Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337672814

Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Article · December 2019

CITATIONS READS

0 2

1 author:

Siti Nur Aisyah


State University of Medan
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa View project

All content following this page was uploaded by Siti Nur Aisyah on 02 December 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa

Siti Nur Aisyah


Prodi Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Medan, JL. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate,
Medan 20221, Indonesia
Email : Sitinur@mhs.unimed.ac.id

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model


pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Penelitian ini merupakan literatur kepustakaan sehingga metode pengumpulan data yang
digunakan adalah dokumentasi, yaitu melacak sumber tertulis yang berisi berbagai tema
dan topik yang dibahas. Jenis penelitian ini berupa data kualitatif. Penelitian ini dilakukan
dengan melihat dan menghubungkan ciri khas dan indikator kemampuan kemampuan
pemecahan masalah dengan karakteristik dari model pembelajaran kontekstual. Dari hasil
analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis
kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Kata kunci: Model Pembelajaran kontekstual, Kemampuan Pemecahan Masalah.

Abstract

The purpose of this study was to determine the application of contextual learning
models to improve students' problem solving abilities. This research is a literature
literature so the data collection method used is documentation, which is tracking written
sources that contain various themes and topics discussed. This type of research is in the
form of qualitative data. This research was conducted by looking at and linking the
characteristics and indicators of problem-solving abilities with the characteristics of
contextual learning models. From the results of data analysis, it can be concluded that the
application of contextual based learning models can improve students' mathematical
problem solving abilities.

Keywords: Contextual Learning Model, Problem Solving Ability.

PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan


dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.
Mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang untuk dapat
menguasai informasi dan pengetahuan. Kemampuan tersebut membutuhkan pemikiran
yang kritis, sistematis, logis dan kreatif. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kemampuan
untuk memperoleh, memilih, dan mengolah informasi melalui kemampuan berpikir kritis,
sistematis, logis dan kreatif. Salah satu program pendidikan yang dapat mengembangkan
kemampuan-kemampuan tersebut adalah matematika (Siahaan dan Surya, 2017).
Matematika adalah suatu sarana menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah
yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan
tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu
sendiri untuk melihat dan menggunakan hubungan-hubungan (Siahaan dan Surya, 2017).
Menurut (Seifi, Haghverdi dan Azizmohamadi, 2012) menyatakan bahwa Matematika
adalah salah satu yang paling penting ilmu bantu penting dalam kehidupan sehari - hari
serta dalam mendukung kemajuan ilmu dan teknologi. Kemampuan matematis adalah
kemampuan untuk menghadapi masalah-masalah baik dalam permasalahan matematika
maupun kehidupan nyata. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam
buku berjudul ‘Principles and Standard for School Mathematics’ menyatakan bahwa
ilmu kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa yaitu (1) belajar untuk
berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical
reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4)
belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection); (5) belajar untuk
mempresentasikan ide-ide (mathematical representation) (Siahaan dan Surya, 2017).
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dilaksanakan
di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
yang paling bertanggungjawab adalah guru. Guru memiliki tugas utama yaitu mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa. Selain
dari tugas utamanya, guru juga berperan penting di dalam mempersiapkan pembelajaran
(Nasution dan Surya, 2017). Guru juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
dalam hal menumbuh kembangkan minat siswa untuk meraih prestasi dalam bidang
pelajarn khususnya matematika. Untuk itu seorang guru perlu mencari strategi alternatif
dalam menumbuhkan minat siswa agar mau belajar dengan senang(tanpa merasa
dipaksa), sehingga dapat menimbulkan kepercayaan diri pada siswa, yang pada akhirnya
mereka dapat mengembangkan kemampuan yang mereka miliki.
Pemecahan masalah merupakan komponen penting dari pendidikan matematika
karena mudah digunakan secara individu maupun kelompok. Menurut Komalasari (dalam
Ritonga, Surya dan Syahputra, 2017) bahwa “pemecahan masalah adalah proses
menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk situasi baru dan
berbeda”. Masalah sebenarnya sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan manusia. Masalah dipandang sebagai suatu tantangan, seperti yang dinyatakan
oleh (Davis dan Simmt, 2003) bahwa “the problems as constrasted with the disorganized
situation”. Masalah tidak dapat dipandang sebagai hal yang hanya membebani manusia
saja, akan tetapi justru harus dipandang sebagai sarana untuk memunculkan penemuan-
penemuan baru. Lahirnya penemuan-penemuan dari para ahli yang kini dinikmati
manusia karena adanya suatu masalah (Kadir dkk, 2016).
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pembelajaran ini berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan menghapal transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Beberapa ahli
mendefinisikan pemikiran tingkat tinggi dengan merujuk langsung ke taksonomi revisi
Bloom untuk disebutkan pemikiran tingkat tinggi sebagai pemikiran analitik, evaluatif
dan kreatif( Thompson, 2008). Pembelajaran kontekstual memotivasi siswa untuk
melakukan penelitian secara bebas secara pribadi dan berkolaborasi dalam kelompok
(Caesar dkk,2016).
Menurut (Syahputra dan Surya, 2017) bahwa model pembelajaran kontekstual ini
tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Dalam
proses pembelajaran, aktivitas siswa dimulai dengan observasi , kemudian mengajukan
pertanyaan, mencoba, membuat jaringan dan menganalisis. Pembelajaran yang
dilaksanakan melalui pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning)
diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini lebih banyak bersifat
mengganggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan terbiasanya
siswa belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep materi yang
dipelajari, diharapkan kualitas proses dan kemampuan siswa akan lebih baik.
Pembelajaran kontekstual dapat dianggap sebagai pembelajaran pendekatan yang
mengakui dan menunjukkan kondisi alami pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan
di luar kelas, pendekatan pembelajaran kontekstual membuat pengalaman lebih relevan
dan bermakna bagi siswa membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam
pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan konsep yang
menghubungkan materi yang dipelajari siswa dalam konteks materi yang digunakan, dan
hubungan bagaimana seseorang belajar atau bagaimana siswa belajar (Glynn, 2004).

Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah perlu dikendalikan oleh siswa untuk


mendorong mereka menjadi pemecah masalah yang baik, yang mampu menghadapi
masalah kehidupan sehari-hari (Amalia,Surya dan Syahputra, 2017). Pemecahan masalah
merupakan salah satu aspek utama dalam kurikulum matematika yang diperlukan siswa
untuk menerapkan dan mengintegrasikan banyak konsepkonsep matematika dan
keterampilan serta membuat keputusan (Peranginangin dan Surya, 2017). Menurut
(Qamardhani dan Surya, 2016) Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang
harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan pemecahan masalah menjadi salah satu
kompetensi yang harus di kembangkan siswa pada materi-materi tertentu. Pentingnya
kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika adalah sebaga berikut: a.
Pemecahan maslah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti
dan utama dalam kurikulum matematika. b. Pemecahan masalah merupakan kemampuan
dasar dalam belajar matematika.
Namun, siswa dilaporkan memiliki kesulitan dalam masalah matematika
pemecahan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa rendah juga disebabkan
oleh proses pembelajaran matematika di kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi dan kurang berkaitan langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari. Tugas
guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil memecahkan masalah yang
dihadapinya. Masalah dalam matematika biasanya soal cerita, membuktikan, membuat
atau menemukan pola matematika.
Menurut Polya, ada empat langkah dalam memecahkan masalah, yaitu: (1)
memahami masalah (2) perencanaan solusi (3) melaksanakan rencana tersebut (4) untuk
memeriksa kembali prosedur dan hasil dari pemukiman. Sedangkan menurut (NCTM,
2000) bahwa ada beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu sebagai
berikut: (1) mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, diminta, dan kecukupan elemen
yang dibutuhkan; (2) merumuskan masalah matematika (3) menerapkan strategi untuk
memecahkan masalah (4) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalahan asal; (5) menggunakan signifikansi.
Kemampuan pemecahan masalah tumbuh dengan cepat jika pemecah mendapat
pengalaman baru dan baru dengan aktivitas. Kinerja murid dalam memecahkan masalah
meningkatkan berulang kali jika mereka bertemu jenis yang sama dari masalah atau jika
mereka bisa membuat penggunaan ulasan pengalaman mereka sebelumnya.
Model pemecahan masalah umum di tahun 60-an, adalah model IDEAL
Bransford, yaitu: (1) Mengidentifikasi masalah; (2) Menentukan masalah melalui berpikir
tentang hal itu dan memilah informasi yang relevan; (3) Jelajahi solusi melalui melihat
alternatif, brainstorming, dan memeriksa sudut pandang yang berbeda, (4) menerapkan
strategi, dan (5) Memeriksa kembali dan mengevaluasi hasil dari aktivitas. (Yus dan
Surya, 2017)

Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan


suatu konsep yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan
kontekstual (CTL) adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan
kehidupan nyata. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan
pembelajaran yang menghubungkan materi yang dipelajari dalam konteks kehidupan
sehari-hari siswa (Ginting dan Surya, 2017).
Komponen Contextual Learning seperti yang dijelaskan berisi tujuh poin utama
yaitu konstruktivisme, tanya jawab, penyelidikan atau temuan, belajar masyarakat,
pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Ada tiga hal yang harus dipahami
berkaitan dengan kontekstual, yaitu:
1. Kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Proses belajar dalam konteks kontekstual tidak mengharapkan agar
siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran.
2. Kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakana secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
3. Kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya kontekstual bukan hanya mengharpkan siswa dapat memahami materi
yang dipelajanya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan seharihari. Materi pelajaran dalam konteks
kontekstual bukan untuk ditumpuk diotak dan kemudian dilupakan, akan tetapi
sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Menurut (Azwar, Surya dan Saragih, 2017) menyatakan bahwa ada tujuh
princciples dalam pengembangan pembelajaran kontekstual adalah: (1) konstektivisme,
(2) penyelidikan, (3) pertanyaan, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, dan (7) penilaian
otentik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian ini adalah jenis


penelitian yang mencoba mengumpulkan data dari literatur. Dan model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model penelitian sinkronis. Penelitian dilakukan dengan
melihat dan menghubungkan indikator kemampuan berpikir kreatif matematika siswa
dengan karakteristik dari model pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning). Penelitian ini adalah literatur perpustakaan sehingga metode pengumpulan
data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu melacak sumber tertulis yang berisi
berbagai tema dan topik yang dibahas. Data yang telah dikumpulkan dan dianalisis
dengan metode deskriptif menggambarkan apa yang sedang diselidiki. Langkah awal
penelitian ini adalah mengumpulkan dan mempelajari data hasil penelitian yang sama
oleh peneliti sebelumnya. Dalam satu studi, peneliti harus memberikan prioritas untuk
sumber data primer. Karena penulis menemukan kesulitan untuk menemukan sumber
data primer, penulis menggunakan referensi yang ada dan sadar karena penelitian ini
sangat penting. Sumber data yang digunakan adalah jurnal-jurnal karya bapak Edy Surya
sebagai dosen pengampu mata kuliah metode penelitian, Pendidikan Matematika beserta
jurnal karya luar negeri. Selain itu, menambahkan untuk mendukung penelitian ini juga
dilakukan pencarian melalui internet dan buku. Setelah dikumpulkan, dilakukan
pengolahan data. Kemudian melakukan analisis data dengan analisi deskriptif.
Konstribusi ini diharapkan untuk mengetahui penerapan pembelajaran kontekstual untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

HASIL PENELITIAN

Pada hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) memiliki pengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni:
konstruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (Questioning),
masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling) dan penelitian yang
sebenrnya (Authentic Assessment) (Sembiring dan Surya, 2016). Model pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) ternyata memiliki pengaruh terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dengan
rangkaian keuntungan dari pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) yang dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa, yaitu:
1. Kelas yang berpusat pada siswa bukan berpusat pada guru. Pada saat suatu
pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan kepada siswa, maka hal
tersebut akan membuat siswa lebih mengembangkan kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah. Siswa tidak lagi hanya mendengar dan memperhatikan
cara guru menyelesaikan soal dan permasalahan, tetapi siswa turut serta
memahami, merencanakan, melaksanakan serta memecahkan permasalahan
tersebut. Dimana hal ini merupakan indikator pencapaian dari kemampuan
pemecahan masalah matematika.
2. Model pembelajaran ini mengembangkan pengendalian diri siswa. Ini
mengajarkan siswa untuk membuat rencana prospektif, menghadapi realitas dan
mengekspresikan emosi. Hal ini jelas merupakan langkah-langkah dari
pemecahan masalah.
3. Model ini memungkinkan siswa untuk melihat peristiwa dari berbagai dimensi
dan dengan perspektif yang lebih dalam. Pada proses memecahkan masalah,
secara tidak langsung siswa harus mampu memahami permasalahan tersebut
dalam perspektif yang dalam, untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu,
model CTL ini sudah memuat indikator dari pemecahan masalah.
4. Model ini mengembangkan kemampuan memecahkan masalah siswa. Kalimat ini
jelas mendukung bahwa model CTL memang dirancang dengan karakteristik
adanya penyajian masalah non rutin, yang akan mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa.
5. Model ini mendorong siswa untuk mempelajari materi dan konsep baru ketika
memecahkan masalah. Pada saat siswa mempelajari materi dan konsep baru,
berarti pada tahap ini siswa telah melakukan perencanaan solusi untuk
menyelesaikan masalah dimana hal ini merupakan indikator dari kemampuan
pemecahan masalah.
6. Model ini mengembangkan pemikiran tingkat tinggi/kemampuan berpikir kritis
dan berpikir ilmiah siswa. Saat siswa dilatih untuk berpikir tingkat tinggi, maka
pastilah siswa tahu bagaimana memahami masalah, merencakan solusi,
melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali hasil diskusi. Berarti tahap pada
model ini dapat mencapai indikator kemampuan pemecahan masalah matematika.
7. Model ini memungkinkan siswa untuk menggabungkan pengetahuan lama
mereka dengan pengetahuan baru dan untuk mengembangkan keterampilan
menilai mereka. Pada tahap ini, telah mencapai indikator kemampuan pemecahan
masalah, yaitu memeriksa kembali prosedur dan hasil dari pemikiran siswa serta
menginterpretasikan hasil. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) ini dapat
mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, membuktikan bahwa ada pengaruh dar penerapan


model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil penelitian di atas relevan
dengan hasil penelitian dari (Azwar, Surya dan Saragih, 2017) dengan judul penelitian:
Development of Learning Devices Based on Contextual Teaching and Learning Model
Based on the Context of Aceh Cultural to Improve Mathematical Representation and Self-
efficacy Ability of SMAN 1 Peureulak Students. Peneltian ini menyatakan bahwa ada
peningkatan aktivitas dan keterampilan pemecahan masalah siswa yang diajarkan melalui
pembelajaran berbasis masalah di SMP. Penelitian selanjutnya oleh (Surya dkk, 2013)
yang berjudul Improving of Junior High School Visual Thinking Representation Ability in
Mathematical Problem Solving by CTL. (Eviyanti dkk, 2017) menyimpulkan bahwa
terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui
pembelajaran berbasis masalah. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh (Saragih
dan Surya, 2017) yang berjudul Analysis the Effectiveness of Mathematics Learning
Using Contextual Learning Model, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) efektif terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP. menyatakan bahwa ada
pengaruh model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
Selain dari hasil penelitian di atas, ada beberapa teori belajar yang mendukung
hasil tersebut, yaitu teori belajar Konstruktivisme. Menurut pandangan konstruktivisme,
belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus
dilakukan oleh siswa. Ini berarti sesuai dengan karakteristik dari Contextual Teaching
and Learning (CTL) bahwa pembelajaran itu harus berpusat pada siswa. Teori ini
menjelaskan peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, melalui bahan, media, peralatan, lingkungan,
dan fasilitas lainnya yang disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Peranan
guru pada pendekatan ini lebih sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa. Hal senada
yang datang dari teori belajar Piaget yang mengemukakan bahwa pengetahuan yang
dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi(bentukan) orang itu sendiri. Selanjutnya
menurut teori belajar kognitivistik, pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitif,
belajar diapndang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan oleh
siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan
masalah, mencermati lingkungan, mempraktikkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Begitu pula dengan teori belajar Ausubel yang dikenal dengan belajar
bermakna. Menurut Ausubel agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi
baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif
siswa. Belajar bermakna ini dapat pula terjadi apabila siswa secara langsung menemukan
rumusrumus dan konsep dari suatu materi. Adapun keuntungan “belajar menemukan”
adalah sebagai berikut: a) menimbulkan rasa ingin tahu siswa dan dapat memotivasi
untuk menemukan jawaban-jawaban, b) menimbulkan keterampilan memecahkan
masalah secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisa dan memanipulasi
informasi. Berdasarkan pendapat dari pakar teori belajar di atas, dapat disimpulkan
bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) mempengaruhi kemampuan pemecahan
masalah matematikas siswa SMP.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka, dapat ditarik disimpulkan


sebagai berikut dengan penerapan model pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, E., Surya, E., dan Syahputra, E. (2017). The Effectiveness Of Using Problem
Based Learning (PBL) In Mathematics Problem Solving Ability For Junior High
School Students. International Journal Of Advance Research And Innovative
Ideas In Education (IJARIIE).Vol. 3, Issue 2.

