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering
kali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Pola makan misalnya pasca dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia
dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai
pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan
kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
Salah satu contoh aspek sosial budaya perkawinan di provinsi Aceh Perkawinan
adalah sesuatu yang sangat sakral di dalam budaya masyarakat. Aceh sebab hal ini
berhubungan dengan nilai - nilai keagamaan. Perkawinan pada masyarakat Aceh
merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan
jodoh (suami/istri), pertunangan dan hingga upacara peresmian perkawinan.
Suatu kebiasaan bagi masyarakat Aceh, sebelum pesta perkawinan dilangsungkan
terlebih dahulu tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (berinai)
bagi penganti laki - laki dan penganti perempuan di rumahnya masing-masing. Tampak
kedua belah tangan dan kaki pengantin dihiasi dengan inai.

B. Aspek sosial budaya pada trimester kehamilan


Aspek Sosial Budaya pada Tiap Trimester Kehamilan
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

3
Pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine di mulai sejak konsepsi dan
berakhir sampai permulaan persalinan (Hanafiah, 2008). Kehamilan terjadi selama kurang
lebih 9 bulan. Proses kehamilan dibagi menjadi 3 fase, yaitu trimester pertama (0-3
bulan),trimester kedua (4-6 bulan) dan trimester ketiga (7-9 bulan). Masa kehamilan
menyebabkan perubahan fisik maupun psikologi ibu. Kehamilan dapat memicu terjadinya
perubahan bentuk tubuh secara anatomis, fisiologis, maupun biokimiawi (Istiany, 2013).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan budaya. Setiap daerah di
Indonesia mempunyai kebudayaaan atau adat istiadat yang berbeda.Kebudayaan tersebut
muncul dari kebiasaan nenek moyang terdahulu dan seolah-olah sudah melekat dalam jiwa
setiap masyarakat. Dukungan sosial merupakan inti bagi kehidupan bermasyarakat yang
efektif. Adanya suatu fakta yang dapat dipertimbangkan yang menyatakan bahwa :
1. Dukungan sosial mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang.
2. Perubahan sosial dan medis telah meningkatkan harapan hidup manusia.
3. Tenaga kesehatan berada pada posisi memberikan intervensi secara sukses baik
langsung maupun tidak langsung pada area dukungan sosial dengan memfasilitasi
pertumbuhan dan pertahanan jaringan sosial.
4. Penampilan tenaga kesehatan dapat ditingkatkan dengan mengetahui pentingnya
dukungan sosial bagi penanggulangan stres dalam asuhan kebidanan.
5. Menurut Mochtar (2002,p.32), proses kejiwaan selama kehamilan meliputi:
a. Trimester I
Pada sebagian wanita, reaksi psikologis dan emosional pertama adalah
kecemasn, ketakutan, kepanikan dan kegusaran terhadap kehamilan. Mual, muntah,
dan pusing yang merupakan gejala hamil muda.

4
b. Trimester II
Ibu yang menganggap kehamilan merupakan suatu identifikasi abstrak,
mulai menyadari kenyatan bahwa kehamilan merupakan identifikasi nyata. Ibu
mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan perut bertambah besar, terasa gerakan
janin, dan dokter telah mendengar suara denyut jantung janin. Ibu mulai
mempersiapkan kebutuhannya.

c. Trimester III
Timbul gejolak baru menghadapi persalinan dan tanggung jawab sebagai ibu
pada pengurusan bayi yang akan dilahirkan. Ada 3 golongan ibu yang mungkin
merasa takut:
1) Ibu yang mempunyai riwayat pengalaman buruk pada persalinan yang lalu.
2) Multipara yang usianya diatas 30 tahun, akan merasa takut terhadap janin dan
anaknya apabila terjadi sesuatu atas dirinya.
3) Primigravida yang mendengar tentang pengalaman nyeri dan menakutkan dari
orang lain.

