Anda di halaman 1dari 49

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan energi bagi kelangsungan hidup manusia merupakan masalah besar yang
dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia ini. Tidak lagi ditemukannya cadangan dalam
jumlah yang besar pada rentang waktu terakhir ini membuat hampir seluruh dunia menjadikan
permasalahan energi menjadi problem besar yang perlu ditangani secara serius.
Sumber energi tradisional yang berasal dari minyak bumi masih memberikan kontribusi
terbesar untuk memenuhi kebutuhan energi dunia yaitu mencapai 36,7% dari total konsumi
energi, atau setara dengan 3.767,1 juta ton minyak. Batubara dan gas alam masing-masing
menjadi penyumbang bagi kebutuhan energi dunia terbesar kedua dan ketiga sebesar 27.2 %
untuk batu bara dan 23.7% untuk gas alam. Total konsumi batu bara selama tahun 2013 tersebut
mencapai setara 2.778,2 juta ton minyak, sedangkan gas alam mencapai setara 2.420,4 juta ton
minyak. Sisa konsumsi energi untuk kebutuhan dunia dipenuhi oleh sumber energi nuklir yang
‘hanya’ sebesar 6,1 % dan dari hydro energi (air) sebesar 6,2%. Dari seluruh energi yang
dikonsumsi tersebut, sebagiannya digunakan untuk membangkitkan listrik dengan total di
seluruh dunia mencapai 17.452 Terrawatt-hour (TwH). Sebaran distribusi sumber energi di atas
jelas menunjukkan bahwa sumber energi yang berasal dari fosil masih cukup dominan untuk
memenuhi kebutuhan energi dunia. Sumber energi yang sifatnya dapat diperbaharui (renewable)
masih didominasi oleh sumber dari air (hydro) energi. Hal ini juga terjadi di Indonensia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik mengumumkan produk domestik bruto Indonesia tumbuh
5,78 persen pada 2013 dibandingkan 2012. Pertumbuhan ini tentunya perlu dibarengi adanya
ketersediaan energi yang cukup. Pertumbuhan ini sejalan dengan meningkatnya pembangunan
Nasional yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan pengunaan energi di segala sector,
termasuk sector bangunan pemerintah. 6 Sementara itu penyediaan energi sekarang ini masih
bergantung pada bahan bakar fosil, terutama bahan bakar minyak dan cadangan semakin
menipis, sementara harga energi khusunya harga bahan bakar minyak melonjak tajam, sementara
penggunaan energi masih tergolong boros. Hasil survai menunjukkan bahwa sektor bangunan
mempunyai potensi penghemat sekitar 5 – 20 %.
Melihat cukup besarnya peluang penghematan energi yang teridentifikasi tersebut serta
besarnya manfaat yang akan diperoleh apabila peluang ini diimplementasikan,, maka program
konservasi energi perlu terus digalakkan. Konservasi energi dapat membawa manfaat yang
sangat besar berupa penghematan energi dan biaya energi yang pada gilirannya akan
meningkatkan daya saing di pasar global. Untuk mengatasi permasalahan di atas maka, para
konsumen besar seperti Industri ataupun pengelolah gedung perlu untuk meningkatkan efisiensi
energinya. Berdasarkan data statistik listrik PLN tahun 2012 nampak bahwa konsumsi energi
2

listrik untuk gedung komersial mencapai 3.057,21 GWh atau mengalami pertumbuhan konsumsi
energi listrik sebesar adalah 9,8% dari tahun 2011 yaitu 2.786,72 GWh. Tingginya konsumsi
energi ini mendorong pemerintah untuk membangun pembangkit baru. Bersamaan dengan itu
pemerintah juga mendorong penggunaan energi secara efisien dan tepat guna disisi pengguna
melalui program konservasi energi. Agar program konservasi energi dapat berjalan dengan baik,
maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi. Sehingga dengan aktivitas ini banyak bangunan telah mengambil manfaat
serta keuntungan dalam usaha meningkatkan efisiensi dan optimasi penggunaan energi guna
menurunkan biaya energi. Untuk mendukung program konservasi energi nasional agar bias
terlaksana dengan baik, maka pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang
berhubungan dengan konservasi energi.

1.2 Audit Energi


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 70 Tahun 2009
tentang Konservasi Energi, Bab I (Ketentuan Umum), Pasal 1, butir 14, audit energi
didefinisikan sebagai proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan
energi serta rekomendasi peningkatan efesinsi pada pengguna energi dan pengguna sumber
energi dalam rangka konservasi energi.

1.3 Standar Acuan


1. Perpres No.5 tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional
2. Undang-undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi
3. Peraturan Pemerintah No.70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi
4. Inpres 13 tahun 2011, Tentang Penghematan_energi dan Air
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 614 Tahun 2012, telah
ditetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Auditor Energi di
Industri dan Bangunan Gedung.
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 321
Kep/Men/XII/2011 tentang Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia Sektor jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis Lainnya Sub Sektor Jasa Konservasi
Energi Sub Bidang Industri Untuk jabatan kerja Manajemen energi Menjadi standar
kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
7. SNI ISO 50001-Sistem Manajemen Energi (Desember 2012) – adopsi identik dan
cetak ulang standar ISO 50001. BSN
8. SNI 6196:2011 : Prosedur audit energi pada bangunan gedung, BSN
9. SNI 6389:,2011 : Konseruasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung, BSN.
3

1.4 Tim Audit


Dalam melaksanakan program audit energi ini, kami membentuk sebuah tim yang terdiri
dari :

(1) Ketua : Muhamad Fikri Iriansyah


(2) Sekretaris : Naufal Sri Rahmaditya Fitra
(3) Penanggung Jawab HVAC : Muhammad Ghozy Wafi Riyantanu
(4) Penanggung Jawa Sistem Kelistrikan : Laras Eunice Theophillia Sianturi
(5) Penanggung Jawab Pencahayaan : Muhammad Maizur
(6) Penanggung Jawab Selubung Bangunan : Muhammad Akbar Ashidiq

Tim Audit Kelompok A 6J-2


4

BAB 2
DATA AUDIT ENERGI

2.1 Sistem Tata Udara (HVAC)


2.1.1 Gambar Denah Instalasi Sistem Tata Udara (HVAC) Gedung Q (terlampir)
2.1.2 Tabel Data Pengamatan (terlampir)

2.2 Sistem Penerangan


2.2.1 Gambar Denah Instalasi Penerangan Gedung Q (terlampir)
2.2.2 Tabel Data Pengamatan (terlampir)

2.3 Sistem Kelistrikan


Untuk sistem kelistrikan kami tidak dapat mendapatkan data dikarenakan bagian dari
kelistrikan atau bagian UPT tidak tersedia untuk dimintai data tentang kelistrikan di Gedung Q.

2.4 Sistem Selubung Bangunan


2.4.1 Gambar Denah Selubung Bangunan Gedung Q (terlampir)
2.4.2 Tabel Pengamatan (terlampir)
5

2.1.1 Gambar Denah Instalasi Sistem Tata Udara

Lantai 1
6

Administrasi Akunting Toilet

Tangga

Selasar Hall Selasar


Administrasi

Administrasi

Lantai 2
7

Toilet

Tangga

Ruang Rapat
Hall

Lantai 3
8

2.1.2 Tabel Data Pengamatan

- Jenis Sistem HVAC


Jenis Jumlah

AC Split 71

- Pengukuran
No. Nama Ruangan Temperatur [°C] KelembabanNisbi

1. Loby 28,8 59,8

2. RuangBagianAkademik 26,6 52,8

3. RuangBagianKeuangan 26,2 68,7


2.2.1 Gambar Denah Instalasi Sistem Pencahayaan Gedung Q

9
10

Lantai 1
11

Lantai 2
12

2.2.2 Tabel Data Pengamatan Lantai 3

Lantai 1

Lampu
Nama Tingkat Penerangan Kondisi
Luas [m2] Keterangan
Ruangan Jenis Jumlah Jumlah Nyala [Lux] Cuaca

Lorong 89.85 LED 9 9 122 Cerah

               

Lampu
Nama Tingkat Penerangan Kondisi
Luas [m2] Jumla Jumlah Keterangan
Ruangan Jenis [Lux] Cuaca
h Nyala

Lobby 239.1 LED 22 17 131.6 Cerah


20 LED dan 6
Akademik 137.53 LED dan Neon 26 6 358 Cerah
Neon
13

Keuangan 79.8 LED 7 7 542 Cerah


Lantai 2
14

Lantai 3

Lampu

Nama Tingkat Penerangan Kondisi


Luas [m2] Keterangan
Ruangan [Lux] Cuaca
Jenis Jumlah Jumlah Nyala

Lorong 133.3 LED 7 7 241 Cerah

Mushola 13.09 Neon 2 0 33 Cerah

Toilet 17.45 LED 6 6 131.3 Cerah


15
2.4.1 Gambar Denah Sistem Selubung Bangunan Gedung Q
Parkiran Hutan Gedung Administrasi Jurusan Gedung Sipil

Parkiran Dosen Gedung Mesin


Parkiran Baru
Parkiran Mobil

Pos Satpam

Gedung Akuntansi
Lapang PNJ
Gedung Q
(Gedung Direktorat)
Gedung Serba Guna (GSG)

Parkiran Mobil
Gedung Administrasi Niaga
Parkiran Mobil

Letak Gedung Q di Kampus PNJ


16

Ruang Cetak
Administrasi
Toilet
Administrasi

Tangga

Selasar

Hall
Keamanan

Administrasi

Pintu Masuk PART

Denah Gedung Q Lantai 1


17

Administrasi Akunting Toilet

Tangga

Selasar Hall Selasar


Administrasi

Administrasi

Denah Gedung Q Lantai 2


18

Toilet

Tangga

Ruang Rapat
Hall

Denah Gedung Q Lantai 3

2.4.2 Tabel Pengamatan Sistem Selubung Bangunan


19

PARAMETER HASIL PENGAMATAN SATUAN GEDUNG

Bentuk Bangunan Persegi Panjang atau Balok ~~~

Panjang 61,20 m

Lebar 14,8 m
Gedung Q (Gedung Direktorat)
Tinggi 11,976 m

Jumlah Lantai 3 ~~~

Orientasi (Arah Hadap) Barat ~~~


20

GEDUNG
HASIL SATUA
PARAMETER ARAH
PENGAMATAN N

Dinding Utama: Gedung Q (Gedung Direktorat)


Utara … ~~~
Timur … ~~~
Bahan
Selatan … ~~~
Barat … ~~~
Utara … mm
Timur … mm
Tebal
Selatan … mm
Barat … mm
Utara Putih ~~~
Timur Putih ~~~
Warna Cat
Selatan Putih ~~~
Barat Putih ~~~

PARAMETER ARAH HASIL SATUA GEDUNG


21

PENGAMATAN N
Dinding Pelapis (Luar)

Utara … ~~~

Timur … ~~~
Bahan
Selatan … ~~~

Barat … ~~~
Gedung Q (Gedung Direktorat)

Utara … mm

Timur … mm
Tebal
Selatan … mm

Barat … mm
22

HASIL SATUA
PARAMETER ARAH
PENGAMATAN N
Kaca Gedung Q (Gedung Direktorat)

Utara … ~~~

Timur … ~~~
Tipe /Jenis
Selatan … ~~~
GEDUNG
Barat … ~~~

Utara … mm

Timur … mm
Tebal
Selatan … mm

Barat … mm
23

BAB 3
ANALISA DATA

3.1Sistem Tata Udara (HVAC)

HVAC berfungsi menjaga kondisi udara sekitar untuk melindungi alat-alat, dan
kenyamanan personal dengan cara mengatur ventilasi dan pengkondisian udara. HVAC
merupakan singkatan dari Heating, Ventilation, and Air Conditioning. Yang mana sistem
pengkondisian udara ini merupakan aplikasi dari beberapa cabang ilmu Mechanical
Engineering yaitu termodinamika, mekanika fluida, dan perpindahan panas. HVAC
termasuk vital penggunaannya di beberapa industri, terutama di gedung-gedung,
perkantoran yang dipenuhi peralatan komputer yang perlu dijaga kelembaban udaranya,
serta industri-industri besar yang memerlukan sistem ventilasi yang baik. Berikut akan
saya jelaskan lebih mendetail mengenai HVAC.

3.1.1Heating
Sistem ini banyak digunakan di daerah-daerah yang beriklim dingin, yang
sepanjang musim didominasi dengan suhu yang dingin. Tersusun oleh beberapa bagian
penting antara lain boiler, furnace, heat pump, radiator, dan hydronic.Furnace berfungsi
sebagai sumber panas yang ditransfer ke media air bernama hydronic di
boiler. Hydronic tersirkulasi berkat kerja dari heat pump, yang selanjutnya setelah dari
boiler, hydronic menuju ke radiator untuk memindahkan panas yang dikandungnya ke
udara yang tersirkulasi. Udara inilah yang digunakan untuk memanaskan ruangan.

3.1.2Ventilation
Ventilation adalah proses untuk mensirkulasikan udara di dalam suatu ruangan
dengan udara luar, yang bertujuan untuk me-remove debu, kelembaban, bau-bauan yang
tidak sedap, karbon dioksida, panas, bakteri di udara, serta meregenerasi oksigen di
dalam ruangan. Ventilasi merupakan salah satu penerapan teori mekanika fluida.
24

Ada dua jenis ventilation, yaitu forced ventilation dan natural ventilation. Forced


ventilation adalah sistem ventilasi yang menggunakan bantuan fan atau kipas untuk
mensirkulasikan udara di dalam ruangan. Sistem ini banyak digunakan di perindustrian
besar, gedung-gedung, dan contoh yang paling dekat dengan kita adalah di dapur dan di
kamar mandi. Di dapur biasanya dipasang fan untuk menghisap asap dari kompor dan
dibuang keluar. Sedangkan di kamar mandi jelas digunakan untuk mengusir bau-bauan
yang tidak sedap dari dalam kamar mandi.

Sedangkan untuk natural ventilation tidak diperlukan bantuan kipas untuk


mensirkulasikan udara. Biasanya hanya berupa jendela yang dibiarkan terbuka di suatu
ruangan.

3.1.3Air Conditioning
Air Conditioning (AC) menggunakan prinsip siklus mesin pendingin, yang terdiri
dari beberapa bagian penting yaitu refrigerant, kompresor, heat exchanger, dan katup
ekspansi.

Udara yang tersirkulasi diserap panasnya melalui heat exchanger oleh liquid chiller di
satu komponen bernama Air Handling Unit (AHU). Sedangkan panas dari liquid
chiller diserap oleh refrigerant melalui heat exchanger yang lainnya. Jadi ada semacam
proses pendinginan bertingkat di dalamnya.

Ada satu alasan yang kuat mengapa AC yang digunakan di gedung-gedung besar
menggunakan liquid chiller. Karena udara yang bersirkulasi di dalam gedung bervolume
besar, maka akan lebih jauh efisien jika menggunakan media liquid chiller sehingga
energi yang dibutuhkan untuk operasional AC lebih rendah jika dibandingkan tanpa
menggunakan liquid chiller.

3.1.4 Desain Sistem HVAC

Tujuan dari desain Sistem Tata Udara adalah untuk  menyediakan sistem sesuai
dengan ketentuan CPOB untuk memenuhi kebutuhan perlindungan produk dan proses
sejalan dengan persyaratan GEP (Good Engineering Practices), seperti keandalan,
perawatan, keberlanjutan, fleksibilitas, dan keamanan.
25

Desain Sistem Tata Udara memengaruhi tata letak ruang berkaitan dengan hal seperti
posisi ruang penyangga udara (airlock) dan  pintu. Tata letak ruang memberikan efek
pada kaskade perbedaan tekanan udara ruangan dan pengendalian kontaminasi silang.
Pencegahan kontaminasi dan kontaminasi silang merupakan suatu pertimbangan desain
yang esensial dari sistem Tata Udara. Mengingat aspek kritis ini, desain Sistem Tata
Udara harus dipertimbangkan pada tahap desain konsep industri farmasi.

Masalah yang biasanya dikaitkan dengan desain Sistem Tata Udara adalah : .

 Pola alur personil, peralatan dan material;


 Sistem produksi terbuka atau tertutup;
 Estimasi kegiatan pembuatan di setiap ruangan;
 Tata letak ruang;
 Finishing dan kerapatan konstruksi ruangan;
 Lokasi dan konstruksi pintu;
 Strategi ruang penyangga udara;
 Strategi pembersihan dan penggantian pakaian;
 Kebutuhan area untuk peralatan sistem Tata udara dan jaringan saruran udara
(ductwork);
 Lokasi untuk pemasokan udara, pengembalian udara dan pembuangan udara.

3.1.5 Parameter Kritis

Parameter kritis dari tata udara yang dapat memengaruhi produk adalah :

 suhu
 kelembaban
 partikel udara (viabel dan non viabel)
 perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran udara
 volume alir udara dan pertukaran udara
 sistem filtrasi udara
26

Dengan pertimbangan :

 Klasifikasi ruang
 Produk/bahan yang digunakan
 Jenis proses, padat, cairan/semi padat atau steril
 Proses terbuka atau tertutup

Rumus Kebutuhan BTU

Keterangan :

L   = Panjang Ruangan (dalam feet, 1 meter = 3,28 feet)


W  = Lebar Ruangan (dalam feet, 1 meter = 3,28 feet)
H   = Tinggi Ruangan (dalam feet, 1 meter = 3,28 feet)
I   = Nilai 10 jika ruangan berada dilantai bawah, atau berimpit dengan
ruangan lain; Nilai 18 jikan ruangan di lantai atas.
E    = Nilai 16 jika diding terpajan menghadap utara; nilai 17 jika diding
menghadap timur; nilai 18 jika menghadap selatan; nilai 20 jika menghadap barat.
60  = konstanta

Sedangkan kapasitas AC berdasarkan PK adalah sebagai berikut :