Azwar., Surya, E., dan Saragih, S. (2017). Development oh Learning Devices Based on
Contextual Teaching and Learning Model Based on the Context of Aceh Cultural
to Improve Mathematical Representation and Self-efficacy Ability of SMAN 1
Peureulak Students. Journal of Education and Practice. Vol. 8 No. 27.

Caesar, M.I.M., dkk. (2016). “The Benefits of Adopting a Problem Based Learning
Approach on Students’ Learning Development in Secondary Geography
Lessons”. International Education Studies. 8 (12).

Davis, Brent dan Simmt, Elaine. (2003). Understanding Learning Systems: Mathematics
Educationand Complexity Science. Journal of Research in Mathematics
Education. Vol 34, No 2.

Eviyanti, C.Y., dkk. (2017). Improving the Students’Mathematical Problem Solving


Ability by Applying Problem Based Learning Model in VII Grade at SMPN 1
Banda Aceh Indonesia. International Journal of Novel Research in Education
and Learning. Vol.4 Issue 2.

Ginting, H., dan Surya, E. (2017). Development Learning Device Based for Measuring
Contextual Critical Thinking Skills Students SD Class VI Mathematical.
International Journal of Sciences (IJSBAR).

Glynn, S.M. (2004). Contextual teaching and learning of science in elementary schools.
Journal of Elementary Science Education.16 (2).

Kadir, Z.A., dkk. (2016). “Does Problem-Based Learning Improve Problem Solving
Ability? -A Study among Business Undergraduates At Malaysian Premier
Technical University,” International Education Studies.9 (5).

Nasution, N.R. dan Edi Surya (2017). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Siswa. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNIMED.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.

Peranginangin, S.A., dan Surya, E. (2017). An Analysis of Students’ Mathematics


Problem Solving Ability in Mathematical Problem Solving by CTL. IndoMS.
J.M.E, Vol.4, No. 1.

Qamardhani, N.A., dan Surya, E. (2016). Efektivitas Penggunaan Metode Guided


Discovery Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
ResearchGate.
Ritonga, E.M., Surya, E., dan Syahputra, E. (2017). Development of Learning Devices
Oriented Model Eliciting Activities to Improve Mathematical Problem Solving
Ability Junior High School Students. International Journal of Sciences: Basic
and Applied Research (IJSBAR). Vol. 33, No. 3.

Saragih, D.I dan Surya, E. (2017). Analysis the Effectivenessof Mathematics Learning
Using Contextual Learning Model. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research (IJSBAR). Vol.34 No.1.

Seifi, M., Haghverdi, M., &Azizmohamadi, F. (2012). Recognition of students’


difficulties in solving Mathematical word problems from the view point of
teachers. Journal of Basic and Applied Scientific Research. 2(3).

Sembiring, J.M., dan Surya, E. (2016). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual


(CTL) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Pada
Materi Himpunan Di Kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Medan. ResearchGate.

Siahaan, Y.S. dan Surya, E. (2017). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematika Siswa SMP IT Nurul Fadhila Percut Sei Tuan. Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UNIMED.

Surya, E., dkk.. (2013). Improving of Junior High School Visual Thinking Representation
Ability in Mathematical Problem Solving by CTL. IndoMS. J.M.E, Vol.4, No.1.

Syahputra, E dan Surya, E. 2017. The Development of Learning Model Based on


Problem Solving to Construct High-Order Thinking Skill on The Learning
Mathematics of 11th Grade in SMA/MA. Journal of Education ande practice.
Vol 8, No. 6.

Thompson, T. (2008). Mathematics teachers’ interpretation of higher-order thinking in


bloom’staxonomy. International Electronic Journal of Mathematics Education.
3(2).

Yus, S.R., dan Surya, E.( 2017). Pengaruh Contextual Teaching and Learning (CTL)
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP.
ResearchGate.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai