Setelah Hamzah dan Umar masuk islam, kaum musyrikin mekah semakin khawatir
terhadap dakwah Rasulullah. Mereka telah melakukan banyak cara untuk menghentikan dakwah
Rasulullah mulai dari harta dan kekuasaan, hingga berencana membunuh Rasulullah. Dan ketika
kaum Musyrikin Quraisy gagal dalam perundingan, hasutan, bujukan, ancaman, intimidasi
sampai kegagagalan yang dialami Abu Jahal yang hendak membunuh Rasulullah, mereka
kemudian mengajak Rasulullah untuk mengambil jalan tengah.
Ibnu Ishaq meriwayatkan, dia berkata, “Pada satu ketika datang orang-orang Quraisy
kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam yang saat itu sedang thawaf di sekitar Ka’bah, di
antara mereka adalah al-Aswwad bin al-Muthallib bin Asad bin Abdul Uzza, al-Walid bin
Mughirah, Umayyah bin Khalaf dan al-Ash bin Wa’il as-Sahmi, mereka semua termasuk
sesepuh dari kaumnya, mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, bagaimana kalau kita bekerja sama
dalam ibadah kita. Kami akan menyembah apa yang engkau sembah, tetapi engkau harus
menyembah apa yang kami sembah. Jika yang engkau sembah lebih baik, kami akan
menyembah Tuhanmu, tetapi jika yang kami sembah ternyata lebih baik maka engkau harus
menyembah tuhan kami. Lalu turunlah firman Allah subhanahu wata’ala:
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah. Untukmu agamamu, dan utukkulah, agamaku.” (QS Al Kafirun: 1-6)
Abdul bin Humaid dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, orang0orang
Quraisy itu berkaya, “Jika engkau (Muhammad) mau menerima tuhan kami maka kami akan
menyembah Tuhanmu.” Lalu, Allah menurunkan surat Al Kafirun tersebut.
Riwayat dari Ibnu Jarir mengatakan orang-orang Quraisy itu berkata, “Satu tahun engkau
menyembah tuhan kami dan satu tahun kami menyembah Tuhanmu,” Lalu Allah menurunkan
ayat:
Katakanlah: “Maka apakah kamu menyuruh aku untuk menyembah selain Allah, hai orang-
orang yang tidak berpengetahuan?” (QS az-Zumar: 64)
Setelah Allah memotong perundingan yang lucu ini dengan ayat-ayat yang begitu tegas,
orang-orang Quraisy tidak kehilangan akal dan putus asa begitu saja. Bahkan mereka
menambahkan berbagai ajuan kepada Nabi, seperti yang disitir dalam Al Quran:
Mereka berkata, “Datangkanlah al-Quran yang lain dari ini atau gantilah dia…” (QS
Yunus:15)
Allah menyangkal perkataan mereka dengan ayat berikut:
“Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak
mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai
Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat).” (QS Yunus : 15)
dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami; dan kalau sudah
begitu tentu|ah mereka mengambil kamu Jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak
memperkuat (hati)mu, niscaya kamu Hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau
terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di
dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat
seorang penolongpun terhadap kami. (QS Al Israa: 73-75)
Surat Al-Fatihah yang merupakan surat pertama dalam Al Qur’an dan terdiri dari 7 ayat
adalah masuk kelompok surat Makkiyyah, yakni surat yang diturunkan saat Nabi Muhammad di
kota Mekah. Dinamakan Al-Fatihah, lantaran letaknya berada pada urutan pertama dari 114 surat
dalam Al Qur’an. Para ulama bersepakat bahwa surat yang diturunkan lengkap ini merupakan
intisari dari seluruh kandungan Al Qur’an yang kemudian dirinci oleh surat-surat
sesudahnya. Surat Al-Fatihah adalah surat Makkiyyah, yaitu surat yang diturunkan di Mekkah
sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Surat ini berada di urutan pertama dari surat-surat
dalam Al-Qur’an dan terdiri dari tujuh ayat. Tema-tema besar Al Qur’an seperti masalah tauhid,
keimanan, janji dan kabar gembira bagi orang beriman, ancaman dan peringatan bagi orang-
orang kafir serta pelaku kejahatan, tentang ibadah, kisah orang-orang yang beruntung karena taat
kepada Allah dan sengsara karena mengingkari-Nya, semua itu tercermin dalam ekstrak surat Al
Fatihah.
Nama Lain Surat Al Fatihah
Surat Al Fatihah memiliki banyak nama. Di antaranya; Fatihatul Kitab (pembuka
kitab/Al Qur’an). Karena Al Qur’an, secara penulisan dibuka dengan surat ini. Demikian pula
dalam shalat, Al Fatihah sebagai pembuka dari surat-surat lainnya. Al Fatihah dikenal juga
dengan sebutan As Sab’ul Matsani (tujuh yang diulang-ulang). Disebabkan surat ini dibaca
berulang-ulang pada setiap raka’at dalam shalat. Dinamakan juga dengan Ummul Kitab. Karena
di dalamnya mencakup pokok-pokok Al Qur’an, seperti aqidah dan ibadah. Menurut al-
Qurtubhi surat al-Fatihah memiliki 12 nama, yakni al-salah (salat, doa), fatihatul kitab
(induk alkitab), ummul kitab (induk al-Quran), al-matsani (berulang-ulang), al-quranul
‘azhim (al-Quran yang agung), asy-syifa (penawar, obat, penyembuh), ar-ruqyah (rukyah),
al-asas (fondasi), al-wafiyah (yang menyeluruh, komprehensif), al-kafiyah (yang sempurna)
dan al-fatihah (pembuka).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu berkata : telah bersabda Rasulullah SAW : Al-
Hamdulillah (Al-Fatihah) adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab, As-Sabul Matsaani dan Al-
Qur’anul Adhim. (HR. At-Tirmidzi dengan sanad sahih). Dinamakan dengan Ummul Kitab atau
Umul Qur’an, yaitu induk Al-Qur’an, karena di dalamnya mencakup inti ajaran Al-Quran.
Membaca Al-Fatihah Adalah Rukun Shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidak ada shalat bagi orang
yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin
Shamit radhiyallahu ‘anhu). Dalam sabda yang lain beliau mengatakan yang artinya,
“Barangsiapa yang shalat tidak membaca Ummul Qur’an (surat Al Fatihah) maka shalatnya
pincang (khidaaj).” (HR. Muslim)
Abdul Muthallib kembali kepada orang-orang Quraisy dan memberi tahu kepada mereka tentang
tentera bergajah pimpinan Abrahah.
la perintahkan mereka supaya keluar dari Mekah dan berlindung ke atas gunung-gunung.
Kemudian ia berdiri dan bergantung di pintu Ka’bah. Segolongan orang Quraisy berdiri
bersamanya berdoa kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya.
Abrahah menghadapkan pasukan dan gajahnya ketika telah tiba di sekitar Mekah, tetapi
gajahnya lantas menderum di luar kota Mekah dan tidak mau memasukinya. Mereka berusaha
keras untuk memasuki kota Mekah, tetapi tidak berhasil. Hal itu diterangkan juga oleh
Rasulullah saw. Melalui sabda beliau pada waktu peristiwa Hudaibiah ketika unta beliau al-
Qashwa’ menderum di luar kota Mekah.
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim bahwa Rasulullah S.A.W bersabda
pada waktu pembebasan kota Mekah (Fat-hu Makkah),
Nah, itu adalah peristiwa yang pasti bahwa Allah telah menahan gajah itu dari memasuki Mekah
pada waktu peristiwa gajah.
Kemudian Allah hendak membinasakan pasukan itu beserta komandannya. Maka, dikirimkan-
Nyalah kepada mereka beberapa rombongan burung yang melempari mereka dengan batu-batu
yang berasal dari tanah liat dan dari batu-batu gunung, sehingga mereka menjadi seperti daun-
daun kering yang terobek robek, sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’anul-Karim. Abrahah pun
tekena lemparan di tubuhnya. Mereka membawanya dalam keadaan jari-jarinya terputus satu
demi satu, hingga sampai di Shan’a. Maka, ia tidak mati sehingga dadanya terbelah dan kelihatan
hatinya, sebagaimana diceritakan dalam beberapa riwayat.
Ustadz Syekh Muhammad Abduh mengatakan di dalam menafsirkan surah ini di dalam Juz
Amma,
“Pada hari kedua, merajalela penyakit cacar dan campak di kalangan tentara (Abrahah).”
Ikrimah berkata, “Itu adalah penyakit cacar yang pertama kali ada di negara Arab.” Ya’qub bin
Utbah berkata tentang peristiwa yang terjadi itu, “Pertama kali terjadi penyakit campak dan cacar
di negeri Arab adalah pada tahun itu. Wabah itu menimpa tubuh mereka dengan kondisi yang
jarang terjadi keadaan seperti itu. Daging mereka berserakan dan berjatuhan, sehingga
pasukannya menjadi rusak dan berlarian, dan mereka pun terkena penyakit itu. Daging Abrahah
terus berjatuhan sepotong demi sepotong, dan jari-jemarinya terputus satu demi satu hingga
tembus dadanya, dan ia meninggal di Shan’a.”