(a) AC ½ PK        =  ± 5.000 BTU/h


(b) AC ¾ PK        =  ± 7.000 BTU/h
(c) AC 1 PK         =  ± 9.000 BTU/h
27

(d) AC 1 ½ PK     =  ± 12.000 BTU/h


(e) AC 2 PK         =  ± 18.000 BTU/h

3.1.6 Kondisi di Gedung Q

Dalam mengaudit sistem tata udara di Gedung Q, total ruangan


yang kami audit ada 3 ruangan yaitu lobby, ruangan akademik dan
ruangan keuangan. Ruangan yang pertama adalah ruangan lobby. Untuk
audit di lobby, kami mendapatkan data suhu di ruangan tersebut adalah
28,8 ˚C dengan kelembaban nisbinya sebesar 59,8%. Dari data ini
membuktikan bahwa suhu dibawah standar yaitu sebesar 25±2 ˚C dan
kelembaban dibawah standar yaitu sebesar 60-70%. Suhu ruangan lobby
yang dibawah standar disebabkan karena pintu lobby yang selalu terbuka
dan tertutup dalam jangka waktu yang banyak sehingga banyak udara
dingin yang keluar. Hal ini juga mempengaruhi kelembaban nisbi pada
ruangan tersebut.
Ruangan kedua yaitu ruangan bagian akademik. Dari hasil audit
kami didapatkan data bahwa suhu pada ruangan tersebut yaitu sebesar
26,6˚C dan memiliki kelembaban nisbi 52,8%. Kami melihat data yang
diambil bahwa kelembaban nisbi masih dibawah dari standar yang efisien,
hal ini disebabkan karena pada ruangan tersebut banyak jendela berukuran
yang besar namun tidak ada gorden untuk menutupi jendela sehingga
panasnya sinar matahari membuat ruangan tersebut menjadi tidak dingin.
Ruangan terakhir yang kami audit dalam sistem tata udara HVAC
adalah ruangan bagian keuangan. Kami mendapatkan data sebesar 26,2 ˚C
dan 68,8% untuk suhu ruangan dan kelembaban nisbinya. Tentu melihat
data ini, penggunaan HVAC sudah efisien untuk ruangan ini.

3.2 Sistem Pencahayaan


28

3.2.1 Lantai 1

Pada lantai 1 bagian yang dapat kami audit adalah lobby, ruang pelayanan
akademik, dan ruang pelayanan keuangan. Saat kami mengambil data audit energi ini,
cuaca di luar gedung sedang cerah. Bagian pertama yang kami audit pada lantai 1 ini
adalah lobby. Pada lobby terpasang lampu sebanyak 22 buah yang berjenis LED. Dari
jumlah tersebut, jumlah lampu yang dihidupkan sebanyak 17 buah. Lampu LED yang
terpasang pada lobby menggunakan daya sebesar 8 watt. Jadi total daya yang digunakan
untuk penerangan pada lobby jika semua lampu dinyalakan adalah 176 watt. Namun jika
lampu yang dinyalakan seperti saat kegiatan audit ini dilakukan, daya yang digunakan
untuk penerangan lobby sebesar 136 watt. Jadi dengan hanya menyalakan 17 buah lampu
dari 22 lampu yang dipasang, penerangan pada lobby telah menghemat daya sebesar 40
watt. Lobby memiliki luas 239.1 m2 dan memiliki tingkat penerangan sebesar 131.6 lux,
yang berarti memiliki nilai 0.55 lux/m2. Dengan nilai lux dan lux/m2 sebesar itu, maka
penerangan pada lobby masih tergolong effisien. Karena lobby menghadap ke arah barat,
maka lobby tidak mendapat penerangan langsung dari sinar matahari. Dan hal itu
merupakan salah satu alasan mengapa dengan lampu yang menyala sebanyak itu,
penerangan pada lobby masih tergolong kecil.

Bagian kedua yang dapat kami audit pada lantai 1 adalah ruang pelayanan
akademik. Pada ruangan ini terdapat 26 lampu yang terpasang. Terdiri dari 20 lampu
jenis LED dan 6 lampu jenis neon. Pada saat kegiatan audit ini dilaksanakan, lampu yang
menyala hanya 6 dan berjenis LED. Daya yang digunakan lampu LED sebesar 8 watt dan
lampu neon sebesar 9 watt. Total daya yang digunakan jika semua lampu dinyalakan
sebesar 214 watt. Tetapi jika lampu yang dinyalakan seperti saat kegiatan audit energi ini
berlangsung sebesar 48 watt. Dengan begitu, penghematan daya yang dilakukan adalah
sebesar 166 watt. Ruang pelayanan akademik ini memiliki luas sebesar 137.53 m2 dan
memiliki tingkat penerangan sebesar 358 lux. Dengan nilai lux/m2 sebesar 2.6 lux/m2.
Tingkat penerangan yang terdapat pada ruang ini melibih batas standar, yaitu sebesar 350
lux. Salah satu faktor yang menyebabkan ruangan ini memiliki tingkat penerangan
sebesar 358 lux adalah karena ruangan ini mendapat penerangan dari sinar matahari.
Ruang pelayanan akademis ini adalah ruangan yang memerlukan penghematan lebih
dalam penggunaan energi pada penerangan.
29

Ruangan yang ketiga yang kami audit pada lantai 1 gedung Q adalah ruang
pelayanan keuangan. Ruangan ini memiliki luas 79,8 m² dan menggunakan 7 buah lampu
dengan jenis lampu yang digunakan adalah LED. Dan saat audit dilaksanakan, semua
lampu yang ada di dalam ruangan dalam kondisi menyala. Tingkat cahaya di dalam
ruangan ini yaitu sebesar 542 lux dengan rata-rata 6,79 lux/m². Melihat data besar lux
yang melebihi standar yaitu 350 lux, hal ini disebabkan karena pada saat audit, semua
lampu yang digunakan menyala dan ditambah dengan adanya cahaya matahari. Hal ini
tentu membuat ruangan ini harus di prioritaskan dalam program penghematan energy
pada penerangan.

