Anda di halaman 1dari 48

PRESENTASI KASUS

Frakture Os Nasal
Tahta Rilo Mei
P
2017 4011 163
Tinjauan Pustaka
Anatomi
Hidung luar
piramid
a.) pangkal hidung (bridge),
b.) batang hidung (dorsum nasi),
c.) puncak hidung (tip),
d.) ala nasi,
e.) kolumella, dan
f.) lubang hidung (nares anterior).
Anatomi

a.) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, a.) tulang hidung (os nasal),
b.) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior b.) prosesus frontalis os. maksila,
(kartilago alar mayor), c.) prosesus nasalis os. frontal.
c.) tepi anterior kartilago septum.
Anatomi

Konka inferior (yang terbesar), konka media, dan Kavum nasi kanan dan kiri.
konka superior. Konka terkecil disebut konka
suprema. Nares anterior dan lubang belakang disebut nares
Rongga sempit yang disebut meatusPada meatus posterior (koana).
inferior terdapat ostium duktus nasolakrimalis.
Pada meatus media terdapat muara sinus frontal, Vestibulum yang dilapisi oleh kulit dengan banyak
dan sedangkan pada meatus superior terdapat kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. disebut vibrise.
Anatomi
Depan cabang-cabang a. fasialis.

Atas a. etmoid anterior dan posterior


(cabang a. oftalmika dari a. karotis
interna).

Bawah a. maksilaris interna, yaitu a.


palatina mayor dan a. sfenopalatina
yang keluar dari foramen sfenopalatina
bersama n. sfenopalatina.

Depan septum terdapat anastomosis dari


a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a.
labialis superior, dan a. palatina mayor
disebut pleksus Kiesselbach (Little’s
area). Pleksus ini letaknya superfisial dan
mudah cedera karena trauma, sehingga
sering menjadi sumber perdarahan
hidung (epistaksis anterior).
Anatomi
Bagian atas dan depan rongga hidung
mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior (cabang n.
nasosiliaris dari n. oftalmikus / V.1).

Penghidu
Peran
Hidung dan sinus paranasal memiliki fungsi diantaranya :

a) fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu.
b) fungsi penyaring udara (air filtration),
c) fungsi pengaturan suhu,
d) fungsi humidifikasi,
e) fungsi proteksi dan mekanisme imunologik lokal,
f) fungsi fonetik untuk resonansi suara, membantu proses bicara, dan mencegah
hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang, dan
g) refleks nasal. 1,2,4
Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya.

Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar


daripada yang diabsorpsinya.

Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang


terjadi pada bagian tulang di organ hidung.
Etiologi
Berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka. Penyebab utama
dari trauma dapat berupa 1,2,3,6:

• Cedera saat olahraga


• Akibat perkelahian
• Kecelaaan lalu lintas
• Terjatuh
• Masalah kelahiran
• Kadang dapat iatrogenik
Klasifikasi
a) Cedera Frontal
Plane I
Plane II
Plane III
b) Cedera Lateral
Plane I
Plane II
Plane III
Klasifikasi
(A) Normal,
(B) Trauma dari arah frontal
menyebabkan fraktur depresi atau
open-book fracture, dan
(C) Trauma dari arah lateral atau oblik
menyebabkan deviasi jembatan nasal
atau depresi dari salah satu tulang
hidung.
Klasifikasi
Fraktur lateral
adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana
fraktur hanya terjadi pada salah satu sisi saja,
kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.
Klasifikasi
Fraktur bilateral
merupakan salah satu jenis fraktur yang juga
paling sering terjadi selain fraktur lateral, biasanya
disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya
tulang nasal dengan tulang maksilaris.
Klasifikasi
Fraktur direct frontal
yaitu fraktur os nasal dan os frontal sehingga
menyebabkan desakan dan pelebaran pada
dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan
terganggu suaranya
Patologi Hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian
sentral dari wajah, sehingga kurang kuat
menghadapi tekanan dari luar.

