A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
1
yang sering ditemukan dalam apendiks yang meradang adalah Escherichia coli
dan Streptococcus (E. Oswari, 2000). Para ahli menduga timbulnya apendisitis
ada hubungannya dengan gaya hidup seseorang, kebiasaan makan dan pola hidup
ayang tidak teratur dengan badaniah yang bekerja keras. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut.
C. PATOFISIOLOGI
2
disebut akut supurative apendisitis. lapisan serosa apendiks berhubungan dengan
peritoneum parictalis.
Nyeri somatis timbul dari peritoneum karena terjadi kontak dengan
apendiks yang meradang, dan ini tampak sebagai perubahan yang klasik dalam
bentuk nyeri yang terlokalisir di kwadrant kanan bawah perut. Seterusnya proses
patologis mungkin mengenal sistim arterial apendiks. Apendiks dengan
vaskularisasi yang sangat kurang akan mengalami gangrene dan terlihat. Sekresi
yang terus menerus dari mukosa apendiks yang masih baik serta peningkatan intra
luminal berakibat perforasi melalui gangrenous infark. Timbul perforated
apendisitis. Jika apendisitis tidak terjadi secara progressive, terbentuk perlekatan
pada lubang usus, peritoneum dan omentum yang mengelilingi apendiks.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tentunya tergantung pada : virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale bahkan organ lain seperti buli-buli, uterus,
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses keradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum dan sudah terjadi perforasi maka timbul peritonitis.
Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi belum cukup kuat menahan
tarikan/tegangan dalam cavum abdominalis, karena itu pasien harus benar-benar
bedrest.
Kadang-kadang apendisitis akut terjadi tanpa adanya obstruksi, ia terjadi
karena adanya penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke apendiks.
Terjadi abscess multiple kecil pada apendiks dan pembesaran lnn.mesentrica
regional. Karena terjadi tanpa obstruksi maka gambaran klinis tentunya berbeda
dengan gejala obstruksi tersebut diatas.
3
D. PATHWAY
Apendiksitis akut
Edema dan ulserasi mukosa
4
Infark dinding apendiks
Dindimh apendiks
rapuh
Infiltrasi Perforasi
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer, 2000 : keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri
didaerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam
2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-
kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum
ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
bawah akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan
bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme
biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas dan obturatorpositif akan
semakin meyakinkan diagnosis klinis.
5
Appendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari
mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa
secara mendadak dimulai diperut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu timbul
mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke
perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan
nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepas, nyeri bisa bertambah tajam. Demam
bisa mencapai 37,8-38,80 C.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh di semua bagian
perut. Pada orang tua dan wanita hamil nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah
ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam
bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan appendiksitis menurut Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urine
c. Rehidrasi
d. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil,
largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai
f. Bila demam harus diturunkan sebelum diberi anestesi
2. Operasi
a. Apendiktomi
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
6
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan
3. Pasca operasi
a. Observasi TTV
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan
e. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal
f. Berikan minum mulai 15 ml/ jam selama 4-5 jam, lalu naikan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan
hari berikutnya berikan makanan lunak
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2x30 menit
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
7
b. Kurang volume cairan
c. Resiko infeksi
Pasca pembedahan
a. Resiko infeksi
b. Resiko cedera
c. Perubahan proses keluarga
3. Rencana tindakan keperawatan
Prapembedahan
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi pada prapembedahan ini dikarenakan adanya
appendiks yang terinflamasi. Tujuan dari rencana keperawatan
adalah menurunkan ambang nyeri hingga dapat ditoleransi oleh
anak.
Tindakan :
1) Atur posisi yang nyaman dengan kaki fleksi
2) Monitor perubahan nyeri dan tanda vital
3) Beri analgetik untuk mengurangi nyeri
4) Beri latihan teknik mengurangi nyeri (relaksasi, distraksi)
b. Kurang volume cairan
Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan ini dapat
disebabkan adanya penurunan asupan dan kehilangan cairan akibat
muntah.
Tindakan :
1) Lakukan puasa untuk meminimalkan kehilangan cairan
melalui muntah serta mengurangi adanya distensi abdomen
2) Pertahankan tetesan cairan
3) Berikan cairan sesuai dengan ketentuan
4) Monitor asupan dan keluaran
c. Resiko infeksi
8
Resiko terjadi infeksi prapembedahan ini dapat disebabkan adanya
kemungkinan pecahnya apendiks. Tujuan rencana keperawatannya
adalah meminimalkan resiko terjadinya infeks.
Tindakan :
1) Monitor tanda vital khususnya frekuensi jantung untuk
mendeteksi tanda ruptur apendiks
2) Observasi adanya tanda peritonitis seperti nyeri hilang
secara tiba-tiba atau peningkatan nyeri menyebar dan kaku
abdomen, kembung, pucat, menggigil.
3) Cegah pemberian laksansia atau enema
4) Cek kadar sel darah putih
Pascaoperasi
a. Resiko infeksi
Resiko tinggi terjadi penyebaran infeksi ini dapat disebabkan oleh
adanya organisme yang tidak efektif didalam abdomen sehingga
dapat memudahkan proses penyebaran.
Tindakan :
1) Lakukan perawatan luka
2) Monitor tanda vital dan sel darah putih
3) Berikan antibiotik sesuai dengan ketentuan
b. Resiko cedera
Resiko terjadi cedera pada anak pasca operasi ini adalah karena
tidak adanya motilitas usus yang dapat membuat komplikasi lebih
lanjut. Tindakan keperawatan adalah mencegah terjadi distensi
abdomen dan muntah.
Tindakan :
1) Pertahankan puasa untuk mencegah distensi abdomen dan
muntah
2) Pertahankan dekompresi NG tube sampai motilitas usus
kembali
3) Monitor distensi, nyeri tekan, bising usus
9
4) Monitor ada tidaknya flastus, sebagai indikasi adanya
motilitas usus.
10