PENDAHULUAN
1
yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea menurut
Sunaryo (2011) adalah sebagai berikut : pertama dismenorea primer atau esensial,
intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan atau didapati adanya kelainan
ginekologik yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa
nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya endometriosis,
mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD.
Proses menstruasi merupakan hal alamiah yang terjadi pada setiap wanita. Proses
menstruasi adalah peluruhan dinding Rahim (endometrium) yang disertai dengan
terjadinya pendarahan. Proses menstruasi tidak terjadi pada ibu hamil. Proses menstruasi
umumnya terjadi semenjak usia 11 tahun sampai dengan usia 50 tahun-an. Setiap wanita
memiliki rentang waktu yang berbeda-beda. Siklus mentruasi terjadi setiap 25 – 35 hari
sekali.
Namun ada juga wanita yang mengalami siklus yang belum teratur atau di luar
jangka waktu di atas. Menstruasi terjadi selama 3 sampai dengan 7 hari. Jika anda
mengalami proses menstruasi di luar ketentuan umum, konsultasikanlah dengan dokter
kandungan untuk mengetahui penyebabnya dan pastikan bahwa tidak terdapat kelainan
atau penyakit yang berkaitan. Ketika wanita sedang berada pada proses menstruasi, darah
yang di keluarkan 25 sampai dengan 150 ml. Ketika dalam proses menstruasi, secara
umum wanita sering mengalami pening-pening, kram perut, lemas dan pegal pada area
paha dan pinggang.
2
10. Bagaimana penatalaksanaan disminore ?
11. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawaatan pada pasien disminore?
3
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR PENYAKIT
Menurut Huffman (2010) menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja
hampir semuanya disebabkan dismenorea primer. Dismenorea primer disebabkan karena
gangguan keseimbangan fungsional, bukan karena penyakit organik pelvis, sedangkan
dismenorea sekunder berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang terjadi pada
masa remaja
2.2 Etiologi
a. Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang
menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut
bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenore Primer :
4
a. Faktor endokrin Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum.
Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau mencegah
kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organik Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis
servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual,
takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan
imaturitas.
d. Faktor konstitusi Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi
timbulnya dismenorea.
e. Faktor alergi Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid.
Menurut riset, ada asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma
bronkiale. b. Dismenore sekunder mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut :
1. Endometriosis
2. Polip atau fibroid uterus
3. Penyakit radang panggul
4. Perdarahan uterus disfungsional
5. Prolaps uterus
6. Maladaptasi pemakaian AKDR
7. Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus terauputik,
atau ,melahirkan.
8. Kanker ovarium atau uterus.
5
kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti
ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe
dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi.
Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis
dismenorea primer adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan
miometrium yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di
endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien
dengan dismenorea mendukung pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin
(prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan kontraksi
uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke
miometrium. Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium
(endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri
(Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler
menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi (Speroff,
1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan
progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi
uterus yang berlebihan (Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk
mempertinggi sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene
yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan dismenorea
primer yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984;
Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari posterior,
vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah
uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan
vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin.
2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah
menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-
tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat
berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit pelvis
6
yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk:
endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic
inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device).
Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis
dismenorea sekunder.
Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
7
9) Pemeriksaan pelvik normal
10) Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, nyeri kepala
b. Dismenore sekunder
1) Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun
2) Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
3) Tidak berhubngan dengan siklus paritas
4) Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul
5) Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah
6) Berhubungan dengan kelainan pelvic
7) Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
8) Seringkali memerlukan tindakan operatif
9) Terdapat kelainan pelvic
2.7 Klasifikasi
8
aliran menstrual dan berlanjut sampai beberapa 48 atau 72 jam. Jarang ada yang
sampau 72 jam. ( Brunner & Suddarth, 2002)
Gejala utama adalah nyeri, nyeri dapat tajam, tumpul, siklik, atau menetap. Gejala
sistemik yang menyertai adalah berupa mual, diare, sakit kepala, dan perubahan
emosional (Price, 2002)
Faktor psikologis seperti ansietas dan ketegangan juga dapat menunjang
dismenorea. Dengan bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung hilang, dan akan
hilang sama sekali setelah melahirkan anak (Brunner & Suddarth, 2002)
b. Sekunder
Dismenore sekunder terjadi bila terdapat gangguan patologis pelvis, seperti
endometriosis, tumor, atau penyakit inflammatory. Biasanya mereka mengalami nyeri
sebelum haid, disertai ovulasi dan kadang kala pada saat melakukan hubungan
seksual. (Brunner & Suddarth, 2002)
a. Nyeri Spasmodik
Nyeri ini terasa dibagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau segera
setelah masa haid mulai. Biasanya perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu
menderita nyeri itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apapun. Ada diantara mereka
yang pingsan, mereka sangat mual, bahkan ada yang benar benar muntah. Kebanyak
dari mereka adalah wanita muda, walaupun dijumpai juga pada wanita umur 40 th
keatas. Disminore spasmodic dapat diobat atau paling tidak dikurangi dengan
lahirnya bayi pertama, walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami
gejala seperti itu.
b. Nyeri Kongestif
Penderita disminore kongestif yang biasanya akan tahu sejak berharihari
sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba mungkin mengalami pegal, sakit
pada buah dada, perut kembung tidak menentu, pakaian dalam terasa terlalu ketat,
sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami,
9
mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, dan
muncul memar dipaha dan lengan atas. Semua itu merupakan symptom pegal
menyiksa yang berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses
menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sedang berlangsung.
Bahkan sekian hari pertama masa haid orang yang menderita dismonore kongesif
akan merasa lebih baik.
10
5) Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien
6) Integumen : kaji turgor kulit
Therapi
Therapi diberikan berdasarkan klasifikasi dismenore. Pada nyeri primer diberikan
agen antiinflamasi nonsteroid, yang menyekat sistensis prostaglandin melaluo
penghambatan enzim siklooksigenase, misalnya : ibuprofen (Motrin), naproxen, alleve,
Anaprox, Naproxyn, dan as. Mefenamat (ponstel).
Dengan pemberian obat-obatan ini biasanya wanita akan mengalami efek samping
pada gastrointestinal. Kontra indikasi obat-obatan ini adalah pada wanita dengan alergi,
riwayat ulkus peptikum, sensitive terhadap aspirin, asma dan terjadinya kehamilan.
(Brunner & Suddarth, 2002)
Terapi akan baik bila dilaksanakan sebelum gejala menstruasi sampai gejala
berkurang.
Dapat juga diberikan kontrasepsi oral, yang berfungsi menghambat prostaglandin
endometrium oleh progesterone. Obat-obatan ini akan menurunkan jumlah menstruasi
sehingga menurunkan konsentrasi prostaglandin. (Price, 2002)
Pemberian analgesic sebelum kram mulai, juga dapat mengurangi rasa nyeri.
Aspirin, inhibitor prostaglandin ringan juga dapat di berikan sesuai dosis, biasanya
dianjurkan setiap 4 jam.
Sedangkan, tindakan yang dapat dilakukan untuk nyeri sekunder adalah
mengobati penyakit yang mendasarinya.
11
Primer Sekunder
Gejala Kram dan disertai gejala sistemik Nyeri, yang terjadi beberapa
yang berlangsung sebelum awitan hari sebelum awitan, pada
sampai 2 – 3 hari setelah awitan ovulasi, dan pada saat
pada wanita melakukan hubungan
seksual
Penyebab Produksi prostaglandin yang berlebih Adanya penyakit patologis
yang mendasari
Penanganan Antiprostaglandin, latihan dan Evaluasi dan pengobatan
kontrasepsi oral untuk penyebab yang
spesifik (penyakitnya)
(Brunner & Suddarth, 2002)
2.11 Penatalaksanaan
Pada dismenorea primer, penyebab rasa nyaman dijelaskan dan pasien
ditenangkan bahwa menstruasi adalah fungsi normal dari sistem reproduktif.
Jika pasien muda dan ditemani ibunya, ibunya juga harus ditenangkan dan
diberikan pengetahuan mengenai hal ini.
Banyak anak perempuan yang menduga bahwa mereka akan mengalami periode
haid yang sangat menyakitkan apabila ibu mereka mengalaminya juga. Keram yang tidak
nyaman dapat diatasi jika kecemasan dan kekawatiran terhadap signifikansi gejala
tersebut dijelaskan secara adekuat. Gejala biasanya menghilang dengan medikasi yang
sesuai.
Pasien dianjurkan untuk melakukan aktivitas normalnya dan untuk meningkatkan
latihan fisik karena latihan memberikan dasar neurofisiologis untuk peredaan.
Terapi lain yang bisa dilakukan misalnya :
1. Therapi kompres hangat : Kompres hangat ditujukan agar memperlancar sirkulasi
darah, mengurangi rasa sakit, memperlancar pengeluaran cairan, merangsang
peristaltik usus dan memberikan rasa nyaman klien.
12
a. Tarik nafas, arahkan nafas ke ujung kaki dan relaksasikan bagian tersebut.
Arahkan nafas ke telapak kaki dan tumit dan relaksasikan bagian tersebut,
kemudian hembuskan
b. Tarik nafas, arahkan nafas ke otot kaki bagian bawah dari tumit ke lutut dan
relaksasikan. Pertama kaki kiri kemudian kaki kanan. Hembuskan nafas, rasakan
relaksasi dari ujung kaki ke atas.
c. Tarik nafas, arahkan nafas ke bokong dan panggul kemudian relaksasikan.
Hembuskan nafas.
d. Tarik nafas arahkan ke perut dan otot pinggang, relaksasikan dan hembuskan.
e. Tarik nafas arahkan ke dada dan otot punggung, relaksasikan dan hembuskan
nafas.
f. Tarik nafas arahkan ke bahu, tangan dan ujung jari, relaksasikan dan hembuskan
nafas.
g. Tarik nafas arahkan ke otot dahi, pipi, alis dan rahang. Biarkan rahang turun,
rasakan kenyamanan saat otot tersebut relaksasi. Biarkan perasaan relaksasi ini
menyebar ke otot leher, tenggorokan dan lidah, hembuskan nafas.
h. Bernafaslah secara perlahan dan teratur dalam latihan.
3. Imagery Guided
13
4. Yoga
Yoga dipercaya sangat efektif mengurangi cairan yang menumpuk di bagian
pinggang yang menyebabkan nyeri haid, lakukan latihan yoga sekitar 30 menit
dengan kombinasi gerakan dan nafas dalam ( tehnik relaksasi progresif) sebagai
berikut:
a. Duduk dengan posisi kedua tangan diletakkan di atas kaki.
b. Posisi sujud dengan kedua tangan diarahkan ke belakang (lakukan selama 2
menit)
c. Posisi telentang, kaki ditekuk, kedua tangan melingkar di atas kepala, lakukan
selama 2 menit.
d. Posisi duduk bersila, kedua tangan memegang jari kaki, lakukan selama 1 menit.
e. Posisi kaki kiri ditekuk, kaki kanan diluruskan, badan membungkuk dengan kedua
tangan ke arah kaki kanan sambil mencium lutut kanan, lakukan selama 2 menit.
Selanjutkan ganti ke posisi berlawanan.
f. Posisi kedua kaki diluruskan, badan membungkuk mencium kedua lutut, tangan
memegang kedua jari kaki, lakukan selama 2 menit.
g. Posisi duduk dengan kedua kaki dibuka lebar, tangan dan badan sujud ke depan,
lakukan selama 2 menit.
h. Posisi tengkurap dengan badan ditengadakan keatas, tumpuan pada kedua lengan,
lakukan selama 2 menit.
i. Posisi duduk dengan kaki kiri diluruskan, kaki kanan ditekuk dan dipegang tangan
kiri, badan memutar kearah belakang, lakukan selama 3 menit
j. Posisi sujud dengan kedua tangan diarahkan ke belakang, lakukan selama 2 menit.
k. Posisi telentang, kedua kaki diangkat ke atas, kedua tangan diatas kepala
melingkar, lakukan selama 3 menit.
l. Posisi telentang dengan kedua kaki dibuka, kedua tangan diletakkan disamping
badan, posisi rileks, lakukan selama 5-10 menit.
14
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DISMENORE
15
A. Pengkajian
1. Identitas pasien :Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien disminor untuk datang kerumah sakit.
b.Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan disminor yang disertai nyeri pada perut.
c.Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita sebelumnya.
d.Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit disminor pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan,
karena penyakit dhf adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui faktor genetic.
e. Riwayat menstruasi
1. Awitan menarke
2. Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke
3. Frekuensi dan keteraturan siklus
4. Lama dan jumlah aliran menstruasi
5. Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.
f. Deskripsi nyeri
1. Awitan yang terkait dangan masa menstruasi
2. Rasa kram spasmodic atau menetap
3. Lokasi menyeluruh atau spesifik
4. Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah
5. Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.
6. Memburuk saat palpasi atau bergerak
g. Gejala yang berkaitan
1. Gejala ekstragenetalia
2. Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus menstruasi.
16
h. Riwayat obstetri-paritas
i. Pemasangan AKDR
j. Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum :
a. Pencatatan usia dan berat badan
b. Pemeriksaan speculum
1. Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.
2. Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.
3. Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
c. Pemeriksaan bimanual
1. Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks
2. Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
3. Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.
4. Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.
17
Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kekakuan
leher, nyeri telan.
Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan.
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus normal
Auskultasi : Vesikuler
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali).
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
Ekstremitas : Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi
dan tulang.
Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang
kateter
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d gangguan menstruasi (dismenore)
2. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan umum
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan
C. Intervensi keperawatan
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
O Kep
1 Nyeri akut Setelah diberikan 1.Jelaskan dan bantu klien 1.Pendekatan dengan
18
b/d askep selama 3x24 dengan tindakan pereda menggunakan relaksasi
gangguan jam diharapkan nyeri nyeri nonfarmakologi dan dan nonfarmakologi
menstruasi pasien berkurang non invasif.. lainnya telah
(dismenore) dengan kriteria hasil : 2.Ajarkan penggunaan menunjukkan
Nyeri berkurang/dapat kompres hangat keefektifan dalam
diadaptasi, Dapat 3.Ajarkan Relaksasi : mengurangi nyeri.
mengindentifikasi Tehnik-tehnik untuk 2.Meringankan kram
aktivitas yang menurunkan ketegangan abdomen. Panas
meningkatkan/menuru otot rangka, yang dapat bekerja dengan
nkan nyeri, skala nyeri menurunkan intensitas nyeri pedoman meningkatkan
ringan. dan juga tingkatkan vasodilatasi dan otot
relaksasi masase. relaksasi,saat
4.Ajarkan metode distraksi menurnnya iskemic
selama nyeri akut. uterus.
5.Lakukan pijatan punggung 3.Akan melancarkan
bawah. peredaran darah,
6.Berikan kesempatan sehingga kebutuhan O2
waktu istirahat bila terasa oleh jaringan akan
nyeri dan berikan posisi terpenuhi, sehingga
yang nyaman ; misal waktu akan mengurangi
tidur, belakangnya dipasang nyerinya
bantal kecil. 4.Mengalihkan
7.Anjurkan menurunkan perhatian nyerinya ke
masukan sodium selama hal-hal yang
seminggu sebelum mens menyenangkan.
8.Tingkatkan pengetahuan 5.Mengurangi nyeri
tentang : sebab-sebab nyeri, dengan relaksasi otot
dan menghubungkan berapa vertebra dsn
lama nyeri akan menigkatkan suplai
berlangsung. darah. Banyak
9. Observasi ulang tingkat perempuan yang
19
nyeri, dan respon motorik mengdapatkan hal
klien, 30 menit setelah positif dengan yoga,
pemberian obat analgetik biofeedback, meditasi,
untuk mengkaji dan relaksasi therapy.
efektivitasnya. Serta setiap 6.Istirahat akan
1 - 2 jam setelah tindakan merelaksasi semua
perawatan selama 1 - 2 hari. jaringan sehingga akan
10. Kolaborasi dengan meningkatkn
dokter, pemberian analgetik. kenyamanan
Kolaborasi pemberian obat 7.Mengurangi resiko
seperti penghambat sintesa retensi cairan.
prostaglandin ( PGSI), 8.Pengetahuan yang
ibuprofen ( Motrin), akan dirasakan
naproxen sodium membantu mengurangi
( Anaprox) dan ibuprofen nyerinya. Dan dapat
setidaknya 48 jam sebelum membantu
terjadi menstruasi. mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik.
9.Pengkajian yang
optimal akan
memberikan perawat
data yang obyektif
untuk mencegah
kemungkinan
komplikasi dan
melakukan intervensi
yang tepat
10.Analgetik memblok
lintasan nyeri, sehingga
20
nyeri akan berkurang.
Kontrasepsi oral dapat
diberikan jika klien
menginginkan
kontrasepsi sebagai
pembebasan nyeri.OC's
mencegah ovulasi,
menurunkan jumlah
darah haid, yang
mengurangi jumlah
prostaglandin dan
dysmenorrhea.
2 Intoleransi Setelah diberikan 1.Hindari seringnya 1. Istirahat yang cukup
aktifitas b/d askep selama 3 x24 melakukan intervensi yang dapat menurunkan
kelemahan jam diharapkan Ps tidak penting yang dapat stress dan
umum menunjukan perbaikan membuat lelah, berikan meningkatkan
toleransi aktifitas istirahat yang cukup kenyamanan.
dengan kriteria hasil 2. Berikan istirahat cukup 2. istirahat cukup dan
Pasien dapat dan tidur 8 – 10 jam tiap tidur cukup
melakukan aktifitas malam menurunkan kelelahan
3. Observasi ulang tingkat dan meningkatkan
nyeri, dan respon motorik resistensi terhadap
klien, 30 menit setelah infeksi
pemberian obat analgetik 3. Pengkajian yang
untuk mengkaji optimal akan
efektivitasnya. Serta setiap memberikan perawat
1 - 2 jam setelah tindakan data yang obyektif
perawatan selama 1 - 2 hari. untuk mencegah
kemungkinan
komplikasi dan
melakukan intervensi
21
yang tepat.
3 Ansietas b/d Setelah diberikan 1.Jelaskan prosedur yang 1. Informasi
perubahan askep selama 3 x24 diberikan dan ulangi dengan memperkecil rasa takut
status jam diharapkan pasien sering. dan ketidaktauan
kesehatan ansietas pasien 2. Anjurkan orang terdekat 2. Meningkatkan
berkurang dengan berpartisipasi dalam asuhan perasaan
kriteria hasil : Ps 3. Anjurkan dan berikan Berbagi
menunjukan perbaikan kesempatan pada pasien 3.membuat perasaan
tentang kecemasan untuk mengajukan terbuka dan bekerja
yang dirasakan pasien. pertanyaan dan menyatakan sama Bantu klien untuk
masalah memenuhi kebutuhan
4. Singkirkan stimulus yang aktivitas sehari-hari
berlebihan 4. memberi lingkungan
5. Ajarkan teknik relaksasi; yang lebih tenang
latihan napas dalam, 5. pengalihan perhatian
imajinasi terbimbing. selama episode asma
6. Informasikan tentang dapat menurunkan
perawatan, dan pengobatan ketakutan dan
7. Pertahankan perilaku kecemasan
tenang, bantu pasien untuk 6. menurunkan rasa
kontrol diri dengan takut dan kehilangan
menggunakan pernapasan control akan dirinya
lebih lambat dan dalam.
8. Jelaskan pada klien 7. Membantu klien
tentang etiologi/faktor mengalami efek
dismenore. fisiologi hipoksia, yang
9. Kolaborasi dengan dapat
psikiatri dimanifestasikansebaga
10. Jelaskan pada klien i ketakutan/ansietas.
bahwa tindakan tersebut 8. Pengetahuan apa
dilakukan untuk menjamin yang diharapkan dapat
22
keamanan. mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik. membantu
mengatasi masalah
pada pasien yang
kronis dan koping
maladaftif
9. Pengetahuan apa
yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas
dan mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik.
10. Pengetahuan apa
yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas
dan mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
teraupetik.
D. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan
mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan
23
terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah dicapai. Dan bersifat sumatif
yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah
dilakukan. Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi kembali.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk
beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum
jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada
keadaan dismenore kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan
lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan
wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul
dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana beberapa yang lain menderita
rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan
24
sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore
sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya.
3.2 Saran
Bagi tenaga kesehatan Diharapkan penyusunan makalah ini dapat
meningkatkankualitas pelayanan sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
baik terutama pada kasus perawatan anak dengan Dangue HaemoragicFever (DHF) dan
dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.
Bagi mahasiswaDiharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan
meningkatkan keterampilan serta mengaplikasikan secara langsung teori-teori yang
didapat di bangku perkuliahan dan dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam
bidang pendidikan dan praktik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 20010 Buku Ajar Medikal Bedah ed. 8, vol 2, Jakarta : EGC
Doenges, M.E. 2011, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke3. Jakarta :EGC
25