Anda di halaman 1dari 53

RESUME TUTORIAL

SKENARIO 1

Oleh :
Tutor I
1. Eling Nurdianti 162010101001
2. Arista Nur Aini 162010101003
3. Iin Fatimatus Zahrox 162010101007
4. Niken Larasati 162010101037
5. Nurul Indah Saffanah 162010101046
6. Prasidha Putra H. 162010101049
7. Titis Putri Wulandari 162010101050
8. Astuti Setya Wardani 162010101054
9. Chivalery Adita A. 162010101064
10. Ledy Maryana 162010101068
11. Anang Dwi Atmoko 162010101077
12. Mudji Rahayu 162010101094
13. Rizky Trisepta M. 162010101108
14. Nanda Rizky Y. 162010101117

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
1. ANATOMI MUSKULOSKELETAL
1.1 Anatomi Ekstremitas Atas
Anatomi ekstremitas atas dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
1. Gelang Bahu
2. Brachium (Lengan Atas)
3. Antebrachium (Lengan Bawah)
4. Digiti Manus (Tangan)
Berikut akan dijelaskan terkait skeleton, muskulo, vaskularisasi, dan inervasi dari 4 bagian
ekstremitas atas tersebut.
1. GELANG BAHU

Gelang bahu terdiri atas os clavicula dan os scapula yang bersendi satu sama
lain pada articulatio acromioclavicularis.
 CLAVICULA

Clavicula merupakan tulang panjang yang terletak horizontal di daerah pangkal leher.
Tulang ini berbentuk seperti huruf S dengan lengkung besar menghadap ke depan dan
lengkung kecil menghadap ke belakang. Tulang ini bersendi dengan sternum dan
kartilago costalis 1 di sebelah medial, dan dengan acromion dari skapula di sebelah
lateral.
Pada gambar (a) berikut ini, os clavicula dextra jika dilihat dari kranial dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:

- Facies articularis sternalis


- Extremitas sternalis
- Corpus clavicula
- Extremitas acromialis
Sedangkan pada gambar (b) berikut ini, os clavicula dextra jika dilihat dari
kaudal dapat ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:

- Extremitas sternalis
- Tuberculum conoideus
- Extremitas
acromialis
 SCAPULA
Pada gambar (B) diatas, os scapula dextra jika dilihat dari anterior dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Acromion
- Processus coracoideus
- Incisura scapula
- Margo superior
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Angulus superior et inferior
- Fossa subscapularis
- Cavitas glenoidalis
- Tuberculum infraglenoidalis

Sedangkan pada gambar (A) di atas, os scapula dextra jika dilihat dari
posterior dapat ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Fossa supraspinata
- Fossa infraspinata
- Angulus superior
- Angulus inferior
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Margo superior
- Spina scapularis
- Processus coracoideus
- Acromion
- Angulus acromion

Tidak hanya skeleton penyusun gelang bahu (shoulder grindles), gelang bahu
juga disusun oleh otot-otot yang menyebabkan munculnya suatu gerakan pada
ekstremitas atas. Berikut merupakan muskulus-muskulus yang menyusun gelang
bahu, jika dilihat dari posisi dorsal:
- M. trapezius
- M. deltoideus
- M. levator scapula
- M. rhomboideus major
- M. rhomboideus minor
Vaskularisasi pada gelang bahu berasal dari arteri subclavia, dimana arteri
subclavia dextra dan sinistra memiliki sumber yang berbeda.Arteri subclavia dextra
berasal dari truncus brachiocephalicus, sedangkan pada arteri subclavia sinistra
berasal dari arcus aorta.Arteri subclavia ini pun memiliki percabangan-
percabangannya. Kemudian, arteri subclavia akan diteruskan menjadi arteri axillaris
dengan percabangannya. Urutan percabangan arteri axillaris, diantaranya:
- A.thoracica superior
- A.thoracoacromialis;
 R.acromialis
 R.clavicularis
 R.deltoideus
 R.pectoralis
- A.thoracica lateralis
- A.subscapularis;
 A.thoracodorsalis
 A.circumflexa scapulae
- A.circumflexa anterior humeri
- A.circumflexa posterior humeri
-

2. LENGAN ATAS (BRACHIUM)


Humerus merupakan lengan panjang, dimana ujung proximalnya berbentuk
hemisfer dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapula. Pada ujung distal humerus,
terdapat bentuk taju yang disebut epicondylus lateral et medial. Humerus
berhubungan dengan gelang bahu (shoulder grindles) dan dengan antebrachium
melalui penghubung tertentu.

Humerus dengan gelang bahu (shoulder grindles) dihubungkan oleh articulatio


humeri, atau dapat disebut sebagai sebagai humeroskapular.Sedangkan penghubung
humerus dengan antebrachium disebut articulatio cubiti. Articulatio cubiti terdiri dari
3 articulatio, yaitu:
- Articulatio humeroulnaris, yang menghubungkan capitulum humeri (pada
humerus) dengan os ulnaris (pada antebrachium).
- Articulatio humeroradialis, yang menghubungkan trochlea humeri (pada
humerus) dengan os radialis (pada antebrachium).
- Articulatio radioulnaris proximalis, yang menghubungkan os radialis dan
ulnaris pada antebrachium dibagian proximal.

Pada gambar (A) diatas, os humerus dextra jika dilihat dari ventral dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Caput humeri
- Collum anatomicum
- Collum chirurgicum
- Tuberculum minus
- Tuberculum majus
- Sulcus intertubercularis
- Fossa radialis
- Fossa coronoidea
- Epicondylus medialis et lateralis
- Condylus humeri;
 Capitulum humeri
 Trochlea humeri
- Corpus humeri;
 Facies anteromedialis
 Facies anterolateralis
Pada gambar (B) diatas, os humerus dextra jika dilihat dari dorsal dapat
ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
- Corpus humeri; facies posterior
- Sulcus nervus radialis
- Fossa olecrani
- Margo medialis
- Margo lateralis
- Crista supracondylaris medialis et lateralis
- Sulcus nervus ulnaris
- Capitulum humeri

Muskulus yang terdapat pada lengan atas (brachium) seperti pada gambar di
atas, diantaranya:
- M.deltoideus; diinervasi oleh n. axillaris
- M.triceps brachii; diinervasi oleh n.radialis
- M.biceps brachii; diinervasi oleh n.musculocutaneous
- M.brachialis; diinervasi oleh n.musculocutaneous
- M.brachioradialis; diinervasi oleh n.radialis
- M.coracobrachialis; diinervasi oleh n.musculocutaneous
Vaskularisasi pada brachium (lengan atas) berasal dari arteri brachialis,
dimana arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri axillaris. Perjalanan arteri axillaris
berawal pada tepi kaudal M.teres mayor dan berakhir di dalam fossa cubiti tepat di
depan leher ulna. Di bawah aponeurosis M.bicipitalis brachii, arteria brachialis
terpecah menjadi arteria radialis dan arteria ulnaris.Arteria brachialis yang terletak
superfisial dan teraba sepanjang seluruh lintasannya, terletak anterior terhadap
M.triceps dan M.brachialis. Sewaktu arteria brachialis melintas ke arah inferolateral,
ia mengikuti N.medianus yang menyilang arteria brachialis anterior.

Urutan percabangan arteri brachialis, diantaranya:


- A.profunda brachii;
 A.collateralis media
 A.collateralis radialis
- A.collateralis ulnaris superior

3. LENGAN BAWAH (ANTEBRACHIUM)

Lengan bawah (antebrachium) terdiri atas os


radialis dan os ulnaris yang bersendi satu sama lain pada articulatio radioulnaris
proximal. Os radialis terletak lateralis dan os ulnaris medialis. Berikut adalah
hubungan antara brachium dengan antebrachium (os radialis dan ulnaris):
- Bagian anterior
 Capitulum humeri (pada humerus) dengan caput radii (pada antebrachium)
 Trochlea humeri (pada humerus) dengan incisura trochlearis ulna (pada
antebrachium)
 Fossa coronoidea (pada humerus) dengan processus coronoideus ulna
(pada antebrachium)
- Bagian posterior
 Fossa olecranon dengan olecranon
Pada gambar (a) diatas, os radius dan os ulna dextra jika dilihat dari anterior
dapat ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
Os radius:
- Caput radii
- Collum radii
- Tuberositas radii
- Margo anterior
- Margo interosseus
- Corpus radii facies anterior
- Processus styloideus radii
Os ulna:
- Incisura trochlearis
- Processus coronoideus
- Tuberositas ulna
- Corpus ulna facies anterior
- Margo interosseus
- Caput ulna
- Processus styloideus ulna
- Articulatio radioulnar distalis
Pada gambar (b) diatas, os radius dan os ulna dextra jika dilihat dari posterior
dapat ditemukan bagian-bagian sebagai berikut:
Os ulna:
- Olecranon
- Incisura radialis
- Processus coronoideus
- Margo posterior
- Margo interosseus
- Caput ulna
- Corpus ulna facies posterior
- Processus styloideus ulna
Os radius:
- Caput radii
- Collum radii
- Tuberositas radii
- Margo interosseus
- Margo posterior
- Corpus radii facies posterior et lateralis
- Processus
styloideus radii
- Tuberculum
dorsale

Muskulus-
muskulus yang
terdapat pada lengan
bawah (antebrachium)
diantaranya
adalah sebagai berikut:
- M.pronator teres; diinervasi oleh N.medianus, C6.
- M.flexor carpi radialis; diinervasi oleh N.medianus, C6-8.
- M.flexor carpi ulnaris; diinervasi oleh N.ulna C8-Th1.
- M.palmar longus; diinervasi oleh N.medianus, C8-Th1.