Aspek Sosial Budaya yang berkaitan dengan Tiap Trimester Kehamilan


a. Pada trimester I, timbul beberapa gangguan , seperti :
1) Tidak datangnya haid
2) Lebih sering buang air kecil
3) Mudah letih dan lelah
4) Mual, pusing ingin muntah

5
5) Seringkali pada awal kehamilan terjadi perubahan pola makan dan
menginginkan makan – makanan ( ngidam ), seperti : Ingin makan yang
asam.
6) Tidak mau makan – makanan yang beraroma keras dan harus didapat pada
saaat yang diinginkan
b. Pada trimester II, aspek sosial budaya yang berpengaruh pada,antara lain :
1) Emosi tidak stabil
2) Perubahan bentuk tubuh karena perut sudah mulai membuncit
3) Gejolak perubahan emosi karena janin sudah mulai bergerak
4) Morning sickness ( mual, muntah, pusing ) sudah berkurang sehingga sudah
dapat beraktifitas seperti biasanya
5) Turunya rasa percaya diri berhubungan dengan bentuk tubuh

c. Pada trimester III, aspek sosial budaya yang berpengaruh, antara lain:
1) Kesiapan mental menunggu kelahiran sibuah hati.
2) Kegembiraan mengubah perilaku dan tindakan ibu dalam menentukan dan
membeli perlengkapan sibuah hati selama hamil menurut
kepercayaan/kebudayaan di masyarakat. Ada kegiatan yang tidak boleh
dilakukan seperti :
a) Jangan tidur siang taku bayinya besar
b) Jangan duduk atau berdiri didepan pintu nanti persalinanya lama
c) Jangan duduk ditembok nanti ari – arinya lengket.

6
d) Ibu hamil tidak boleh menyakiti / membunuh binatang
e) Ibu hamil tidak boleh memakai selendang yang dibulatkan keleher karena
takut tali pusatnya melilit bayi
Di akhir kehamilan trimester III ibu hamil dianjurkan untuk minum air kelapa
muda agar bayinya bersih, dan juga disuruh untuk jalan pagi.
Cara menangani masalah Kehamilan pada Tiap Trimester:
1. Trimester I
a) Relaks
b) Konsultasikan pada dokter , bidan dan tenaga medis lainya
c) Menjaga asupan gizi
2. Trimester II
a) Hindari aktivitas yang berat
b) Perbanyak istirahat dan cukup tidur
c) Ibu hamil makan dengan porsi sedikit namun sering
d) Hindari depresi atau stress
e) Lakukan olahraga ringan
3. Trimester III
a) Nutrisi lebih diperhatikan asupan gizinya.
b) Melakukan aktivitas ringan seperti senam hamil dan jalan santai
c) Jangan terlalu panik pada segala sesuatu yang terjadi pada kehamilan seperti
kontraksi dini.

7
Kebutuhan psikologis Ibu hamil Trimester I, II dan III
1. Suami
a) Dukungan dan peran suami dalam masa kehamilan meningkatkan kesiapan ibu
hamil dalam melakukan persalinan
b) Saat hamil istri lebih sensitif jadi sebisa mungkin memberikan suasana yang
mendukung perasaan istri.
2. Keluarga
a) Ayah, ibu kandung maupun mertua sangat mendukung kehamilan
b) Seluruh keluarga berdoa untuk keselamatan ibu dan bayi
c) Adanya ritual adat isiadat tersendiri yang tidak boleh ditinggalkan.
3. Lingkungan
a) Doa bersama untuk keselamatan ibu dan bayi
b) Membicarakan dan menasehati tentang pengalaman hamil dan melahirkan
c) Support tenaga kesehatan
d) Tenaga kesehatan memberikan perananya melalui dukungan :
e) Aktif : melalui kelas antenatal
f) Pasif : memberikan kesempatan pada ibu hamil yang mengalami masalah untuk
konsultasi.

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. persalinan dimulai (inpartu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan
berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.

8
Ibu belum in partu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.
Tanda dan gejala in partu termasuk:
1. Penipisan dan pembukaan serviks.
2. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2kali
dalam 10 menit.
3. Cairan lendir bercampur darah (―bloody‖) melalui vagina.

