Anda di halaman 1dari 1

DSM – Edisi Awal

DSM-I dipublikasikan oleh Asosiasi Psikiatri Amerika tahun 1952. DSM-II menyusul sebagai
revisi pada 1968. Kedua edisi DSM ini sebenarnya cukup mirip satu sama lain, tetapi sebagai
pasangan, mereka cukup berbeda dengan semua edisi DSM yang diterbitkan setelah itu (Lilienfeld &
Landfield, 2008). DSM-I dan DSM-II hanya berisi tiga kategori-luas gangguan: psikosis (yang sekarang
terdiri atas berbagai tipe skizofrenia), neurosis (yang sekarang terdiri atas gangguan-gangguan
suasana perasaan dan kecemasan), dan gangguan karakter (yang sekarang terdiri atas gangguan-
gangguan kepribadian) (Blashfield, Flanagan & Raley, 2010). Sangat penting untuk dicatat bahwa
definisi gangguan-gangguan di dalam DSM-I dan DSM-II tidak memiliki dasar ilmiah maupun empiris.
Sebaliknya, mereka mempresentasikan “akumulasi kearifan klinis sejumlah kecil psikiater akademik
senior yang menjadi satuan tugas DSM” (Langenbucher & Nathan, 2006, hlm.5). Sebagian besar
psikiater ini berorientasi psikoanaliti, dan bahasa kedua edisi pertama DSM merefleksikan
pendekatan psikoanalisis untuk memahami orang-orang dan masalah-masalah mereka. Disamping
itu, deskripsi gangguan-gangguan individual di dalam DSM-I dan DSM-II bukan berupa daftar gejala-
gejala atau kriteria tertentu, melainkan sekedar prosa, biasanya satu paragraf per gangguan, yang
menawarkan deskripsi yang relatif kabur tentang kondisi klinis. Akibatnya, kategori-kategori
diagnostik di dalam DSM-I dan DSM-II memiliki gaya generalisasi atau kegunaan yang sangat terbatas
bagi klinisi yang berpraktik pada masa itu (Woo & Keatinge, 2008).

DSM-III, yang diterbitkan pada 1980, sangat berbeda dengan DSM-I dan DSM-II (Widiger &
Mullin-Sweatt, 2008; Widiger & Trull, 2007). Dibandingkan DSM-I dan DSM-II, merefleksikan sebuah
pendekatan untuk mendefinisikan gangguan mental yang berbeda secara substansial dalam
beberapa hal penting (Blashfield dkk., 2010):

 DSM-III menyandarkan diri jauh lebih banyak pada data empiris dan sampai tingkat yang
lebih rendah menyandarkan diri pada konsensus klinis.
 DSM-III menggunakan kriteria diagnostik spesifik untuk mendefinisikan gangguan. Meskipun
DSM-III masih mempertahankan beberapa paragraf deskriptif (dan pada kenyataannya
menambahkannya untuk sebagian besar gangguan), paragraf-paragraf ini diikuti oleh daftar
kriteria tertentu yang menjelaskan secara jauh lebih rinci mengenai gejala-gejala yang harus
ada agar seorang individu memenuhi syarat untuk sebuah diagnosis.
 DSM-III membuang keterpihakan pada teori terapi atau psikopatologi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai