Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TAKHRIJ DAN SANAD

”STUDY HADIST”

DOSEN : M.KHOIRUL ANAM,M.Sy

Disusun Oleh Kelompok :

1. MUHAMMAD KHOMSUN
2. MUHAMMAD REZA AKMAL
3. MUTIARA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM( STAI )

NURUL FALAH AIRMOLEK

Tahun Akademik.2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur  hanyalah milik Allah SWT. Kepada-Nya


kita memuji dan bersyukur, memohon pertolongan dan
ampunan. Kepada-Nya pula kita memohon perlindungan dari
keburukan diri dan syaitan yang selalu menghembuskan
kebatilan. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah SWT,
maka tak seorang pun dapat menyesatkannya dan
barangsiapa disesatkan oleh-Nya maka tak seorang pun dapat
memberi petunjuk kepadanya. Sholawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, juga pada orang-orang yang senantiasa mengikuti
sunnah-sunnahnya.

Dengan rahmat dan pertolongan-Nya Alhamdulillah


makalah yang berjudul “Takhrij dan sanad Hadits” ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Banyak sekali kekurangan penulis dalam menyusun


makalah ini baik menyangkut isi atau yang lainnya, mudah-
mudahan semua itu dapat menjadi suatu pembelajaran bagi
penulis agar lebih meningkatkan kualitas makalah ini di masa
yang akan datang.

i
Air Molek,04 Maret 2020

Penulis

(Kelompok
06)

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................iii
A. Latar Belakang......................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah.................................................................................................iii
C. Tujuan Dan Kegunaan...........................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................1
A. Definisi Takhrij Hadits...........................................................................................1
B. Sejarah dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij.......................................................2
C. Metode Takhrij.......................................................................................................3
D. Tujuan dan Manfaat Takhrij...................................................................................7
E. Pengertian Sanad....................................................................................................8
F. Istiad, Musnad, dan Musnid...................................................................................9
G. Jenis-Jenis Sanad Hadits......................................................................................10
H. Tinggi-Rendahnya Rangkaian Sanad (Silsilatu AdzDzahab)...............................11
BAB III PENUTUP..........................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum dalam Islam setelah Al-
Qur’an, hadits di sampaikan oleh Rasulullah SAW atas petunjuk
Allah SWT, Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk
memberikan penjelasan akan Al-Qur’an yang diturunkan
padanya, Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 44:

ْ ُ‫م وَلَعَلَّه‬
‫م‬ ْ ِ‫ل إِلَيْه‬
َ ‫ ِّز‬C ُ ‫ا ن‬CC‫م‬
َ ‫اس‬ َ C ْ ‫ٓا إِلَي‬C َ ‫رِ وَأَن َزلْن‬CCُ ‫ت وَٱل ُّزب‬
َ ِّ ‫ذ ِّك ْ َر لِتُبَي‬C ‫ك ٱ ل‬
ِ َّ ‫ن لِلن‬ ِ َٰ ‫ب ِٱلْبَيِّن‬

َ ‫“ يَتَفَك َّ ُرو‬Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab.


‫ن‬

dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu

menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan

kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan”.

Dengan adanya perintah tersebut, Rasulullah SAW telah


menjelaskan Al-Qur’an pada umatnya secara terperinci
maupun secara global, hal itu di interpretasikan dengan
perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang di
tetapkan olehnya, yang mana itu disebut hadits sehingga
sempurnalah Al-Qur’an.

Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits


yang kita terima merupakan hadits yang sahih, hasan
ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati
hadits tersebut. Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan
takhrij hadits sangatlah penting. Serta akan menguatkan
keyakinan kita untuk mengamalkan hadits tersebut. Dalam

iv
hal ini kita bersama-sama akan membahas tentang cara
penyampaian hadits (takhrij hadits).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Takhrij Hadits ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan dan apa saja kitab-kitab
yang memuat tentang Takhrij Hadits ?
3. Bagaimana metode dalam men takhrij hadits ?
4. Apa saja tujuan dan kegunaan dari Takhrij Hadits ?
5. Bagaimana pengertian, sinonim, serta jenis-jenis sanad?