Vaskularisasi pada antebrachium (lengan bawah) berasal dari arteri radialis


dan arteri ulnaris, dimana arteri ini merupakan kelanjutan dari arteri brachialis.Arteri
radialis berjalan di bagian radial antebrachium antara M.brachioradialis dan M.flexor
carpi radialis ke metakarpal.Sedangkan arteri ulnaris berjalan di bagian bawah
M.pronator teres dan berlanjut dengan ditutup oleh M.flexor carpi ulnaris pada sisi
ulnar antebrachium.Dalam perjalanannya, arteri radialis dan arteri ulnaris memiliki
percabangan. Urutan percabangan arteri radialis, diantaranya:
- A.recurrens radialis
- R.carpalis palmaris
- R.palmaris superficial
- R.carpalis dorsalis
 Aa.metacarpal dorsalis
 Aa.digitalis dorsalis
- A.princeps pollicis
- A.radialis indicis
- Arcus palmaris profundus
 Aa.metakarpal palmar
 Rr. perforantes
Sedangkan untuk urutan percabangan arteri ulnaris adalah sebagai berikut:
- A.recurrens ulnaris
- A.interossea communis
 A.interossea posterior
 A.interossea recurrens
 A.interossea anterior
- R.carpalis palmaris
- R.carpalis dorsalis
- R.palmaris profundus
- Arcus palmaris superficialis
 Aa.digitalis palmaris commune
 Aa.digitalis palmaris propiae

4. TANGAN (DIGITI MANUS)

Tangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya carpal (pangkal tangan),


metacarpal (telapak tangan), dan digiti manus (jari tangan).
Berikut adalah pembahasan terkait tulang-tulang (osseus) yang terdapat pada
masing-masing bagian digiti manus:
Bagian Carpal [Pangkal Tangan]:
Proximal
- Os scaphoid
- Os lunatum
- Os triquetum
- Os pistfome

Distal
- Os trapezium
- Os trapezoid
- Os capitale
- Os herniate
Bagian Metacarpal [Telapak Tangan]:
- Jari ke-1
 Os metacarpi 1
- Jari ke-2 s.d. ke-5
 Basis metacarpi
 Corpus metacarpi
 Caput metacarpi
Bagian Digiti Manus [Phalang]:
- Jari ke-1
 Phalang proximalis 1
 Phalang distalis 1
- Jari ke-2 s.d. ke-5
 Phalang proximalis
 Phalang medialis
 Phalang distalis
 Basis phalang
 Corpus phalang
 Caput phalang
 Tuberositas phalang distalis

DAFTAR PUSTAKA
Schunke, Michael. 2013. Prometheus Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan Sistem
Gerak. Edisi Ketiga. Chicago: Elsevier Saunders. Jakarta: EGC.

1.2. Anatomi Ekstremitas Bawah


1.2.1 Tulang
Ekstremitas bawah terdiri dari tulang pelvis, femur, tibia, fibula, tarsal, metatarsal, dan
tulang-tulang phalangs.
1. PELVIS
Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang
pipih.Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan
ischium.Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra
sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian
inferior-anterior-medial.Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac
crest).Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis
pubis.Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis disebut
acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang femur.

2. FEMUR
Femur adalah yang terkuat dari tulang panjang dalam tubuh dan merupakan
tulang hanya di daerah paha.Bagian paling adalah berbentuk seperti kepala baik-bulat
yang duduk di acetabulum tulang pinggul untuk membentuk sendi panggul.Sebuah
leher kurus menghubungkan kepala dengan poros tulang dan sering situs fraktur pada
orang tua.
Bagian bawah dari femur sedikit diratakan dan menyebar keluar dan
merupakan bagian dari sendi lutut. Poros tebal femur terletak pada inti dari paha,
benar-benar dikelilingi oleh otot-otot yang kuat seperti paha depan dan paha belakang.

3. PATELA – CAP LUTUT

Tutup lutut, bagian yang menonjol dari depan lutut, sebenarnya dibentuk oleh
tulang terpisah yang disebut patela. Ini adalah os sesamoid karena terletak di dalam
tendon dari otot quadriceps femoris, otot kuat di bagian depan paha.Bila ekstremitas
bawah ini diluruskan, patela bisa dirasakan dan bahkan digenggam dengan jari dan
pindah dari sisi ke sisi.

4. TIBIA DAN FIBULA


Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding
dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana
keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga
facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral.Selain itu, tibia memiliki
tuberositas untuk perlekatan ligamen.Di daerah distal tibia membentuk artikulasi
dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding
dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di
bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan
tulang-tulang tarsal.

5. TARSALIA (PANGKAL KAKI)


Os tarsalia dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki,
terdiri atas :
a) Talus: berhubungan dengan tibia dan fibula terdiri atas kaput talus, kolumna talus,
dan korpus tali.permukaan atas korpus tali mempunyai bongkol sendi yang sesuai
dengan lekuk sendi, terbentuk dari ujung sendi distal tibia dan fibula yang
dinamakan trokhlea tali sebelah medial permukaan berbentuk bulan sabit (fasies
molaris medialis) yang berhubungan dengan maleolus medialis.
b) Kalkaneus: terletak di bawah talus, permukaan atas bagian medial terdapat
tonjolan yang dinamakan suntentakulum tali, di bawahnya terdapat sulkulus
muskular flexor halusis longus. Bagian belakang kalkaneus terdapat tonjolan
besar tuberkalkanei yang mempunyai prosesus tuberkalkanei.
c) Navikulare: pada bagian medial terdapat tonjolan yang dinamakan tuberositas
ossis navikulare pedis, permukaan sendi belakang berhubungan dengan os
kunaiformi I, II, dan III.
d) Os kuboideum: permukaan proksimal mempunyai fasies artikularis untuk
kalkaneus, permukaan distal mempunyai 2 permukaan untuk metatarsal IV dan V.
Pada permukaan medial mempunyai 2 permukaan sendi untuk navikular dan
kunaiformi medialis.
e) Os kunaiformi, terdiri atas:
- Kunaiformi lateralis,
- Kunaiformi intermedialis,
- Kunaiformi medialis,
semuanya berbentuk baji, sedangkan permukaan proksimal berbentuk segitiga.
Puncak dari kunaiformi lateralis menghadap ke atas dan puncak kunaiformi
medialis menghadap ke bawah.

6. METATARSALIA
Os metatarsalia mempunyai 5 buah tulang metatarsal I, II, III, IV, dan V.
Bentuk kelima tulang ini hampir sama yaitu bulat panjang. Bagian proksimal dari
masing-masing tulang agak lebar disebut basis ossis matatarsale.
Bagian tengah ramping memanjang dan lurus sedangkan bagian distalnya
mempunyai bongkok kepala (kaput ossis matatarsale).Metatarsal I agak besar
daripada yang lain, sedangkan metatarsal V bagian lateral basisnya lebih menonjol ke
proksimal disebut tuberositas ossis metatarsal V.

7. FALANG PEDIS
Os falang pedis merupakan tulang-tulang pendek.Falang I terdiri atas 2 ruas
yang lebih besar daripada yang lainnya. Fallang II, III, IV, dan V mempunyai 3 ruas
lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan falang I. Pada ibu jari terdapat dua buah
tulang kecil berbentuk bundar yang disebut tulang baji (os sesamoid).
Pada kaki terdapat 4 buah lengkungan :
- Lengkungan medial: dari belakang ke depan kalkaneus.
- Lengkungan lateralis: dibentuk oleh kalkaneus kuboidea dengan dua tulang
metatarsalia.
- Lengkungan longitudinal: lengkung melintang metatarsal dibentuk oleh tulang
tarsal.
- Lengkungan tranversal anterior: dibentuk oleh kepala tulang metatarsal pertama
dan kelima.

