Terdapat beberapa indikator kebiasaan atau perilaku di masyarakat yang menjurus kepada
perilaku koruptif. Indikator tersebut dibagi menjadi tiga lingkup, yaitu lingkup keluarga,
lingkup komunitas dan lingkup publik.
Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin menyebutkan, pemberian uang oleh masyarakat
kepada tokoh-tokoh agama atau tokoh masyarakat masih sering dilakukan.
Bahkan, hanya 36,32 persen masyarakat yang menilai pemberian uang atau barang kepada
tokoh-tokoh tersebut ketika satu keluarga melaksanakan hajatan adalah hal tidak wajar.
"Sedikit menurun dari tahun sebelumnya (2014) yaitu 37,76 persen yang menganggap tidak
wajar," ujar Suryamin.
Pemberian uang atau barang juga kerap diberikan jelang hari raya keagamaan (46 persen).
Tak hanya pada tokoh-tokoh agama, pemberian juga diberikan kepada pejabat setempat
(RT/RW/Kades/Lurah).
Sebanyak 60,37 persen masyarakat menilai pemberian uang atau barang kepada mereka
ketika satu keluarga melaksanakan hajatan adalah hal tidak wajar.
Sementara 72,56 persen masyarakat menilai tidak wajar perilaku memberi uang atau barang
kepada pejabat setempat ketika jelang hari raya.
Contoh perilaku koruptif yang biasa dilakukan di lingkup publik jauh lebih banyak.
Misalnya saja pemberian uang atau barang jaminan kepada keluarga atau rekan agar
seseorang diterima menjadi pegawai negeri atau swasta.
Contoh lain, memberi uang pelicin untuk mempercepat urusan administrasi seperti
pembuatan Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga dan lain sebagainya.
Bahkan, hanya 62,28 persen masyarakat yang menilai pemberian uang pelicin untuk urusan
administrasi tersebut merupakan hal tidak wajar.
Hal tersebut berarti ada hampir 40 persen masyarakat menilainya sebagai perilaku yang wajar
untuk dilakukan.
Adapun perilaku koruptif lainnya yang juga biasa dilakukan di lingkup publik di antaranya
pemberian uang damai kepada polisi saat melanggar lalu lintas.
Contoh lain, petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transport, pemberian uang
jaminan kepada guru agar anaknya diterima masuk ke sekolah yang diajarnya, hingga
pembagian uang dan barang pada pelaksanaan pemilu.
"77,61 persen masyarakat menilai tidak wajar perilaku membagikan atau mengharapkan uang
atau barang pada pelaksanaan pilkada atau pemilu " ucap Suryamin.
Survei Perilaku Anti-Korupsi dilakukan BPS setiap tahunnya sejak 2012. Untuk 2015 survei
dilaksanakan pada bulan November dan mencakup 33 provinsi, 170 kabupaten/kota (49 kota
dan 122 kabupaten) dengan jumlah sampel 10.000 tumah tangga.