Anda di halaman 1dari 8

PAPER

PERUBAHAN SISTEM INTEGUMEN PADA LANSIA

Disusun Oleh:
1. Gyyana Andiani
2. Risa Indriana W.P
3. Rizky Fachrian Ridho

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2019/2020
1. Konsep dasar perubahan sistem integumen pada lansia
Menurut Reichel (2009), penuaan pada kulit dikategorikan menjadi
dua, yaitu penuaan instrinsik dan penuaan ekstrinsik. Penuaan instrinsik
adalah perubahan kulit yang terjadi akibat proses penuaan secara
kronologis atau normal. Sedangkan penuaan ekstrinsik merupakan
perubahan kulit yang disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti gaya
hidup, diet radikal bebas, paparan sinar UV, dan kebiasaan lainnya. Secara
struktural, kulit yang tersusun atas tiga lapisan, diantaranya epidermis,
dermis dan jaringan subkutan akan mengalami perubahan akibat
bertambahnya usia.
Selain itu, rambut, kuku, dan kelenjar keringat sebagai aksesoris
kulit juga mengalami perubahan. Secara fungsional kulit juga akan
mengalami perubahan akibat degradasi sel-sel kulit.
Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas
diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan
dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak
lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit,
lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata
hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah.
Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan
terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih
keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit
dan penurunan aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar sebasea.
Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan
cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak
bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan penambahan massa
lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade.
a. Stratum Koneum
Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang
terdiri dari timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang
terjadi pada stratum koneum akibat proses menua:
1) Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi
dari hal ini adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan
untuk sembuh lebih lama.
2) Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini
adalah penampilan kulit lebih kasar dan kering.
b. Epidermis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis
akibat proses menua:
1) Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses
perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge.
Implikasi dari hal ini adalah pengurangan kontak antara
epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi pemisahan
antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor
predisposisi terjadinya infeksi.
2) Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah
perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya
pigmentasi yang tidal merata pada kulit.
3) Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan
penurunan konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon
terhadap pemeriksaan kulit terhadap alergen berkurang.
4) Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini
adalah perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan
pertumbuhan yang abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi
kulit papilomatosa.
c. Dermis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis
akibat proses menua:
1) Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan
penipisan dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini
adalah lansia rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan
dan penyembuhan luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan
penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topikal.
2) Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-
enzim. Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan
karena adanya kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor
kulit menghilang.
3) Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil.
Implikasi dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang
mampu malakukan termoregulasi.
d. Subkutis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis
akibat proses menua:
1) Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal
ini adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas
tulang rangka.
2) Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal
ini adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit.
e. Bagian tambahan pada kulit
Bagian tambaha pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus
pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rambut, kuku,
korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea
akibat proses menua:
1) Berkurangnya folikel rambut
Implikasi dari hal ini adalah rambut bertambah uban
dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita, mengalami
peningkatan rambut pada wajah. Pada pria, rambut dalam hidung
dan telinga semakin jelas, lebih banyak dan kaku.
2) Pertumbuhan kuku melambat
Implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi lunak, rapuh,
kurang berkilsu, dan cepet mengalami kerusakan.
3) Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi
sentuhan) menurun
Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar,
mudah mengalami nekrosis karenan rasa terhadap tekanan
berkurang.
4) Kelenjar keringat sedikit
Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon dalam
keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering.
5) Penurunan kelenjar apokrin
Implikasi dari hal ini adalah bau badan lansia berkurang.
2. Faktor yang mempengaruhi perubahan kulit pada lansia
Perubahan kulit yang terjadi pada lansia dapat disebabkan dari
faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yang
menyebabkan terjadinya perubahan kulit pada lansia karena adanya proses
penuaan dan perubahan biologis yang terprogram, sedangkan faktor
ekstrinsik yang dapat mempengaruhi perubahan kulit pada lansia
adalah lingkungan seperti terpapar matahari dan polusi, gaya hidup dan
kebersihan diri (Farage et al, 2010 dalam Voegeli, 2012).
Faktor instrinsik pada lansia dapat disebabkan karena adanya
perubahan pada fungsi dan struktur sistem integumen. Hal ini
terjadi karena adanya penurunan melanin pada lapisan epidermis,
sehingga terjadi penurunan respons perlindungan kulit terhadap sinar
matahari. Oleh karena itu, lansia berisiko tinggi untuk mengalami
kerusakan kulit akibat terpajan sinar matahari yang berlebihan.
Sementara faktor ekstrinsik dapat bersumber dari lingkungan dan
kebersihan diri. Ketika kulit menjadi kering seiring dengan penuaan,
kelembaban yang rendah merupakan faktor predisposisi bagi lansia
mengalami pruritus yang diakibatkan oleh kulit yang kering.