C. Tujuan Dan Kegunaan


1. Dapat  mengetahui definisi Takhrij Hadits.
2. Dapat mengetahui sejarah perkembangan dan kitab-kitab
dalam men takhrij hadits.
3. Dapat mengetahui metode-metode dalam men takhrij
hadits.
4. Mengetahui definisi, sinonim, dan jenis – jenis sanad.

v
vi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Takhrij Hadits

Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang

paling mendekati disini adalah berasal dari kata kharaja (‫)خ رج‬

yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan

terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (‫ )االخرج‬yang

artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-

makhraj (‫ )المخرج‬yang artinya tempat keluar.

Secara bahasa takhrij hadits adalah: “Mengeluarkan


sesuatu dari suatu tempat”.
Definisi takhrij hadits telah mengalami tahap-tahap
perkembangan sebagi berikut:
1. Pada tahap pertama takhrij berarti penyebutan hadits-
hadits dengan sanadnya masing-masing. Terkadang
menitik beratkan pada masalah sanadnya atau pada
msalah matan.
2. Pada tahap kedua istilah takhrij berkembang menjadi
penyebutan hadits-hadits dengan sanadnya yang berbeda
dengan sanad yang adapada kitab hadits sebelumnya.
3. Pada tahap ketiga, dimana hadits-hadits telah di koleksi
dalam kitab-kitab hadits istilah takhrij bermakna perujukan
riwayat-riwayat hadits kepada kitab-kitab yang ada.1

1Abu Muhammad ‘Abd al-hadiy ibn Abd al-qadir ibn Abdal-hadiy, Metode
Takhrij Hadits terjemahan S. Agil Husin al-Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar
dari Turuq Takhrij Hadits Rasulillah, (semarang: Dina Utama, 1994).

1
Sedangkan menurut istilah Muhaditsin, takhrij diartikan
dalam beberapa pengertian :
1. Sinonim dan ikhraj, yakni seorang rawi mengutarakan
suatu hadits dengan menyebutkan sumber keluarnya
(pemberita) hadits tersebut.
2. Mengeluarkan hadits-hadits dari kitab-kitab, kemudian
sanad-sanadnya disebutkan.
3. Menukil hadits dari kitab-kitab sumber (diwan hadits)
dengan menyebut mudawinnya serta dijelaskan martabat
haditsnya.
Dari ketiga definisi di atas, maka Mahmud al-Thahhan
mendefinisikan  tentang ta’rif takhrij adalah :
Takhrij ialah penunjukan terhadap tempat hadits dalam
sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya dan martabatnya
sesuai dengan keperluan”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan,
bahwa takhrij meliputi kegiatan :
a. Periwayatan (penerimaan, perawatan, pentadwinan, dan
penyampaian) hadits.
b. Penukilan hadits dari kitab-kitab asal untuk dihimpun
dalam suatu kitab tertentu.
c. Mengutip hadits-hadits dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid,
fiqh, tasawuf, dan akhlak) dengan menerangkan sanad-
sanadnya.
d. Membahas hadits-hadits sampai diketahui martabat
kualitas (maqbul-mardudnya).

B. Sejarah dan Pengenalan Kitab – Kitab Takhrij

1. Sejarah Ilmu Takhrij

2
Ulama-ulama terdahulu belum begitu membutuhkan
ilmu takhrij hadits ini, khususnya ulama yang berada pada
awal abad kelima, karena Allah memberi karunia kepada
mereka suka menghafal dan banyak mengkaji kitab-kitab
yang bersanad yang menghimpun hadits-hadits Nabi SAW.
Keadaan ini terus berlanjut sampai beberapa abad, hingga
tradisi kecintaan terhadap hafalan dan kajian kitab-kitab
hadits serta sumber rujukan pokoknya menjadi
lemah. Ketika tradisi ini lemah, para ulama selanjutnya
mulai menemui kesulitan untuk mengetahui sumber suatu
hadits yang terdapat dalam Kitab Fiqih Tafsir dan Tarikh,
maka muncullah segolongan ulama yang mulai melakukan
Takhrij hadits terhadap karya-karya ilmu tersebut dan
menjelaskan kedudukan hadits itu apakah statusnya
shohih. Hasan atau dhoif. Waktu itulah muncul kutub at-
takhrij (kitab-kitab takhrij).2

Kitab-kitab Takhrij generasi pertama, seperti yang


dikemukakan oleh Mahmud al-Thahhan adalah kitab-kitab
buah pena al-Khatib al-Baghdadiy [w. 463 H]. Diantara kitab
yang terkenal adalah:

a. Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-


Ghoroib karya Abi Al-Ghoroib.
b. Takhrij al-Fawaid al-Muntakhobah al-Shihah wa al-
Ghoroib karya Abi Qosim al-Mahrowani.
c. Kitab Takhrijhadits al-Muhazzab oleh karya Muhammad bin
Musa al-Hazimi.