A. Persalinan kala satu


Persalinan kala satu (kala pembukaan) dimulai sejak terjadinya kontraksi
uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks
membuka lengkap (10 cm). persalinan kala satu terdiri atas dua fase yaitu fase laten
dan fase aktif.
1. Fase laten pada persalinan kala satu:
a. Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap.
b. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
c. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
2. Fase aktif pada persalinan kala satu:
a. Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)
b. Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm,
akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam
(nulipara/primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

9
B. Persalinan kala dua
Persalinan kala dua (kala pengeluaran bayi) dimulai ketika pembukaan
serviks sudah lengkap (10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Gejala dan tanda
kala dua persalinan adalah:
1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan tekanan pada rektum dan atau vagina.
3. Perineum menonjol
4. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

C. Persalinan kala tiga


Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala tiga persalinan, otot uterus
(miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian
lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus
atau ke dalam vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta antara lain:

10
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti
buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan).
2. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
3. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacenta
pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta
melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang
terlepas.
D. Persalinan kala empat
Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua
jam setelah itu.

C. Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, & IV


Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu
juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan
kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi
dan si ibu sendiri.

11
Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang
biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara
rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari
pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor
resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat
persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat
fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan,
permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh
faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan.
Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak
khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang
berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai
resiko tinggi pada saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah
gizi.Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang
sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil. Tentunya hal ini akan berdampak
negatif terhadap kesehatan ibu dan janin.

12
Ada beberapa kepercayaan yang berhubungan dengan persalinan, antara lain:
1. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena
akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Dampak dari hal ini yaitu ibu hamil kekurangan gizi yang
sangat penting.
2. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9
bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan
mudah dilahirkan. Faktanya pertumbuhan itu bersifat irrevesible (tidak dapat
kembali ke ukuran semula) jadi bila bayi sudah besar tidak dapat mengecil kembali.
Dampaknya jika mengurangi makanan saat hamil ibu akan kekurangan gizi, dan
dapat mengalami anemia.
3. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan
kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Sebenarnya makan makanan
yang asin tidak akan menyebabkan ASI menjadi asin.
4. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan
piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit
persalinan. jika makan dengan piring kecil maka makanannya pun porsi kecil
sehingga menyebabkan ibunya kurang gizi serta berat badan bayi yang dilahirkan
juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si
bayi.

13
5. Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan
membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Keluarnya
cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau,
dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar
lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang selaput mata
pada bayi. Harus diketahui pula, yang membuat persalinan lancar bukan keputihan,
melainkan air ketuban.
6. Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa, memang
konotasinya membuat lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak
ada gunanya sama sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara
psikologis, ibu hamil meyakini, dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat
memperlancar persalinannya.
7. Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan. Madu tidak boleh
sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum
madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk
karbohidrat yang paling tinggi kalorinya. Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-
nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya segera
dihentikan. Tetapi telur tidak masalah, karena mengandung protein yang juga
menambah kalori.

14
SOLUSI

1. Pendekatan Melalui Agama


Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat
memberikan solusi dengan pendekatan melalui agama.
2. Pendekatan melalui Kesenian Tradisional
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat
memberikan solusi dengan pendekatan melalui kesenian Tradisional. Pendekatan
sosial budaya yang dilakukan oleh bidan melalui kesenian tradisonal menyatakan
bahwa peran bidan bukan hanya dalam pelayanan kesehatan saja. Tetapi bidan juga
dapat menjadi seorang bidan pengelola.Misalnya seorang bidan praktik selain
sebagai nakes, bidan juga dapat membuka hubungan kerja sama dengan suatu
sanggar tari, lewat yayasan tersebut ia dapat menyampaikan pesan atau melakukan
penyuluhan kesehatan.
3. Pendekatan melalui Paguyuban
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat
memberikan solusi dengan pendekatan melalui paguyuban. Paguyuban atau
Gemeinschaft adalah suatu kelompok atau masyarakat yang diantara para warganya
di warnai dengan hubungan-hubungan sosial yang penuh rasa kekeluargaan, bersifat
batiniah dan kekal,serta jauh dari pamrih-pamrih ekonomi.