3.2.2 Lantai 2
Dalam melaksanakan audit di lantai 2 Gedung Q, kami hanya melakukan
audit di lorong lantai 2, karena keterbatasan izin untuk mengaudit ruangan yang
ada di lantai 2. Lorong pada lantai 2 memiliki luas sebesar 89,85 m². Jenis lampu
yang digunakan di lorong lantai 2 merupakan jenis lampu LED dengan jumlah
lampu 9 buah. Saat audit berlangsung, seluruh lampu yang berjumlah 9 buah
dalam keadaan menyala. Tingkat penerangan yang ada di lantai 2 sebesar 122 lux
dengan rata-rata per m² sebesar 1,35 lux/m². Dengan melihat tingkat lux dan
lux/m² dari lorong di lantai 2, maka pencahayaan di lorong lantai 2 masih
tergolong alam keadaan yang efisien. Alasan mengapa seluruh lampu menyala di
lorong lantai 2 karena sisi-sisi di lorong lantai 2 dibatasi oleh ruangan-ruangan,
sehingga cahaya matahari yang masuk sangat sedikit.

3.2.3 Lantai 3
Selanjutnya, ruangan yang di audit adalah ruangan-ruangan yang ada di
lantai 3 Gedung Q, dimana ruangan-ruangan tersebut adalah lorong, musholla,
dan toilet. Ruangan yang diaudit pertama adalah lorong lantai 3 yang memiliki
luas sebesar 133 m². Pada lorong dipasang lampu sebanyak 7 buah dengan jenis
lampu yaitu LED. Pada saat audit dilaksanakan, lampu yang menyala sebanyak 7
buah atau semua lampu menyala. Pada lorong lantai 3, didapatkan data tingkat
30

penerangan yaitu sebesar 241 lux dengan tingkat pencahayaan per m² sebesar 1,81
lux/m². Dengan melihat tingkat lux dan lux/m² pada lorong lantai 3, maka tingkat
pencahayaan pada tergolong efisien karena tidak melewati standar maksimal
pencahayaan yaitu 350 lux dan 15 lux/m². Hal ini disebabkan karena sisi-sisi
lorong dibatasi ruangan, sehingga cahaya matahari yang masuk sedikit dan
mengatasinya dengan cara menyalakan seluruh lampu di lorong.
Ruangan selanjutnya yang diaudit di lantai 3 Gedung Q adalah ruangan
musholla. Ruangan ini memiliki luas sebesar 13,09 m². Untuk pencahayaan di
ruangan musholla lantai 3 menggunakan lampu sebanyak 2 buah dengan jenis
lampu neon. Saat audit berlangsung, kedua lampu tersebut dalam kondisi tidak
menyala. Sehingga tingkat pencahayaan yang ada di ruangan tersebut sangat kecil
yaitu sebesar 33 lux dengan tingkat pencahayaan per m² sebesar 2,52 lux/m². Hal
ini tentu saja membuat ruangan musholla memiliki tingkat pencahayaan yang
efisisen, walaupun lampu tidak ada yang menyala saat siang, ruangan tersebut
mendapatkan pencahayaan matahari yang cukup dari jendela di ruangan tersebut.
Serta kondisi cuaca pada audit berlangsung dalam keadaan yang cerah.
Ruangan toilet yang ada di lantai 3 Gedung Q merupakan ruangan terakhir
yang diaudit oleh tim kami. Ruangan yang kami audit adalah toilet pria. Ruangan
ini memiliki luas sebesar 17,45 m². untuk pencahayaan yang digunakan di toilet
yaitu menggunakan lampu berjenis LED dengan jumlah lampu sebanyak 6 buah.
Saat audit berlangsung, lampu yang menyala sebanyak 6 buah atau dengan kata
lain seluruh lampu menyala. Dari hasil audit, tingkat pencahayaan di toilet lantai 3
sebesar 131,3 lux dengan tingkat pencahayaan per m² sebesar 7,5 lux/m². Alasan
semua lampu di toilet dalam keadaan menyala karena ruangan toilet merupakan
ruangan tertutup meskipun cuaca cerah, hal tersebut menyebabkan cahaya
matahari yang masuk sedikit. Oleh karena itu, semua lampu dalam kondisi
menyala guna memenuhi pencahayaan di toilet. Sehingga tingkat pencahayaan di
toilet masih tergolong efisien.

3.3 Sistem Kelistrikan


31

Untuk sistem kelistrikan, kami tidak dapat menganalisa data dikarenakan


kami tidak mendapatkan informasi data kelistrikan yang digunakan oleh Gedung
Q.

3.4 Sistem Selubung Bangunan


3.4.1 Selubung Bangunan

Selubung bangunan adalah elemen bangunan yang menyelubungi


bangunan gedung, yaitu dinding dan atap tembus atau yang tidak tembus cahaya
dimana sebagian besar energi thermal berpindah melalui elemen tersebut. Upaya
penghematan energi dengan cara pengelolaan selubung bangunan gedung adalah
upaya yang melibatkan semua pihak yang terkait dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengelolaan bangunan gedung. Indonesia melalui
Badan Setandar Nasional (BSN) telah menerbitkan setandar yang dijadikan
rujukan untuk menghemat pemakaian energi melalui selubung bangunan yaitu itu
SNI 03- 6389- 2000, beberapa cara untuk menghemat energi melalui selubung
bangunan dengan cara meminimalkan perpindahan panas yang dihasilkan dari sisi
luar bangunan pada dinding beberapa diantaranya Memasang alat peneduh
(shading) pada jendela luar untuk meminimalkan radiasi matahari. Perpindahan
panas melalui selubung bangunan dengan cara konduksi,konveksi dan radiasi.

3.4.2 Nilai Perpindahan Thermal Menyeluruh (OTTV)


OTTV adalah Nilai perpindahan thermal menyeluruh, untuk setiap bidang
dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu, untuk membatasi
perolehan panas akibat radiasi matahari melalui selubung bangunan, yaitu dinding
dan atap dengan nilai perpindahan termal menyeluruh untuk selubung bangunan
tidak melebihi 45 Watt/m2. Untuk menghitung OTTV digunakan persamaan
berikut:

OTTV = α [(UW x (1- WWR) x TDEk] + (Uf x WWR x T) + (SC x WWR x


SF)
32

Dengan:
OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki
arah atau orientasi tertentu (W/m2)
α = absorbtans radiasi matahari
UW = Transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m2.K);
WWR = Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada
orientasi yang ditentukan;

TDEk = Beda temperatur ekuivalen (K)


SF = Faktor radiasi matahari (W/m2)
SC = Koefisien peneduh dari sistem fenestrasi
Uf = Transmitans termal fenestrasi (W/m2.K);
T = Beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam
Nilai transmitansi termal (U) dihitung dengan persamaan:
U= 1/Rtotal (2)
Dengan:
Rtotal = Resistansi termal total

3.4.3 Efisiensi Energi Melalui Selubung Bangunan


Konservasi energi merupakan upaya mengeffisienkan pemakaian energi
untuk suatu kebutuhan agar pemborosan energi dapat dihindarkan. Konservasi
energi dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu Perilaku hemat energy,
System optimization. Retrofiting, desain. Dan pemanfaatan teknologi baru yang
lebih hemat energi. Penerapan konservasi energi secara menyeluruh bisa
menghemat antara 10 hingga 60% tergantung kondisi. Keberhasilan konservasi
energi secara optimal bisa meningkatkan daya saing produk, mengurangi emisi
CO2 dan meningkatkan ketahanan nasional. Konservasi melalui sebuah desain
rekomendasi dapat dilakukan dari beberapa aspek selubung bangunan gedung
yaitu bentuk dan orintasi bangunan, luas jendela dan dinding, material kaca,
peneduh ekternal dan internal serta infiltrasi.
33

Dalam hal regulasi pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2012
tentang upaya penghematan pemakaian energi listrik salah satunya dengan cara
menempatkan unit kompreor AC pada lokasi yang tidak terkena sinar matahari,
dan memasang thermometer dalam ruangan untuk mengukur dan memastikan
kelembaban suhu relatif dalam ruangan agar sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Standar Negara Indonesia (SNI) serta memastikan tidak adanya
udara luar masuk kedalam ruangan dan udara dingin yang keluar melalui ventilasi
ruangan, yang dapat mengakibatkan efek pendinginan berkurang. Selain itu
diharuskan menggunakan kaca tertentu untuk dinding, jendela dan pintu yang
dapat mengurangi panas matahari yang masuk dalam ruangan namun tidak
mengurangi pencahayaan alami.
Langkah konservasi energi melalui selubung bangunan dengan meninjau dari
aspek kenyamanan thermal yang mempengaruhi pengkondisian udara untuk
mengatasi beban pendinginan merupakan langkah yang cukup memungkinkan
untuk menghemat pemakaian energi listrik. Kenyamanan thermal yang
didapatkan dari pengkondisian udara yang optimal berkisar antara 18°C sampai
26°C dengan kelembaban 40% sampai 60%.

3.4.4 Beban Pendinginan


Beban Pendinginan adalah jumlah total energi panas yang harus
dihilangkan dalam satuan waktu dari ruangan yang didinginkan. Beban ini
diperlukan untuk mengatasi beban panas external dan
internal. Beban panas external diakibatkan oleh panas yang masuk melalui
konduksi (dinding, langit-langit, kaca, partisi, lantai), radiasi (kaca), dan konveksi
(ventilasi dan infiltrasi). Beban panas internal diakibatkan oleh panas yang timbul
karena orang/penghuni, lampu, dan peralatan/mesin.

3.4.5 Beban Panas Eksternal


34

Beban Panas External untuk seluruh gedung akibat konduksi, radiasi dan
konveksi dapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Konduksi melalui atap, dinding, dan kaca:

RSHG = U x A x CLTDcorr x Fc

dimana:
RSHG = room sensible heat gain (Btu/h).
A = luas atap, dinding, kaca (ft²).
U = nilai konduktansi bahan (Btu/ ft².°F.h).
CLTDcorr = CLTD tabel + (78-indoor) + (outdoor-85) (°F).
Fc = faktor koreksi.

Konduksi melalui partisi, langit-langit, dan lantai:


RSHG = U x A x ∆T
dimana:
A = luas partisi, langit-langit, lantai (ft²).
∆T = temperatur outdoor – temperatur indoor (°F).
Radiasi melalui kaca:

RSHG = A x SC x SCL x Fc
dimana:
A = luas kaca (ft²).
SC = shading coefficient.
SCL = solar cooling load (Btu/h.ft²).

Ventilasi:
RSHG = 1,10 x n x CFM x ∆T
RLHG = 4840 x n x CFM x ∆W
dimana:
RLHG = room latent heat gain (Btu/h).
35

CFM = kebutuhan sirkulasi udara segar untuk tiap orang (cubic feet per minute).
∆W = perbedaan rasio kelembaban outdoor–indoor (lb/lb).
N = jumlah orang.

3.4.6 Beban Panas Internal


Beban Panas Internal untuk seluruh gedung akibat penghuni, lampu, dan
peralatan, dapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Penghuni:
RSHG = n x Qs x CLF
RLHG = n x Ql
dimana:
Qs = beban panas orang sensibel (Btu/h).
Q1= beban panas orang latent (Btu/h).
CLF = cooling load factor, untuk orang.
Lampu:
RSHG = 3,412 x Input x Fu x Fs x CLF
dimana:
Input = jumlah lampu yang terpasang (W).
Fu = lighting use factor.
Fs = special allowance factor = 1,20.
CLF = cooling load factor, untuk lampu.
Peralatan:
RSHG = Input x CLFeq.
dimana:
Input = jumlah peralatan yang digunakan (Btu/h).
CLFeq = cooling load factor, untuk peralatan.
Ton of refrigeration:
TR = (RSHG total + RLHG total)/12000
dimana:
TR = Ton of Refrigeration, kapasitas pendinginan
36

(TR).

3.4.7 Kondisi di sekitar Gedung Q

 Jenis Pengerasan Jalan


Di depan Gedung Q (Gedung Direktorat) terdapat sebuah jalan yang
dalam proses pengerasan jalannya menggunakan aspal (Flexibel
Pavement). Aspal merupakan material semen yang berwarna hitam,
memiliki tekstur padat atau setengah padat. Unsur pokok yang menonjol
di dalam aspal disebut bitumen. Bitumen bisa terjadi secara alami atau
bisa juga dihasilkan dari penyulingan minyak. Dalam penggunaannya,
aspal dipanaskan terlebih dahulu sampai pada temperatur tertentu hingga
aspal menjadi cair. Dalam keadaan cair, aspal bisa membungkus partikel
agregat dan dapat masuk ke pori-pori lapisan jalan. Saat temperaturnya
sudah mulai turun, aspal akan menjadi keras lalu mengikat agregat di
tempatnya. Jenis perkerasan jalan raya dengan aspal ini memiliki sifat
memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke bagian tanah dasar. Jika
menggunakan jenis perkerasan ini, maka akan muncul rutting atau alur
bekas roda, saat terjadi pengulangan beban. Selain itu, pengaruh lainnya
adalah terjadinya jalan yang bergelombang sebagai akibat penurunan
tanah bagian dasar.

