A. TAHAP PERSIAPAN
1. Subjek
Nama : H
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 11 tahun
Pendidikan : SD kelas 3
2. Lokasi : Observasi dilakukan di kelas 3 SLB C Swadaya, Jl. Seteran Utara II/2,
Semarang. Sedangkan setting yang digunakan adalah contrived/stimulated setting.
Dimana observer memiliki control yang tidak terlalu ketat terhadap observee selama
memberikan beberapa stimulus.
5. Metode observasi
Metode yang digunakan dalam proses pengamatan adalah metode observasi partisipan.
Dalam metode ini, kami sebagai observer ikut terlibat langsung dalam aktivitas subjek
diruang kelas.
Metode pencatatan
Metode yang digunakan dalam proses pencatatan kami adalah metode naratif deskriptif.
Metode ini dipilih karena kami dapat langsung mencatat segala perilaku subjek yang
muncul secara terperinci. Pencatatan dilakukan mulai dari pukul 08.00-09.30.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi autis
Menurut Yuwono, 2009, Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom
akibat kerusakan syaraf dan penyakit ini mengganggu perkembangan anak.
Safaria, (2005)Theo Peters (2009) mengemukakan bahwa autis merupakan suatu
gangguan yang perkembangan, gangguan pemahaman gangguan pervasive, dan
bukan sutu bentuk penyakit mental. Autis mempunyai gaya kognisi yang
berbeda, pada dasarnya otak mereka memproses informasi dengan cara berbeda.
Mereka mendengar, melihat, dan merasa, tetapi otak mereka memperlakukan
informasi dengan cara yang berbeda, ini sebabnya autis mengacu pada gangguan
komunikasi dan interaksi social.
Cristien (2006) Autis didefinisikan sebagai penyakit neuropsikiatrikyang
ditandai oleh gangguan social dan komunikasi, disertai keterbatasan pola tingkah
laku dan perhatian artinya autis merupakan gangguan yang berhubungan dengan
system saraf dan psikis yang dapat dilihat dari hubungan social, komunikasi
serta tingkah laku. Menurut Chaplin, autisme merupakan cara berfikir yang
dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia
berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan
ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri.
Gerlach (Yosfan Azwandi, 2005 : 13) menjelaskan bahwa autis memiliki
masalah gangguan perkembangan yang kompleks yang muncul sebelum umur
tiga tahun sebagai dampak adanya gangguan neurobiologis sehingga berdampak
pada fungsi otak. Gangguan pada otak mengakibatkan anak autis mempunyai
hambatan baik dalam komunikasi, interaksi sosial, maupun perila Berbagai
hambatan yang dimiliki anak autis menyebabkan mereka membutuhkan
pendidikan khusus dan layanan khusus.
Endang Supartini (2009), menjelaskan anak autis adalah anak yang
mengalami gangguan perkembangan yang umumnya terjadi sebelum usia 3
tahun dan kompleks, yang berdampak pada perkembangan sosial,
berkomunikasi, perilaku maupun emosi tidak berkembang opti Akibatnya anak
menjadi kurang memperhatikan lingkungan dan asik dengan dunianya sendiri.
Jadi berdasarkan definisi dari beberapa tokoh diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yangd
ditandai oleh adanya kelainan dan/atau Hendaya perkembangan yang muncul
bsebelum usia 3 tahun, dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang : Interaksi
sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang. Autis merupakan
kelainan syaraf yang unik, karena tidak ada tes medis yang dapat membedakan
diagnosis autis. Diagnosisnya hanya bisa dilakukan oleh seorang professional
yang sudah terbiasa yang terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang
tidak mampu mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah hidup dalam
dunianya sendiri.
c. Kelainan fungsi dalam bidang pola pikir, minat dan kegiatan yang terbatas, terulang
dan stereotipik.
Kecenderungan bersikap kaku dalam rutinitas sehari-hari
Rutin melakukan tindakan atau gerakan secara berulang
Kelekatan yang khas dalam benda-benda tertentu (aneh)
Memaksakan kegiatan rutin yang sebetulnya tidak perlu
Menggigit tangan
Membenturkan kepala ke dinding
Hanya menyukai dan mengkonsumsi makanan tertentu
Marah, menangis atau tertawa tanpa alasan yang jelas
Preokupasi yang stereotipik
a. Komunikasi
b. Interaksi sosial
Anak autis tidak dapat melakukan kontak mata dan menghindari tatap muka
dengan orang lain.
tertarik jika diajak bermain bersama teman-temannya dan lebih suka bermain
sendiri.
c. Kemampuan Sensoris
Anak autis tidak memiliki daya imajinasi dan tidak kreatif dalam bermain.
Mereka tidak suka bermain dengan teman sebaya.
Anak autis tidak bisa bermain sesuai dengan fungsi mainannya.
Tertarik dengan mainan yang berputar seperti roda sepeda.
Bila menyukai suatu mainan, maka akan dibawa kemana-mana.
e. Perilaku
f. Emosi
Anak autis sering terlihat marah-marah, tertawa dan menangis tanpa alasan.
Bila dilarang, anak autis akan mengamuk dan dapat merusak benda-benda yang
ada disekitarnya.
Anak autis juga sering menyakiti diri sendiri (tantrum) misalnya membenturkan
kepalanya ke dinding.
a. Komunikasi
tidak responsive
Tidak ada senyum social
Tidak berkomunikasi dengan mata.
Kontak mata terbatas.
Tampak asik bila dibiarkan sendiri.
Tidak melakukan permainan giliran.
Genggunakan tangan orang dewasa sebagai alat.
3. Etiologi
C. PANDUAN OBSERVASI
No Karakteristik Indikator perilaku
Menggigit tangan
Pukul 07.20 ketika kami sampai di SLB swadaya para siswa dikumpulkan dihalaman
depan untuk melaksanakan apel pagi. Mereka baris berbaris dengan diatur oleh para
guru agar tertib. Sebagian dari mereka justru berlarian dilapangan ketika baris. Setelah
apel pagi, mereka bersama-sama menyanyikan lagu maju tak gentar dan sebelum
mereka memasuki kelas masing-masing, mereka diajarkan untuk Salim kepada guru.
Banyak diantara mereka ketika disuruh masuk kekelas justru berlarian dan bermain.
Sekitar pukul 08.00 kami mulai masuk kedalam kelas 3 dimana subjek kami berada.
Ketika kami mulai masuk ke dalam kelas tersebut, sudah ada subjek duduk sendirian
pojok kelas dengan pandangan kearah bawah dan tidak menghiraukan keadaan
sekitarnya. Pada saat itu hari Kamis subjek mengenakan pakaian batik berwarna merah
ungu dengan bintik putih, celana hitam, sepatu hitam dan tas berwarna merah hitam.
Subjek memiliki warna kulit gelap, tinggi sekitar 100cm dengan potongan rambut yang
rapih.
Pada saat awal kami ajak berbicara, subjek tidak merespon dan menolak kontak mata
dengan mengalihkan pandangan kesamping. Tetapi setelah dibujuk oleh guru, subjek
bersedia untuk merespon, menjabat tangan kami dan sedikit memberikan pandangan
kearah kami. Beberapa saat kemudian, siswa lain dalam kelas tersebut mulai
berdatangan. Dalam tersebut ada 4 siswa termasuk subjek yang memiliki
keterbelakangan berbeda-beda. Sebelum kelas dimulai, subjek diarahkan oleh guru
untuk memimpin doa pagi hari. Subjek diajarkan untuk menengadahkan tangan keatas
dengan dimbimbing guru dan dipegangi tangannya. Setelah doa selesai, guru mulai
menjelaskan apa yang akan dipelajari pada hari itu, tetapi subjek justru memandang
keatas dengan menggosokkan tangannya kearah hidung secara berulang-ulang.
Saat waktu untuk mewarnai, subjek sudah bisa mewarnai meski secara kasar dan
dibimbing guru agar tangannya mampu memegang pensil warna secara benar. Setelah
beberapa saat, subjek mulai bosan dengan gambar yang diberikan dan ia justru
memejamkan mata dan mulai bercerita sendiri. Seperti dia mulai bercerita bahwa
temannya sedang bermain perosotan ditaman padahal teman yang dimaksud subjek
sedang mewarnai gambar didepannya. Subjek kekeh dengan fantasinya meskipun guru
menegurnya bahwa temannya didepannya. Subjek justru lanjut bercerita dengan tangan
menggosok ke hidung, mata terpejam, pandangan keatas dan mulai tertawa karena
ceritanya sendiri.
Karena subjek belum melaksanakan ujian, hari itu guru meminta subjek untuk
mengerjakan soal tes yang sudah terlewatkan. Subjek dibacakan soal satu per satu dan
diminta untuk menjawabnya. Subjek belum bisa menyilang jawabannya sendiri, untuk
itu tangannya maish diarahkan dan diajarkan sedikit demi sedikit untuk bisa menyilang
dengan benar. Selama mengerjakan soal tes subjek mulai jenuh lagi dan mulai bertanya
kepada guru tentang mobil. Selama menjawab semua pertanyaan tes, subjek sebagian
besar sudah mengerti dan menjawab dengan benar. Seperti tahu dimana kapal berlabuh,
pesawat berhenti, tahu nama-nama hari, tahu hewan-hewan. Subjek memiliki
pengetahuan yang baik terbukti saat menjawab pertanyaan tes subjek menjawab dengan
benar, mau memperhatikan saat soal dibacakan meskipun dengan mata terpejam. Saat
menjawab soal, subjek cenderung memegang kepalanya.
Subjek suka ketika ditanyai dan bertanya kepada guru tentang apapun yang ada didalam
pikirannya meskipun tidak ada berkaitan dengan apa yang dipelajari. Seperti bertanya
tentang Kata yang tidak dimengerti. Setelah selesai mengerjakan soal tes, subjek
berteriak-teriak dan mulai bercerita dengan mata terpejam bahwa temannya S berubah
menjadi macan dan ketika melihat teman lainnya ia mengatakan bahwa temannya mirip
dengan jerapah. Saat sudah dikondisikan oleh guru, subjek mulai tenang meskipun tetap
menggerakkan kakinya secara berulang. Ketika pembelajaran selesai, siswa
diperbolehkan untuk memakan bekal yang dibawanya. Ketika subjek memakan
bekalnya, ia makan dengan memejamkan mata dengan pandangan keatas. Setelah
selesai makan, subjek menawarkan diri untuk membuang sampah yang sudah terkumpul
kedepan. Saat membuang sampah, subjek langsung masuk kedalam kelas lagi, tanpa
mampir berlarian kesana kemari. Setelah selesai, subjek langsung duduk lagi
ditempatnya dan diam. Setelah beberapa menit pembelajaran hari itu selesai, sekitar
pukul 09.30 subjek keluar kelas untuk menunggu dijemput oleh orang tuanya. Subjek
mampu menunggu dengan baik didepan dengan menunggu sendiri. Subjek senang
ketika kami temani untuk menunggu dijemput, ia justru berkata bahwa jika kami masih
boleh bertanya-tanya kepadanya. Akan tetapi subjek sedikit merasa takut ketika
berinteraksi dengan siswa lain yang dirasanya menganggu dan justru menghindar dan
diam ketika diajak berbicara.
Yang lain teruskan sendiri revisinya yaaa..yg ptg jangan member makna
dan tuliskan verbatimnya
E. TABEL CHEKLIST
F. KESIMPULAN
G. DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Faisal. 2007. Autisme. Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta :
Pustaka Poluler Obor
Maulana, Mirza. 2010. Anak Autis "Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain
Menuju Anak Cerdas dan Sehat". Jogjakarta: Katahati.
Kiling, Indra Yohanes. 2016. Karakteristik Prososial Anak Autis Usia Dini di Kupang.
Jurnal PG-PAUD Trunojoyo. Volume 3, No 1. Hal 1-75
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM
5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.