1.2.2 Otot
OTOT-OTOT VENTRAL PANGKAL PAHA
1. M.Iliacus 
2. M.psoas major
3. M.psoas minor
OTOT-OTOT VENTRAL PAHA 
1. M.quadriceps femoris 
2. M.sartorius 
3. M.tensor fasciae latae 
OTOT-OTOT MEDIAL PAHA ATAS 
1. M.gracilis 
2. M.pectineus
3. M.adductor brevis 
4. M.adductor longus 
5. M.adduktor magnus 
6. M.obturatorius eksternus 
OTOT-OTOT DORSAL PINGGUL 
1. M.gluteus maximus
2. M.gluteus medius 
3. M.gluteus minimus 
4. M.piriformis
5. M.obturatorius internus
6. M.gemellus superior
7. M.gemellus inferior 
8. M.quadratus femoris
OTOT-OTOT DORSAL PAHa
1. M.biceps femoris
2. M.semitendinosus 
3. M.semimembranosus 
OTOT-OTOT VENTRAL BETIS
1. M.tibialis anterior 
2. M.extensor hallucis longus 
3. M.extensor digitorum longus 
4. M.fibularis (peroneus) tertius 
OTOT-OTOT LATERAL BETIS 
1. M.fibularis (peroneus) longus 
2. M.fibularis (peroneus) brevis 
OTOT-OTOT DORSAL BETIS BAGIAN PERMUKAAN 
1. M.triceps surae 
OTOT-OTOT DORSAL BETIS BAGIAN DALAM 
1. M.popliteus 
2. M.tibialis posterior 
3. M.flexor digitorum longus 
4. M.flexor hallucis longus
OTOT-OTOT KAKI DORSAL 
1. M.ekstensor digitorum brevis 
2. M.ekstensor hallucis brevis 
OTOT-OTOT MEDIAL TELAPAK KAKI 
1. M.abduktor hallucis 
2. M.flexor hallucis brevis 
3. M.adduktor halluces
OTOT-OTOT BAGIAN TENGAH TELAPAK KAKI 
1. M.flexor digitorum brevis 
2. M.quadratus plantae 
3. Mm.lumbricales pedis I-IV
2. FISIOLOGI
2.1 Sumber Energi Otot
Terdapat 3 jenis sumber energi untuk kontraksi otot rangka 1) Fosfokreatin
yang mengandung banyak ATP dan dapat langsung digunakan oleh otot tetapi cepat
habis (sekitar 5-8 detik) 2) proses glikolisis dari glikogen membentuk asam piruvat
dan asam laktat. Reaksi ini tidak memerlukan oksigen dan pembentukan energi 2,5
kali lebih cepat dari mekanisme fosforilasi oksidatif. 3) Fosforilasi oksidatif
merupakan kombinasi antara oksigen dengan produk glikolisis tetapi membutuhkan
waktu yang lama untuk menghasilkan energi. Umumnya 95% sumber energi otot
didapatkan dari sumber ini.
Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil.Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan oleh
sistem ini adalah penghantaran tersebut terjadi dalam waktu sangat singkat karena
hanya membutuhkan satu enzimatik yang berperan dalam pemindahan energi
ini.Secara keseluruhan, jumlah ATP dari sistem kreatin fosfat dapat menyediakan
daya otot maksimal delapan hingga sepuluh detik, hampir cukup untuk lari sejauh 100
meter.
Sistem energi selanjutnya yang dominan dalam olah raga aerobik adalah
sistem aerob.Sistem ini berlangsung di dalam mitokondria otot jika tersedia cukup
O2. Oksigen dibutuhkan untuk menunjang rantai transport elektron mitokondria, yang
secara efisien memanen energi yang diambil dari penguraian molekul-molekul nutrien
dan menggunakannya untuk mengasilkan ATP. Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau
asam lemak, bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas.Meskipun menghasilkan
banyak molekul ATP yaitu 36 untuk setiap molekul glukosa yang diproses, sistem ini
relatif lambat karena banyaknya tahap yang harus dilalui.Otot memiliki mioglobin
untuk mengikt oksigen agar dapat memenuhi kebutuhan metabolisme otot.
Otot menggunakan glukosa dan glikogen sebagai sumber energi dengan cara
metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob digunakan untuk proses pembentukan
energi dengan waktu cepat. Pada metabolisme anaerob, glukosa akan memasuki
proses glikolisis dan menghasilkan 2 ATP dan asam piruvat. Asam piruvat bila dalam
metabolisme anaerob akan diubah menjadi laktat. timbunan asam laktat menyebabkan
terjadinya kerusakan otot secara reversibel serta menyebabkan terjadinya kelelahan
pada otot.
Selama istirahat, otot berusaha mengembalikan mengembalikan jumlah ATP,
kreatin fosfat, serta mengurangi laktat dengan laktat diubah menjadi asam piruvat
kemudian masuk dalam metabolisme aerob dan menghasilkan energi sehingga otot
kembali pulih dan siap melaukan aktivitas.

2.2 Jenis- Jenis Otot Rangka


Terdapat 3 jenis otot rangka yaitu 1) otot slow oxidative 2) otot fast oxidative
dan 3) otot fast glycolitik. Otot slow oksidative adalah otot yang lambat bekerja sebab
membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak dalam memasok energi dan biasanya
dibutuhkan pada aktifitas otot yang lama. Otot fast oxidative adalah otot yang cepat
bekerja sebab energi yang digunakan telah tersedia dalam otot berupa fosfokreatin
dan tidak membutuhkan oksigen untuk memasoknya, hanya jumlahnya fosfokreatin
terbatas di otot sehingga otot ini bekerja singkat. Sedang otot fast glycolitik adalah
otot yang bekerja cepat dengan mendapatkan energi tanpa bantuan oksigen, tetapi dari
perubahan asam pyruvat menjadi asam laktat akibat tidak adanya oksigen. Proses
pemasokan energi cukup singkat, tetapi juga terbatas dan hanya digunakan dalam
waktu singkat sebab mudahnya terjadi kelelahan akibat produksi asam laktat yang
meningkat.
Gerakan yang cepat dan singkat khususnya pada olahraga tertentu seperti
sprint biasanya dilakukan oleh otot fast oxidative dan otot fast glycolitik. Otot fast
glycolitik dilaporkan sedikit lebih lama dan lebih lambat dibandingkan otot fast
oksidative. Sebaliknya pada olahraga endurance yang membutuhkan ketahan kerja
otot dalam waktu yang lama seperti lari marathon dilakukan oleh otot slow oxidative.
Beberapa olahraga tentunya membutuhkan ketiga macam otot ini sebab gerakan yang
dilakukan terkadang gerakan cepat, agak cepat dan gerakan lambat tetapi harus
konstan.

Karakteristik Slow oxidative fiber Fast oxidative fiber Fast glycolitic fiber
Sumber energy Fosforilasi oksidatif Fosforilasi oksidatif Glikolisis
Mitokondria Banyak Banyak Sedikit
Kapiler darah Banyak (otot merah) Banyak (otot merah) Sedikit (otot putih)
Kandungan Banyak Banyak Intermed Sedikit
myoglobin
Aktifitas enzim Sedikit Intermediet Banyak
glikolitik
Kandungan glikogen Sedikit Intermediet Banyak