2 Teungku Muhammad Hashbi Ash Shidqi. Sejarah & Pengantar ILMU HADITS.
Semarang :Pustaka Rizki Putra, 2009.

3
2.   Pengenalan kitab-kitab takhrij

Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-


kitab tertentu yang dapat dijadikan pegangan atau pedoman
sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij secara mudah dan
mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang
dapat dijadikan pedoman dalam mentakhrij adalah:
a) Usul al – Takhrij wa Dirasat Al – Asanid oleh Muhammad Al-
Tahhan,
b) Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad
al-Siddiq al- Gharami.
c) Turuq Takhrij Hadits Rasul Allah Saw karya Abu
Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi.

C. Metode Takhrij

Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang


dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:
1. Takhrij Berdasarkan Perawi Sahabat
Metode ini adalah metode dengan cara mengetahui
nama sahabat yang meriwayatkan hadits, adapun kitab-kitab
pembantu dari metode ini adalah:
a. Al-Masanid (musnad-musnad). Dalam kitab ini disebutkan
hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri.
Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang
meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut
dalam kitab ini   hingga mendapatkan petunjuk dalam satu
musnad dari kumpulan musnad tersebut. Musnad yang
dapat digunakan adalah; musnad Ahmad ibn Hanbal ,
Musnad Dawud Al Tayalisi, Musnad Al Humaidi, Musnad

4
Abu Hanifah, Musnad As Syafi’i, dsb. Cara penggunaannya
adalah; misalnya sahabat yang meriwayatkan hadits itu
bernama Ali, maka pencarian atau penelusuran dilakukan
melalui huruf ‘ayn.
b. Kitab-kitab Al-Atraf. Kebanyakan kitab al-atraf disusun
berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan
nama mereka sesuai huruf kamus.
c. Al- ma`ajim (mu`jam-mu`jam). Susunan hadits di
dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau
syuyukh (guru-guru) sesuai huruf kamus hijaiyah. Dengan
mengetahui nama sahabat dapat memudahkan untuk
merujuk haditsnya. Dan kitab mu’jam yang dapat kita
gunakan adalah; mu’jam Al Kabir, Mu’jam Al Awsat, dan
Mu’jam Al Saghir yang kesemuanya adalah karya Al
Tabrani.

Kelebihan metode ini adalah bahwa proses takhrij dapat


diperpendek. Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah
ia tidak dapat digunakan dengan baik, apabila perawi yang
hendak diteliti itu tidak diketahui.

2.  Takhrij Melalui Lafadz Pertama Matan Hadits

Metode takhrij hadits menurut lafadz pertama, yaitu


suatu metode yang berdasarkan pada lafadz pertama matan
hadits, sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah dan
alfabetis, sehingga metode ini mempermudah pencarian
hadits yang dimaksud. Misalnya, apabila akan men takhrij
hadits yang berbunyi:

5
ِ ِ َّ
‫س‬ ُ ِ‫الشديْدب‬
َ ‫الص ْر َعة ُل َْي‬

Untuk mengetahui lafadz lengkap dari penggalan matan


tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri
penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat
penggalan matan yang dimaksud.

Setelah diperiksa, bunyi lengkap matan hadits yang


dicari adalah:
ِ
ُ ِ‫االص ْر َع ِةانَّ َماال َش ِديْ ُدالَّ ِذ ْييَ ْمل‬
‫ك‬ ِ َّ ‫لَيس‬ :‫َن رسول الل ِّه صلَّى اللّهُ َعلَي ِه وسلَّم قَاَ َل‬
ُ ِ‫الشديْ ُد ب‬ َ ْ َ ََ ْ َ ْ ُ َ َّ ‫َعن اَبِ ْي ُه َر ْي َرةَ أ‬

ِ ‫َن ْف َسهُ ِع ْن َدالغَْي‬


.‫ب‬

Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw


bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah
dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut
sebagai orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai
dirinya tatkala dia marah”.

Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal


memberikan kemungkinan yang besar bagi seorang mukharrij
untuk menemukan hadits-hadits yang dicari dengan cepat.
Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu,
apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya
sedikit saja, maka akan sulit untuk menemukan hadits yang
dimaksud.

6
Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan huruf
kamus, misalnya: “Al-Jami’u Ash Shoghir min Ahadits Al-
Basyir An Nadzir” karya As Suyuti. 3

3.  Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadits

Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-


kata yang terdapat dalam matan hadits, baik berupa kata
benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan
huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian haditsnya
sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud dapat
diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih
mudah manakala menitik beratkan pencarian hadits
berdasarkan lafadz – lafadznya yang asing dan jarang
penggunaanya.

Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah


kitab Al – Mu`jam Al – Mufahras li Al-faz Al – Hadit  An –
Nabawi.

     Contohnya pencarian hadits berikut:

‫صلَّى الل ِّه َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َن َهى َع ْن طَ َع ِم ال ُْمتَبَا ِر َي ْي ِن أَ ْن ُي ْؤ َك َل‬ ِ


َ ‫ا َّن النَّبِ َي‬

Dalam pencarian hadits di atas, pada dasarnya dapat

َ َ‫)ط‬, yu’kal (
ditelusuri melalui kata-kata naha (‫ ) َن َهى‬ta’am(‫عام‬
ْ َ ‫ؤك‬
‫ل‬ ْ ُ ‫ )ي‬al-mutabariyaini (‫ين‬
ِ َ ‫اري‬
ِ َ ‫متَب‬
ُ ‫)ال‬. Akan tetapi dari sekian
kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk
menggunakan kata al-mutabariyaini ( ‫ن‬
ِ ْ ‫اريَي‬
ِ َ ‫متَب‬
ُ ‫ )ال‬karena kata

3 Syuhud ismail, cara praktis……

7
tersebut jarang adanya. Menurut penelitian para ulama hadits,
penggunaan kata tabara (‫ارى‬
َ َ ‫ )تَب‬di dalam kitab induk hadits
(yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.

Penggunaan metode ini dalam mentakhrij suatu hadits


dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:

Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya


yaitu kata yang akan dipergunakan sebagai alat untuk
mencari hadits. Sebaiknya kata kunci yang dipilih adalah kata
yang jarang dipakai, karena semakin  asing kata tersebut
akan semakin mudah proses pencarian hadits. Setelah itu,
kata tersebut dikembalikan kepada bentuk dasarnya.

Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci


tadi sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang akan
kita temukan melalui Mu’jam ini. Di bawah kata kunci tersebut
akan ditemukan hadits yang sedang dicari dalam bentuk
potongan-potongan hadits (tidak lengkap).

Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode


ini mempercepat pencarian hadits dan memungkinkan
pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat
dalam matan hadits. Selain itu, metode ini juga memiliki
beberapa kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadits tidak
didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang
mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.

4.  Takhrij Berdasarkan Tema Hadits

8
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits.
Oleh karena itu untuk melakukan takhrij dengan metode ini,
perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadits yang
akan di – takhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema
itu pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini.

Cara ini banyak dibantu dengan kitab “Miftah Kunuz As-


Sunnah” yang berisi daftar isi hadits yang disusun
berdasarkan judul-judul pembahasan.

Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan


metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap
tema hadits.

Metode ini memiliki kelebihan yaitu : Hanya menuntut


pengetahuan akan kandungan hadits, tanpa memerlukan
pengetahuan tentang lafadz pertamanya. Akan tetapi metode
ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila
kandungan hadits sulit disimpulkan oleh seorang peneliti,
sehingga dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode
ini tidak mungkin diterapkan.

D. Tujuan dan Manfaat Takhrij

Tujuan takhrij hadits bertujuan mengetahui sumber asal


hadits yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui
ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan cara
ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya
memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku

9
sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun
kualitasnya.

Dalam melakukan takhrij tentunya ada tujuan yang


ingin dicapai. Tujuan pokok dari Takhrij yang ingin dicapai
seorang peneliti adalah:

1. Mengetahui eksitensi suatu hadits apakah benar suatu


hadits yang ingin diteliti terdapat dalam buku-buku hadits
atau tidak.
2. Mengetahui sumber otentik suatu hadits dari buku hadits
apa saja.
3. Mengetahui ada berapa tempat hadits tersebut dengan
sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadits atau
dalam  beberapa buku induk hadits.
4. Mengetahui kualitas hadits (maqbul/ diterima atau mardud/
tertolak).

