BAB 1
PENDAHULUAN
listrik untuk gedung komersial mencapai 3.057,21 GWh atau mengalami pertumbuhan konsumsi
energi listrik sebesar adalah 9,8% dari tahun 2011 yaitu 2.786,72 GWh. Tingginya konsumsi
energi ini mendorong pemerintah untuk membangun pembangkit baru. Bersamaan dengan itu
pemerintah juga mendorong penggunaan energi secara efisien dan tepat guna disisi pengguna
melalui program konservasi energi. Agar program konservasi energi dapat berjalan dengan baik,
maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi. Sehingga dengan aktivitas ini banyak bangunan telah mengambil manfaat
serta keuntungan dalam usaha meningkatkan efisiensi dan optimasi penggunaan energi guna
menurunkan biaya energi. Untuk mendukung program konservasi energi nasional agar bias
terlaksana dengan baik, maka pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang
berhubungan dengan konservasi energi.
BAB 2
DATA AUDIT ENERGI
Lantai 1
6
Tangga
Administrasi
Lantai 2
7
Toilet
Tangga
Ruang Rapat
Hall
Lantai 3
8
AC Split 71
- Pengukuran
No. Nama Ruangan Temperatur [°C] KelembabanNisbi
9
10
Lantai 1
11
Lantai 2
12
Lantai 1
Lampu
Nama Tingkat Penerangan Kondisi
Luas [m2] Keterangan
Ruangan Jenis Jumlah Jumlah Nyala [Lux] Cuaca
Lampu
Nama Tingkat Penerangan Kondisi
Luas [m2] Jumla Jumlah Keterangan
Ruangan Jenis [Lux] Cuaca
h Nyala
Lantai 3
Lampu
Pos Satpam
Gedung Akuntansi
Lapang PNJ
Gedung Q
(Gedung Direktorat)
Gedung Serba Guna (GSG)
Parkiran Mobil
Gedung Administrasi Niaga
Parkiran Mobil
Ruang Cetak
Administrasi
Toilet
Administrasi
Tangga
Selasar
Hall
Keamanan
Administrasi
Tangga
Administrasi
Toilet
Tangga
Ruang Rapat
Hall
Panjang 61,20 m
Lebar 14,8 m
Gedung Q (Gedung Direktorat)
Tinggi 11,976 m
GEDUNG
HASIL SATUA
PARAMETER ARAH
PENGAMATAN N
PENGAMATAN N
Dinding Pelapis (Luar)
Utara … ~~~
Timur … ~~~
Bahan
Selatan … ~~~
Barat … ~~~
Gedung Q (Gedung Direktorat)
Utara … mm
Timur … mm
Tebal
Selatan … mm
Barat … mm
22
HASIL SATUA
PARAMETER ARAH
PENGAMATAN N
Kaca Gedung Q (Gedung Direktorat)
Utara … ~~~
Timur … ~~~
Tipe /Jenis
Selatan … ~~~
GEDUNG
Barat … ~~~
Utara … mm
Timur … mm
Tebal
Selatan … mm
Barat … mm
23
BAB 3
ANALISA DATA
HVAC berfungsi menjaga kondisi udara sekitar untuk melindungi alat-alat, dan
kenyamanan personal dengan cara mengatur ventilasi dan pengkondisian udara. HVAC
merupakan singkatan dari Heating, Ventilation, and Air Conditioning. Yang mana sistem
pengkondisian udara ini merupakan aplikasi dari beberapa cabang ilmu Mechanical
Engineering yaitu termodinamika, mekanika fluida, dan perpindahan panas. HVAC
termasuk vital penggunaannya di beberapa industri, terutama di gedung-gedung,
perkantoran yang dipenuhi peralatan komputer yang perlu dijaga kelembaban udaranya,
serta industri-industri besar yang memerlukan sistem ventilasi yang baik. Berikut akan
saya jelaskan lebih mendetail mengenai HVAC.
3.1.1Heating
Sistem ini banyak digunakan di daerah-daerah yang beriklim dingin, yang
sepanjang musim didominasi dengan suhu yang dingin. Tersusun oleh beberapa bagian
penting antara lain boiler, furnace, heat pump, radiator, dan hydronic.Furnace berfungsi
sebagai sumber panas yang ditransfer ke media air bernama hydronic di
boiler. Hydronic tersirkulasi berkat kerja dari heat pump, yang selanjutnya setelah dari
boiler, hydronic menuju ke radiator untuk memindahkan panas yang dikandungnya ke
udara yang tersirkulasi. Udara inilah yang digunakan untuk memanaskan ruangan.
3.1.2Ventilation
Ventilation adalah proses untuk mensirkulasikan udara di dalam suatu ruangan
dengan udara luar, yang bertujuan untuk me-remove debu, kelembaban, bau-bauan yang
tidak sedap, karbon dioksida, panas, bakteri di udara, serta meregenerasi oksigen di
dalam ruangan. Ventilasi merupakan salah satu penerapan teori mekanika fluida.
24
3.1.3Air Conditioning
Air Conditioning (AC) menggunakan prinsip siklus mesin pendingin, yang terdiri
dari beberapa bagian penting yaitu refrigerant, kompresor, heat exchanger, dan katup
ekspansi.
Udara yang tersirkulasi diserap panasnya melalui heat exchanger oleh liquid chiller di
satu komponen bernama Air Handling Unit (AHU). Sedangkan panas dari liquid
chiller diserap oleh refrigerant melalui heat exchanger yang lainnya. Jadi ada semacam
proses pendinginan bertingkat di dalamnya.
Ada satu alasan yang kuat mengapa AC yang digunakan di gedung-gedung besar
menggunakan liquid chiller. Karena udara yang bersirkulasi di dalam gedung bervolume
besar, maka akan lebih jauh efisien jika menggunakan media liquid chiller sehingga
energi yang dibutuhkan untuk operasional AC lebih rendah jika dibandingkan tanpa
menggunakan liquid chiller.
Tujuan dari desain Sistem Tata Udara adalah untuk menyediakan sistem sesuai
dengan ketentuan CPOB untuk memenuhi kebutuhan perlindungan produk dan proses
sejalan dengan persyaratan GEP (Good Engineering Practices), seperti keandalan,
perawatan, keberlanjutan, fleksibilitas, dan keamanan.
25
Desain Sistem Tata Udara memengaruhi tata letak ruang berkaitan dengan hal seperti
posisi ruang penyangga udara (airlock) dan pintu. Tata letak ruang memberikan efek
pada kaskade perbedaan tekanan udara ruangan dan pengendalian kontaminasi silang.
Pencegahan kontaminasi dan kontaminasi silang merupakan suatu pertimbangan desain
yang esensial dari sistem Tata Udara. Mengingat aspek kritis ini, desain Sistem Tata
Udara harus dipertimbangkan pada tahap desain konsep industri farmasi.
Masalah yang biasanya dikaitkan dengan desain Sistem Tata Udara adalah : .
Parameter kritis dari tata udara yang dapat memengaruhi produk adalah :
suhu
kelembaban
partikel udara (viabel dan non viabel)
perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran udara
volume alir udara dan pertukaran udara
sistem filtrasi udara
26
Dengan pertimbangan :
Klasifikasi ruang
Produk/bahan yang digunakan
Jenis proses, padat, cairan/semi padat atau steril
Proses terbuka atau tertutup
Keterangan :
3.2.1 Lantai 1
Pada lantai 1 bagian yang dapat kami audit adalah lobby, ruang pelayanan
akademik, dan ruang pelayanan keuangan. Saat kami mengambil data audit energi ini,
cuaca di luar gedung sedang cerah. Bagian pertama yang kami audit pada lantai 1 ini
adalah lobby. Pada lobby terpasang lampu sebanyak 22 buah yang berjenis LED. Dari
jumlah tersebut, jumlah lampu yang dihidupkan sebanyak 17 buah. Lampu LED yang
terpasang pada lobby menggunakan daya sebesar 8 watt. Jadi total daya yang digunakan
untuk penerangan pada lobby jika semua lampu dinyalakan adalah 176 watt. Namun jika
lampu yang dinyalakan seperti saat kegiatan audit ini dilakukan, daya yang digunakan
untuk penerangan lobby sebesar 136 watt. Jadi dengan hanya menyalakan 17 buah lampu
dari 22 lampu yang dipasang, penerangan pada lobby telah menghemat daya sebesar 40
watt. Lobby memiliki luas 239.1 m2 dan memiliki tingkat penerangan sebesar 131.6 lux,
yang berarti memiliki nilai 0.55 lux/m2. Dengan nilai lux dan lux/m2 sebesar itu, maka
penerangan pada lobby masih tergolong effisien. Karena lobby menghadap ke arah barat,
maka lobby tidak mendapat penerangan langsung dari sinar matahari. Dan hal itu
merupakan salah satu alasan mengapa dengan lampu yang menyala sebanyak itu,
penerangan pada lobby masih tergolong kecil.
Bagian kedua yang dapat kami audit pada lantai 1 adalah ruang pelayanan
akademik. Pada ruangan ini terdapat 26 lampu yang terpasang. Terdiri dari 20 lampu
jenis LED dan 6 lampu jenis neon. Pada saat kegiatan audit ini dilaksanakan, lampu yang
menyala hanya 6 dan berjenis LED. Daya yang digunakan lampu LED sebesar 8 watt dan
lampu neon sebesar 9 watt. Total daya yang digunakan jika semua lampu dinyalakan
sebesar 214 watt. Tetapi jika lampu yang dinyalakan seperti saat kegiatan audit energi ini
berlangsung sebesar 48 watt. Dengan begitu, penghematan daya yang dilakukan adalah
sebesar 166 watt. Ruang pelayanan akademik ini memiliki luas sebesar 137.53 m2 dan
memiliki tingkat penerangan sebesar 358 lux. Dengan nilai lux/m2 sebesar 2.6 lux/m2.
Tingkat penerangan yang terdapat pada ruang ini melibih batas standar, yaitu sebesar 350
lux. Salah satu faktor yang menyebabkan ruangan ini memiliki tingkat penerangan
sebesar 358 lux adalah karena ruangan ini mendapat penerangan dari sinar matahari.
Ruang pelayanan akademis ini adalah ruangan yang memerlukan penghematan lebih
dalam penggunaan energi pada penerangan.
29
Ruangan yang ketiga yang kami audit pada lantai 1 gedung Q adalah ruang
pelayanan keuangan. Ruangan ini memiliki luas 79,8 m² dan menggunakan 7 buah lampu
dengan jenis lampu yang digunakan adalah LED. Dan saat audit dilaksanakan, semua
lampu yang ada di dalam ruangan dalam kondisi menyala. Tingkat cahaya di dalam
ruangan ini yaitu sebesar 542 lux dengan rata-rata 6,79 lux/m². Melihat data besar lux
yang melebihi standar yaitu 350 lux, hal ini disebabkan karena pada saat audit, semua
lampu yang digunakan menyala dan ditambah dengan adanya cahaya matahari. Hal ini
tentu membuat ruangan ini harus di prioritaskan dalam program penghematan energy
pada penerangan.
3.2.2 Lantai 2
Dalam melaksanakan audit di lantai 2 Gedung Q, kami hanya melakukan
audit di lorong lantai 2, karena keterbatasan izin untuk mengaudit ruangan yang
ada di lantai 2. Lorong pada lantai 2 memiliki luas sebesar 89,85 m². Jenis lampu
yang digunakan di lorong lantai 2 merupakan jenis lampu LED dengan jumlah
lampu 9 buah. Saat audit berlangsung, seluruh lampu yang berjumlah 9 buah
dalam keadaan menyala. Tingkat penerangan yang ada di lantai 2 sebesar 122 lux
dengan rata-rata per m² sebesar 1,35 lux/m². Dengan melihat tingkat lux dan
lux/m² dari lorong di lantai 2, maka pencahayaan di lorong lantai 2 masih
tergolong alam keadaan yang efisien. Alasan mengapa seluruh lampu menyala di
lorong lantai 2 karena sisi-sisi di lorong lantai 2 dibatasi oleh ruangan-ruangan,
sehingga cahaya matahari yang masuk sangat sedikit.
3.2.3 Lantai 3
Selanjutnya, ruangan yang di audit adalah ruangan-ruangan yang ada di
lantai 3 Gedung Q, dimana ruangan-ruangan tersebut adalah lorong, musholla,
dan toilet. Ruangan yang diaudit pertama adalah lorong lantai 3 yang memiliki
luas sebesar 133 m². Pada lorong dipasang lampu sebanyak 7 buah dengan jenis
lampu yaitu LED. Pada saat audit dilaksanakan, lampu yang menyala sebanyak 7
buah atau semua lampu menyala. Pada lorong lantai 3, didapatkan data tingkat
30
penerangan yaitu sebesar 241 lux dengan tingkat pencahayaan per m² sebesar 1,81
lux/m². Dengan melihat tingkat lux dan lux/m² pada lorong lantai 3, maka tingkat
pencahayaan pada tergolong efisien karena tidak melewati standar maksimal
pencahayaan yaitu 350 lux dan 15 lux/m². Hal ini disebabkan karena sisi-sisi
lorong dibatasi ruangan, sehingga cahaya matahari yang masuk sedikit dan
mengatasinya dengan cara menyalakan seluruh lampu di lorong.
Ruangan selanjutnya yang diaudit di lantai 3 Gedung Q adalah ruangan
musholla. Ruangan ini memiliki luas sebesar 13,09 m². Untuk pencahayaan di
ruangan musholla lantai 3 menggunakan lampu sebanyak 2 buah dengan jenis
lampu neon. Saat audit berlangsung, kedua lampu tersebut dalam kondisi tidak
menyala. Sehingga tingkat pencahayaan yang ada di ruangan tersebut sangat kecil
yaitu sebesar 33 lux dengan tingkat pencahayaan per m² sebesar 2,52 lux/m². Hal
ini tentu saja membuat ruangan musholla memiliki tingkat pencahayaan yang
efisisen, walaupun lampu tidak ada yang menyala saat siang, ruangan tersebut
mendapatkan pencahayaan matahari yang cukup dari jendela di ruangan tersebut.
Serta kondisi cuaca pada audit berlangsung dalam keadaan yang cerah.
Ruangan toilet yang ada di lantai 3 Gedung Q merupakan ruangan terakhir
yang diaudit oleh tim kami. Ruangan yang kami audit adalah toilet pria. Ruangan
ini memiliki luas sebesar 17,45 m². untuk pencahayaan yang digunakan di toilet
yaitu menggunakan lampu berjenis LED dengan jumlah lampu sebanyak 6 buah.
Saat audit berlangsung, lampu yang menyala sebanyak 6 buah atau dengan kata
lain seluruh lampu menyala. Dari hasil audit, tingkat pencahayaan di toilet lantai 3
sebesar 131,3 lux dengan tingkat pencahayaan per m² sebesar 7,5 lux/m². Alasan
semua lampu di toilet dalam keadaan menyala karena ruangan toilet merupakan
ruangan tertutup meskipun cuaca cerah, hal tersebut menyebabkan cahaya
matahari yang masuk sedikit. Oleh karena itu, semua lampu dalam kondisi
menyala guna memenuhi pencahayaan di toilet. Sehingga tingkat pencahayaan di
toilet masih tergolong efisien.
Dengan:
OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki
arah atau orientasi tertentu (W/m2)
α = absorbtans radiasi matahari
UW = Transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m2.K);
WWR = Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada
orientasi yang ditentukan;
Dalam hal regulasi pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2012
tentang upaya penghematan pemakaian energi listrik salah satunya dengan cara
menempatkan unit kompreor AC pada lokasi yang tidak terkena sinar matahari,
dan memasang thermometer dalam ruangan untuk mengukur dan memastikan
kelembaban suhu relatif dalam ruangan agar sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Standar Negara Indonesia (SNI) serta memastikan tidak adanya
udara luar masuk kedalam ruangan dan udara dingin yang keluar melalui ventilasi
ruangan, yang dapat mengakibatkan efek pendinginan berkurang. Selain itu
diharuskan menggunakan kaca tertentu untuk dinding, jendela dan pintu yang
dapat mengurangi panas matahari yang masuk dalam ruangan namun tidak
mengurangi pencahayaan alami.
Langkah konservasi energi melalui selubung bangunan dengan meninjau dari
aspek kenyamanan thermal yang mempengaruhi pengkondisian udara untuk
mengatasi beban pendinginan merupakan langkah yang cukup memungkinkan
untuk menghemat pemakaian energi listrik. Kenyamanan thermal yang
didapatkan dari pengkondisian udara yang optimal berkisar antara 18°C sampai
26°C dengan kelembaban 40% sampai 60%.
Beban Panas External untuk seluruh gedung akibat konduksi, radiasi dan
konveksi dapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Konduksi melalui atap, dinding, dan kaca:
RSHG = U x A x CLTDcorr x Fc
dimana:
RSHG = room sensible heat gain (Btu/h).
A = luas atap, dinding, kaca (ft²).
U = nilai konduktansi bahan (Btu/ ft².°F.h).
CLTDcorr = CLTD tabel + (78-indoor) + (outdoor-85) (°F).
Fc = faktor koreksi.
RSHG = A x SC x SCL x Fc
dimana:
A = luas kaca (ft²).
SC = shading coefficient.
SCL = solar cooling load (Btu/h.ft²).
Ventilasi:
RSHG = 1,10 x n x CFM x ∆T
RLHG = 4840 x n x CFM x ∆W
dimana:
RLHG = room latent heat gain (Btu/h).
35
CFM = kebutuhan sirkulasi udara segar untuk tiap orang (cubic feet per minute).
∆W = perbedaan rasio kelembaban outdoor–indoor (lb/lb).
N = jumlah orang.
(TR).
Jumlah Pepohonan
Di sekeliling Gedung Q (Gedung Direktorat) masih sangat banyak di
penuhi pepohonan mulai dari sisi depan, belakang, kiri, dan kanan
Gedung. Tetapi, sisi yang paling banyak pepohonannya terdapat dari sisi
kanan dan belakang Gedung karena di sisi tersebut langsung berbatasan
dengan hutan Kampus Universitas Indonesia sehingga lebih rindang
37
BAB 4
REKOMENDASI TIM AUDIT
mencapai suhu yang lebih rendah, karena dalam ruangan itu 3 dari 5
matahari masuk melalui jendela yang tidak dipasang gorden, jadi suhu
Jika pada saat jam istirahat AC yang ada pada ruangan pelayanan
sebelumnya.
mencapai suhu yang lebih rendah, karena dalam ruangan itu 2 dari 2
matahari masuk melalui jendela yang tidak dipasang gorden, jadi suhu
Jika pada saat jam istirahat AC yang ada pada ruangan pelayanan
sebelumnya.
Ruangan ini terpasang 20 lampu LED dan 6 lampu neon. Karena ruangan ini
mendapatkan cahaya matahari sebagai penerangan saat pagi sampai siang saat
cuaca cerah, maka pemasangan lampu di ruangan ini harus dikurangi menjadi 15
lampu LED.
BAB 5
BAB 6
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil audit energi yang kami lakukan, Gedung Direktoran PNJ ( Gedung Q )
melakukan pemborosan dibeberapa bagian, terutama pada pencahayaan dan HVAC. Gedung
Direktorat PNJ ( Gedung Q ) perlu mempertimbangkan saran yang telah tim audit kami berikan.
Penghematan energi memang sangat diperlukan saat ini. Melihat pemborosan daya yang terjadi
pada gedung ini di setiap tahunnya, tentu jumlah tersebut sangat besar. Pemborosan daya
tersebut selain merugikan pihak pengelola gedung itu sendiri, juga merugikan masyarakat lain.
Jika daya akibat pemborosan tersebut disalurkan ke daerah yang kurang mendapat pasokan
listrik, tentu itu akan sangat bermanfaat. Jika penggunaan daya gedung ini mengalami
pemborosan, tentu akan berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar tagihan
listrik. Dengan melihat total kerugian biaya yang terjadi dalam setahun, tentu jumlah sebesar itu
bisa digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat.
45
BAB 7
DOKUMENTASI
( Pencahayaan Lobby )
7.1.2 Lantai 2
7.1.3 Lantai 3
( Selubung Barat )
49
( Selubung Timur )
( Selubung Selatan )
( Selubung Utara )