Demikianlah yang telah disepakati dalam riwayat-riwayat. Itulah itikad yang benar tentang
peristiwa ini. Surah yang mulia ini telah menjelaskan kepada kita bahwa penyakit cacar atau
campak itu timbul karena batu kering yang jatuh menimpa personal tentara itu dengan
perantaraan beberapa rombongan burung yang dikirimAllah bersama angin kencang. Maka boleh
saja Anda berkeyakinan bahwa burung ini adalah sejenis nyamuk atau lalat yang membawa
bibit-bibit penyakit, dan batu-batu ini berasal dari tanah beracun yang kering yang dibawa oleh
angin, lalu menempel pada kaki binatang-binatang tersebut. Apabila ia hinggap pada tubuh,
niscaya akan menempellah racun tersebut padanya. Kemudian menimbulkan luka yang merusak
tubuh dan menjadikan dagingnya berjatuhan.
Kebanyakan dari burung-burung yang lemah ini disiapkan sebagai tentara Allah yang besar
untuk membinasakan orang-orang yang hendak dibinasakan-Nya. Binatang-binatang kecil ini,
yang sekarang mereka namakan dengan mikroba tidak keluar dari kelompok tentara-tentara
Allah itu. Mereka bermacam-macam kelompok dan jenisnya yang hanya Allah SWT yang dapat
menghitung jumlahnya.
Adanya bekas kekuasaan Allah untuk menekan orang-orang yang zalim dan diktator tersebut,
tidak ditentukan bahwa burung-burung itu harus dari puncak-puncak gunung, tidak harus dari
jenis binatang bersayap yang aneh, tidak harus memiliki warna tertentu, dan tidak pula harus
diketahui ukuran bebatuannya dan cara kerjanya. Maka Allah memiliki tentara dari segala
sesuatu.
” Pada tiap-tiap sesuatu lerdapat tanda-tanda Yang meriunjukkan bahwa Allah Maha Esa.”
Tidak ada satu pun kekuatan di dunia ini melainkan tunduk kepada kekuatan-Nya. Maka
terhadap sang tiran yang hendak menghancurkan Baitullah ini, Allah mengirimkan kepadanya
burung atau binatang penerbang yang menebarkan penyakit cacar atau campak kepadanya. Lalu,
membinasakannya dan membinasakan kaumnya, sebelum memasuki Mekah. Ini sekaligus
sebagai nikmat yang dicurahkan Allah kepada warga tanah Haram, meskipun waktu itu mereka
masih menyembah berhala, untuk memelihara rumah suci-Nya.
Sehingga, Dia mengutus orang yang akan memeliharanya dengan kekuatan agamanya, yaitu
Nabi Muhammad S.A.W. Nikmat Allah itu dahulu juga diberikan kepada musuh-musuh-Nya,
pasukan bergajah yang hendak memangsa Baitul Haram tanpa dosa dan kesalahan apa pun.
Kami tidak mengetahui, apakah gambaran yang dilukiskan oleh Ustadz al-Imam mengenai
bentuk penyakit cacar atau campak ataukah yang disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa
batu-batu itu sendiri yang mencabik-cabik kepala dan tubuh mereka hingga rusak berantakan
seperti daun-daun yang dimakan ulat, yang disebut “ashf”, yang lebih menunjukkan kekuasaan
dan rencana Allah.
Bagi kami sama saja, apakah hukum alam yang terungkapkan kepada manusia yang berlaku dan
membinasakan suatu kaum yang hendak dibinasakan oleh Allah, ataukah terjadi sesuatu yang
luar biasa yang tidak terungkapkan dalam ilmu pengetahuan manusia, yang terjadi pada kaum itu
untuk merealisasikan ketentuan Allah.
(Diriwayatkan oleh Bukhari)
“Sesungguhnya, Allah telah menahan gajah dari memasuki kota Mekah, dan Dia menjadikan
Rasul-Nya dan kaum mukminin berkuasa atasnya. Sesungguhnya, kehormatan kota ini telah
kembali sebagaimana kehormatannya kemarin. Karena itu ingatlah, hendaklah orang yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
Inilah yang semestinya dipegang dalam menafsirkan surah ini. Selain itu tidak dapat diterima
kecuali dengan takwil, jika sah riwayatnya. Ada satu kekuasaan besar yang mengagumkan yang
menghukum orang yang membanggakan diri dengan gajahnya. Kemudian membinasakannya
dengan burung atau makhluk kecil yang tidak tampak oleh mata telanjang. Karena kecilnya
ukurannya, tetapi diberi kemampuan demikian hebat. Tidak diragukan oleh orang yang berakal
sehat bahwa peristiwa ini sangat hebat, menakjubkan, dan mengagumkan!