Anda di halaman 1dari 2

TERAPI BERMAIN PENDEKATAN PSIKOANALISA

Oleh: Alief Rizqi A (10180664164)


Teori psikoanalisa Sigmund Freud merupakan salah satu aliran utama dalam sejarah
psikologi. Di dalam bukunya Corey (2003, h. 13-15) menuliskan bahwa psikoanalisa adalah
model sebuah perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode terapi.
Psikoanalisa melihat struktur manusia terdiri dari tiga komponen, yaitu id, ego, dan
superego. Sedangkan pandangan tentang sifat manusia adalah bahwa manusia dideterminasi
kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan
biologis naluriah, dan oleh peristiwa-peristwa psikoseksual yang terjadi lima tahun pertama
dari kehidupan.
Tokoh-tokoh yang menggunakan teori psikoanalisa sebagai metode terapi antara lain
adalah Anna Freud dan Melanie Klein. Tepatnya mereka menggunakan bermain sebagai
metode terapi psikoanalisa bagi anak. Dalam melakukan terapinya, Melanie Klein
menggunakan ruangan khusus yang terencana dan sudah terorganisir dengan baik (dalam
McMahon, 1995, h.32-33).
Lebih lanjut Anna Freud (dalam Schaefer, 2003, h. 2) menyebutkan bahwa suasana
terapi dalam terapi bermain dapat membantu anak untuk secara sadar memahami apa yang
mereka pikirkan, rasakan, dan melakukan apa yang mereka telah lakukan, yang mendasari
pemahaman terhadap perubahan pribadi.
Sedangkan menurut Klein (dalam Wolman, 1972, h. 403) terapi bermain berfungsi
untuk mengetahui permainan anak sebagai symbol ekspresi dari konflik-konflik dan
kecemasan-kecemasannya. Anak-anak sulit untuk melakukan asosiasi bebas, ekspresi mereka
lebih terlihat alami dengan bermain. Klein melakukan terapi bermain sama seperti asosiasi
bebas dan menggunakan makna simbolik mereka untuk di interpretasi.
Melalui pendekatan terapi bermain, ketika bermain anak-anak dapat saja merusak alat
permainan ataupun membuat ruangan menjadi berantakan. Hal ini menurut Melanie Klein
anak sedang membawa keluar energi yang membuatnya berperilaku agresif (dikutip oleh
Meschiany & 1998, h. 34). Sedangkan menurut Anna Freud, bermain sebagai terapi sama
seperti membiarkan anak untuk berbicara tentang perasaan dan pikiran mereka yang disadari
serta mengeluarkan konflik tidak disadari yang ditekannya.
Peranan terapis sangat diperlukan untuk membantu anak dalam mengekspresikan
emosi negatifnya. Terapis harus dapat bersikap empati, menerima, dan memberi tanggapan
positif terhadap reaksi agresif anak. Terapis memperbolehkan anak untuk mengekspresikan
emosinya, akan tetapi disisi lain sangat penting bagi terapis untuk membatasi perilaku anak
yang tidak diinginkan.
Pembatasan akan memperkuat control diri anak sepeti anak belajar untuk
membedakan atara keinginan dan tindakan. Ketika anak dapat menerima perasaanya tersebut
tidak harus dikeluarkan dalam berbagai kondisi. Landreth (2001, hal 242) berpendapat bahwa
tanggapan positif terapis, ketika anak mengeluarkan emosi negatifnya memang perlu, akan
tetapi terapis tidak begitu saja menerima perilaku anak yang sudah diluar batas toleransi.
Tujuan dari terapi adalah menurunkan agresifitasnya dengan ekspresi simbolik, bukan
dengan ekspresi langsung. Ketika anak dapat mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi
simbolik, maka diharapkan anak terbebas dari perasaan cemas atau khawatir yang
teraktualisasi untuk melukai orang atau benda-benda.
Dalam pelaksanaan terapi ini, diperlukan terapis yang penuh dengan empati, dekat
bukan secara fisik, akan tetapi secara psikologis, supaya tujuan-tujuan dari proses terapi dapat
terpenuhi. Terapis harus dapat memberi batasan, bahwa anak dapat memperlakukan secara
kasar atau menyerang alat-alat permainan, akan tetapi tidak boleh menyerang terapis.
Anak diajak untuk berkomunikasi apabila sudah menampakkan perilaku maladaptive,
yaitu dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan itu tudak baik. Hal ini dilakukan dengan
posisi yang natural, tetap focus pada permasalahan dan bukan pada anak, supaya anak dapat
tetap secara terbuka mengeksplorasi perilakunya yang maladaptive tersebut (Schaefer, 2003,
hal.06).
Melalui terapi bermain, pendekatan psikoanalisa ini, terapis mencoba untuk
mengubah perilaku yang maladaptive dengan perilaku yang lebih adaptif dengan cara
menggali alam bawah sadar sehingga peristiwa masa lalu yang menjadi pengalaman kurang
menyenangkan dan menjadi energy negative dapat dikeluarkan. Energy negative yang
menjadi penyebab perilaku maladaptive dikatarsiskan, dengan demikian setelah melalui
proses terapi diharapkan anak dapat memiliki perilaku yang lebih adaptif dan diterima oleh
lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. (2003). Konseling dan psikoterapi: Teori dan praktek (E. Koeswara, Penerj.)
Bandung : PT Refika Aditama. (Karya asli diterbitkan tahun 1996).
Landreth, G.L. (2001). Innovations in play therapy: issues, process, and special populations.
Philadelphia, PA : Taylor and Francis Group.
McMahon, L. (1995). The handbook of play therapy. New York: John Wiley and Son, Inc.
Meschiany, A., Krontal, S. (1998). Toys and games in play therapy. The Israel Journal of
Psychiatri and Related Sciences, 35(1), 31-37.
Schafer, C.E. (2003). Foundation of play therapy. Ney York: John Wiley and Son, Inc.
Wolman., B. (1972). Handbook of child psychoanalysis. Ney York: Van Nostran Reinhold
Company Internasional Offices.

Anda mungkin juga menyukai