15
4. Pendekatan melalui Pesantren
Dari permasalahan aspek sosial budaya selama persalinan, kita dapat
memberikan solusi pendekatan melalui pesantren. Pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan islam yang mengembangkan fungsi pendalaman agama,
kemasyarakatan dan penyiapan sumber daya manusia.

D. Aspek sosial budaya dalam masa nifas


Masa nifas (puerperium) secara tradisional di definisikan sebagai periode 6
minggu segera setelah lahirnya bayi dan mencerminkan periode saat fisiologi ibu,
terutama sistem reproduksi, kembali mendekati keadaan sebelum hamil. Hal ini
mungkin berakar dari tradisi ―chuching‖, yaitu upacara keagamaan ketika wanita
diterima yaitu pada periode 40hari saat mana mereka dianggap tidak bersih. Seiring
dengan meningkatkan dominasi bidang medis, akhir masa nifas ditandai oleh
pemeriksaan pasca postpartem wanita yang bersangkutan dengan dokter.
Hal ini menyebabkan penjelasan tradisional tentang masa nifas terstruktur
sebagai periode pemulihan ibu, didukung oleh medikalisasi kehamilan menjadi
suatu keadaan medis. Bidan bertanggung jawab mempertahankan pengawasan yang
cermat terhadap perubahan fisiologis pada masa nifas dan mengenali tanda-tanda
keadaan patologis.
Selama masa nifas,terjadi penurunan yang mencolok kadar estrogen dan
progesteron dalam sistem ibu. Penurunan konsentrasi hormon steroid
mempermudah inisiasi laktasi dan memungkinkan sistem fisiologis kembali ke pra
hamil. Pada kenyataannya masa nifas seyogyanya digambarkan sebagai transisi.
Masa ini dimulai saat lahirnya bayi dan rahimnya saat kembalinya fertilitas.
Namun, wanita tidak kembali ke keadaan fisiologis dan anatomis yang sama.
Masa nifas juga, dalam konteks sosial, mencerminkan banyak transisi bagi
orang tua, anak, dan anggota keluarga yang lain. Banyak perubahan fisiologis dalam

16
masa nifas, misalnya dalam pembentukan keterampilan menjadi orangtua, laktasi
pemberian makan, dimodifikasi oleh interaksi sosial dahulu dan sekarang individu
dalam situasi keluarga yang baru.
Contoh didaerah Maluku terdapat pandangan makanan pada masa nifas:
1. Terong agar lidah bayi tidak ada bercak putih.
2. Nanas, manga tidak bagus untuk Rahim

E. Aspek sosial budaya yang berkaitan dengan Bayi dan Balita


Aspek sosial budaya merupakan sesuatu yang mendasar berkaitan dengan akal dan
pemikiran manusia dalam kehidupan sosial. Karena aspek sosial budaya inilah,
berkembang yang namanya mitos dan fakta yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Kebudayaan pada bayi baru lahir dan balita ini menyebabkan banyaknya mitos
mengenai bayi baru lahir dan balita.
Mitos-mitos yang lahir dimasyarakat ini kebenarannya kadang tidak masuk akal dan
bahkan dapat berbahaya bagi ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang merawat bayi baru lahir. Bayi baru lahir normal adalah bayi baru
lahir dari kehamilan yang normal. Mitos dan fakta yang berkembang sekitar perawatan
bayi baru lahir, yaitu sebagai berikut:
1. Mitos: Bayi baru lahir perlu dipijat setiap hari\
2. Fakta: Pemijatan hanya berguna jika dilakukan dengan benar dan tepat. Sebaiknya
yang melakukan pijat adalah ibu si bayi sendiri. Tentu saja setelah mempelajari
teknik memijat bayi dengan baik. Perlu diperhatikan kondisi si kecil, apakah ia
sedang dalam keadaan nyaman dan sehat untuk dipijat. Selain itu perlu juga
diperhatikan bahan-bahan atau minyak yang digunakan untuk memijat dapat
membuat bayi alergi.