Faedah dan manfaat takhrij cukup banyak di antaranya


yang dapat dipetik oleh yang melakukannya adalah sebagai
berikut:

1. Mengetahui referensi beberapa buku hadits,


dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa perawi
suatu hadits yag di teliti dan di dalam kitab hadits apa saja
hadits tersebut di dapatkan.
2. Menghimpun sejumlah sanad
hadits,dengan takhrij seseorang dapat menemukan   
sebuah hadits yang akan diteliti di sebuah atau beberapa
buku induk hadits, misalnya terkadang di beberapa tempat

10
di dalam  kitab Al-bukhari saja,atau di dalam kitab- kitab
lain.Dengan demikian ia akan menghimpun sejumlah
sanad.
3. Mengetahui keadaan sanad yang bersambung dan yang
terputus dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam
mengingat hadits serta kejujuran dalam periwayatan.
4. Mengetahui status suatu hadits.Terkadang ditemukan
sanad suatu hadits dha’if, tetapi melalui sanad lain
hukumnya shahih.
5. Meningkatkan suatu hadits yang dhoif menjadi hasan li
ghayrihi  karena adanya dukungan sanad lain yang
seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.

E. Pengertian Sanad

Kata sanad atau as-sanad menurut bahasa, dari sanada, yasnudu yang
berarti mutamad (sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya
atau yang sah). Dikatakan demikian karena haditst itu bersandar kepadanya dan
dipegangi atas kebenaranya.
Secara temionologis, sanad adalah silsilah orang-orang yang
menghubungkan kepada matan hadits atau jalannya matan, yaitu silsilah para
perawi yang memindahkati (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang
pertama. Silsilah orang ialah susunan atau rangkaian orang-orang yang
meyampaikan materi hadits tersebut sejak disebut pertama sampai kepada Rasul
SAW, yang memuat perbuatan, perkataan, taqrir, dan lainnya merupakan materi
atau matan hadits. Dengan pengertian diatas maka sebutan sanad hanya berlaku
pada serangkaian orang-orang bukan dilihat dari sudut pribadi secara perorangan.
Sedangkan, sebutan untuk pribadi yang menyampaikan hadits dilihat dari sudut
orang perorangannya disebut dengan rawi.

11
Sedangkan menurut istilah, yakni jalan yang dapat menghubungkan matan
hadist kepada Nabi Muhammad saw, misalkan hadist yang diwirayatkan oleh
Bukhari berikut.

‫ ﺤﺪﺜﻨﺎ ﺃﻴﻮﺐ ﻋﻦ ﺃﺒﻯ ﻘﺎﻼﺒﺔ‬:‫ ﺤﺪﻋﺒﺪﺍﻟﻮ ﻫﺎﺏ ﺍﻟﺸﻗﻓﻯﻘﺎﻞ‬:‫ﺤﺪﺷﻨﺎ ﻤﺤﻣﺪ ﻨﻦﺍﻠﻣﺷﻦ ﻗﺎﻞ‬
‫ ﺃﻦﯿﮑﻮﺃ ﺍﷲ ﻮﺭ ﺴﻮﻠﮫﺃ ﺤﺐ ﺇﻠﯿﮫ‬:‫(ﺜﻼﺚﻤﻦ ﮐﻦﻔﯿﮫ ﻮﺠﺪﺤﻼﻮﺓ ﺍﻹ ﯿﻤﺎﻦ‬:‫ﻋﻦﺍﻨﺲﻋﻦ ﺍﻠﻨﺒﻯ ﺼﻠﻌﻢ‬
)‫ ﮬﻤﺎ;ﻮ ﺃﻦﻴﺤﺐ ﺍﻟﺮﺃﻻﷲ;ﻮ ﺃﻦ ﻴﮑﻔﺮﮦ ﺃﻦﻴﻌﻮ ﺪﻔﻰ ﺍﻟﮑﻔﺮ ﮐﻤﺎ ﻴﮑﺮﮦ ﺃﻦ ﻴﻘﺬﻒ ﻔﻰﺍﻟﻨﺎﺮ‬p‫ﻤﻣﺎﺴﻮ‬
p‫ﺮﻮﺍﺍﻟﺑﺨﺤﺎﺮﻯ‬

“telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin al-musannah,ujarnya:’abdul-


wahhab as-saqafi telah menyebarkan kepada ku, ujarnya:’telah bercerita kepadaku
ayyub atas pemberitahuan abi kilabah dari anas dari Nabi Muhammad saw,
sabdanya:’tiga perkara, yang barangsiapa mengamalkannya niscaya memperoleh
kelezatan iman’. Yakni:1) Allah dan rasulnya hendaknya lebih dicintai daripada
selainnya. 2)kecintaannya kepada seseorang, tak lain karena Allah semata-mata
dan 3) keenggananmya kembali kepada kekufuran, seperti keengganannya
dicampakkan ke neraka’.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan pengertian di atas, disebutkan bahwa sanad adalah


jalan matan (thariq al-min). Jalan matan berarti serangkaian orang-orang
yang menyampaikan atau meriwayatkan matan hadits, mulai perawi
pertama sampai yang terakhir.
Bagian di bawah ini adalah sanad Haditst:

‫ح ّدثنا عبد هللا بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن‬
‫مطعم عن أبيه‬

“Telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah bin Yusuf, dia berkata: Telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair
bin Muth’im dari bapaknya”.

12
‫سمعت رسول هللا (صلعم) قرأ فى المغرب‬
‫بالطور‬.

“aku mendengar Rasulullah SAW membaca surat Thur ketika Shalat Maghrib”.

F. Istiad, Musnad, dan Musnid


Selain istilah sanad, terdapat istilah lainnya, seperti al-isnad,
musnad, dan al-musnid. Istilah-istilah tersebut mempunyai kaitan erat
dengan istilah sanad.
Istilah al-Isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembali ke asal),
dan mengangkat. Menurut Ath-Thibi, sebagaimana dikutip al-Qasimi, kata al-
isnad dengan as-sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan.
Ibn Jama'ah, dalam hal ini lebih tegas lagi, menurutnya bahwa ulama muhaditsin
memandang kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama serta
keduanya dapat dipakai secara bergantian.
Berbeda dengan istilah al-isnad, istilah al-musnad mempunyai
beberapa arti: pertama, berarti hadits yang diriwayatkan dan disandarkan atau
disanadkan kepada seseorang yang membawanya, seperti Ibn Sy ihab az-
Zuhri, Malik bin Anas, dan Amarah binti Abd ar-Rahman; kedua, berarti nama
suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan sistem penyusunannya
berdasarkan nama-nama para sahabat perawi hadits, seperti kitab Musnad
Ahmad; ketiga, berarti nama bagi hadits yang memenuhi kriteria marfu'
(disandarkan kepada Nabi saw.) dan muttashil (sanad-nya bersambung sampai
kepada akhirnya).

G. Jenis-Jenis Sanad Hadits

A . S an ad `A liy'
Sanad ‘Alit’ adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit
jika dibandingkan dengan sanad lain. Hadits dengan sanad yang jumlah rawinya
sedikit akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih

13
banyak. Sanad Aliy ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sanad yang mutlak
dan sanad yang nisbi (relatif).
1) Sanad 'aliy yang bersifat mutlak adalah sebuah sanad yang jumlah
rawinya hingga sampai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Jika sanad tersebut sahib, sanad itu menempati
tingkatan tertinggi dari jenis sanad aliy.
2) Sanad 'aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah rawi di
dalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli hadits,
seperti Syu'bah, Al-A'masy, Ibnu Juraij, AtsTsauri, Malik, Asy-Syafi'i,
Bukhari, Muslim, dan sebagainya, meskipun jumlah rawinya setelah mereka
hingga sampai kepada Rasulullah lebih banyak.

Para ulama hadits memberikan perhatian serius terhadap sanad aliy


sehingga mereka membukukan sebagian di antaranya dan menamakannya dengan
ats-tsultsiyyat. Yang dimaksudkan dengan atstsultsiyyat adalah hadits-hadits yang
jumlah rawi dalam sanadnya antara rawi yang menulisnya dengan Rasulullah
berjumlah tiga orang rawi.
Di antara kitab-kitab tersebut adalah Ats-Tsultsiyyat Al-Bukhari karya
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Ats-Tsultsiyyat Ahmad bin Hanbal karya
Imam As-Safarini.
B. Sanad Nazil
Sanad nazil adalah sebuah sanad jumlah rawinya lebih banyak jika
dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadits dengan sanad yang lebih banyak
akan tertolak dengan sanad yang sama )ika jumlah rawinya lebih sedikit.