3. Masalah kulit pada lansia


Perubahan pada sistem integumen lansia meningkatkan kerentanan
lansia mengalami masalah kulit. Masalah kulit pada kaki yang umum
terjadi pada lansia diantaranya xerosis, pruritus, infeksi jamur (Voegeli,
2012). Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh
T.rubrum. penyakit ini biansanya terjadi antara jari-jari kaki, dan biasanya
pasien akan mengeluh ruam gatal dan kulit menjadi bersisik. Penyakit ini
bisa dicegah dengan menjaga kebersihan kaki, mempertahankan agar kaus
kaki tetap kering dan menggunakan alas kaki pada saat di kamar mandi
(Thomas, 2014).
Xerosis atau yang dikenal dengan kulit kering adalah kondisi kulit
yang mengering dari biasanya. Xerosis ditandai dengan rasa gatal, kering
pecah-pecah, dan terdapat beberapa kulit yang retak atau terkelupas
(Norman, 2008). Xerosis pada lansia merupakan hasil penurunan lemak
permukaan kulit selama periode waktu. Seiring pertambahan usia, lapisan
luar kulit menjadi rapuh dan kering akibat berkurangnya jumlah pelembab
alami kulit. Sumber utama hidrasi bagi kulit adalah pelembab yang
dihasilkan dari difusi vaskular dibawah jaringan . xerosis pada lansia lebih
sering terjadi dibagian bawah kaki (Smith & Hsieh, 2000).
Pruritas adalah masalah umum yang sering terjadi pada lansia.
Pruritus dapat diartikan sebagai sensasi rasa yang tidak nyaman pada area
kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk (Norman, 2008).
Pruritaus ditandai peradangan pada area kulit yang gatal yang dapat
diakibatkan oleh garukan. Kejadian pruritus meningkat seiring dengan
penambahan usia dan dapat menjadi masalah kulit yang tidak normal.
Pruritus dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan pada kasus berat dapat
mengganggu tidur, menimbulkan kecemasan dan depresi. Kecemasan dan
stress dapat memperparah rasa gatal yang muncul. Sensasi gatal sangat
erat kaitannya dengan sensasi sentuhan dan nyeri. Pruritus dirangsang
oleh pelepasan neurostimulators seperti histamin dari sel mast dan
peptida lainnya yang menyampaikan implus ke pusat otak sehingga
menimbulkan rangsangan untuk menggaruk.
Penuaan yang terjadi pada kulit meningkatkan kejadian pruritus
karena efek kumulatif dari lingkungan yang merubah stuktur kulit
seiring dengan penambahan usia. Faktok yang menyebabkan
meningkatnya kejadian pruritus yaitu berkurangnya hidrasi kulit,
menurunnya kolagen kulit, kerusakan sistem imun, rusaknya fungsi kulit
sebagai sistem pertahanan dari patogen. Pada lansia, pruritus sering
dihubungkan dengan kulit kering yang merupakan hasil penurunan
permukaan lemak pada kulit, keringat, sebum dan perfusi kulit (Cohen,
Frank, Salbu & Israel, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

https://www.dictio.id/t/perubahan-apa-yang-terjadi-pada-sistem-integumen-
lansia/13430
https://www.academia.edu/9286314/PERUBAHAN_FISIOLOGI_PADA_LANSI
A_PADA_SEMUA_SISTEM
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=11866

Anda mungkin juga menyukai