PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat
pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, diiringi pula oleh
adanya risiko bahaya yang lebih besar yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan dan keselamatan kerja1. Keselamatan kerja para pekerja sangat
penting nilainya bagi suatu perusahaan, karena hal tersebut merupakan kunci
keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan nama baik perusahaan dalam
bidang K32. Usaha dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja, salah
satunya adalah dengan memberikan peralatan perlindungan diri untuk pegawai
yang bekerja pada lingkungan pekerjaan yang berbahaya3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang penting bagi
perusahaan karena dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak hanya
merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Semakin cukup kuantitas dan kualitas fasilitas Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawannya.
Perusahaan akan semakin diuntungkan dalam upaya pencapaian tujuannya. 1,2
Menurut perkiraan terbaru yang dikeluarkan oleh International Labour
Organization (ILO) 2,78 juta pekerja meninggal setiap tahun karena kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar 2,4 juta (86,3%) dari kematian ini
dikarenakan penyakit akibat kerja, sementara lebih dari 380.000 (13,7%)
dikarenakan kecelakaan kerja. Setiap tahun, ada hampir seribu kali lebih banyak
kecelakaan kerja nonfatal dibandingkan kecelakaan kerja fatal. Kecelakaan
nonfatal diperkirakan dialami 374 juta pekerja setiap tahun, dan banyak dari
kecelakaan ini memiliki konsekuensi yang serius terhadap kapasitas penghasilan
para pekerja (5). Laporan International Labour Organization (ILO) memasukkan
Indonesia sebagai negara dengan angka kecelakaan kerja terbesar kedua di
dunia. Laporan itu di dasarkan pada survei terhadap 53 negara, sesuai data ILO
terjadi 65.474 kecelakaan kerja di Indonesia. Diantara jumlah tersebut, 1.451
orang tenaga kerja meninggal dunia. Selain itu, 5.326 pekerja cacat tetap dan
58.697 sembuh tanpa cacat (6).
PT. Jamsostek menyatakan dalam tahun 2012 setiap hari ada sembilan
pekerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja,
sementara total kecelakaan kerja pada tahun yang sama 103.000 kasus.5
Berdasarkan data PT. Jamsostek Jambi jumlah peserta Jamsostek aktif yang
dilindungi di kantor Jamsostek Jambi hingga Agustus 2012 sebanyak 1.646
perusahaan dan melindungi 71.078 tenaga kerja. Sedangkan angka kejadian
kecelakaan kerja sebanyak 585 kasus dan 12 kasus diantaranya meninggal.6
Untuk menjamin Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi para
pekerja, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan perundangan.
Pemerintah Indonesia pertama kali telah membuat Undang-undang Kecelakaan
tahun 1947 Nomor 33 yang berlaku tanggal 6 Januari 1951, disusul dengan
Peraturan Pemerintah tentang Pertanyaan berlakunya Peraturan Kecelakaan
tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), dan akhirnya UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. UU yang terakhir inilah yang sekarang
dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan K3. Meskipun telah banyak peraturan
perundangan yang mengatur tentang K3, tetapi masalah tersebut secara umum di
Indonesia masih sering terabaikan.2
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan
dan kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan
mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara kesehatannya. Dalam rencana
pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah ditetapkan 10
program unggulan kesehatan dan salah satu diantaranya adalah program
keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagaimana yang tercantum di dalam
Undang-undang RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23, program
kesehatan kerja ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa mernbahayakan diri sendiri dan masyarakat di sekelilingnya.2
Umumnya pembangunan perkebunan kelapa sawit selalu di ikuti dengan
pembangunan pabrik minyak kelapa sawit yang berada pada areal perkebunan
maupun daerah-daerah strategis pembangunan pabrik minyak kelapa sawit.
Tahapan pembangunan perkebunan kelapa sawit dimulai dengan persiapan lahan
(studi kelayakan), pembukaan lahan, pembibitan, penanaman dan pemanenan
(Kemenlh, 2007). Sedangkan pabrik minyak kelapa sawit umumnya terdiri dari
bagian pengangkutan tandan buah segar (TBS) dari kebun kepabrik, bagian
penimbangan, bagian pembongkaran buah (loading ramp), bagian
pemasakan/perebusan dan sterilisasi, bagian pelepasan buah dari tandan dan
penumbukan, bagian pengadukan (digestion), bagian pengempaan untuk
memeras minyak sawit, bagian permunian minyak sawit (clarifitation), bagian
inti sawit (Kemenlh, 2007).
Persaingan industri termasuk industri perkebunan kelapa sawit yang
semakin ketat menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya
yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi. Kualitas produk
yang dihasilkan tidak terlepas dari peranan sumber daya manusia (SDM) yang
dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam perusahaan seperti modal,
mesin, dan material dapat bermanfaat apabila telah diolah oleh SDM. SDM
sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan
keselamatan dan kesehatannya sewaktu bekerja. Keselamatan dan kesehatan
pekerja tergantung pada hubungan interaktif yang mempengaruhi performance
yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan dari lingkungan kerja.
Pekerja perkebunan kelapa sawit umumnya berpendidikan rendah dan bersifat
tertutup karena tinggal menetap di rumah-rumah yang disediakan oleh
perusahaan perkebunan. Pekerja perkebunan tinggal di dareah perdesaan yang
sulit untuk mengakses pelayanan kesehatan (KPS, 2009).
Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat yang tertutup,
sehingga usha-usaha kesehatanpun harus dilakukan harus disesuaikan dengan
sifat-sifat masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Usaha-usaha ini meliputi bidang preventif dan
kuratif baik mengenai penyakit umum, kecelakaan mupun penyakit akibat kerja.
Untuk mencegah penyakit-penyakit akibat kerja harus diambil cara-cara
pencegahan yang disesuaikan dengan jenis-jenis bahaya menurut pekerjaan nya.
Atas dasar itulah disusun program pencegahan yang sebaik-baiknya
(Suma’mur,1996).
B. Tujuan
1. untuk mengetahui penggunaan APD di perkebunan kelapa sawit
2. Untuk mengetahui proses kerja dan bahaya potensi pada pekerjaan lapangan
pada Industri perkebunan kelapa sawit.
3. Untuk mengetahui proses kerja dan bahaya potensi pada pekerjaan pabrik
pada industri minyak kelapa sawit.
4. Untuk mengetahui peranan kesehatan kerja pada industri perkebunan dan
industri minyak kelapa sawit.
C. Manfaat
1. Memberikan informasi pentingnya penggunaan APD
2. Memberikan informasi tentang proses kerja dan bahaya potensi pada
pekerjaan lapangan pada Industri perkebunan kelapa sawit.
3. Memberikan informasi tentang proses dan bahaya potensi pada pekerjaan
pabrik pada industri minyak kelapa sawit.
4. Memberikan informasi tentang peranan kesehatan kerja pada industri
perkebunan dan industri minyak kelapa sawit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.