H. Tinggi-Rendahnya Rangkaian Sanad (Silsilatu AdzDzahab)

Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu hadits sampai kepada umat muslim
dan tertulis dalam kitab hadits, melalui sanad-sanad. Setiap sanad bertemu
dengan rawi yang dijelaskan sandaran menyampaikan berita (sanad yang
setingkat lebih atas) sehingga seluruh sanad itu merupakan suatu rangkaian.

14
Rangkaian sanad itu berdasarkan perbedaan tingkat kedhabit-an dan keadilan
rawi yang dijadikan sanad-nya, ada yang berderajat tinggi, sedang, dan
lemah. Rangkaian sanad yang berderajat tinggi menjadikan suatu hadits
lebih tinggi derajatnya daripada hadits yang rangkaian sanad-nya sedang atau
lemah. Para muhaditsin membagi tingkatan sanad-nya menjadi sebagai berikut.

a. Ashahhu Al-Asanid (Sanad-sanad yang lebih sahih)


Para ulama seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu Ash-Shalah tidak
membenarkan menilai suatu (sanad) hadits dengan ashahhu al asanid,
atau menilai suatu (matan) hadits dengan ashahhu al-asanid, secara mutlak,
yakni tanpa menyandarkan pada hal yang mutlak.
Penilaian ashahhu al-asanid ini hendaklah secara muqayyad.
Artinya dikhususkan kepada sahabat tertentu, misalnya ashahhu alasanid dari
Abu Hurairah r.a. atau dikhususkan kepada penduduk daerah tertentu, misalnya
ashahhu al-asanid dari penduduk Madinah, atau dikhususkan dalam masalah
tertentu, jika hendak menilai matan suatu hadits, misalnya ashahhu al-asanid
dalam bab wudhu atau masalah mengangkat tangan dalam berdoa.
Contoh ashahhu al-asanid yang muqayyad tersebut adalah:
1. Sahabat tertentu, yaitu:

a. Umar Ibnu Al-Khaththab r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu


Syihab Az-Zuhri dari Salim bin 'Abdullah bin 'Umar, dari ayahnya
('Abdullah bin 'Umar), dari kakeknya ('Umar bin Khaththab).
b. Ibnu Umar r.a. adalah yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' dari
Ibnu 'Umar r.a.
c. Abu Hurairah r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri
dari Ibnu Al-Musayyab dari Abu Hurairah r.a.
2. Penduduk kota tertentu, yaitu:

a. Kota Mekah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Uyalnah dari


`Amru bin Dinar dari Jabir bin Abdullah r.a.

15
b. Kota Madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ismail bin Abi Hakim
dari Abidah bin Abi Sufyan dari Abu Hurairah r.a.

Contoh ashahhu al-asanid yang mutlak, seperti:

1. Jika menurut Imam Bukhari, yaitu Malik, Nafi', dan Ibnu Umar r.a.
2. Jika menurut Ahmad bin Hanbal, yaitu Az-Zuhri, Salim bin `Abdillah
dan ayahnya ('Abdillah bin 'Umar).
3. Jika menurut Imam An-Nasa'i, yaitu `Ubaidillah Ibnu 'Abbas dan
`Umar bin Khaththab r.a.

b. Ahsanu Al-Asanid
Hadits yang bersanad ashahhu al-asanid lebih rendah derajatnya daripada
yang bersanad ashahhu al-asanid. Ahsanu al-asanid itu antara lain bila hadits
tersebut bersanad:
1. Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu'awiyah) dari kakeknya
(Mu'awiyah bin Haidah).
2. Amru bin Syu'aib dari ayahnya (Syu'aib bin Muhammad) dari kakeknya
(Muhammad bin Abdillah bin 'Amr bin 'Ash).

c. AdhafuAl-Asanid
Rangkaian sanad yang paling rendah derajatnya disebut adhafu al-asanid
atau auha al-asanid. Rangkaian sanad yang adh'afu alasanid, yaitu:

1) Yang muqayyad kepada sahabat:

a. Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., yaitu hadits yang diriwayatkan oleh


