TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Tekstur
2.4.1 Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk
menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk
kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma.
Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar.
Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus,
akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya
berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi,
yaitu:
1. Holokristalin, yaitu batuan beku di mana semuanya tersusun oleh kristal.
Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin
yang telah membeku di dekat permukaan.
Gambar 2.2 Granit bertekstur Holokristalin
2. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan
sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
3. Holohyalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.
Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill,
atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
2.4.2 Granularitas
1. Fanerik/fanerokristalin
Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara
megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan
menjadi:
Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari
30 mm.
2. Afanitik
Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata
biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik
dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisis mikroskopis dapat
dibedakan:
Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati
dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil
untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar
antara 0,01 – 0,002 mm.
Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
3. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga
bentuk kristal, yaitu:
Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu
dimensi yang lain.
Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua
dimensi yang lain.
Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
1. Equigranular
2. Inequigranular
Yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama
besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau
matrik yang bisa berupa mineral atau gelas. Apabila kristal-kristal penyusun
massa dasar dapat terlihat jelas dengan mata atau lup maka disebut
Faneroporfiritik, dan apabila kristal penyusun massa dasar tidak dapat terlihat
dengan mata atau lup maka disebut Faneroafanitik
Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan
vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang
tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat
dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen
lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur.
Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang gas telah terisi oleh
mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan
batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-
struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan
(fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang),
dan sheeting joint (kekar berlembar).
Komposisi
Keterjadian Felsik Intermediet Mafik Ultramafik
Intrusif Granit Diorit Gabro Peridotit
Extrusif Riolit Andesit Basal Komatit
Silikat penting pembentuk batuan
Felsic Intermediate Mafik Ultramafik
Berbutir kasar Granit Diorit Gabro Peridotit
Berbutir menengah Diabas
Berbutir halus Riolit Andesit Basal Komatit
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya,
kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962. Dengan demikian dapat ditentukan nama
batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar
klasifikasinya.
Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya
adalah riolit.
Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.
Contohnya adalah dasit.
Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya
adalah andesit.
Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%.
Contohnya adalah basalt.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sampel 1
Foto 3.1 Granodiorit
Sampel dengan nomor urut 1 dan nomor peraga BB 03, jenis batuan beku
asam dalam keadaan segar berwana abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna
kuning kecokelatan. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang
berarti tersusun dominan mineral kristal daripada mineral gelas, serta granularitas
porphyroafanitik yang artinya mineral berbutir halus dan kasar dominan gelas.
Batuan ini memiliki butir berbentuk subhedral dan relasi atau batas antar mineral,
yaitu equigranular yang berarti dapat terlihat batas yang jelas antar mineral
dengan struktur masif. Batuan ini tersusun biotit 10%, piroksen 30% dan kuarsa
40%, dengan struktur masiv atau pejal. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940)
nama batuan tersebut adalah Granodiorit.
3.2 Sampel 2
Foto 3.2 Gabro Porphyri
Sampel dengan nomor urut 2 dan nomor peraga BB 52, jenis batuan beku ultra
basa dalam keadaan segar berwana abu-abu gelap dan dalam keadaan lapuk
berwarna kuning kecokelatan. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin
yang berarti tersusun atas mineral kristal, serta granularitas yaitu
faneroporphyritik yang artinya mineral berbutir halus dan kasar dominan kristal.
Batuan ini memiliki butir berbentuk subhedral-euhedral dan relasi atau batas antar
mineral, yaitu inequigranular yang berarti tidak dapat terlihat batas yang jelas
antar mineral dengan struktur masif. Batuan ini tersusun plagioklas 20%, piroksen
70% dan biotit 10%. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut
adalah Gabro Porphyri.
3.3 Sampel 3
Foto 3.3 Dasit
Sampel dengan nomor urut 3, nomor sampel BB8, jenis batuan beku asam
dalam keadaan segar berwana putih kehijauan dan dalam keadaan lapuk berwarna
cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang berarti tersusun
mineral kristal, serta granularitas yaitu faneroporphyritik yang artinya mineral
berbutir halus dan kasar sedang dominan kristal. Batuan ini memiliki butir
berbentuk subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu equigranular yang
berarti batas yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun plagioklas 20%, biotit
10% dan plagioklas 70%, dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton
(1940) nama batuan tersebut adalah Dasit.
3.4 Sampel 4
Foto 3.4 Granit
Sampel dengan nomor urut 4 dan nomor peraga BB5, jenis batuan beku asam
dalam keadaan segar berwana abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna
cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang berarti tersusun
atas dominan mineral kristal dan mineral gelas, serta granularitas yaitu
porphyroafanitik berbutir kasar dan yang halus dominan gelas. Batuan ini
memiliki butir berbentuk subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu
inequigranular yang berarti tidak dapat terlihat batas yang jelas antar mineral.
Batuan ini tersusun kuarsa 40%, piroksen 50%, dan biotit 15%, dengan struktur
massif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah
Granit.
3.5 Sampel 5
Foto 3.5 Diorit Porphiry
Sampel dengan nomor urut 5 dan nomor peraga BB12, jenis batuan beku
intermediet dalam keadaan segar berwana abu-abu kehitaman dan dalam keadaan
lapuk berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang
berarti tersusun atas dominan mineral kristal dan mineral gelas, serta granularitas
atau keseragaman butir yaitu porphyriafanitik yang artinya terdapat mineral
berbutir kasar dan yang halus dominan gelas. Batuan ini memiliki butir berbentuk
subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu inequigranular yang berarti
tidak dapat terlihat batas yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen
35%, plagioklas 15%, dan hornblende 40%, dengan struktur masif. Berdasarkan
klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah Diorit Porphiry.
3.6 Sampel 6
Foto 3.6 Basalt
Sampel dengan nomor urut 6 dan nomor peraga 9B.BUB06, jenis batuan beku
basa dalam keadaan segar berwana abu-abu kehitaman dan dalam keadaan lapuk
berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holohyalin yang berarti
tersusun mineral gelas, serta granularitas yaitu afanitik yang artinya terdapat
mineral berbutir halus. Batuan ini memiliki butir berbentuk anbhedral dan relasi
atau batas antar mineral, yaitu inequigranular yang berarti tidak dapat terlihat
batas yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 50%, biotit 20%,
plagioklas 10% dan massa dasar 20%, dengan struktur masif. Berdasarkan
klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah Basalt.
3.7 Sampel 7
Foto 3.7 Granit
Sampel dengan nomor urut 7 dan nomor peraga BB3, jenis batuan beku asam
dalam keadaan segar berwana putih abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna
kuning kecokelatan. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holokristalin yang
berarti tersusun mineral kristal, serta granularitas yaitu faneritik yang artinya
terdapat mineral berbutir kasar. Batuan ini memiliki butir berbentuk euhedral dan
relasi atau batas antar mineral, yaitu equigranular yang berarti dapat terlihat batas
yang jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 10%, , plagioklas 20% dan
kuarsa 70%, dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama
batuan tersebut adalah Granit.
3.8 Sampel 8
Foto 3.8 Andesit
Sampel dengan nomor urut 8 dan nomor peraga BB14, jenis batuan beku basa
dalam keadaan segar berwana abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna
cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holohyalin yang berarti tersusun
mineral gelas, serta granularitas yaitu afanitik yang artinya terdapat mineral
berbutir halus. Batuan ini memiliki butir berbentuk anhedral dan relasi atau batas
antar mineral, yaitu inequigranular yang berarti dapat tidak terlihat batas yang
jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 10%, , plagioklas 20% dan massa
dasar 70%, dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama
batuan tersebut adalah Andesit.
3.9 Sampel 9
Foto 3.9 Gabro
Sampel dengan nomor urut 9 dan nomor peraga BB4, jenis batuan beku basa
dalam keadaan segar berwana abu-abu kehitaman dan dalam keadaan lapuk
berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas holokritalin yang berarti
tersusun mineral kristal, serta granularitas yaitu faneritik yang artinya terdapat
mineral berbutir kasar. Batuan ini memiliki butir berbentuk euhedral dan relasi
atau batas antar mineral, yaitu equigranular yang berarti dapat terlihat batas yang
jelas antar mineral. Batuan ini tersusun piroksen 40%, , plagioklas 20% dan biotit
40%, dengan struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan
tersebut adalah Gabro.
3.10 Sampel 10
Foto 3.10 Andesit Porphyri
Sampel dengan nomor urut 10 dan nomor peraga BB1, jenis batuan beku basa
dalam keadaan segar berwana abu-abu kemerahan dan dalam keadaan lapuk
berwarna cokelat. Batuan ini memiliki tingkat kristalitas hipokristalin yang berarti
tersusun mineral gelas dan kristal, serta granularitas yaitu faneroporphyritik yang
artinya terdapat mineral berbutir kasar dan halus dominan kristal. Batuan ini
memiliki butir berbentuk subhedral dan relasi atau batas antar mineral, yaitu
inequigranular yang berarti dapat tidak terlihat batas yang jelas antar mineral.
Batuan ini tersusun piroksen 40%, , plagioklas 20% dan biotit 40%, dengan
struktur masif. Berdasarkan klasifikasi Fenton (1940) nama batuan tersebut adalah
Andesit Porphyri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Sebaiknya praktikum dilaksakan tepat waktu sesuai demgam jadwal yang
disepakti Bersama agar tidak menggagu jadwal yanga lain.