17
3. Mitos: membedong bayi dapat memperkuat kaki atau membuat struktur kaki bayi
menjadi lurus Yang sebenarnya adalah sentuhan kulit ke kulit membuat bayi baru
lahir, terutama bayi premature, lebih baik perkembangannya. Walaupun begitu,
tidak diperlukan untuk memijatnya setiap hari. Yang perlu dilakukan adalah
perbanyak sentuhan dan berkomunikasi dengan si kecil agar ia merasa nyaman dan
aman.
4. Mitos: makanan dan minuman yang manis membuat gigi berlubang
5. Fakta: Bahwa gigi menjadi berlubang diakibatkan tiga hal, yaitu kuman, suasana
asam dan keduanya berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila
makanan yang mengandung gula menetap pada sela gigi, kuman akan mengubahnya
menjadi asam. Kondisi asam disertai bakteri yang juga menjadi aktif pada suasana
asam, adalah penyebab utama dari gigi berlubang. Diawali dengan kerusakan pada
lapisan email gigi, jika dibiarkan lama kelamaan gigi menjadi berlubang. Hal-hal
yang dapat menyebabkan gigi berlubang antara lain adalah kebiasaan mengemut
atau minum susu dengan botol sampai tertidur. Makanan manis tidak secara
langsung menyebabkan gigi berlubang, tapi memudahkan pertumbuhan kuman
penyebab kerusakan gigi jika tidak rajin membersihkan gigi dan mulut.
6. Mitos: Jika anak rewel saat diberi ASI artinya ASI sedikit dan harus diganti susu
botol
7. Fakta: ASI diproduksi sesuai dengan hisapan si bayi, jadi banyak sedikitnya ASI
ditentukan oleh bayi sendiri. Bayi yang banyak minum ASI akan membuat produksi
ASI meningkat. Jadi, sebenarnya tidak ada istilah ASI sedikit.Bahwa kondisi
tertentu mungkin dapat mengurangi produksi ASI, seperti jika ibu menyusui
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress atau tidak tenang saat menyusui, sedang
sakit dan sebagainya. Di sisi lain, bayi mungkin merasa tidak nyaman saat menyusu

18
karena posisi yang kurang nyaman, puting susu yang cenderung masuk ke dalam,
ASI yang memancar terlalu kencang atau ia sedang tidak lapar, sedang tidak enak
badan dan sebagainya.
8. Mitos: Air susu ibu (ASI) sebagai makanan yang komplit sampai usia si kecil satu
tahun.
9. Fakta: ASI sangat baik untuk pertumbuhan bayi sampai sia berusia 6 bulan. Namun
semakin bertambahnya usia bayi, ASI tidaklah mengandung cukup kalori dan
kurang mengenyangkan seiring dengan makin aktifnya si kecil. Ada beberapa zat
tambahan yang dibutuhkan anak, misalnya zat besi dan vitamin C yang banyak
didapat dari sumber makanan. Jadi, anak tetap memerlukan makanan tambahan
untuk kebutuhan gizinya juga untuk menghindari resiko anemia.
10. Mitos: Baby Walker membantu anak berlatih berjalan Fakta: Justru sebaliknya,
baby walker dapat menghambat perkembangan motorik anak. Anak tanpa baby
walker dapat lebih bebas bergerak, berguling, duduk dan berdiri serta bermain di
lantai yang merupakan dasar untuk belajar berjalan.Penelitian pada saudara kembar
menunjukan kembar yang menggunakan baby walker mengalami gangguan motorik
berjalan ketimbang saudaranya. Baby walker tidak lagi disarankan karena menjadi
penyebab utama kecelakaan pada bayi usia 5-15 bulan.
11. Mitos: Gurita mencegah perut buncit Faktanya pemakaian gurita pada bayi—
terutama bayi perempuan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan upaya
pencegahan agar perut anak Anda tidak melar ketika ia dewasa. Ketika dilahirkan,
semua bayi memang memiliki perut yang ukurannya lebih besar daripada dada.
Seiring pertambahan usia, perut bayi akan kelihatan mengecil dengan sendirinya.
Pemakaian gurita malah sebaiknya dihindari karena membuat bayi Anda susah
bernapas. Pasalnya, pada awal kehidupan, bayi bernapas dengan menggunakan
pernapasan perut sebelum ia belajar menggunakan pernapasan dada. Pemakaian
gurita yang menekan perut bisa membatasi jumlah udara yang dihirupnya. Mitos ini

19
tak benar, karena organ dalam tubuh malah akan kekurangan ruangan. Dinding
perut bayi masih lemas, volume organ-organ tubuhnya pun tak sesuai dengan
rongga dada dan rongga perut yang ada karena sampai 5 bulan dalam kandungan,
organ-organ ini terus tumbuh sementara tempatnya sangat terbatas. Jika bayi
menggunakan gurita maka ruangan untuk pertumbuhan organ-organ ini akan
terhambat. Kalau mau tetap memakaikan gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas
dilonggarkan sehingga jantung dan paru-paru bias berkembang. Bila gurita
digunakan agar tali pusar bayi tidak bodong, sebaiknya pakaikan hanya disekitar
pusar dan ikatannya longgar. Jangan sampai dada dan perut tercekik sehingga
jantung tidak bias berkembang dengan baik karena gurita yang terlalu kencang.

20
BAB III
PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
Tradisi budaya di Nusantara terkandung nilai – nilai adat istiadat yang
merupakan warisan leluhur. Ada dampak positif dan negatifnya terutama terhadap
kesehatan ibu dan anak. Bagi seorang bidan yang ditempatkan dipedesaan memiliki
banyak tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan budaya di
masyarakat yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.
Khususnya mengenai beberapa pantangan dan mitos – mitos yang berkembang di
masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yang sangat memegang teguh warisan
leluhur tersebut.
Kadangkala bagi seorang ibu yang sedang hamil terjebak dalam lingkungan
yang menganut budaya tradisional yang sangat kental akan bingung karena harus
mengikuti atau meninggalkanya. Namun kita tidak harus meninggalkan semua
budaya tersebut. Ambillah hal – hal positif yang yang tidak merugikan bagi ibu
hamil tersebut. Jangan lupakan periksa teratur selama kehamilan baik pada dokter
maupun bidan agar mendapat bimbingan yang benar dalam menjaga kesehatan
selama kehamilan dan bisa terdeteksi mulai dini jika ada masalah – masalah yang
terjadi.

B. SARAN

21
Dalam menghadapi suatu kebudayaan pada masa bayi baru lahir dan anak
prasekolah maka kita memerlukan suatu perencanaan dan pemantauan kesehatan
salah satunya dengan penyuluhan agar kita dapat mengubah atau memperbaiki suatu
keadaan dalam mitos yang dapat merugikan ibu, bayi dan anak, karena bila tidak,
dapat membahayakan pertumbuhan dan keadaan bayi bahkan dapat dikatakan
bahwa mitos-mitos yang merugikan dan membahayakan bagi bayi dan anak.
Tenaga kesehatan khususnya bidan harus mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungannya, beradaptasi dengan budaya-budaya dominan yang ada di
daerahnya dan memberikan penyuluhan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir,
agar para ibu dan masyarakat di lingkungannya dapat mengerti benar, serta harus
meluruskan mitos yang berkembang di masyarakat ini dengan cara yang baik agar
tidak merusak hubungan sosial yang sudah ada di dalamnya.

22
DAFTAR PUSTAKA
Syafrudin, 2009. Sosial budaya dasar untuk mahasiswa kebidanan, Jakarta, Trans
Info Media.
Barzilai Gad, 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legahkjkjl
Identities. University of Michigan Press.
Yunus Rahma dkk, 2010. Ilmu Sosial Budaya Dasar untuk Kebidanan, Yogyakarta,
Fitramaya

23

Anda mungkin juga menyukai