Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASKEP KEJANG
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan 2
Fasilitator : Ns. Fajri Andi R,S.Kep.,M.Kep

Oleh :
1. Adik Ria Wardani (2016.02.001)
2. Disye Dratistiana (2016.02.012)
3. Imam Nur Fauzi (2016.02.016)
4. Indriana Nofita (2016.02.017)
5. Kholifatul Istiqomah (2016.02.018)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Progam Studi S1 Keperawatan

Banyuwangi

Februari 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah kegawatdaruratan 2 yang
dibimbing oleh Ns. Fajri Andi R,S.Kep.,M.Kep dengan Judul Makalah yaitu “ Askep
Kejang”

Nama Kelompok

1. Adik Ria Wardani (2016.02.001)


2. Disye Dratistiana (2016.02.012)
3. Imam Nur Fauzi (2016.02.016)
4. Indriyana Nofita (2016.02.017)
5. Kholifatul Istiqomah (2016.02.018)
Dosen Pembimbing

a. Nama Lengkap dan Gelar : Ns. Fajri Andi R,S.Kep.,M.Kep

Banyuwangi, 24 Februari 2019

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Ns. Fajri Andi R,S.Kep.,M.Kep


Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Askep Kejang”. Makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik karena dukungan dan partisipasi berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak DR. H. Soekardjo, selaku Ketua STIKES Banyuwangi yang telah


memberi izin dan menyediakan sarana dan prasarana kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
2. Bapak Ns. Rudiyanto, S.Kep.,M.Kep selaku PJMK Mata kuliah
kegawatdaruratan
3. Bapak Ns. Fajri Andi R, S.Kep.,M.Kep selaku pembimbing dalam
Penyusunan Makalah.
4. Teman-teman semua yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam
penyusunan makalah.

Makalah ini disusun dari berbagai literatur baik buku maupun internet. Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan 2.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan penulis..
Akhirnya penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat
Indonesia pada umumnya.

Wassalamu’alaikumWr.Wb

Penulis
KEJANG

A. DEFINISI
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara seagai akibat
dari aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Cecily L. Betz, buku saku keperawatan pediatric, 2002)
Kejang merupakan malfungsi singkat pada system listrik otak yang terjadi
akibat cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal. (Whaley & Wongs, edisi 6,
2009)

B. ETIOLOGI
Penyebab kejang meliputi beberapa faktor: (Wong, 2009) 1. Faktor genetic 2.
Cedera otak pada masa prenatal, perinatal, atau pascanatal. Cedera dapat beruma
trauma, hipoksia (gangguan sirkulasi), infeksi (encephalitis, meningitis), toksin eksogen
atau endogen dan berbagai factor lain. 3. Gangguan biokimia (hipoglikemia,
hipokalsemia, dan defisiensi nutrisi tertentu).

C. TANDA DAN GEJALA


1. Kejang parsial (lokal, fokal)
1) Kejang parsial sederhana
(1) Kesadaran tidak terganggu.
(2) Kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh.
(3) Muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2) Kejang parsial kompleks
(1) Terdapat gangguan kesadaran.
(2) Mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan.
2. Kejang umum
1) Kejang absens
(1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
(2) Tataan terpaku kurang dari 15 detik.
(3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada.
(4) Dimulai dari usia 4-14 tahun dan sembuh sendiri saat usia 18 tahun

2) Kejang mioklonik
(1) Kedutan-kedutan involubter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
mendadak.
(2) Sering terlihat pada orang sehat saat tidur.
(3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik.
(4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat
3) Kejang tonik klonik
(1) Diawali hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku pada ekstremitas, batang
tubuh dan wajah, berlangsung kurang dari 1 menit.
(2) Disertai hilangnya control kandung kemih dan usus.
(3) Tidak ada respirasi dan sianosis.
(4) Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah
(5) Letargi, konfusi
4) Kejang atonik
(1) Hilangya tonus secara mendadak sehingga meyebabka kelopak mata turun,
kepala menunduk atau jatuh ke tanah
(2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan
5) Status epileptikus
(1) Biasanya kejang tonik-klonik umumnya terjadi berulang-ulang.
(2) Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
(3) Potensila depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia.
(4) Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

D. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjutajuta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik
saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat
yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain
yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas
listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik
berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula
setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu
sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impulsimpuls ke belahan otak yang lain
dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga
sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke
dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat
suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak
umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA).
4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak
meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami
deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena
pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama
aktivitas kejang.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Betz, Cecily L, dkk. 2002)


(1) EEG: untuk membantu menentukan jenis dan focus dari kejang.
(2) CT-Scan: mendeteksi perbedaan perapatan jaringan.
(3) MRI: memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak terlihat dengan CT-Scan.
(4) Labolatorium: elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, darah lengkap, kadar obat dalam
serum.
(5) LP: mendeteksi tekanan abdnormal dari CSS.
(6) PET (positron emission tomography): mendemonstrasikan perubahan metabolic
(mis: penurunan metabolism glukosa pada sisi lesi).

F. PENATALAKSANAAN
Manajemen kejang :
1) Pastikan diagnosa kejang dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsy.
2) Melakukan terapi simtomatik.
3) Dalam memberikan terapi anti kejang yang perlu diingat sasaran pengobatan yang
dicapai, yakni:
(1) Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
(2) Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang
normal.
(3) Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia),
perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian kejang dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada
empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin),
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol
dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang:
1) Selama kejang
(1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu.
(2) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan.
(3) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam
atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
(4) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
(5) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai
lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai
menutupi jalan pernapasannya.
(6) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg
biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan
bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar
bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka
sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk
langsung beristirahat atau tidur.
(7) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka
berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2) Setelah kejang
(1) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
(2) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
bahwa jalan napas paten.
(3) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal.
(4) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang.
(5) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.
(6) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
(7) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut.
(8) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan
keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita Kejang.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang
ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program rekreasi?
Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas Identitas klien meliputi :
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Pasien sering
mangalami kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan,
mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam,
anemia, terjadi pendarahan (pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan.
nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan.
5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu.
Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau
tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma
persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban
untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
kelahariran dan pertumbuhan dan perkembanagannya.
6. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit
yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui,
apakah ada yang menderita gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya
kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam
mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1) Selama serangan
(1) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
(2) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
(3) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
(4) Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik,
kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
(5) Apakah pasien menggigit lidah.
(6) Apakah mulut berbuih.
(7) Apakah ada inkontinen urin.
(8) Apakah bibir atau muka berubah warna.
(9) Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
(10) Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada
satu sisi atau keduanya.
2) Sesudah serangan
(1) Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan
bicara.
(2) Apakah ada perubahan dalam gerakan.
(3) Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah serangan.
(4) Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi
denyut jantung.
(5) Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3) Riwayat sebelum serangan
(1) Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
(2) Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
(3) Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktorik maupun visual.
4) Riwayat penyakit
(1) Sejak kapan serangan terjadi.
(2) Pada usia berapa serangan pertama.
(3) Frekuensi serangan.
(4) Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang
tidur, keadaan emosional.
(5) Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai
dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
(6) Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak.
(7) Apakah makan obat-obat tertentu.
(8) Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tingkat kesadaran pasien
2. Sirkulasi Gejala : palpitasi. Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata) Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil.
4. Makanan / cairan Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia. Tanda :
distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi.
5. Ekstremitas: Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan. Tanda : depresi,
ansietas, marah.
7. Neurosensori Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang
konsentrasi, pusing. Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram
otot. Tanda : gelisah, distraksi.
9. Pernafasan Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi
cairan. Tanda : dispnea, apnea, batuk

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
2. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
3. Ketidakefektifan pola napas b.d terganggunya saraf pusat pernafasan.

D. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
Tujuan: jalan nafas menjadi efektif
Kriteria Hasil: nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada
dyspnea.
Intervensi:
1) Kaji tanda tanda vital
2) Identifikasi bersihan jalan nafas
3) Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu
atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang
mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
4) Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar.
5) Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen.
6) Melakukan suction sesuai indikasi.
7) Berikan oksigen sesuai program terapi.
8) Edukasi Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi kepada pasien.
2. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
Tujuan: Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien,
menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh.
Kriteria Hasil: tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman,
tidak ada memar, tidak jatuh
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
2) Identivikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera.
3) Pantau status neurologis setiap 8 jam.
4) Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien
saat terjadi kejang.
5) Pasang penghalang tempat tidur pasien.
6) Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar.
7) Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang.
8) Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi
kejang.
9) Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat
sebelum kejang.
10) Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter.
11) Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak
nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya
kejang.
12) Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama
pasien kejang.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan saraf pernafasan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami
gangguan pola napas
Kriteria hasil: - RR dalam batas normal sesuai umur.
-Nadi dalam batas normal sesuai umur
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
2) Identifikasi pola napas
3) Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada, abdomen Masukkan spatel
lidah/jalan napas buatan, Lakukan penghisapan sesuai sesuai indikasi
4) Berikan tambahan O2 sesuai kebutuhan
5) Menganjurkan keluarga untuk memberi motivasi kepada pasien.
1. Grand mal (tonik klonik), berupa kejang atau kelojotan seluruh tubuh yang kadang
disertai dengan mulut berbusa.
2. Petit mal (absence), kondisi di mana penderita atau pasien tampak hilang kesadaran
sesaat. Kehilangan kesadarannya biasanya hanya beberapa detik saja atau bisa juga
disebut bengong.
3. Petit Mal (absence), Gangguan kesadaran secara mendadak. Penderita diam tanpa
reaksi. Tak berapa lama, setelah kondisinya membaik, penderita lalu melanjutkan
kegiatannya semula.
4. Atonik, serangan berupa tiba-tiba jatuh. Kejang atonik Kejang tipe ini membuat
seseorang tidak dapat mengendalikan ototnya sehingga mudah untuk terjatuh. Bedanya
dengan kejang tonik, kejang ini tidak membuat otot menjadi kaku.
5. Tonik, serangan berupa kejang atau kaku seluruh tubuh.Kejang tonik Kejang tipe tonik
membuat kaku otot seseorang. Biasanya otot punggung, tangan, dan kaki yang akan
mengalami kekakuan. Kondisi ini seringkali ditandai dengan jatuhnya seseorang tiba-
tiba.
6. Mioklonik, berupa kontraksi dari salah satu atau beberapa otot tertentu
7. Trismus adalah keterbatasan pergerakan rahang, yang berhubungan dengan gangguan
sendi rahang dan otot-otot wajah di sekitarnya yang mengontrol pergerakan rahang dan
pengunyahan. Akibat dari trismus adalah sulitnya membuka mulut dengan normal,
sehingga sulit berbicara, mengunyah atau menelan.
8. Opitotonus adalah suatu sikap pada tubuh abnormal ketika posisi tubuh mengalami
kaku dan melengkung ke belakang, kemudian dengan kepala terlempar ke belakang.
Sumber lain menjelaskan bahwa Opitotonus adalah posisi yang tidak seimbang yang
menjadi akibat kontraksi yang tidak henti-hentinya, jadi semua otot yang berlawanan
semuanya, dan terjadinya kekejangan tubuh dengan ciri khas tulang punggung
melengkung ke belakang, tungkai meregang, dan siku terlipat.
9. Kejang klonik Kejang klonik memiki tanda gerakan otot yang berulang dan tiba-tiba.
Biasanya otot yang terlibat meliputi otot leher, wajah, dan lengan.

Anda mungkin juga menyukai