Trauma nasal bervariasi tergantung pada :


(1)usia pasien yang sangat berpengaruh pada
fleksibilitas jaringan dalam meredam energi
dari pukulan,
(2)besarnya tenaga pukulan,
(3)arah pukulan dimana akan menentukan bagian
nasal yang rusak, dan
(4)kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma
nasal.

Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka


kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral
bagian atas dengan tulang dan kartilago septum
pada krista maksilaris.
Manifestasi Klinis
a) Depresi atau pergeseran tulang – tulang hidung.
b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.
c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.
d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).
e) Deformitas hidung.
f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).
g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.
h) Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.
Penunjang Diagnosis
1. Pemeriksaan Laboratorium.

Dalam kasus dengan ditemukannya jumlah perdarahan yang signifikan, dimana


pasien mungkin memerlukan suatu tindakan intervensi operatif, maka beberapa
pemeriksaan darah berikut harus diperoleh 7:

a. Hitung sel darah lengkap (CBC count). Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memeriksa kadar hemoglobin dan trombosit pasien.

b. Pemeriksaan koagulasi darah : Protrombin Time (PT) / Activated Partial


Thromboplastin Time (APTT).

c. Pencocokan silang (Crossmatch) untuk sel darah merah (Packed Red blood
Cell) : Untuk keperluan transfusi jika dibutuhkan.

d. Pemeriksaan sampel sekret hidung yang cair (watery rhinorrhea) dengan β2


transferin, jika dicurigai terdapat kebocoran cairan serebrospinal (LCS) pada
cedera cedera maksilofasial, terutama fraktur hidung.
Penunjang Diagnosis
2) Pemeriksaan Radiologi.
Diperkirakan 10 - 47% diagnosa pasien dengan fraktur nasal, sudah cukup jelas
ditetapkan berdasarkan gejala klinisnya, namun pemeriksaan radiologis dapat
dilakukan untuk menunjang penegakan diagnosis, yaitu 3,6,7,8,9:

a. Foto polos kepala. Pemeriksaan yang dipilih adalah foto polos nasal gambaran
lateral (memakai film oklusi gigi), frontal, dan Water.

Gambaran lateral (lateral view) digunakan untuk melihat adanya separasi dan depresi
dari tulang dan tulang rawan hidung beserta tulang wajah disekitarnya.

Gambaran frontal (frontal view) dapat memperlihatkan permasalahan alignment dari


tulang septum dan bentuk dari rima piriformis.

Gambaran Water’s (Water’s view) dapat memperlihatkan simetris atau tidak


simetrisnya tulang wajah, pergeseran dari prosessus frontalis maksila, pergeseran
tulang rawan septal, dan fraktur orbita. Garis sutura dan pola vaskuler terkadang
dapat mengaburkan atau menyulitkan diagnosis dan menghasilkan banyak positif-
palsu dan negatif-palsu, kecuali jika gambaran radiologi dihubungkan dengan
informasi klinis yang diperoleh secara langsung dari pasien.
Penunjang Diagnosis
Foto polos kepala lateral view
Penunjang Diagnosis
Foto polos kepala frontal view
Penunjang Diagnosis
Foto polos kepala water’s view
Penunjang Diagnosis
b. CT-Scan (Computed Tomography Scan).
Saat ini standar pemeriksaan radiografi sebagai penunjang dalam penegakan
diagnosis pada kasus trauma maksilofasial pada bagian tengah sampai bagian
atas adalah pemeriksaan CT-Scan tanpa menggunakan media kontras. Penilaian
pada pemeriksaan CT-Scan ini dapat dilakukan pada potongan aksial maupun
potongan koronal dari kepala pasien. Pada pemeriksaan ini, dapat diperoleh
berbagai informasi diantaranya cedera tulang nasal, deviasi septum nasi, dan
fraktur pada tulang hidung yang dapat terlihat dengan jelas. Selain itu luas, dan
derajat trauma, serta kondisi dari jaringan di sekitar daerah cedera dapat dinilai
pada pemeriksaan ini.
Penunjang Diagnosis
CT-Scan koronal dan axial
Diagnosis
Diagnosis kanker pankreas ditegakkan dengan gejala klinis, laboratorium seperti kenaikan bilirubin serum dan
transaminase, ditambah dengan penunjang diagnosis berupa penanda tumor CEA (Carcinoembrionic antigen) dan
Ca 19-9, gastroduodenografi, ultrasonografi, CT-Scan, skintigrafi pankreas, MRI dan ERCP, endoskopik
ultrasonografi, angiografi, PET, bedah dan biopsi.