 Jumlah Pepohonan
Di sekeliling Gedung Q (Gedung Direktorat) masih sangat banyak di
penuhi pepohonan mulai dari sisi depan, belakang, kiri, dan kanan
Gedung. Tetapi, sisi yang paling banyak pepohonannya terdapat dari sisi
kanan dan belakang Gedung karena di sisi tersebut langsung berbatasan
dengan hutan Kampus Universitas Indonesia sehingga lebih rindang
37

(banyak pepohonannya) disisi kanan dan belakang Gedung Q (Gedung


Direktorat) tersebut. Sedangkan, di sisi kiri Gedung terdapat sebuah Pos
Security dan di sisi depannya terdapat sebuah jalan umum yang digunakan
mahasiswa/mahasiswi untuk masuk ke Kampus Politeknik Negeri Jakarta
sehingga di sisi kiri dan depan Gedung pepohonannya tidak terlalu
banyak.
38

BAB 4
REKOMENDASI TIM AUDIT

4.1Sistem Tata Udara (HVAC)


4.1.1 Ruang Pelayanan Akademik
a) Mengurangi penggunaan AC ( Dari 5 x 2 pk menjadi 2 x 2 pk).

Menurut standar setiap ruangan dengan luas 70 – 93 m2 effisien

dengan memakai 1 AC dengan kapasitas 2 pk. Ruangan

akademik memiliki luas 137.53 m2, jadi ruangan pelayanan

akademik effisien jika menggunakan 2 AC dengan kapasitas 2 pk.

b) Menggunakan gorden untuk menutup kaca.

Berdasarkan hasil audit kami, suhu di ruang pelayanan

akademik adalah 26.6 ºc. Seharusnya suhu di ruangan itu dapat

mencapai suhu yang lebih rendah, karena dalam ruangan itu 3 dari 5

AC dengan kapasitas 2 pk dalam kondisi hidup. Namun karena sinar

matahari masuk melalui jendela yang tidak dipasang gorden, jadi suhu

dalam ruangan pelayanan akademik menjadi lebih panas.

c) Mematikan AC saat jam istirahat.

Jika pada saat jam istirahat AC yang ada pada ruangan pelayanan

akademik dimatikan, tentu akan menghemat daya yang dikeluarkan

sebelumnya.

4.1.2 Ruang Pelayanan Keuangan


a) Mengurangi penggunaan AC ( Dari 2 x 2 pk menjadi 1 x 2 pk).
39

Menurut standar setiap ruangan dengan luas 70 – 93 m2 effisien

dengan memakai 1 AC dengan kapasitas 2 pk. Ruangan

keuangan memiliki luas 79.8 m2, jadi ruangan pelayanan

keuangan effisien jika menggunakan 1 AC dengan kapasitas 2 pk.

b) Menggunakan gorden untuk menutup kaca.

Berdasarkan hasil audit kami, suhu di ruang pelayanan

keuangan adalah 26.2 ºc. Seharusnya suhu di ruangan itu dapat

mencapai suhu yang lebih rendah, karena dalam ruangan itu 2 dari 2

AC dengan kapasitas 2 pk dalam kondisi hidup. Namun karena sinar

matahari masuk melalui jendela yang tidak dipasang gorden, jadi suhu

dalam ruangan pelayanan keuangan menjadi lebih panas.

c) Mematikan AC saat jam istirahat.

Jika pada saat jam istirahat AC yang ada pada ruangan pelayanan

keuangan dimatikan, tentu akan menghemat daya yang dikeluarkan

sebelumnya.

4.2 Sistem Pencahayaan


4.2.1 Ruang Pelayanan Akademik
a) Mengurangi penggunaan jam nyala lampu.
Ruangan ini mendapatkan cahaya dari sinar matahari saat pagi sampai
siang hari saat cuaca cerah. Pada saat kegiatan audit dilakukan, kami
menemukan bahwa tingkat penerangan melebihi standar, yaitu 358 lux dengan 6
lampu yang dihidupkan. Lampu dihidupkan antara pukul 9 – 14.

b) Mengurangi pemasangan lampu.


40

Ruangan ini terpasang 20 lampu LED dan 6 lampu neon. Karena ruangan ini
mendapatkan cahaya matahari sebagai penerangan saat pagi sampai siang saat
cuaca cerah, maka pemasangan lampu di ruangan ini harus dikurangi menjadi 15
lampu LED.

4.2.2 Ruang Pelayanan Keuangan


a) Mengurangi penggunaan jam nyala lampu.
Ruangan ini mendapatkan cahaya dari sinar matahari saat pagi sampai
siang hari saat cuaca cerah. Pada saat kegiatan audit dilakukan, kami
menemukan bahwa tingkat penerangan melebihi standar, yaitu 542 lux dengan 7
lampu LED yang dihidupkan. Lampu dapat dihidupkan antara pukul 9 – 14.

b) Mengurangi pemasangan lampu.


Ruangan ini terpasang 7 lampu LED. Karena ruangan ini mendapatkan cahaya
matahari sebagai penerangan saat pagi sampai siang saat cuaca cerah, maka
pemasangan lampu di ruangan ini harus dikurangi menjadi 5 lampu LED.

4.3 Sistem Kelistrikan


Tim kami tidak dapat merekomendasikan langkah apa saja yang dapat
dilakukan dalam penghematan di sistem kelistrikan dikarenakan kami tidak
mendapatkan informasi dan data kelistrikan Gedung Q.

4.4 Sistem Selubung Bangunan


Karena data yang diambil masih belum lengkap sehingga kami belum bisa
merekomendasikan apa yang harus diperbaiki di Gedung Q yang bertujuan untuk
mengetahui peluang penghematan energi secara menyeluruh dari segi selubung
bangunan. Tetapi, kami masih bisa merekomendasikan dari hal yang terlihat
secara fisik dari gedung tersebut, antara lain:
(a) Jika ditinjau dari orientasi bangunan, karena pergerakan harian dan
tahunan dari matahari maka radiasi matahari yang diterima selubung
bangunan bervariasi untuk setiap orientasi. Sisi Timur dan sisi selatan
41

gedung menerima radiasi matahari paling besar perharinya apabila


dilihat secara fisik. Oleh karena itu, untuk menghindari perolehan
panas radiasi matahari yang berlebihan yang masuk kedalam gedung,
permukaan utama selubung bangunan dengan jendela sedapat mungkin
diorientasikan ke utara dan barat. Orientasi Ini memungkinkan jendela
mengoptimalkan pencahayaan alami dengan tetap meminimalkan
perolehan panas dari radiasi matahari timur dan barat secara langsung.

(b) Penambahan Peneduh jendela juga efektif dalam mengurangi panas


matahari, salah satunya peneduh vertikal yang dinilai cocok untuk
orientasi utara dan selatan. Seperti pada gambar 1. Sedangkan bentuk
peneduh jenis horizontal dapat ditempatkan pada orientasi timur dan
barat.
42

BAB 5

PENGHEMATAN ENERGI DAN BIAYA

5.1 PENGHEMATAN ENERGI

5.1.1 Ruangan Akademik

5.1.1.1 Sistem Tata Udara (HVAC)

Daya awal : 3 x 1490 x 7 = 31290 wh => 31.29 kwh


Daya setelah penghematan : 2 x 1490 x 6 = 17880 wh => 17.88 kwh
Jumlah energy saving : 13410 wh => 13.41 kwh ( per hari )

5.1.1.2 Sistem Pencahayaan

Daya awal : 6 x 8 x 7 = 336 wh => 0.336 kwh

Daya setelah penghematan : 6 x 8 x 2 = 96 wh => 0.096 kwh

Jumlah energy saving : 240 wh => 0.24 kwh ( per hari )

5.1.2 Ruang Pelayanan Keuangan

5.1.2.1 Sistem Tata Udara (HVAC)

Daya awal : 2 x 1490 x 7 = 20860 wh => 20.86 kwh


Daya setelah penghematan : 1 x 1490 x 6 = 8940 wh => 8.94 kwh
Jumlah energy saving : 11920 wh => 11.92 kwh ( per hari )

5.1.2.2 Sistem Pencahayaan

Daya awal : 7 x 8 x 7 = 392 wh => 0.392 kwh


43

Daya setelah penghematan : 5 x 8 x 2 = 80 wh => 0.08 kwh


Jumlah Energy saving : 312 wh => 0.312 kwh ( per hari )

5.2 PENGHEMATAN BIAYA

5.2.1 Ruangan Akademik

5.2.1.1 Sistem Tata Udara (HVAC)

Cost awal : 31.29 x 1035.78 = Rp. 32.408,6


Cost setelah penghematan : 17.88 x 1035.78 = Rp. 18.519,7
Jumlah cost saving : Rp. 13.888,9 ( per hari )
Rp. 5.083.337,4 ( per tahun )

5.2.1.2 Sistem Penerangan


Cost awal : 0.336 x 1035.78 = Rp. 348,02
Cost setelah penghematan : 0.096 x 1035.78 = Rp. 99,43
Jumlah cost saving : Rp. 248.59 ( per hari )
Rp. 90.735,35 ( per tahun )

5.2.2 Ruang Pelayanan Keuangan

5.2.2.1 Sistem Tata Udara (HVAC)

Cost awal : 20.86 x 1035.78 = Rp. 21.606,3


Cost setelah penghematan : 8.94 x 1035.78 = Rp. 9.259,8
Jumlah cost saving : Rp. 12.346,5 ( per hari )
Rp. 4.506.472,5 ( per tahun )

5.2.2.2 Sistem Pencahayaan


Cost awal : 0.392 x 1035.78 = Rp. 406,02
Cost setelah penghematan : 0.08 x 1035.78 = Rp. 82,86
Jumlah cost saving : Rp. 323,16 ( per hari )
Rp. 117.953,78 ( per tahun )
44

BAB 6
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil audit energi yang kami lakukan, Gedung Direktoran PNJ ( Gedung Q )
melakukan pemborosan dibeberapa bagian, terutama pada pencahayaan dan HVAC. Gedung
Direktorat PNJ ( Gedung Q ) perlu mempertimbangkan saran yang telah tim audit kami berikan.
Penghematan energi memang sangat diperlukan saat ini. Melihat pemborosan daya yang terjadi
pada gedung ini di setiap tahunnya, tentu jumlah tersebut sangat besar. Pemborosan daya
tersebut selain merugikan pihak pengelola gedung itu sendiri, juga merugikan masyarakat lain.
Jika daya akibat pemborosan tersebut disalurkan ke daerah yang kurang mendapat pasokan
listrik, tentu itu akan sangat bermanfaat. Jika penggunaan daya gedung ini mengalami
pemborosan, tentu akan berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar tagihan
listrik. Dengan melihat total kerugian biaya yang terjadi dalam setahun, tentu jumlah sebesar itu
bisa digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat.
45

BAB 7
DOKUMENTASI

7.1 Sistem Pencahayaan


7.1.1 Lantai 1

( Pencahayaan Lobby )

( pencahayaan Pelayanan Akademik 1 )

( Pencahayaan Pelayanan Akademik 2 )


46

( Pencahayaan Pelayanan Keuangan )

7.1.2 Lantai 2

( Pencahayaan Lorong Lt.2 )

7.1.3 Lantai 3

( Pencahayaan Lorong Lt.3 )


47

7.2 Sistem Tata Udara ( HVAC )


7.2.1 Lantai 1

( Sistem Tata Udara Lobby )

( Sistem Tata Udara Pelayanan Akademik


1)

( Sistem Tata Udara Pelayanan Akademik


2)
48

( Sistem Tata Udara Pelayanan Keuangan )

7.3 Sistem Selubung Bangunan

( Gedung Direktorat PNJ )

( Selubung Barat )
49

( Selubung Timur )

( Selubung Selatan )

( Selubung Utara )

Anda mungkin juga menyukai