Shadaqah bin Musa dari Abi Ya'qub Farqad bin Ya'qub dari Murrah
Ath-Thayyib dari Abu Bakar r.a.
b. Abu Thalib (Ahli al-Bait) r.a., yaitu hadits yang diriwayatkan oleh 'Amru
bin Syamir Al-Ju'fi dari Jabir bin Yazid dari Harits Al-A'war dari 'Ali bin

16
Abi Thalib r.a.
c. Abu Hurairah r.a., yaitu hadits yang diriwayatkan oleh AsSariyyu bin
Isma'11 dari Dawud bin Yazid dari ayahnya (Yazid) dari Abu Hurairah
r.a.

2) Yang muqayyad kepada penduduk:

a. Kota Yaman, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Hafsh bin `Umar
dari Al-Hakam bin Aban dari `Ikrimah dari Ibnu `Abbas r.a.
b. Kota Mesir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin
Muhammad bin Al-Hajjaj Ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari
Qurrah bin 'Abdurrahman dari setiap orang yang memberikan hadits
kepadanya.

c. Kota Syam, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais
dari Ubaidillah bin Zahr dari 'Ali bin Zaid dari Al Qasim dari Abu
Umamah r.a.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwasanya ilmu takhrij hadits sangat perlu dipelajari,


karena untuk mengetahui riwayat suatu hadits, baik sanad,
matan, perowi dan yang berkaitan dengan hadits.

Ada perbedaan di kalangan ulama hadis dalam


mendefenisikan Takhrij hadits, namun dapat disimpulkan

17
bahwa takhrij hadits adalah menelusuri suatu hadis kesumber
asalnya pada kitab-kitab Jami, sunan, dan musnad kemudian jika
diperlukan menyebutkan kualitas hadis tersebut apakah sohih,
Hasan atau dhoif.

Ada beberapa cara dalam men takhrij hadits:

 Takhrij menurut lafaz pertama matan hadits.


 Takhrij meurut lafaz-lafaz yang terdapat dalam matan .
Beberapa kitab yang diperlukan dalam mentakhrij hadis
adalah:
 Usul Takhrij oleh mahmud Attahhan.
 Hushul al-Tafrij oleh Ahmad Ibn. Muhammad Al Gharami.
 Turuq Takhrij oleh Abd Muhdi
 al-Mu’jam al-Mufharos li Alfazi Ahadis al-Nabawi oleh A.J.
Wensinck
 Miftah Kunuz al-Sunnah oleh pengarang yang sama
diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abd Baqi.

B. Saran

Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang


kita terima merupakan hadits yang sahih, hasan ataupun daif,
sehingga memudahkan kita untuk mengamati hadits tersebut.
Apakah hadits maqbul atau mardud, kegiatan takhrij hadits
sangatlah penting. Serta akan menguatkan keyakinan kita untuk
mengamalkan hadits tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Zuhdi, Masyfuk. 1983. Pengantar Ilmu Hadits. Cet. Ke-4.

Surabaya: Bina Ilmu.

Ash Shidqi, Teungku Muhammad Hashbi. 2009. Sejarah &


Pengantar Ilmu Hadits. Semarang :Pustaka Rizki Putra.

Abdul Qadir, Abdul Muhdi bin. 1986. Al-Madhkal Ila As-Sunnah


An-Nabawiyah. Cairo: Dar Al-I’tisham.

Al Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Hadits. 2008. Jakarta:


Pustaka Al kautsar.

19
Suyadi, M. Agus Sholahudin dan Agus. Ulumul Hadits. 2011.
Bandung: CV. Pustaka Setia.. Cet. II.

Muhammad Abdul Lathif, Abdul Mawjud. 1990. As-Sunnah An-


Nabawiyyah Bain Du’at Al-Fitnah Wal A’diya Al-‘Ilm.
Cet. Ke-2. Cairo: Makhtabah Tayyibah.

Ilmu Takhrij Hadits, Cara Mentakhrij Hadits dan Ilmu Sanad,

http://attanzil.wordpress.com/2008/08/05/ilmu-takhrij-hadits-
cara-mentakhrij-hadits-dan-ilmu-sanad.

http://attanzil.wordpress.com/2008/08/05/ilmu-takhrij-hadits-cara
mentakhrij-hadist-dan-ilmu-sanad.

20

Anda mungkin juga menyukai