2.3 Muscle Spindle


Muscle Spindle.Muscle spindle terletak di dalam otot.Muscle spindle
merupakan suatu receptor yang menerima rangsang dari regangan otot. Regangan
yang cepat akan menghasilkan impuls yang kuat pada muscle spindle. Rangsangan
yang kuat akan menyebabkan refleks muscle spindle yaitu mengirim impuls ke spinal
cord menuju jaringan otot dengan cepat, menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan
kuat. Muscle spindle sangat berperan dalam proses pergerakan atau pengaturan
motorik. Peran muscle spindle dalam pengaturan motorik adalah :
1. Mendeteksi perubahan panjang serabut otot.
2. Mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot.
Sebetulnya muscle spindle bekerja sebagai suatu pembanding dari panjang
kedua jenis serabut otot intrafusal dan ekstrafusal.Bila panjang serabut ekstrafusal
jauh lebih besar daripada panjang serabut intrafusal, maka spindle menjadi terangsang
untuk berkontraksi.Sebaliknya, bila panjang serabut ekstrafusal lebih pendek daripada
serabut intrafusal, maka spindle menjadi terinhibisi (keadaan yang menyebabkan
refleks seketika untuk menghambat terjadinya kontraksi otot). Jadi spindle tersebut
dapat dirangsang atau dihambat.
Meregangkan suatu kelompok otot hendaknya jangan dilakukan secara tiba-
tiba. Sebab apabila peregangan otot dilakukan secara tiba-tiba akan merangsang
muscle spindle dan ini menyebabkan refleks regang. Refleks muscle spindle sering
disebut refleks regang atau refleks myotatik. Hal ini disebabkan karena peregangan
otot tersebut merangsang muscle spindle sehingga menyebabkan kontraksi otot yang
bersangkutan
2.4 Tendon Golgi
Organ Golgi (juga disebut organ tendon Golgi, organ tendon, organ
neurotendinous atau neurotendinous spindle), stretch receptor yang terletak di dalam
tendon otot tepat di luar perlekatannya pada serabut otot tersebut. Refleks tendon
golgi bisa terjadi akibat tegangan otot yang berlebihan.
Tubuh organ terdiri dari untaian kolagen yang terhubung di satu ujung serat-
serat otot dan di sisi lain bergabung ke dalam tendon. Setiap organ tendon adalah
dipersarafi oleh serat sensorik Ib tipe aferen tunggal yang bercabang dan berakhir
sebagai spiral ujung di sekitar untaian kolagen. Akson aferen Ib berdiameter besar,
mielin akson. Setiap gelendong neurotendinous ditutup dalam kapsul berserat yang
mengandung jumlah tendon fasciculi yang membesar (intrafusal fasciculi). Satu atau
lebih serabut saraf melubangi sisi kapsul dan kehilangan selubung medula mereka;
silinder-silinder membagi dan mengakhiri antara serat tendon atau varises.
Organ tendon manusia menunjukkan posisi khas pada otot, neuronal koneksi
di sumsum tulang belakang dan skematis yang diperluas.Organ tendon adalah reseptor
peregangan yang memberi sinyal kekuatan yang dikembangkan oleh otot.Ujung
sensorik dari aferen terjalin di antara untaian musculotendinous dari 10 hingga 20
motor unit.Ketika otot menghasilkan kekuatan, terminal sensorik dikompresi.
Peregangan ini merusak terminal akson aferen Ib, membuka saluran kation
peregangan-sensitif. Akibatnya, akson Ib didepolarisasi dan melepaskan impuls saraf
yang disebarkan ke saraf tulang belakang. Frekuensi potensial aksi memberi sinyal
gaya yang dikembangkan oleh 10 hingga 20 unit motor dalam otot. Ini mewakili
seluruh kekuatan otot. Umpan balik indera Ib menghasilkan refleks spinal dan respons
supraspinal yang kontrol kontraksi otot. Aferen Ib sinapsis dengan interneuron dalam
tulang belakang tali pusat yang juga memproyeksikan ke otak serebelum dan korteks
serebral. Salah satu tulang belakang utama refleks yang terkait dengan aktivitas aferen
Ib adalah refleks inhibisi autogenik, yang membantu mengatur kekuatan kontraksi
otot. Organ tendon memberi sinyal kekuatan otot melalui seluruh rentang fisiologis,
tidak hanya pada ketegangan tinggi. Selama penggerak, input Ib menggairahkan
daripada menghambat motoneuron dari reseptor otot-otot dan juga mempengaruhi
waktu transisi antara kuda-kuda mengayunkan fase gerak. Beralih ke eksitasi
autogenetik adalah bentuk positif umpan balik.Jalur naik atau aferen ke otak kecil
adalah dorsal dan ventral traktus spinocerebellar.Mereka terlibat dalam regulasi
gerakan yang dikendalikan otak besar.

2.5 Kontraksi Otot


(Source: Campbell.2012 hal. 1123)
1. Ketika impuls mencapai ujung terminal sinaps, asetilkolin (Ach) dilepaskan oleh
terminal sinapsis (akson terminal) berdifusi melintasi celah sinaps dan berikatan
dengan protein reseptor pada membran plasma serat otot. Hal ini akan memicu
potensial aksi yang akan merambat sepanjang membran plasma.
2. Potensial aksi yang merambat tadi, akan menuruni tubulus T (perhatikan tanda panah
merah)
3. Ketika potensial aksi yang terdapat pada tubulus T melewati Retikulum sarkoplasma,
hal ini akan menyebabkan permeabilitas membran sarkoplasmik berubah sehingga
melepaskan ion Ca2+ ke bagian sitosol melalui mekanisme transpor aktif dengan
bantuan protein transpor yang terdapat pada membran retikulum sarkoplasma.
4. Ion Ca2+ akan berikatan dengan kompleks troponin (bulat berwarna ungu)
menyebabkan perubahan bentuk tropomiosin (benang berwarna abu-abu) sehingga
sisi pelekatan aktin akan mengarah ke miosin. Sehingga miosin dapat melekat pada
sisi pelekatan aktin.
5. Pelekatan miosin dengan sisi filamen aktin membentuk Cross-bridge (jembatan
silang/kaitan silang). Pergerakan kepala miosin saat menggeser filamen aktin
membutuhkan hidrolisis ATP sehingga otot dapat berkontraksi.
6. Ca2+ didalam sitosol akan dipindahkan kembali ke dalam retikulum sarkoplasma
dengan mekanisme transpot aktif. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya akumulasi
ion Ca2+ di sitosol dan memungkinkan otot dalam fase relaksasi karena ion Ca2+
tidak berikatan dengan troponin. 
3. KELAINAN KONGINETAL
3.1 Distrofi Muskular Duchenne
Definsi
Distrofi muskular Duchenne adalah suatu penyakit otot herediter yang
disebabkan oleh mutasi genetik pada gen dystropin yang diturunkan secara x-linked
resesif mengakibatkan kemerosotan dan hilangnya kekuatan otot secara progresif.
Etiologi
Pada distropi muskular Duchenne terjadi mutasi pada gen dystropin pada
kromosom X berupa delesi, duplikasi dan mutasi titik (point mutations), sehingga
tidak dihasilkannya protein dystropin atau terjadi defisiensi dan kelainan struktur
dystropin.
Patofisiologi
Mutasi gen yang terjadi pada distrofi muskular Duchenne adalah delesi dan
duplikasi. Fenotip distrofi mulekular Duchenne tidak selalu berhubungan dengan
ukuran delesi pada gen dystropin, tetapi sangat berpengaruh pada sintesis dystropin.
Delesi merusak codon triplet sehingga merubah konsep pembacaan, terjadi
penghentian prematur codon dan sintesis dystropin terhenti dan mengalami degradasi,
menghasilkan molekul protein kecil, terpotong tanpa carboxy terminal.Dystropin
merupakan bagian dari kompleks protein sarkolemma dan gliko-protein.Kompleks
dystropinglikoprotein dapat menghasilkan stabilitas sarkolemma, dimana kompleks
ini dikenal sebagai dystropin-associated protein (DAP) dan protein-associated
glycoprotein (DAG).Bagian yang terpenting lainnya pada kompleks ini adalah
dystroglycan, suatu glikoprotein yang berikatan dengan matriks ekstraseluler merosin.
Jika terjadi defisiensi salah satu bagian kompleks tersebut akan menyebabkan
terjadinya abnormalitas pada komponen lainnya. Kehilangan dystropin bersifat paralel
dengan kehilangan DAP dan penghancuran kompleks dystroglycan. Perubahan ini
menyebabkan sarkolemma menjadi lemah dan dan mudah hancur saat otot
berkontraksi.(Aminoff, 2005) Kehilangan dystropin juga menyebabkan kehilangan
dystroglycan dan sarcoglycan, sehingga membuat sarcolemma semakin rapuh. Proses
ini berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup penderita.(Aminoff, 2005)
Selain itu, akibat kerapuhan membran otot memungkinkan kebocoran komponen
sitoplasmik seperti creatine kinase dan peningkatan masuknya Ca2+ yang mengawali
sejumlah aspek patologis dari peristiwa yang menyebabkan nekrosis dan fibrosis otot.
Kekurangan dystropin juga mengakibatkan gangguan pada transmisi tekanan normal
dan tekanan lebih besar ditempatkan pada miofibrillar dan protein membran yang
menyebabkan kerusakan otot selama kontraksi.(Escolar, 2006)
Gejala
Kelainan ini muncul pada masa bayi dengan nekrosis serat otot dan enzim
creatine kinase tinggi, tapi secara klinis baru terlihat ketika anak berusia 3 tahun atau
lebih. Anak mulai bisa berjalan lebih lambat dibanding anak normal lainnya dan lebih
sering jatuh. Gaya berjalan yang tidak normal sering terlihat pada usia 3-4 tahun Otot-
otot pelvis dipengaruhi lebih awal dibanding otot bahu. Karena kelemahan otot
gluteus medius sebagai penyerap tekanan, ketika berjalan cendrung gemetar saat
berjalan yang menimbulkan gaya berjalan tertatih-tatih (waddling gait). Untuk
menjaga keseimbangan tubuh timbul lordosis. Usia prasekolah, anak mengalami
kesulitan bangkit dari lantai dengan posisi kaki terkunci, posisi bokong diikuti
penekanan lantai dengan tangan, berdiri dengan menyangga lengan pada paha anterior
(maneuver Gower). Manuver ini timbul karena kelemahan otot paha terutama gluteus
maximus. Anak kesulitan naik tangga dimana menggunakan tangan saat menapaki
anak tangga.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium Kadar creatine kinase serum adalah yang paling
bernilai dan umum digunakan untuk mendiagnosis distropinopati Duchenne.Kadar
creatine kinase serum berkisar 10-20 kali normal atau lebih.
Pemeriksaan genetik untuk mengetahui adanya delesi pada kedua titik penting
gen dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) multipleks dapat mengidentifikasi
adanya delesi sekitar 60% pasien.
Tatalaksana
Dalam penatalaksanaan penderita distrofi muskular Duchenne membutuhkan
multidisiplin keahlian diantaranya neurologi, psikiatri, bedah ortopedi, kardiologi,
pulmonologi, gizi, dan fisioterapi. Saat ini belum ada terapi yang efektif untuk distrofi
muskular Duchenne.(Escolar, 2006) Untuk memperlambat progresifitas penyakit
dapat digunakan prednison, prednisolon, deflazacort, yang dapat menurunkan
apoptosis dan menurunkan kecepatan timbulnya nekrosis.(Escolar, 2006) Pemberian
steroid lebih awal dapat meningkatkan kekuatan otot sehingga kemampuan berjalan
pasien diperpanjang sampai usia belasan dan menurunkan kejadian skoliosis,
kontraktur, menjaga fungsi pernapasan dan fungsi jantung. (Bushby, 2005)
Sumber :
Escolar DM, Leshner RT. Muscular dystrophies. Dalam:Swaiman KF, Ashwal
S, Ferriero DM. Neurology Prinsiples & Practice. Edisi ke4. Philadelphia: Mosby
Elsevier, 2006
Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Myophatic disorder. Dalam: Foltin J,
Fernando N, editor. Clinical Neurolgy.Edisi ke-6. New York: McGrawHill, 2005
Bushby K, Bourke J, Bullock R, Eagle A, Gibson M, Quinby J.
Multidisciplinary management of Duchenne muscular dystrophy. Current Pediatrics,
2005

3.2 Genu Valgum


Definisi
Genu valgum atau knock-knee deformity adalah kondisi kelainan struktual
pada lutut dengan manifestasi kedua lutut menjadi lebih dekat.

Etiologi
- Keabnormalan patellofemoral joint
- Kelainan genetik seperti down syndrome dan hereditary multiple exostoses
Patofisiologi
Ditandai dengan kekenduran pada ligamen kolateral medial, sedni lutut yang
merupakan salah satu manifetasi ligamen pada seluruh sendi badan. Biasanya bayi
yang baru lahir tidak dapat mengalami genu valgum atu torsi femoral interna jika
terjadi kelainan sejak janin akibat perubahan genetik, kelainan metabolik, atau
trauma.Genu valgum muncul ketika kebiasaan duduk anak salah yaitu duduk dengan
posisi lutut didepan, femur masuk kedalam, dan kaki kebelakang menghadap keluar.
Gejala
- Postur tubuh tidak normal, kaki seperti huruf X
- Nyeri pada sendi lutut
- Pembatas aktivitas gerak lutut

Diagnosis
1. Anamnesis
Didapatkan gejala yang sesuai serta terdapat riwayat keluarga seperti sindrom
marfan, osteogenesis imperfecta, dan rakitis.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada permeriksaan awal dilakukan penilaian penilaian tinggi badan anak,
kemudian dilakukan pengecekan sesuai dengan kurva tinggi badan sesuai
umur.Biasanya didapatit i n g g i b a d a n a n a k d i b a w a h p e r s e n t i l n o r m a l
d a r i t i n g g i b a d a n a n a k t e r h a d a p u m u r y a n g seharusnya.
Selanjutnya dilakukan evaluasi ektremitas bawah pada anak.Pada awal
pemeriksaan untuk dapat mengevaluasi secara keseluruhan ekstremitas
bawah anak, maka pakaian yang menghalangi pemeriksaan ekstremitas
harus dilepas. Dinilai pola berdiri anak, apakah ada  posisi abnormal dari
kesegarisan ekstremitas bawah anak, dinilai ada atau tidaknya keabnormalan cara
jalan anak.
Untuk penentuan kelainan pada anak dapat dilakukan dengan dua cara, yang
pertama adalahdengan mengukur sudut femoral-tibia, yaitu sudut yang dibentuk
antara paha dan kaki bagian bagian bawah; atau dapat dinilai dengan menghitung
jarak antar tulang, yaitu jarak interkondilar (pada genu varum): jarak yang ada
diantara kondilus medial femur dari kedua l u t u t a t a u d e n g a n m e n g u k u r
jarak intermaleolar (pada genu valgum), yaitu jarak
a n t a r a malleolus medial pada pada pergelangan kaki.Pada pemeriksaan
jarak interkondilar untuk menentukan adanya genu varum, pasien dalam posisi
berdiri dengan kedua pergelangan kakisaling bersentuhan, sedangkan untuk
pemeriksaan jarak intermalleolar, anak diminta berdiridengan lulut yang
dirapatkan dan saling bersentuhan.
Pemeriksaan ini dilakukan, karena harusnya pada saat anak berdiri dalam
posisi kedua kaki saling merapat, seharusnya baik lututdan pergelangan kaki
(kondilus dan maleolar) akan saling bertemu. Pada anak usia 10 sampaidengan 16
tahun, jarak interkondilar normal kurang dari 4 cm pada anak perempuan
dankurang dari 5 cm pada anak laki-laki, sedangkan untuk jarak
intermelleolus normal adalah kurang dari 8 cm untuk anak perempuan dan kurang
dari 4 cm untuk anak laki-laki
3. Pemeriksaan radiologi
Dilakukan untuk anak dengan tinggi dengan persentil dibawah 2. Didapatkan
aksis mekanika abnormal (normalnya distal femoral angle 840 dan medial proximal
tibia angle 870)
Tatalaksana
- Konservatif
Penggunaan stocking, latihan dan program penurunan berat badan untuk
mengurangi obesitas dan memperbaiki gerakan lutut pada anak-anak, atau kawat gigi
dan orthoses kaki untuk osteoarthritis yang menyakitkan yang terkait dengan lutut
kancing pada orang dewasa.
- Opertif
Osteotomi dan hemiephiphysiodosis

Sumber :Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Edisi 2 Zairin Noor

3.3 Genu Varum


Definisi
Genu varum atau Bow leg kaki O adalah Angulasi tulang dimana segmen
distal dari sendi lutut menuju kearah medial. Kondisi orang yang mengalami genu
varum makan lutut akan tampak bengkok membentuk huruf O.
Epidemiologi
Genu varum fisiologis sering terjadi, biasanya terjadi pada anak-anak berusia
<2 tahun. Secara kontras, varus patologis, yang dapat terjadi akibat berbagai kondisi,
lebih jarang terjadi, khususnya dengan semakin bertambahnya usia.
Etiologi
Pada anak, penyakit blount merupakan penyebab utama genu varum
patologis.Namun begitu, pada anak tersebut harus dievaluasi kemungkinan penyebab
lainnya seperti, displasia metafisis, osteokondromatosis, hemihipertofi, hemimelia
fibula atau tibia, displasia epifisis multipel, osteokondrodistrofi, akondroplasia,
displasia fibrosa.Trauma atau infeksi pada fisis atau epifisis dan fraktur metafisis juga
dapat berakibat pada deformitas varus.Kondisi yang melunakkan tulang seperti
riketsia dapat menyebabkan deformitas varus atau valgus, bergantung kepada
penjajaran anak pada awitan dari kondisi.Gangguan metabolik seperti riketsia
mengganggu seluruh lempeng epifisis, sedangkan Blount’s disease menggangu hanya
aspek medial dari tibia proksimal.
Patofisiologi
Pada anak berusia kurang dari 2 tahun, genu varum fisiologis sering
terjadi,namun dapat membaik dengan sendirinya (self-limited) dan tidak berbahaya.
Pada anak yang lebih tua dengan varus patologis, dengan lutut bergeser ke lateral,
aksis mekanik jatuh pada kuadran dalam sendi lutut; pada kasus yang lebih buruk,
aksis tersebut bahkan tidak berpotongan pada lutut.Sebagai akibatnya,
kondilus femoral medial dan plateau medial dari tibia mendapat beban patologis. Efek
Heuter-Volkmann akan menekan fisis dan bagian kartilaginosa struktur ini dan
menghambat osifikasi normal dari epifisis
Manifestasi klinis
Anak dengan genu varum memiliki postur tubuh pendek yang lebih abnormal
dibandingkan pada anak dengan genu valgus.
Gejala
Pada kondisi yang progresif, yaitu angulasi yang dibentuk sangat progresif,
terjadi gangguan titik tumpu berat tubuh terhadap sendi lutut, baik perpindahan titik
tumpu ke arah medial dari pusat sendi lutut pada genu varum dan ke arah lateral dari
pusat sendi lutut pada genu valgum, akan mengakibatkan penekanan berlebihan pada
sendi lutut dan struktur yang ada di sekitarnya. Pada kondisi ini dapat muncul keluhan
nyeri pada sendi lutut karena penekanan berlebih, juga dapat terjadi dislokasi atau
subluksasi patella yang berulang.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik

Pada permeriksaan awal dilakukan penilaian tinggi badan anak, kemudian


dilakukan pengecekan sesuai dengan kurva tinggi badan sesuai umur. Akan
didapatkan tinggi badan anak yang mengalami genu varum yaitu dibawah persentil
normal dari tinggi badan anak terhadap umur yang seharusnya (di bawah persentil
25).
Selanjutnya dilakukan evaluasi ekstremitas bawah pada anak. Pada awal
pemeriksaan untuk dapat mengevaluasi secara keseluruhan ekstremitas bawah anak,
maka pakaian yang menghalangi pemeriksaan ekstremitas harus dilepas.Dinilai pola
berdiri anak, apakah ada posisi abnormal atau tidak. Posisi abnormal didapatkan
apabila ketika berdiri dan kaki dirapatkan, maka kedua lutut akan berjauhan dan
membentuk kaki O.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan mengambil foto antero-posterior


paha hingga pergelangan kaki untuk kedua esktremitas. Aksis mekanikal dan juga
aksis anatomik dari ekstremitas bawah diukur untuk penentuan diagnosis. Pada anak-
anak dengan genu varum, dilakukan pengukuran sudut metafisis-diapfisis
(metaphyseal-diaphyseal angle). Pada anak dengan kecurigaan memiliki kelainan
genu varum, dapat dilakukan penilaian sudut metafisis-diafisis (metaphysical-
Diaphysial Angle, MDA), pada genu varum sudut yang dibentuk biasanya kurang dari
11 derajat
Tata laksana
Tata laksana pada pasien genu varum dengan MDA yang abnormal dan
instabilitas lateral dapat dilakukan dengan penggunaan brace atau penjepit. Penjepit
ini dibuat untuk memberikan tekanan pada tiga titik terhadap ekstremitas, dimana
akan menyebabkan pembukaan dari bagian fisis medial tulang.

Sumber :
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson.1998. Patofisiologi Konsep Klinis
ProsesPenyakit.Edisi4.Jakarta : EGC.Helmi, Noor Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

3.4 Osteogenesis Imperfekta


Definisi
Osteogenesis imperfekta adalah suatu gangguan dari fragilitas tulang
kongenital oleh suatu mutasi genetik pada kode prokolagen tipe 1.
Etiologi
Osteogenesis imperfekta adalah suatu kondisi cacat bawaan. Pada banyak
kasus, cacat bawaan yang terjadi merupakan suatu kondisi dari mutasi genetik.
Hampir 90% bentuk klinis osteogenesis imperfekta disebabkan kelainan structural
atau produksi dari prokolagen tipe 1 (COL1A1 dan COL1A2), yaitu komponen
protein utama matriks ekstaseluler tulang dan kulit.Sekitar 10% kasus klinis yang tak
jelas, tidak didapat kelainan biokimia dan molekul prokolagen.Tidak diketahui
dengan jelas apakah kasus ini dikarenakan deteksi yang terbatas atau karena kelainan
genetik yang heterogen.
Patofisiologi
Serat kolagen tipe 1 ditemukan pada tulang, organ kapsular, fasia, kornea,
sclera, meninges, dan dermis. Mutasi yang tidak terkodekan menjadi penyebab
osteogenesis imperfekta yang ditemukan pada pemeriksaan histologis. Defek
kualitatis (abnormalitas molekul kolagen 1) dan defek kuantitatif (penurunan produksi
molekul kolagen 1) memberikan manifestasi modifikasi dari kolagen dan
menghasilkan sindrom dari osteogenesis imperfekta.
Tipe dan Klinis
a. Tipe 1:
- Tidak memiliki deformitas pada tulang panjang
- Bisa didapatkan sklera berwarna biru atau putih
- Didapatkan adanya dentinogenesis imperfekta
- Seumur hidup kejadian fraktur antara 1-60 kali
- Tinggi badan biasanya normal
- Kemampuan adaptasi nyeri sangat tinggi
- Toleransi latihan dan kekuatan otot menurun secara signifikan
- Fraktur sering terjadi selama usia bayi dan bisa terjadi pada seluruh fase usia
- Hal lainnya yang mungkin didapatkan: kifoskoliosis, arkus senilis premature,
kehilangan pendengaran, dan mudah mengalami memar
b. Tipe 2:
- Didapatkan sklera berwarna biru
- Semua pasien mengalami fraktur di dalam rahin, termasuk tulang kepala, tulang
belakang, dan tulang panjang
- Penonjolan tulang iga
- Deformitas berat pada tulang-tulang panjang
- Penyebab kematian utama, seperti: retaknya tulang-tulang iga serta malformasi
atau perdarahan sistem saraf pusat
c. Tipe 3:
- Pasien mengalami gangguan sendi (hiperlaxity), kelemahan otot, nyeri tulang
kronis, deformitas tengkorak, dan kerapuhan tulang selama usia bayi
- Deformitas rangka atas
- Didapatkan adanya dentinogenesis imperfekta
- Perubahan warna sklera menjadi biru
- Fraktur dalam rahim
- Pemendekan rangka badan dan deformitas
- Sering memiliki wajah segitifa disertai maloklusi
- Vertigo
- Malformasi struktur jantung kongenital
- Hiperkalsiuria
- Komplikasi pernapasan sekunder dan kifoskoliosis
- Konstipasi
- Hernia
d. Tipe 4:
Tipe 4 adalah tipe dari osteogenesis imperfekta yang tidak teridentifikasi
dengan jelas. Walaupun pasien memiliki tinggi badan atau sklera normal tetapi bisa
didapatkan adanya dentinogenesis imperfekta. Fraktur sering terjadi pada masa bayi.
Tulang panjang biasanya mengalami pembengkokan.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan densitas mineral tulang dengan pemeriksaan dual-energy x-ray
absorptiometry (DEXA) pada osteogenesis imperfekta tipe 3.
b. Radiodiagnostik
Pemeriksaan foto polos menunjukkan hal-hal berikut:
- Tipe 1: penipisan kortikal tulang-tulang panjanh. Tidak didapatkan adanya
deformitas tulang panjang.
- Tipe 2: pelebaran tulang, didapatkan adanya fraktur dan deformitas pada beberapa
tulang panjang.
- Tipe 3 dan 4: normal atau pelebaran tulang pada awalnya dan kemudian terjadi
penipisan tulang pada fase lanjut. Fraktur tulang iga dan dan tulang belakang
sering didapatkan.
Penatalaksanaan
a. Konservatif
Tujuan utama penatalaksanaan konservatif adalah mengurangi angka kejadian
fraktur, mencegah deformitas tulang panjang dan scoliosis serta meningkatkan luaran
fungsional.Oleh karena osteogenesis imperfekta merupakan kondisi genetik, maka
tidak ada pengobatan spesifik.Walaupun begitu pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa bifosfonat intravena (pamidronat) memberikan perbaikan bagi
anak dengan osteogenesis imperfekta.Bifosfonat adalah analog sintetis dari pirofosfat,
penghambat alami reabsorpsi tulang osteoklastik sehingga meningkatkan mineralisasi
tulang dan memperkuat tulang. Mekanisme kerjanya adalah dengan menekan aktivitas
dan juga memperpendek usia hidup osteoklas.
Penderita osteogenesis imperfekta yang rentang terhadap trauma dan
memerlukan imobilisasi jangka lama akibat frakturnya sering menyebabkan defisiensi
vitamin D dan kalsium pada anak. Oleh karena itu, diperlukan suplementasi vitamin D
400-800 IU dan kalsium 500-1000 mg sebagai profilaktik walau tidak memperbaiki
penyakit osteogenesis imperfekta sendiri.
b. Terapi bedah
Tatalaksana ortopedi ditujukan untuk perawatan fraktur dan koreksi
deformitas. Fraktur harus dipasang splin atau cast. Pada osteogenesis imperfekta
fraktur akan sembuh dengan baik, sedangkan cast diperlukan untuk meminimalkan
osteoporosis akibat imobilisasi jangka lama. Koreksi pada deformitas tulang panjang
memerlukan prosedur osteotomi dan pemasangan rod intramedullary.
c. Aktivitas
Rehabilitasi fisik dimulai pada usia awal penderita sehingga penderita dapat
mencapai tingkat fungsional yang lebih tinggi, antara lain berupa penguatan otot
isotonik, stabilisasi sendi, dan latihan aerobik. Penderita tipe 1 dan beberapa kasus
tipe 4 mobilisasi spontan.Penderita tipe 3 kebanyakan memerlukan kursi roda namun
tetap tak mencegah terjadinya fraktur berulang.Kebanyakan penderita tipe 4 dan
beberapa tipe 3 dapat mobilisasi/berjalan dengan kombinasi terapi fisik penguatan
otot sendi panggul, peningkatan stamina, pemakaian bracing, dan koreksi ortopedi.
Orang tua perlu mendapatkan instruksi dalam merawat anaknya.Perhatian
khusu terhadap berbagai aktivitas yang bisa menyebabkan kondisi trauma selama
memandiakan, mengenakan pakaian, atau stimulasi fisik lainnya.

3.5 Congenital Talipes Equinovarus (Ctev)


Definisi

CTEV,bisadisebut juga dengan clubfoot, merupakan suatu kombinasi


deformitas.Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi
subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint.Komponen
yang diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus, forefoot adduction, dan
hindfoot varus.
Etiopatogenesis
Etiologi dari CTEV belum sepenuhnya dimengerti. CTEV umumnya
merupakan isolated birth defect dan diperkirakan idiopatik, meskipun kadang muncul
bersamaan dengan myelodysplasia, arthrogryposis, atau kelainan kongenital multiple.
Ada beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan etiologi CTEV, yaitu :
1. Faktor mekanik in utero
Teori ini merupakan yang pertama dan tertua, diutarakan oleh
Hippocrates.Dia percaya bahwa kaki tertahan pada posisi equinovarus akibat
adanya kompresi dari luar uterus. Namun Parker pada 1824 dan Browne pada
1939 mengatakan bahwa keadaan dimana berkurangnya cairan amnion, seperti
oligohidramnion, mencegah pergerakan janin dan rentan terhadap kompresi dari
luar. Amniocentesis dini diperkirakan memicu deformitas ini.
2. Defek neuromuskuler
Beberapa peneliti masih berpendapat bahwa equinovarus adalah akibat dari
adanya defek neuromuskuler, walaupun ada beberapa studi yang menemukan
gambaran histologis normal.Peneliti menemukan adanya jaringan fibrosis pada otot,
fascia, ligament dan tendon sheath pada clubfoot, hal ini diperkirakan mengakibatkan
kelainan pada tulang.Adanya jaringan fibrosis ini ditandai dengan terekspresinya
TGF-beta dan PDGF pada pemeriksaan histopatologis.
Diagnosis
Diagnosis clubfoot dapat ditegakkan sejak prenatal, setidaknya paling cepat
pada trimester kedua. Biasanya diagnosis terbukti saat kelahiran bayi yang ditandai
dengan adanya heel equinus dan inverted foot terhadap tibia.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dini tidaklah informatif dibandingkan dengan
pemeriksaan fisik, dikarenakan hanya akan tampak ossification center pada tulang
tarsal, calcaneus, dan metatarsal. Setelah usia 3 atau 4 bulan, tulang-tulang tersebut
telah cukup terosifikasi, dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan proyeksi
film anteroposterior dan lateral dengan stress dorsofleksi
Penatalaksanaan
Tata laksana CTEV sebaiknya dimulai pada beberapa hari awal kehidupan
sang bayi. Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri
dan plantigrade.Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle, mempertahankan
koreksi untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak hingga usai masa
pertumbuhan.
Pada 6 minggu pertama kehidupan, bayi yang lahir dengan club foot sebaiknya
menggunakan gips pada kakinya. Tujuannya adalah supaya terjadi koreksi secara
pasif terhadap kelainan yang ada, gips ini diganti setiap 1 minggu untuk
penyesuaian.Selanjutnya setelah itu dapat dilanjutkan dengan suatu alat ortopedi yang
dinamakan Denis Browne.Alat ini digunakan selama kurang lebih 8 minggu.
Kemudian dilanjutkan dengan boot splint selama 3 bulan yang digunakan siang dan
malam hari. Setelah itu dapat digunakan straight boots pada siang hari hingga usia 3
tahun. Jika penangan dilakukan sedini mungkin, posisi kaki dapat normal kembali.

3.6 Pes Planus ( Flat Foot )


Definisi
Flatfoot atau pes planus
adalahsuatukeadaanberkurangnyaataupunhilangnyalengkung medial longitudinal
telapak kaki sehinggamenyebabkanseluruhbagiandaritelapak kaki
tersebutmenyentuhtanah. Flatfoot dapatbersifatfisiologikatau flexible flatfoot
danpatologikatau rigid flatfoot. Semuaanakterlahirdengan flatfoot,
namunsecaraperlahanseiringdenganbertambahnyausiapada masa kanak-kanak,
lengkung medial longitudinal telapak kaki akanmulaiterbentuk,
biasanyapadausiasekitar 5 atau 6 tahun.
Etiologi
Faktor lain yang didugaturutberkontribusipada flat foot
iniadalahkelebihanberatbadan, obesitas ,laki-
lakisertapenangaanansepatusebelumanakberusia 6 tahundancedera.
Manifestasiklinis
Anak-anakdengan flexible flatfoot padaumumnyaasimtomatik. Jikakeadaan
flexible flatfoot tersebutbertahanhinggausiadewasamuda,
beberapamungkinakanmengalami rasa sakit yang ringan di sepanjangbagianbawah
kaki. Flexible flatfoot
mungkinsajabarumenimbulkangejalaketikamencapaiusiadewasamuda. Gejala-
gejalatersebutberkembangketikakontraksidari tendon
achilesmembatasipergerakandorsofleksipergelangan kaki secarapenuh, yang
kemudianmemindahkantekananataugayatersebutpadabagian midfoot,
tekananataupungayatersebutpadaakhirnyadapatmenyebabkankerusakanpadapersendia
n tarsal.

Pemeriksaanpenunjang
Padapemeriksaanradiologiditemukangambaranpadasisi lateral yang
menunjukkanMeary ankle, yang mengindikasikanberatnyasuatudeformitas flatfoot.
Adanyalengkungan yang terlokalisirantara navicular dan cuneiform pertama,
memilikiimplikasi yang signifikanuntukterapi.

Tatalaksana
Adapuntatalaksanadari flat foot inidibagimenjadi 2 yakni :
a. Terapikonservatif
Sepatu ortopedik, termasukdenganberbagaimacammodifikasitumit,
cetakanlengkungantumit, danortosislainnya, sertapenyokonglengkungan medial,
secaratradisionaltelahdikenalsebagai salah satumetodeterapi; walaupuntidakadabukti
yang menunjukkanbahwamodifikasitersebutefektif.
Meskipunbeberapapenelitianberpendapatbahwametodeterapiinidapatmengembalikanle
ngkungan longitudinal padakeadaan normal danmengurangitekanan yang
bersifatpatologikpada area kaki yang menopangbebantubuh,
namunpenelitiandenganmetodecontrolgagaluntukmenunjukkanpengaruhterapimodifik
asiiniterhadapperkembanganataupunpengembaliandarilengkung longitudinal.
b. Terapipembedahan
Adapunindikasiterapipembedahanpadapasiendengan flatfoot
adalahsebagaiberikut.

- Adanyagejala-gejala yang
tidakdapatditelusuridantidakresponsiveterhadappenggunaansepatudanortotikmodif
ikasi.
- Ketidakmampuandaripenderitadalammemodifikasisuatuaktivitas yang
menimbulkannyeri.
- Pasiendengankalustalonavikulardanperegangandarilengkungan medial yang
membatasiaktivitassehari-hariakibat rasa nyeri yang ditimbulkannya.

Adapunberbagaitindakanprosedurpembedahan yang
dapatdilakukanuntukterapipada flatfoot, adalahsebagaiberikut.

1. Arthroereisis
2. Heel Cord Lengthening
3. Subtalar Fusion
4. Lateral Column Lengthening
5. Imbrication of Talonaviculocuneiform Complex

4.7 Dislokasi Kongenital


Definisi
Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi dislokasi pada panggul karena
acetabulum dan caput femur tidak berada pada tempat seharusnya. 
Etiologi
Berbeda dengan kelainan kongenital lainnya, Developmental Displacement
pada panggul merupakan hasil akhir kombinasi dari pengaruh faktor genetik dan
lingkungan.Etiologi dari abnormalitas ini masih kontroversial karena data yang
kurang adekuat.Keadaan ini dihubungkan dengan beberapa faktor.Diantaranya faktor
ras, banyak ditemukan pada orang amerika asli, dan jarang pada orang tionghoa dan
orang berkulit hitam.Faktor genetik, dengan ditemukannya data bahwa abnormalitas
ini lebih sering pada bayi yang memiliki riwayat keluarga dengan Developmental
Displacement pada panggul.Faktor lainnya adalah posisi janin di dalam rahim dan
riwayat kelahiran sungsang.Kelainan muskuloskeletal lainnya seperti metatarsus
adductus dan torticollis juga dilaporkan berhubungan dengan Developmental
Displacement pada panggul.Oligo-hidramnion juga dihubungkan dengan kejadian
abnormalitas ini.Panggul kiri lebih sering terkena, diduga karena posisi di dalam
rahim, panggul kiri berhadapan dengan sakrum dari ibu, dan menyebabkan posisi
adduksi.
Patofisiologi
Sendi panggul berkembang baik di dalam rahim, dalam posisi fleksi tetap.Saat
lahir, ditemukan 1 dari 80 anak yang mengalami kelemahan panggul, dan ini
kemungkinan besar disebabkan faktor genetik. Apabila saat lahir atau dalam usia satu
minggu, dilakukan ekstensi panggul secara pasif, ini merupakan tanda kelemahan
panggul, femoral head kemungkinan mengalami dislokasi. Sebagai akibatnya,
menggantungkan bayi baru lahir dengan memegang pergelangan kakinya sudah tidak
boleh dilakukan.
Dislokasi panggul saat lahir bersifat sementara, dan spontan menjadi stabil
dalam dua bulan pertama. Dislokasi dan subluksasi panggul yang persisten
menyebabkan perubahan sekunder di dalam dan di sekitar sendi panggul, terjadi
perkembangan abnormal dari acetabulum, peningkatan anteversi femoral neck,
hipertrofi dari kapsul, kontraktur dari otot yang melewati sendi panggul terutama otot
iliopsoas dan otot aduktor. Terjadinya perubahan sekunder pada panggul
menyebabkan kesulitan untuk mengembalikan panggul ke keadaan normal.Maka dari
itu sangat penting untuk dapat mendiagnosis secara dini, untuk menghindari
terjadinya perubahan sekunder dari panggul.Jika panggul pada bayi baru lahir tidak
pernah di ekstensikan secara pasif, dan tidak pernah dipertahankan pada posisi
ekstensi pada bulan pertama kelahiran, dislokasi dan subluksasi dari panggul dapat
dihindari.
Gejala
 Terlihat kaki bayi panjang sebelah
 Terdapat lipatan paha bayi yang tidak seimbang
 Saat anak mampu berjalan, maka cara jalannya menjadi tidak seimbang

Pemeriksaan Penunjang
 USG: digunakan untuk usia< 6 bulan karena penulangan belum sempurna (tulang
masih dalam bentuk tulang rawan), sehingga bila diperiksa dengan rontgen
hasilnya akan radiolucent.
 Rontgen: dilakukan untuk usia> 6 bulan. Digunakan untuk mendiagnosis dislokasi
dan selanjutnya untuk pemantauan pengobatan

Terapi
Cara melakukan penatalaksanaan pada kasus ini dilakukan berdasarkan usia,
semakin muda usia anak maka semakin mudah tata laksananya.

0-3 bulan, dapat dilakukan dengan cara:


 Pemakaian popok double untuk menyangga femur tetap fleksi
 Penggunaan Pavlik Harness.
 Setelah 3-4 bulan pemakaian popok double/Pavlik Harness dilakukan cek
radiografi dan pemeriksaan fisik. Bila membaik maka penggunaan popok double
dan Pavlik Harness dihentikan.

3-8 bulan, dengan cara:


 Dilakukan traksi beberapa minggu
 Subcutaneus adductor tenotomy
 Setelah itu cek radiografi untuk melihat posisi, bila sudah pas, maka dapat
dilakukan fiksasi dengan spica (diganti setiap 2 bulan) sampai hasil radiografi
baik.

8 bulan - 5 tahun, dengan cara:


 Dilakukan subcutaneus adductor tenotomy
 Open reduksi => fiksasi dengan spica

>5 tahun
 Operasi penggantian sendi (dilakukan dengan memasang protesis). Tidak
dilakukan lagi perbaikan karena dislokasi sudah terlalu lama dan posisinya sudah
jauh dari seharusnya. Bila dilakukan penarikan secara paksa ligamen dan otot,
kemungkinan dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan saraf (tidak
dapat ditarik).

4.8 Lordosis Kongenital

Definisi
Berlebihannya kurva lumbal pada tulang belakang/bisa dikatakan
melengkungnya kurva punggung bawah kedalam yang melebihi batas
normalnya.Lordosis dikaitkan dengan bentuk tulang belakang seseorang bila kurva
menjadi besar dan menekan bagian tulang belakang nyeri.
Epidemiologi
- Setiap orang bisa terkena lordosis
- Lordosis kongenital sering pada anak perempuan.
- Lordosis pada dewasa karena sikap tubuh yg buruk, obesitas, kehamilan dll.
Etiologi dan Patofisiologi
Pada lordosis kongenital, etiologinya adalah mutasi gen pada gen FgFr3 yang
berperan pada growth plate. Sehingga ketika adanya gangguan pada gen tersebut,
akan menekan kartilago yang ada pada lumbal 1-5. Akibatnya terjadi :
- Lower crossed syndrome.
- Tidak seimbang antara kekuatan otot dgpanjangnya otot (lemahnya otot
hamstringdan tegang otot fleksor punggung).
- Tegangnya otot punggung bawah.
- Lemak visceral berlebih.
- Kehamilan.
- Sikap tubuh yang buruk.
Manifestasi Klinik
Dibawah ini otot-otot yang selalu menegang :
- Trunk extensors (erector spinae and quadratus lumborum).
- Hip flexors, yang paling utama adalah ototiliopsoas.Otot-otot yang menegang
diatas memerlukan penguluran atau stretching.
Dibawah ini kelompok otot yang lemah dan selalu tertarik:
- Otot-otot perut (rectus abdominus, internal oblique and external oblique).
- Hip extensors (hamstrings and gluteus maximus). Otot-otot diatas memerlukan
penguatan atau strength.
Pemeriksaan Fisik
- Penonjolan bokong.
- Gejala lain bervariasi sesuai dengangangguan lain yang menyertainya.
- Distrofi muskuler, gangguan perkembanganpaha, dan gangguan neuromuskuler.
- Nyeri pinggang menjalar ke tungkai.
- Perubahan pola BAB & BAK.
Pemeriksaan Penunjang
- Radiologi  Nampak jarak antara spina dan sternum ( hiperlordrosis lumbal dan
penurunan kapasitas paru)
- Sinar X, pemeriksaan ini digunakan untukmengukur dan menilai kebengkokan, serta
sudutnya.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI).
- Computed tomography Scan (CT-Scan).
- Pemeriksaan darah.
Tatalaksana
- Memperkuat otot-otot perut dan hamstring, peregangan otot psoas.
- Back hyper-extensions di Roman chair atau bola karet akan memperkuat otot punggung.
- Anti-inflamasi dapat digunakan sebagai penghilang rasa sakit jangka pendek.
- Bracing: mengontrol progresi kurva pada remaja.
- Mengurangi berat badan pada penderita obesitas.
- Pembedahan
Sumber :Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Edisi 2 Zairin Noor

4.9 Skoliosis Kongenital


Definisi
Skoliosis adalah deformitas tulang belakang berupa deviasi vertebra ke arah
lateral.
Etiologi
Kebanyakan skoliosis bersifat idiopatik dan di beberapa kasus disebabkan oleh
faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
Patogenesis
Pembengkokan tulang vertebra ke arah lateral diakibatkan adanya penebalan
dan pemendekan yang mengakibatkan pendorongan dan penyempitan kanalis spinalis
dan mengakibatkan tulang vertebra ke arah lateral. Biasanya menyerang vertebra
bagian thoraco lumbal dan melibatkan 2-8 tulang vertebra.
Gambaran klinis
Penderita datang karena ada keluhan tulang belakang yang tidak simetris atau
karena tidak sama tinggi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis terdiri atas pemeriksaan foto polos, AP, lateral dan
oblik dalam keadaan berdiri atau duduk dengan tujuan untuk menentukan besarnya
sudut dan beratnya skoliosis.
Pengobatan
a) Pengobatan konservatif
Sudut kelengkungan < 400 Dapat menggunakan penyangga dari milwaukee
b) Pengobatan operatif
Sudut kelengkungan > 400 dilakukan tindakan operatif sebelum penderita usia
dewasa

Sumber :Rasjad, chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT


Yarsif watampone

Anda mungkin juga menyukai