LUKA BAKAR
Disusun Oleh :
P27820716030
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis dilapisi
oleh membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi
batas ini tidak jelas hingga kita ambil patokannya adalah mulai terdapatnya sel
lemak.
C.
Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan
lemak ini disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis adalah
sebagai pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator panas
untuk mempertahankan suhu tubuh.
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
Menutup dan melindungi organ di bawahnya
Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
Tempat penimbunan lemak
Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentuhan
dan tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan
melalui 5 anak otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit
seluruh tubuh. Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk produksi
keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang mudah
menguap dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap O2
dan CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil pada fungus respirasi.
B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke
tubuh melalui kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka
bakar dapat dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns, Contact
Burns, Chemical Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan
kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3
detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik (Jeschke, 2007).
b. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal. Meskipun
kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah telah menurun seiring
penggunaan detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok,
penyalahgunaan penggunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan
bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga
bertanggung jawab terhadap luka terbakar (Jeschke, 2007).
c. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan,
butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti aliran
listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki
distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi
yang terkena (Jeschke, 2007).
d. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas
atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh
dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka
bakar yang dalam pada telapak tangan (Jeschke, 2007).
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam kuat
atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang memakai
bahan kimia sebagai bagian dari proses pengolahan atau produksinya.
Penanganan yang salah dapat memperluas luka bakar yang terjadi. Irigasi
dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan netral lainnya adalah
pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya (Jeschke, 2007).
f. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari
sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk adalah
tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat keluarnya
arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik menentukan berat
ringannnya kerusakan yang terjadi, mengingat perlu banyak pemeriksaan
klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi keadaan penderita.
Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya
luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan
sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar
listrik dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).
g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer
mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan
telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen.
Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin menghangatkan bagian
tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan untuk memperlancar
sirkulasi (Jeschke, 2007).
Rule Of Nine
front =
18%
Perinium = 1%
Head = 10%
HeadFront
and neck = 10%
and back
front = front =
18% 18%
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran
pembuluh darah akibat respon luka
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
G. PATOFISIOLOGI
Cedera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya
respon patofisiologis ini adalah berkaitan erat dengan luas luka bakar dan
mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar kira-kira 60% seluruh luas
permukaan tubuh. (Hudak&Gallo, 1996)
Tingkat keperawatan perubahan tergantung kepada luas dan
kedalaman luka bakar yang menimbulkan kerusakan di mulai dari terjadinya
luka bakar dan berlangsung selama 48-72 jam pertama. Kondisi ditandai
dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang interstitium. Bila
jaringan terbakar, vasodilatasi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
perubahan permeabilitas sel pada yang luka bakar dan di sekitarnya.
Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada di ekstra sel, sodium chloride
dan protein lewat melalui darah yang terbakar dan membentuk gelembung –
gelembung dan oedema atau keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya
oedema luka bakar lingkungan kulit mengalami kerusakan, kulit sebagai
barrier mekanik berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting,
dari organism yang mungkin masuk. Terjadinya kerusakan lingkungan kulit
akan memungkinkan mikro organism masuk dalam tubuh dan menyebabkan
infeksi luka yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Dengan
adanya oedem juga berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh
darah dan syarat yang dapat menimbulkan rasa nyeri juga dapat mengganggu
mobilitas pasien.
Dengan kehilangan cairan dari sistm vaskuler, terjadi homo
konsentrasi dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancer pada
daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya cedera luka bakar
mengakibatkan tahanan vaskuler meningkat sebagai akibat respon stress
neurohormonal. Hal ini meningkatkan afterload jantung dan mengakibatkan
penurunan curah jantung lebih lanjut. Akibat penurunan curah jantung,
menyebabkan metabolism anaerob dan hasil akhir produk asam di tahan
karena rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolic yang
menyebabkan perfusi jaringan terjadi tidak sempurna. Mengikuti periode
pergeseran caiiran, pasien tetap dalam kondisi sakit akut. Periode ini ditandai
dengan anemi dan malnutrisi. Anemi berkembang akibat banyaknya
kehilangan eritrosit. Keseimbangan nitrogen negative mulai terjadi pada
waktu terjadi luka bakar dan disebabkan kerusakan jaringan kehilangan
protein, dan akibat respon stress. Ini terus berlangsung selama periode akut
karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbul karena obstruksi saluran nafas bagian atas
atau karena efek shock hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian atas
disebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang terlalu
panas, menimbulkan iritasi kepada saluran nafas,oedema laring dan obstruksi
potensial.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
I. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus
dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema,
pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran
plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan
dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16
jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Kristaloid 24
Formula Cairan 24 jam pertama Koloid 24 jam ketiga
jam kedua
20 – 60 %
Memantau output
Baxter RL 4ml / kgBB / % LLB estimate vol
urine 30ml/jam
plasma
Larutan NS (ml/kg/%LLB, 50 % vol cairan
50 % vol cairan 24
Evans 200ml DSW dan koloid 1mg/kg/ 24 jam pertama
jam pertama
%LLB) x 200 ml / DSW
RL 2l/24jam + fresh frozen 50 % vol cairan
0 % vol cairan 24 jam
Salter plasma 24 jam
1 fresh frozen plasma
7ml/kg/24jam 200ml DSW
RL = 1,5ml/kg/%LLB
Broke Koloid = 0,5ml/1/%LLB -
200ml DSW
Modified
RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
Metrohealt RL + 50mEq sodiumbikarbonat NS, pantau
h 4ml/kg/%LLB output urine
B. ANAK
2 cc x kg BB x % LLB + kebutuhan faal/24 jam
Kebutuhan Faal:
< 1 tahun : BB x 100 ml
1-5 tahun : BB x 75 ml
5-15 tahun : BB x 50 ml
RL : koloid = 17:3
Cara pemberian
24 jam pertama dibagi 2:
- 8 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
- 16 jam = ½ kebutuhan cairan/24 jam
24 jam kedua
Sesuai kebutuhan faal
K. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan
warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan
jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah merah, merah tua dan
sampai coklat muda dan terasa lebih lembut.
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat
mecegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bert
ujuan menekan timbulnya hipertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS terdiri dari rangkaian
kejadian sistemik yang terjadi sebagai bentuk respons inflamasi. Respons
yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular yang menginisiasi
sejumlah mediator-induced respons pada inflamasi dan imun (Burns M. &
Chulay, 2006). SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) adalah
respon klinis terhadap rangsangan (insult) spesifik dan nonspesifik
4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome / MODS) didefinisikan sebagai
adanya fungsi organ yang berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga
homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi. Disfungsi
dalam MODS melibatkan >2 sistem organ
DAFTAR PUSTAKA
Broghers VL, 2003, Aplikasi dan patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen ED
2. Jakarta : EGC
Grace et al, 2007. At giance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga
Mancon, m, 2003. Manajemen Luka, Jakarta : EGC
Sabistan D, 2000. Buku Ajar Bedah, Jakarta : EGC
Sam, 2011. Asuhan Keperawatan dengan Combustio, Jakarta: EGC
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas
Kedokteran Universitas Hassanudin: Makassar.
Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC.
Jakarta.