Suatu penemuan yang sering pada kanker pankreas adalah double duct sign. Dimana kedua duktus pankreas dan
duktus biliaris komunis menyempit dan dilewati oleh tumor.

Penetuan stadium kanker pankreas juga merupakan faktor yang sangat penting untuk memilih jenis terapi dan
menilai prognosis penyakit.
Tatalaksana
1) Tujuan Penangananan Fraktur nasal :
3,6

 Penanganan kegawatdaruratan secara holistik berdasarkan prinsip ATLS,


dengan penilaian Jalan napas (Airways), Fungsi pernapasan (Breathing),
Sirkulasi (Circulation), Keadaan neurologis (Disability).
 Mengembalikan patensi jalan nafas hidung,
 Mengembalikan penampilan secara memuaskan,
 Menempatkan kembali septum pada garis tengah,
 Menjaga keutuhan rongga hidung,
 Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela,
perubahan bentuk punggung hidung,
 Mencegah gangguan pertumbuhan hidung,
Tatalaksana
2) Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan
fungsional dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan
dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk mengurangi gejala
yang timbul pada fraktur hidung misalnya pembengkakan mukosa, atau
terjadinya obstruksi hidung karena hipersekresi. Pasien dengan perdarahan
hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak
berhasil bebat kasa tipis, dan dilakukan kateterisasi balon. Bebat kasa tipis
merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor
topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan
berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala
sedikit ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk
mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan
simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada
Tatalaksana
3) Operatif
Fraktur nasal jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur
hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi.
Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko kematian pasien dengan
fraktur nasal. Namun, terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan seharusnya
penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera
setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya,
jarang pasien dievaluasi secara cepat. Reposisi nasal dapat dikerjakan di ruang
emergensi, sebaiknya dilakukan sebelum mulai timbulnya kelainan bentuk dan
pembengkakan, sehingga reposisi dapat dilakukan dengan akurasi hasil yang baik
secara anatomis. Hal ini dapat dilakukan dalam 4 – 6 jam setelah kejadian trauma
nasal.
Tatalaksana
3) Operatif

Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah yang terjadi
ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan.
Jika edema menjadi permasalahan, penanganan ditunda 5 – 10 hari untuk orang
dewasa dan 4 – 7 hari untuk anak-anak, serta jika terdapat hematom septum nasal,
dan adanya kebocoran cairan serebrospinal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10 hari
maka akan terjadi kalsifikasi. Pada kasus ini ahli bedah harus siap melakukan
refrakturasi (pematahan ulang tulang nasal) atau osteotomi untuk memobilisasi
hidung. Pada anak-anak fibrosis terjadi setelah 3 – 5 hari tergantung pada usia anak
tersebut. Bagaimanapun fraktur ini harus tetap direposisi. Untuk fraktur nasal yang
tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak
dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal
sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk
memperbaiki posisi hidung. 3,4,6,7,8,9
Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada
penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya
Tatalaksana dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi
yang lain di luar hidung dia atas kulit yang
a. Teknik reduksi tertutup diproteksi dengan selang karet. Tindakan
manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari.
Jika terdapat deviasi piramid hidung karena
dislokasi karena dislokasi tulang hidung, cunam
Asch digunakan dengan cara memasukkan
masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga
hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi
forsep. Sesudah fraktur dikembalikan pada posisi
semula dilakukan pemasangan tampon di dalam
rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat
ditambah dengan antibiotika. Perdarahan yang
timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah
pemasangan tampon pada kedua rongga hidung.
Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan
beberapa lapis gips yang dibentuk seperti huruf
“T” dan dipertahankan hingga 10-14 hari, atau
dengan menggunakan ”Splint Nasal”, lalu difiksasi
dengan Hipafix®.
Tatalaksana
a. Teknik reduksi tertutup
Tatalaksana
a. Teknik reduksi terbuka
(1)telah terjadi fraktur septal terbuka,
(2)fraktur dislokasi luas tulang hidung dan septum
nasal,
(3)terjadinya dislokasi fraktur septum kaudal,
(4)deviasi piramid lebih dari setengah lebar nasal
bridge,
(5)perubahan bentuk menetap setelah dilakukan
reposisi tertutup,
(6)karena reposisi perubahan bentuk septal yang
tidak adekwat,
(7)terjadinya hematoma septal,
(8)kombinasi perubahan bentuk septal dan tulang
rawan, serta
(9)terjadinya fraktur displace spina nasi anterior
dan adanya riwayat operasi intranasal.
A. Incisi transeptal (hemitransfixion dapat diperluas sampai dengan
interkartilago,
B. Variasi incisi kulit untuk mencapai tulang nasal,
C. Teknik rhinoplasti terbuka,
Komplikasi
1. Hematom septi
2. Fraktur dinding orbita
3. Fraktur septum nasal / perforasi septum
4. Epistaksis
5. Obstruksi nasal
6. Deformitas nasal (Poor Cosmetic Result of The
Nasal)
Prognosis
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa adanya kelainan
kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik
dan fungsional pada 70 % pasien
Rangkuman Kasus
Anamnesis
Nama : Nn. S
Usia : 15 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Wedi Lelo, Karang Duren, Tengaran
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Masuk Rumah Sakit: 4 April 2018
Keluhan Utama :
Hidung terasa nyeri dan bengkak
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri dan bengkak pada daerah hidungnya. Keluhan nyeri
dan bengkak dirasakan setelah hidung pasien terbentur dengan stang motor
pada saat hendak mengeluarkan motornya dari garasi untuk pergi ke sekolah ±
1 minggu yang lalu. Pada saat kejadian sesaat setelah terbentur stang motor
hidung pasien bagian kiri menetes darah namun tidak banyak dan pasien
merasa lemas dan pusing. Darah yang menetes, pusing dan lemas mulai
menghilang beberapa jam kemudian. Pasien tidak mengeluhkan adanya
masalah dalam menghidu, tidak ada masalah dalam bernafas serta tidak
mengeluh adanya cairan yang keluar dari rongga hidung.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal
Riwayat Hipertensi dan DM disangkal
Pasien tidak pernah mengalami dan mengeluhkan hal yang serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Hipertensi dan DM dalam keluarga disangkal
Keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa dengan keluhan dan
kejadian yang dialami pasien.

Riwayat Personal Sosial :


Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal
Anamnesis Sistemik
o Kepala : Tidak nyeri, tidak pusing
o Mata : Tidak terdapat keluhan
o Telinga : Tidak terdapat keluhan
o Hidung : Nyeri dan sedikit bengkak
o Mulut : Tidak terdapat keluhan
o Pencernaan: BAB dan BAK tidak terdapat keluhan
o Pernafasan : Tidak terdapat keluhan
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
• Keadaan umum : Baik
• Kesadaran : E4 M5 V6 (Compos Mentis)
• Tanda vital
 TD 107 / 70 mmhg
 Nadi 72x / menit
 Suhu 36,8oC
 Nafas 27x / menit
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
• Kulit : DBN
• Mata : DBN
• Leher : DBN
• Thorax
Jantung : DBN
Pulmo : DBN
• Abdomen : DBN
• Ektremitas : Akral dingin Edema
- - - -
- - - -
Pemeriksaan Fisik
Status lokalis THT
Organ Dextra Sinistra
Telinga
- Auricul Normotia Normotia
a
- Liang Discharge (-), darah (-), bengkak (-), Lapang Discharge (-), darah (-), bengkak (-),
telinga Lapang
- Serume (-) (-)
n
- Membr Bulging (-), cone of light arah jam 5, putih ke Bulging (-), cone of light arah jam 7
an abu-abuan, perforasi (-), retraksi (-) Putih ke abu-abuan, perforasi (-), retraksi (-)
timpani
Hidung
Bentuk Tidak simetris, deformitas
- Tidak simetris
Mukosa Hiperemis (-),
- Hiperemis (-),
Cavum sekret (-), massa (-), sempit
- sekret (-), massa (-), lapang
nasi
- Concha Eutrophy, edema (-), hiperemis (-) Eutrophy, edema (-), hiperemis (-)
- Septum Deviasi (+), dislokasi (-) Deviasi (-), dislokasi (-)
nasi
- Polip (-) (-)
Tenggorokan
- Tonsil T1-T1
- Dinding Hiperemis (-)
faring
- Uvula Hiperemis (-)
Diagnosis Banding

Fraktur Os Nasal
Fraktur Maksila
Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis Kerja (Assesment)

Fraktur Os Nasal
Penatalaksanaan
Terapi (Operatif)
- Reduksi Tertutup

Terapi (Post Operatif)


- Cefotaxim 2x1 gr
- Metil Prednisolon 1x125 gr
- Ketorolac 3x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp
- Asam tranexamat 3x500 mg
Prognosis

Ad Vitam
Bonam
Ad Functionam
Bonam
Ad Sanationam
Bonam
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai

  • Tutklin Psikiatri
    Tutklin Psikiatri
    Dokumen51 halaman
    Tutklin Psikiatri
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Cornea
    Ulkus Cornea
    Dokumen17 halaman
    Ulkus Cornea
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • LAPSUS Pseoriasis
    LAPSUS Pseoriasis
    Dokumen6 halaman
    LAPSUS Pseoriasis
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Review Jurnal IKM
    Review Jurnal IKM
    Dokumen7 halaman
    Review Jurnal IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Sebelum Masuk Cuci
    Sebelum Masuk Cuci
    Dokumen1 halaman
    Sebelum Masuk Cuci
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Step 3
    Step 3
    Dokumen5 halaman
    Step 3
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Pr. Referat
    Pr. Referat
    Dokumen9 halaman
    Pr. Referat
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Hepatoprotektor
     Hepatoprotektor
    Dokumen4 halaman
    Hepatoprotektor
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen11 halaman
    Presentasi Kasus
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen11 halaman
    Presentasi Kasus
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Resume Artikel
    Resume Artikel
    Dokumen3 halaman
    Resume Artikel
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Hepatoprotektor
     Hepatoprotektor
    Dokumen4 halaman
    Hepatoprotektor
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN THT (Tonsilitis+Faringitis)
    LAPORAN THT (Tonsilitis+Faringitis)
    Dokumen15 halaman
    LAPORAN THT (Tonsilitis+Faringitis)
    Zuldi Erdiansyah
    Belum ada peringkat
  • AFROSIDIAK
    AFROSIDIAK
    Dokumen12 halaman
    AFROSIDIAK
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Sebelum Masuk Cuci
    Sebelum Masuk Cuci
    Dokumen1 halaman
    Sebelum Masuk Cuci
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • BAB II Presus
    BAB II Presus
    Dokumen32 halaman
    BAB II Presus
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Refrat IKM
    Refrat IKM
    Dokumen5 halaman
    Refrat IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Refrat IKM
    Refrat IKM
    Dokumen21 halaman
    Refrat IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Refrat IKM
    Refrat IKM
    Dokumen19 halaman
    Refrat IKM
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Skizoafektif Tipe Manik F25
    Gangguan Skizoafektif Tipe Manik F25
    Dokumen20 halaman
    Gangguan Skizoafektif Tipe Manik F25
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Bab II Presus
    Bab II Presus
    Dokumen26 halaman
    Bab II Presus
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen2 halaman
    Latar Belakang
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Bedah Cholelithiasis
    Manajemen Bedah Cholelithiasis
    Dokumen10 halaman
    Manajemen Bedah Cholelithiasis
    Cardio FK UMP
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Dokumen1 halaman
    ABSTRAK
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Klinik
    Tutorial Klinik
    Dokumen34 halaman
    Tutorial Klinik
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat
  • PR Referat
    PR Referat
    Dokumen11 halaman
    PR Referat
    Agung Wahyudi
    Belum ada peringkat