Anda di halaman 1dari 26

BAB II

DASAR TEORI
1. Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai
fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat,
ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
empedu.1
Ukuran kandung empedu pada orang dewasa adalah 7 cm hingga
10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30 ml. Kandung empedu menempel
pada hati oleh jaringan ikat longgar, yang mengandung vena dan saluran
limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati. Kandung
empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus
hepatosit, yang kemudian menuju ke duktus biliaris. Duktus yang besar
bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bermuara
ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus sistika dari
kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka
terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara
umum memiliki panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati
duodenum menuju pangkal pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri
(Avunduk, 2002).
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri
sistika yang berasal dari arteri hepatikus dextra. Asal arteri sistika dapat
bervariasi pada tiap tiap orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik
dextra2. Aliran vena pada kandung empedu biasanya melalui hubungan
antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu
langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran
empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik dari
kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa mengalir dari
kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah
nodus atau sekelompok nodus.
Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus
pada vena portal. Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf
simpatetik dan parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf
preganglionik simpatetik berasal dari T8 dan T9. Saraf postganglionik
simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan berjalan bersama dengan arteri
hepatik dan vena portal menuju kandung empedu. Saraf parasimpatetik
berasal dari cabang nervus vagus.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati
sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus.1

Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu.3


2. Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu,


normalnya antara 600-1200 ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan
sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan
sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan
empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu
hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.1
Empedu memiliki dua fungsi penting yaitu :
1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam
empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar
menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor
dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui
membran mukosa intestinal.1
2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol
yang di bentuk oleh sel- sel hati.1
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon
kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke
duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan
pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari
sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat
oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus
dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya
ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan
kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan
kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen
terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan
garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit
dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi
mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi
normal kalau diperlukan.1
3. Definisi
Kolelitiasis atau batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan
satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam empedu,
kalsium dan protein.4
Kolelitiasis (kalkuli atau batu empedu) biasanya di bentuk dalam
kadung empedu dari bahan-bahan padat empedu dalam hal bentuk, ukuran,
dan komposisinya ada dua jenis utama batu empedu : batu pigmen yang
terdiri atas pigmen empedu tak jenuh yang jumlahnya berlebihan, dan batu
kolestrol, yang merupakan bentuk paling umum. Faktor-faktor resiko pada
batu empedu termasuk sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan saluran
empedu faktor-faktor resiko untuk batu kolestrol termasuk kontrasepsi
oral, estrogen, dan klofibrat. Wanita mengalami batu kolesterol dan
penyakit kandung empedu empat kali lebih sering di banding pria :
biasanya di atas 40 tahun, multi para, dan obesitas.

Gambar 2. Batu Empedu1


4. Epidemiologi

Dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena penyakit traktus


bilier, 20% mengalami kolesistitis akut. Dan jumlah kolesistektomi secara
perlahan meningkat, terutama pada lansia. Distribusi jenis kelamin untuk
batu empedu adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada
pria, sehingga insiden kolesistitis kalkulus juga lebih tinggi pada wanita.
Kadar progesteron yang tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan
empedu stasis, sehingga insiden penyakit kandung empedu pada wanita
hamil juga tinggi. Kolesistitis kalkulus dijumpai lebih sering pada pria usia
lanjut.
Insidensi kolesistitis meningkat seiring dengan usia. Penerangan
secara fisiologi untuk meningkatnya kasus penyakit batu empedu dalam
populasi orang yang lebih tua kurang difahami. Meningkatnya kadar
insidensi untuk laki-laki yang lebih berusia telah dikaitkan dengan rasio
perubahan androgen kepada estrogen.5
5. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun
faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan
infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu
empedu kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk
membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme
spingteroddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal
(hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan
keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel
atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/ pengendapan. Infeksi
lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab
terbentuknya batu.1,6
6. Patofisiologi

Seperti telah disebutkan sebelumnya, sembilan puluh persen kasus


kolesistitis melibatkan batu di saluran sistikus (kolesistitis kalkulus), dan
10% sisanya merupakan kasus kolesistitis kalkulus. Faktor yang
mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Kolesistitis
kalkulus akut disebabkan oleh tersumbatnya duktus sistikus hingga
menyebabkan distensi kandung empedu.
Biasanya sumbatan ini adalah disebabkan adanya batu empedu
yang mempunyai 2 tipe yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Pada batu
kolesterol, empedu yang disupersaturasi dengan kolesterol dilarutkan
dalam daerah hidrofobik micelle, kemudian terjadinya kristalisasi dan
akhirnya prepitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain membentuk
matriks batu. Pada batu pigmen, ada dua bentuk yakni batu pigmen murni
dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil, sangat keras
dan penampilannya hijau sampai hitam. Proses terjadinya batu ini
berhubungan dengan sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau
pembentukan pigmen abnormal yang mengendap di dalam empedu.
Sirosis dan statis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu
pigmen.1
Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan
cairan empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi
pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti
reaksi inflamasi atau peradangan dan supurasi. Seiring membesarnya
ukuran kantong empedu, aliran darah dan drainase limfatik menjadi
terganggu hingga menyebabkan terjadinya di dinding kandung empedu
iskemia, nekrosis mukosa dan jika lebih berat terjadinya ruptur.1
Sementara itu, mekanisme yang akurat dari kolesistitis akalkulus
tidaklah jelas, namun beberapa teori mencoba menjelaskan. Radang
mungkin terjadi akibat kondisi dipertahankannya konsentrat empedu, zat
yang sangat berbahaya, di kandung empedu, pada keadaan tertentu.
Misalnya pada kondisi puasa berkepanjangan, kantong empedu tidak
pernah menerima stimulus dari kolesistokinin (CCK) untuk
mengosongkan isinya, dengan demikian, empedu terkonsentrasi dan tetap
stagnan di lumen.1,6

Gambar3. Kolesistitis Akut yang disebabkan oleh batu empedu.1

Batu empedu terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu


yang hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila
empedu terkonsentrasi di dalam kandung empedu, larutan akan berubah
menjadi jenuh dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari
larutan akan membentuk Kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam
mukosa bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh
endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.2
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup
agar kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi
kolesterol berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan
misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin
karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat
ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal
kolesterol.2
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme,
secara aktif disekresi ke dalam empedu oleh hati. Sebagian besar bilirubin
di dalam empedu berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut
dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak
terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat,
dan anion lainnya cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan
kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan
elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis
kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam
empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium
bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya
membentuk batu pigmen hitam.2
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang
tidak biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan
bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil
peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi
terbentuknya kristal kalsium bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin
menyebabkan pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan
endapan dari larutan lain. Konkresi yang dihasilkan memiliki konsistensi
disebut batu pigmen coklat.2
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri
dan leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak.
Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan
proporsi kalsium bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan
campuran batu empedu.2
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi
keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan.
Jika terdapat batu empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris
komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan
meningkat dan peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan
mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrum, mungkin dengan
penjalaran ke punggung. Respon nyeri, gangguan gastrointestinal dan
anoreksia akan meningkatkan penurunan intake nutrisi.2
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis
akan meningkatkan kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung
mengalami kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan intervensi
medis pembedahan, intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi.2

7. Manifestasi Klinis

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah


nyeri perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia
serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara
progresif dan nyerinya bersifat konstan. Kadang-kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60
menit tanpa reda.2
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan
penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien
mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan
dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskular dan
ekstraselular. Pada pemeriksaan fisik, kuadran kanan atas abdomen hampir
selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat
diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau
batuk sewaktu palpasi subkostae kuadran kanan atas biasanya menambah
nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti yaitu Murphy sign positif
menandakan adanya peradangan kandung empedu.
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubin<4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu
dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik misalnya duktus
koledokus. Gejalanya juga bertambah buruk setelah makan makanan yang
berlemak. Pada pasien-pasien yang sudah tua dan dengan diabetes
mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya
berupa mual saja.5
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat
dibedakan dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus
terjadi pada pasien dengan inflamasi kandung empedu akut yang sudah
parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda-tanda kolik kandung
empedu.5
a. Kolik Billier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau
bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada
sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan
persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi
kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi,
bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen
pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas
ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat
pengembangan rongga dada.
b. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum
akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang
tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa
berwarna kuning.
c. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.
d. Kolesistitis Akut
Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai
kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus
yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan
dapat dicetuskan tiga faktor yaitu: a) inflamasi mekanik yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi
menyebabkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu, b)
inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin, c) inflamasi bakteri
yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan
kolesititis akut.
Pasien dianggap menderita kolesistitis akut jika mereka
memiliki kriteria berikut.7

1. Nyeri akut region hypochondria kanan dan / atau nyeri epigastric


durasi > 8-12 jam.

2. Nyeri tekan/ teraba massa di kuadran kanan atas.


3. Peningkatan suhu (> 37.50C) dan / atau leukositosis (> 10x109 /
L).

4. Bukti kolesistitis akut pada ultrasonografi.

e. Koledokolitiasis dan Kolangitis


Batu kandung empedu dapat bermigrasi masuk ke duktus
koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau
batu empedu dapat juga terbentuk dalam saluran empedu
(koledokolitiasis primer). Gambaran klinis koledokolitiasis
didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruksif, kolangitis dan
pankreatitis. Tujuh puluh empat pasien dengan koledokolitiasis
simtomatik memperlihatkan bahwa nyeri dan ikterus merupakan
gejala utama.
f. Kolesistolitiasis
Kolesistolitiasis atau kolesistitis kalkulosus yaitu adanya
batu di dalam kandung empedu yang biasanya disertai proses
inflamasi. Batu empedu yang terdapat di dalam kandung empedu
dapat memberikan gejala nyeri akut episodik akibat kolesistitis
akut, kolik bilier, rasa tidak nyaman pada perut yang berulang dan
kronik akibat episode berulang dari kolik bilier ringan atau gejala-
gejala dyspepsia. Tertanamnya batu dalam leher kandung empedu
diduga menyebabkan spasme belakang, kandung empedu di daerah
kosong dan nyeri berhenti, dan jika batu tetap berada di leher
kandung empedu akan terjadi nyeri yang terus menerus. Cairan
empedu yang terperangkap akan berubah komposisinya
menyebabkan inflamasi lokal dan menyebabkan rasa nyeri yang
menetap beberapa saat, Isi kandung empedu dapat terinfeksi akibat
adanya toksemia yang dapat menyebabkan empiema, gangren atau
perforasi. Kontraksi kandung empedu akibat batu adalah
penjelasan tradisional terhadap post prandial discomfort, tetapi
tidak terdapat hubungan yang jelas antara gejala ini dengan adanya
batu empedu pada populasi umum. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tanda-tanda toksemia, kuadran kanan atas abdomen
secara klasik ditemukan Murphy’s sign. Pada kasus yang lebih
lanjut dapat diraba massa inflamasi akibat pembengkakan kandung
empedu yang dikelilingi oleh omentum.1
8. Penatalaksanaan
Untuk kasus kolesistitis akut, tindakan umum yang dapat dilakukan
adalah tirah baring, pemberian cairan intravena dan nutrisi parentral untuk
mencukupi kebutuhan cairan dan kalori, diet ringan tanpa lemak dan
menghilangkan nyeri dengan petidin (demerol) dan buscopan dan terapi
simtomatik lainnya.
Antibiotik pula diberikan untuk mengobati septikemia serta
mencegah peritonitis dan empiema. Antibiotik pada fase awal adalah
sangat penting untuk mencegah komplikasi Mikroorganisme yang sering
ditemukan adalah Eschteria coli, Stretococcus faecalis, dan Klebsiella,
sering dalam kombinasi. Dapat juga ditemukan kuman anaerob seperti
Bacteriodes dan Clostridia.Antibiotik yang dapat dipilih adalah misalnya
dari golongan sefalosporin, metronidazol, ampisilin sulbaktam dan
ureidopenisilin.
Terapi definitif kolestisistitis akut adalah kolesistektomi dan
sebaiknya dilakukan kolesistektomi secepatnya yaitu dalam waktu 2-3
hari (dalam 7 hari sejak onset gejala) atau ditunggu 6-10 minggu selepas
diterapi dengan pengobatan karena akan mengurangi waktu pengobatan di
rumah sakit.8
Sebagian dokter memilih terapi operatif dini untuk menghindari
timbulnya gangren atau komplikasi kegagalan terapi konservatif. Beberapa
dokter bedah lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien dengan
harapan menjadi lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan
tindakan bedah bila kondisi pasien benar-benar stabil, dengan dasar
pemikiran bahwa aspek teknik kolesistektomi akan lebih mudah bila
proses inflamasi telah mulai menyembuh. Terapi operatif lanjut ini
merupakan pilihan yang terbaik karena operasi dini akan menyebabkan
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi akan menjadi
lebih sulit karena proses inflamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan gambaran anatomi. Namun, jika berlakunya kasus
emergensi atau ada komplikasi seperti empiema atau dicurigai adanya
perforasi, sebaiknya lansung dilakukan kolesistektomi.8
Dibandingkan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi
laparoskopik, pasien dapat keluar rumah sakit dalam 1-2 hari pascaoperasi
dengan jarigan parut minimal dan dapat berkativitas lebih cepat. Sekitar
10% kolesistektomi laparoskopik harus diubah menjadi operasi terbuka
(kolesistektomi konvensional) di kamar operasi karena adanya inflamasi
yang luas, perlekatan, atau adanya komplikasi, seperti cedera saluran
empedu yang memerlukan perbaikan.9

Gambar 4. Kolesistektomi terbuka dan laparoskopik1

Pada pasien yang memerlukan penanganan secepatnya, namun


dalam keadaan sakit keras atau sangat berisiko tinggi untuk
kolesistektomi, pasien harus diterapi secara medis dengan pemberian
cairan, antibiotika dan analgesik, bila terapi ini gagal, perlu
dipertimbangkan suatu kolesistotomi perkutan. Di sini, isi kandung
empedu dikeluarkan dan lumen didrainase dengan kateter yang
ditinggalkan. Pada pasien yang mengalami kolesistosomi dan telah
sembuh dari keadaan akut, harus dilakukan kolesitektomi 6-8 minggu
kemudian bila kondisi medisnya cukup baik.9
Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai 90% dari seluruh
kolesisteksomi. Konversi ke tindakan bedah kolesisteksomi konvensional
sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus
sistikus yang disebabkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan
keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai pada
tindakan ini yaitu trauma saluran empedu (7%), perdarahan dan kebocoran
empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesisteksomi
laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan seperti
mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara
kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan
mempercepat aktifitas pasien.4,10
9. Pemeriksaan Radiologi
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
Gambar 5. USG batu empedu11
2. CT-Scan
Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk
menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan
koledokolitiasis.

Gambar 6. CT scan abdomen11

3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)


Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus
dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam
duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung
stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian
distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk
membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga
dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-
pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.

Gambar 7.ERCP11

Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas penunjang yang


murah, tidak invasif, aman dan tersedia dengan potensi sangat akurat
untuk pencitraan pada pasien suspect cholelithiasis (Raymond, 2007).
Pemeriksaan ultrasonografi pada perut kanan atas merupakan suatu
metode pilihan untuk mendiagnosis cholelithiasis. Tingkat sensitivitasnya
lebih dari 95% untukmendeteksi cholelithiasis dengan diameter 1,5 mm
atau lebih.9

10. Penatalaksanaan Bedah


a. Open Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan
batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,
perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas
pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989,
angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65
tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun
angka kematian mencapai 0,5 %. 12
Terdapat 2 incisi yang sering digunakan yaitu vertical pada midline dan
subcostal oblique. Incisi linea mediana digunakan jika terdapat keadaan patologi
seperti hernia hiatus atau ulkus duodenal yang memerlukan pertimbangan
pembedahan. Incisi subcostal digunakan karena dipercaya memberikan area
pandang yang baik, luka postoperatif yang lebih nyaman dan insidensi hernia
postoperatif lebih jarang daripada incisi vertikal pada linea mediana. Setelah
dilakukan incisi, detail prosedur tindakan tetap serupa.

Sarung tangan steril yang telah dilembabkan dengan larutan garam


fisiologis yang telah dihangatkan digunakan untuk eksplorasi cavum abdomen
untuk mendeteksi adanya infeksi supuratif akut yang melibatkan kandung
empedu. Perut dan terutama duodenum dilakukan inspeksi dan palpasi dan
kemudian ekplorasi abdomen secara menyeluruh termasuk evaluasi hiatus
esophagus. Kemudian ahli bedah akan memasukkan tangannya melintasi kubah
liver sehingga membiarkan udara diantara diafragma dan liver untuk mendorong
liver kearah bawah. Ketika bantuan sangat terbatas, retraktor halsted digunakan
pada sisi kanan untuk menarik kearah tepi costa. Klem digunakan untuk
memegang ligamentum falsiform dan 1 klem lagi untuk memegang fundus
kandung empedu. Sebagian besar ahli bedah lebih suka membelah ligamentum
falsiform kemudian kedua ujungnya diligasi jika tidak maka akan terjadi
perdarahan aktif dari arteri. Traksi ke bawah dipertahankan dengan klem pada
fundus kandung empedu.
Gambar 8. Visualisasi kandung empedu (Zollinger, 2011)

Setelah liver ditarik ke bawah sejauh mungkin, klem ditarik kearah tepi
costa untuk memvisualisasi permukaan bawah liver dan kandung empedu. Asisten
akan memegang klem ini sementara ahli bedah mempersiapkan area visualisasi.
Jika kandung empedu mengalami inflamasi akut dan distensi sebaiknya dilakukan
aspirasi isinya terlebih dulu dengan trokar sebelum memasang klem pada fundus.
Jika tidak batu kecil akan terdorong ke cyst dan duktus komunis. Adhesi antara
permukaan bawah kandung empedu dengan jaringan sekitarnya seringkali
ditemukan. Lapang pandang yang baik dipertahankan oleh asisten. Adhesi
dipisahkan dengan gunting lengkung sampai tervisualisasi jaringan avascular dari
sekitar dinding kandung empedu. Setelah incisi awal dibuat, sangat mungkin
menyingkirkan adhesi berikutnya dengan kassa spons yang dipegang dengan
forsep13

Setelah kandung empedu dibebaskan dari adhesi maka kandung empedu


dapat diangkat ke atas untuk memberikan lapang pandang yang lebih baik. Untuk
melakukan hal tersebut, jaringan sekitarnya dapat disingkirkan dengan kassa
lembab, ahli bedah memasukkan tangan kiri ke luka iris mendorong kassa
kebawah untuk mengarahkan kassa tersebut. Lambung dan colon transversum
ditutup dengan kassa ke arah foramen winslow (Gambar 8). Kassa dipegang
dengan retraktor S sepanjang bagian tepi bawah medan operasi atau dengan
tangan kiri asisten 1, dimana, dengan jari secara perlahan menahan kearah bawah.

Setelah area operasi telah tampak cukup, ahli bedah memasukkan jari
telunjuk tangan kiri ke foramen winslow dan dengan ibu jari secara perlahan
melakukan palpasi pada area untuk membuktikan adanya batu pada duktus
komunis dan penebalan pada kaput pankreas. Sebuah klem digunakan untuk
mencengkram permukaan bawah kandung empedu supaya tervisualisasi oleh
operator. Pemasangan klem pertama kali pada area ampula pada kandung empedu
adalah penyebab utama cedera pada duktus komunis. Hal ini terjadi terutama
kandung empedu bengkak akut karena ampula kandung empedu berjalan paralel
terhadap duktus komunis. Jika pemasangan klem dilakukan secara sembarangan
dimana bagian leher dari kandung empedu melewati ductus sistikus, maka
sebagian atau seluruh ductus komunis akan ikut tercengkram.13
Karena alasan tersebut selalu disarankan untuk memasang klem dengan
baik ke arah atas pada permukaan bawah kandung empedu sebelum usaha apapun
untuk visualisasi area ampula kandung empedu. Proses enukleasi kandung
empedu dimulai saat memisahkan peritoneum pada aspek inferior dari kandung
empedu dan melebarkannya kearah bawah ampula. Peritoneum biasanya
dipisahkan dengan elektrokauter atau gunting metzenbaum. Incisi harus dilakukan
dengan hati- hati sepanjang ligamentum hepatoduodenal. Sehingga diseksi tumpul
pada ampula dibebaskan ke bawah area duktus sistikus. Setelah ampula kandung
empedu terlihat jelas klem yang telah terpasang pada permukaan bawah kandung
empedu diarahkan ke lebih rendah ke area ampula. 13

Dengan traksi dipertahankan pada ampula, ductus sistikus tervisualisasi


dengan diseksi tumpul. Klem berukuran panjang dilewatkan di belakang ductus
sistikus. Bilah dari klem tersebut dilebarkan secara hati- hati. Secara perlahan
ductus sistikus dipisahkan dari ductus komunis. Arteri sistikus diisolasi dengan
klem panjang. Pada keadaan tersebut cedera pada duktus komunis atau cabangnya
dapat terjadi ketika klem dipasang. Kejadian yang tidak diinginkan dapat terjadi
ketika eksposure tampak terlalu mudah pada pasien yang kurus.
Setelah duktus sistikus terisolasi, kemudian dipalpasi ada tidaknya batu
yang terdorong ke duktus komunis karena pemasangan klem. Ukuran duktus
sistikus diamati sebelum diregangkan. Jika duktus sistikus dilatasi dan dari palpasi
teraba batu kecil- kecil sehingga mereka dapat lewat dengan mudah disarankan
dilakukan koledokoostomi. Sebelumnya kolangiogram dilakukan rutin melalui
ductus sistikus setelah dipisahkan.

Gambar 9. Visualisasi Kandung Empedu melalui retrogard 13

Ketika memungkinkan kecuali terjadi inflamasi berat duktus sistikus dan


arteri sistikus diisolasi secara terpisah dengan ligasi. Setelah dilakukan
kolangogram, duktus sistikus diligasi dengan benang transfixing. Secara umum
area antar ikatan diperkirakan sesuai dengan diameter duktus atau pembuluh
darah13

Kelainan letak suplai pembuluh darah pada area ini sangat sering terjadi
sehingga setiap melakukan tindakan perlu dipertimbangkan ditiap kasus. Ligasi
ductus sistikus dapat dilakukan setelah ligasi arteri sistikus. Jika klem arteri
sistikus lepas sehingga menyebabkan perdarahan hebat, arteri hepatic dapat
ditekan pada ligamentum gastrohepatik menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
kanan (pringle manuver).

Setelah duktus sistikus dan arteri diligasi, pengambilan kandung empedu


dimulai. Inciseipada permukaan inferior kandung kencing 1 cm dari tepi liver
diperluas memutari fundus. Kemudian kandung empedu diambil secara tajam13

b. Kolesistektomi Laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering
adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa
dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan
anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak
terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,
cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat
digunakan untuk aktifitas olahraga. 12
Laparoskopi kolesistektomi adalah laparoskopi yang paling
umum dilakukan di dunia. Penatalaksanaan awal dari kolesistitis akut
termasuk bowel rest, hidrasi intravena, koreksi kelainan elektrolit,
analgesia, dan antibiotik intravena. Setelah diberikan tatalaksana ini,
pasien dengan penyakit tanpa komplikasi direncanakan untuk rawat
jalan dan dilakukan laparoskopi kolesistektomi setelah periode 6-8
minggu. Pada kasus kolesistitis akut laparoskopi kolesistektomi
dihindari karena kekhawatiran tentang adanya potensi timbulnya
bahaya komplikasi, terutama common bile duct injury dan tingkat
konversi yang tinggi pada kolesistektomi. Laparoskopi kolesistektomi
awalnya dilakukan untuk kolesistitis kronis tetapi dengan munculnya
instrumentasi modern dan perkembangan dalam teknik bedah dan
tingkat pengalaman yang tinggi, ahli bedah memilih melakukan
prosedur ini dalam kasus kolesistitis akut.12
Early Cholecystectomy
Merupakan kolesistektomi awal yang dilakukan dalam kurun
waktu 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit. Meskipun telah
banyak dibahas sebelumnya, belum terdapat bukti tegas yang
mendukung keunggulannya. Dalam penelitian acak yang baru-baru ini
dipublikasikan, penelitian dilakukan pada pasien yang dirawatselama
24 jam awal setelah pasien masuk rumah sakit. Meskipun begitu,
kolesistektomi mungkin tidak selalu dapat dilakukan dalam waktu 24
jam setelah pasien masuk dengan berbagai alasan yang berbeda. Pada
kasus tersebut, operasi harus dilakukan dalam waktu 72 jam seperti
yang direkomendasikan dalam beberapa jurnal14

Interval Cholecystectomy
Merupakan kolesistektomi yang dilakukan setelah prosedur
konservatif dengan antibiotik selama 6 minggu, setelah peradangan
akut membaik. Hal ini diyakini jauh lebih aman dan juga tingkat
konversi berkurang. Risiko yang paling ditakuti dalam melakukan
operasi dalam fase akut ini adalah adanya peradangan yang
menyebabkan diseksi jaringan menjadi sulit, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi 14
Kolesistektomi dikenal sebagai prosedur pilihan untuk
pengobatan batu empedu simtomatik. Beberapa dekade terakhir ini
kolesistektomi dilakukan melalui sayatan subkostal panjang yang
tepat. Teknik invasif minimal saat ini telah menjadikan tindakan
laparoskopi kolesistektomi sebagai prosedur baku emas pada
penghilangan kandung empedu. Prosedur ini lebih disukai karena
hanya menimbulkan sedikit rasa sakit pasca operasi, hasil kosmetik
yang lebih baik, lama rawat inap yang lebih singkat, dan pemulihan
yang lebih cepat.15
Diamati bahwa laparoskopi kolesistektomi bila dilakukan pada
kasus-kasus kolesistitis akut jika berhasil maka hal ini dapat dikaitkan
dengan lama rawat inap di rumah sakit yang pendek dan pemulihan yang
lebih cepat. 4
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan
keunggulan laparoskopi kolesistektomi pada kolesistitis akut namun
masih ada kontroversi dan sulit untuk memilih diantaranya. Meskipun
hasil uji coba telah ada, namun hal ini belum jelas terbukti.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui
perbandingan evaluasi klinis pada tindakan early cholecystectomy dan
interval cholecystectomy pada kolesistitis dengan kolelitiasis.
Secara konvensional, kolesistitis akut telah diterapi konservatif
pada saat presentasi penyakit namun terdapat dua cara menurut waktu
operasi dan manajemennya. Salah satunya mendukung kolesistektomi
dini (yaitu kurang dari tujuh hari sejak timbulnya gejala) sebagai
pendekatan ini memerlukan pengobatan segera, lama rawat inap rumah
sakit yang singkat, menghindari komplikasi seperti perforasi, biaya
rendah dan tidak membutuhkan revisit untuk admisi. Pandangan lain,
yaitu kolesistektomi interval (dalam waktu 6 minggu sampai 3 bulan
setelah onset gejala) karena khawatir munculnya akibat morbiditas dan
mortalitas operasi 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Albert J. Bredenoord, Andre S, Jan T. Functional Anatomy and
Pysiology .A guide to Gastrointestinal Motility Disorder, Springer;
2016:1-13
2. Debas Haile T.Biliary Tract In : Pathophysiology
andManagement.Springer – Verlaag 2004 ; Chapter 7 :198 – 224
3. Winslow T. Bile Duct Cancer Treatment Patient version U.S Govt. 2015
4. Bravo E, Contardo J, Cea J. Frequency of cholelithiasis and biliary
pathology in the easter island rapanui and non-rapanui population. Asian
Pac J Cancer Prev. 2016;17(3):1458-8.
5. Parmar AD, Sheffield KM, Adhikari DMS, Davee RA, Vargas GM,
Tamirisa NP, Kuo YF, Goodwin JS, Riall TS. PREOP-Gallstone :
Aprocnostic normogram the Management of Symptomatic Cholelithiasis
in Older Patients. Annals of Surgery:2015;261(6):1184-1190.
6. Keshav K, Chahal MS, Joshi H.S, Kashmir S, Agarwal R. Prevalece of
different types Gallstone in the patient with cholelithiasis at rohilkhan
medical college and hospital. International Journal of contemporary
surgery: 2015:3(1):1-4
7. Saquib Zet. al. “Early vs Interval Cholecystectomy in Acute Cholecystitis:
an Experience at Ghurki Trust Teaching Hospital, Lahore”. Department of
Surgery, Ghurki Trust Teaching Hospital/Lahore Medical & Dental
College, Lahore (2013)
8. Peter A et. al. “Cholecystectomy for acute cholecystitis. How time-critical
are the so called ‘golden 72 hours’? Or better ‘golden 24 hours’ and ‘silver
25–72 hour’? A case control study”. World Journal of Emergency Surgery
2014, 9:60.
9. Freeman HM. Mullen MG, Friel CM. The Progression of Cholelithiasis to
Gallstone Illeus : Do Large Gallstone Warrant Surgery. Journal of
Gastrointestinal Surgery: 2016:1-3
10. Emmanuel A, Stephan I. Gastroenterologi dan hepatologi. Jakarta:
Erlangga; 2014.
11. Nathanson LK. Management of Common Bile Duct Stone
in:Hepatobiliary And Pancreatic Surgery. Saunders 2009; 4th edition,
Chapter 10:185-196.
12. Fried GM, Feldman LS, Klassen DR, Cholecystectomy and common bile
duct exploration. In Wiley SW, Mitchel FP, Gregory JJ, Larry KR,Wiliam
PH, Jhon, Nathaniel SJ, editors ACS surgery : 6th Edition 2007: 21
13. Zollinger, Robert M., Zollinger’s Atlas of Surgical Operations 9 th edition,
international edition: McGraw Hill. United State Of America. 2011
14. National Institute For Heatlh and Care Excellence. Gallstone disease. 2014
15. Sushant Verma et al. “Early versus Delayed Laparoscopic
Cholecystectomy for Acute Cholecystitis: A Prospective Randomized
Trial”. ISRN Minimally Invasive Surgery Volume 2013 (2013), Article ID
486107

Anda mungkin juga menyukai

  • Tutklin Psikiatri
    Tutklin Psikiatri
    Dokumen51 halaman
    Tutklin Psikiatri
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Cornea
    Ulkus Cornea
    Dokumen17 halaman
    Ulkus Cornea
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • LAPSUS Pseoriasis
    LAPSUS Pseoriasis
    Dokumen6 halaman
    LAPSUS Pseoriasis
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Review Jurnal IKM
    Review Jurnal IKM
    Dokumen7 halaman
    Review Jurnal IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Sebelum Masuk Cuci
    Sebelum Masuk Cuci
    Dokumen1 halaman
    Sebelum Masuk Cuci
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Step 3
    Step 3
    Dokumen5 halaman
    Step 3
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Pr. Referat
    Pr. Referat
    Dokumen9 halaman
    Pr. Referat
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Hepatoprotektor
     Hepatoprotektor
    Dokumen4 halaman
    Hepatoprotektor
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen11 halaman
    Presentasi Kasus
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen11 halaman
    Presentasi Kasus
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Resume Artikel
    Resume Artikel
    Dokumen3 halaman
    Resume Artikel
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Hepatoprotektor
     Hepatoprotektor
    Dokumen4 halaman
    Hepatoprotektor
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN THT (Tonsilitis+Faringitis)
    LAPORAN THT (Tonsilitis+Faringitis)
    Dokumen15 halaman
    LAPORAN THT (Tonsilitis+Faringitis)
    Zuldi Erdiansyah
    Belum ada peringkat
  • AFROSIDIAK
    AFROSIDIAK
    Dokumen12 halaman
    AFROSIDIAK
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Sebelum Masuk Cuci
    Sebelum Masuk Cuci
    Dokumen1 halaman
    Sebelum Masuk Cuci
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus Fon
    Presentasi Kasus Fon
    Dokumen48 halaman
    Presentasi Kasus Fon
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Refrat IKM
    Refrat IKM
    Dokumen5 halaman
    Refrat IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Refrat IKM
    Refrat IKM
    Dokumen21 halaman
    Refrat IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Refrat IKM
    Refrat IKM
    Dokumen19 halaman
    Refrat IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Skizoafektif Tipe Manik F25
    Gangguan Skizoafektif Tipe Manik F25
    Dokumen20 halaman
    Gangguan Skizoafektif Tipe Manik F25
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Bedah Cholelithiasis
    Manajemen Bedah Cholelithiasis
    Dokumen10 halaman
    Manajemen Bedah Cholelithiasis
    Cardio FK UMP
    Belum ada peringkat
  • BAB II Presus
    BAB II Presus
    Dokumen32 halaman
    BAB II Presus
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen2 halaman
    Latar Belakang
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Dokumen1 halaman
    ABSTRAK
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Klinik
    Tutorial Klinik
    Dokumen34 halaman
    Tutorial Klinik
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • PR Referat
    PR Referat
    Dokumen11 halaman
    PR Referat
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat