Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Latar Belakang


Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang terjadi karena berkurangnya
aliran darah dan oksigen ke otak, penyebab terjadinya stroke karena sumbatan
penyempitan dan pecahnya pembuluh darah. (Ratna Dewi Pudiastuti, 1:2011)
WHO mendefenisikan bahwa stroke merupakan gejala-gejala defisit fungsi
susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh
yang lain. Di Indonesia usia penderita stroke kebanyakan berkisar usia 45 tahun ke
atas. Gejala-gejala paling umum timbulnya serangan stroke antara lain: terjadinya
serangan sakit kepala, hilangnya kemampuan untuk berbicara dengan jelas, salah
satu kelopak mata sulit dipejamkan, gangguan penciuman dan lain-lain. (Ratna
Dewi Pudiastuti, 2:2011)
Stroke berada di urutan ketiga sebagai penyebab kematian di dunia setelah
jantung dan kanker, selain itu stroke juga merupakan penyebab kecacatan jangka
panjang nomor satu di dunia. Di beberapa negara berkembang 10 – 12% dari
seluruh total kematian setiap harinya disebabkan oleh stroke. Data beberapa rumah
sakit besar di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pasien stroke senantiasa
meningkat, diperkirakan hampir 50 % ranjang bangsal pasien saraf diisi oleh
penderita stroke, yang didominasi oleh pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.
(Ratna Dewi Pudiastuti, 2:2011)
Angka kejadian stroke di dunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam
setahun. Menurut WHO, 15 juta orang di dunia mengalami stroke setiap tahunnya.
Dan dari 15 juta orang tersebut, 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang lagi
mengalami kecacatan permanen dan menjadi beban bagi keluarganya. Menurut
American Heart Association, insidensi penyakit stroke di Amerika Serikat mencapai
500.000 pertahun. Pada saat ini terjadi perubahan bahwa stroke bukan hanya
menyerang usia tua tapi juga menyerang pada usia muda yang masih produktif.
Stroke tidak lagi diderita masyarakat kota yang berkecukupan tetapi juga tapi juga
warga yang sosial ekonominya rendah. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun
1
terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke dan sekitar 25% atau `125.000
orang meninggal sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahkan bisa menjadi
cacat berat. (Ratna Dewi Pudiastuti, 1:2011)
Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke.
Peningkatan tertinggi akan terjadi di Negara berkembang, terutama di wilayah Asia-
Pasifik. Di Indonesia, tambah Dr. Wiryanto, terjadi sekitar 800-1000 kasus stroke
setiap tahunnya. (Ananta, 105:2009)
Di Negara Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian di rumah sakit. Stroke sebenarnya dapat dicegah dengan perilaku hidup
sehat contohnya berolahraga secara teratur, hindari minuman beralkohol, jangan
mengkonsumsi makanan yang berkolestrol tinggi, tidak merokok. Kesibukan yang
padat bisa berakibat terjadinya stres, maka perlu relaksasi. Pengobatan stroke
sangat kompleks, memerlukan waktu yang lama, biaya tidak sedikit, perlu
dukungan dari keluarga. 500.000 penduduk terkena stroke, ⅓ dapat pulih kembali
⅓ terjadi gangguan fungsional ringan sampai sedang dan ⅓ lainnya mengalami
gangguan fungsional berat. (Ananta, 106:2009)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang asuhan keperawatan klien dengan
kegawatdaruratan stroke pada periode akut.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar meningkatkan pola pikir mahasiswa mengenai konsep dasar
penyakit stroke
2. Agar meningkatkan pola pikir mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
pada stroke

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1.1 Defenisi
Stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan
otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh
darah otak (Doenges, 2000).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral, merupakan suatu
gangguan neurologis vokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah serebral (Price & Wilson 1994).
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare
2011).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan
oleh peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak baik lokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung selama
24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler (WHO, 1999).

2.1.2 Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
a. Stroke Haemoraghi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat sakit,
namun bisa juga terjadi saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragi adalah disfungsi
neurologi vokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer
3
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. (Widjaja, 1994)
Perdarahan otak dibagi 2 yaitu :
1) Perdarahan intraserebral : pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum(Siti Rohani, 2000)
2) Perdarahan subarachnoid : perdarahan ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat diluar parenkim otak (Juwono 1993 ;19). Pecahnya arteri
dan keluarnya ke ruang subarachoid meyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun vokal (hemiparese,
gangguan hemi sensorik , afasia, dll). (Symposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti
Rohani 2000).

b. Stroke Non Hemorhagic (CVA Infrak)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik .
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumya :
1) TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
4
2) Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap dan permanen.
Sesuai dengan istilah stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang . (Andra Safery Wijaya & Yessie Mariza Putri, 31-31:2013)

Stroke iskemik otak normal stroke hemoragik

2.1.3 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per seribu
populasi. Mayoritas stroke adalah infrak serbral. (Silvya & Loraine,2006)
Stroke adalah penyebab kematian tersering pada orang dewasa di
Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau
rekuren adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional
diperkirakan 750.000 per tahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren.
Angka di antara orang-orang Amerika keturunan Afrika adalah 60% lebih
tinggi daripada Kaukasian (Broderick et al, 2001). Insiden yang lebih tinggi ini
mungkin berkaitan dengan peningkatan insiden (yang tidak diketahui
sebabnya) hipertensi pada orang Amerika keturunan Afrika. Walaupun orang
mungkin mengalami stroke pada usia berapapun, dua pertiga stroke terjadi
pada orang berusia lebih dari 65 tahun. (Silvya & Loraine,2006)

5
Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat
juta orang Amerika mengalami defisit neurologik akibat stroke; dua pertiga
dari defisit ini bersifat sedang sampai parah. (National Stroke Association.
2001). Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai
35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35%
sampai 40% (Wolf et al, 2000). Sekitar sepertiga dari semua pasien yang
selamat dari stroke berikutnya dalam 5 tahun; 5% sampai 14% dari mereka
akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama. Sampai tahun 2001,
laporan tentang insiden stroke hanya mencakup storke simtomatik, walaupun
stroke “silent” diperkirakan 5 sampai 20 kali lebih sering terjadi, menurut para
peneliti di University of California di Los Angeles (Leary, Saver, 2001).
Berdasarkan model dari studi-studi populasi mengenai prevalensi
stroke silent, maka para peneliti tersebut memperkirakan bahwa insiden per
tahun stroke silent adalah lebih dari 11 juta orang (Silvya & Loraine,2006)
Ada dua klasifikasi umum CVS (cedera vaskular serebral): iskemik
dan hemoragik. CSV iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri
yang lama ke bagian otak. CSV hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam
otak. (Dewanto,Sp.S, dr.George.dkk. 2009)
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan
peyebeb kematian nomor tiga di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di negara
berkembang, pada masyarakat Barat 80% penderita mengalami stroke
iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat
seiring pertambahan usia. (Dewanto,Sp.S, dr.George.dkk. 2009)

2.1.4 Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya daikibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu sebagai berikut:
a. Thrombosis serebral
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama thrombosis serebral yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke (Smeltzer , 2005). Tanda-tanda thrombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah onset yang tidak umum. Beberapa pasien
dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang,dan beberapa
mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral
6
atau embolisme serebral. Secara umum thrombosis serebral tidak terjadi
dengan tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parestesiapada setengah tubuh dapat mendahului onset paralisis berat
pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolisme serebri termasuk ururtan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan
dengan penderita thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari
suatu thrombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung (Price, 2005)
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia, tanpa afasia, atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dular atau
epidular) dibawah durameter (hemoragi subdural), diluar subarachnoid
atau dalam subtansial otak (hemoragi intraserebral) (Price, 2005).
a) Hemoragi ektradular (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah dan
arterimeninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup
b) Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural,
kecuali bahwa hematomasubdural biasanya jembatan vena robek.
Oleh karena itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.

7
c) Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling tersering adalah kebocoran
aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena
congenital pada otak.
d) Hemoragi intraserebral adalah perdarahan di substansi dalam otak,
paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral disebabkan oleh perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Biasanya onset tiba-tiba, dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
(Tutu April Ariyani, 44-45; 2012)

2.1.5 Faktor resiko


a. Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama. Hipertensi dapat disebabkan
arterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah
tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian
pecah/menimbulkan perdarahan.
b. Penyakit kardiovaskuler
Misalnya embolisme serebral berasal dari jantung seperti penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, MCI, hipertrofi ventrikel kiri .
Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO, sehingga perfusi
darah ke otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang
akhirnya dapat terjadi stroke. Pada arterosklerosis elastisitas pembuluh
darah menurun, sehingga perfusi ke otak menurun juga pada akhirnya
terjadi stroke.
c. Diabetes Melitus
Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga terjadi
arterosklerosis, terjadinya arterosklerosis dapat menyebabkan emboli
yang kemudian menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia menyebabkan
perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke.
d. Merokok

8
Pada merokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian
berakibat pada stroke.
e. Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah
ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motolitas pembuluh darah
sehingga terjadi emboli serebral.
f. Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat meyebabkan arterosklerosis dan
terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk ke otak,
maka perfusi otak meurun.
g. Obesitas
Pada obesitas kadar kolesterol meningkat tinggi. Selain itu dapat
mengalami hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh darah.
Keadaan ini berkontribusi pada stroke . (Andra Safery Wijaya & Yessie
Mariza Putri, 33-34:2013)

2.1.6 Patofisiogi Pathway dan Respon Masalah Keperawatan (WOC)


Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak
akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama
dapat mnyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang
singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan
bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama
dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit lokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh
darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami
iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit lokal
permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik
otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus atau
emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat
pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam
9
waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.
Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan
oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan
timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat
menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar
dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada
pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-
10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian
tertentu, menimbulkan iskemik vokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut
dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan
tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan dapat menyebabkan gesekan otak
(otak tersebelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau
hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi
unkus atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi
sistemik, dan gangguan pernapasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa,
darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen dan otak. Darah dan
vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya
perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari
10
ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan
konstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang
mengakibatkan terjadinya penurunan vokal neurologis, iskemik otak, dan
infark (Fransisca B. Batticaca, 56-57; 2012)

11
Hipertensi DM Hiperkolesterolemia
Stress, alkohol, Aterosklerosis

Ateroma/plak Lipofisis LDL dan VLDL


Non epinefrin
Angiotensi (hati) pada lumen meningkat pada dinding
areri besar pembuluh
Matrik kolagen
darah dan
Vasomotor
Penumpukan serabut elasastis
medula otak
Pengeluaran Vasokontriksi lemak pada
Penyempitan lumen
aldosteron arteri aferen pembuluh Kerusakan
peredaran darah Plak fibrosa
oleh korteks Medulla darah endostel
adrenal spinalis asetil pembuluh
kolin darah
Peningkatan
Suplai darah, tahanan
Vasokonstriksi nutrient dan O2 perifer Agregasi
Retensi natrium ke otak trombosit
dan air dan
GFR Pembentukan monosit
Iskemia otak
thrombus dan
Curah emboli
Pelepasan rennin Sel otot polos
jantung Kemoreseptor
oleh juksta bermigrasi
glumerular Emboli dan
menyumbat provilerasi
Tekanan vascular
pembuluh
serebral
otak

Ruptur serebral

12
Perdarahan
serebral

Stroke
B2

B1
Hipoksia serebral Stroke hemoragik:
perdarahan di otak

Respon tubuh dengan alirkan


banyak darah ke otak untuk Peningkatan TIK
Sumbatan aliran darah ke penuhi kebutuhan oksigen
otak
Kompensasi tubuh dengan
lakukan vasokonstriksi
Pasien datang dalam Penurunan aliran
Penurunan sirkulasi arteri serebri
keadaan koma darh perifer
darah di dalam otak

Penurunan kemampuan untuk Penurunan sirkulasi Peningkatan kerja jantung


mengelurakan sputum Penurunan konsentrasi
O2 ke perifer
oksigen di otak (hipoksia
Peningkatan kontraksi
otak)
Penumpukan sekret dalam jantung
Bradipnea, CRT > 3
tubuh detik, bradikardi
Iskemik otak Perubahan dalam volume
sekuncup
Suara nafas tambahan, Ketidakefektifan perfusi
penggunaan otot bantu Penimbunan natrium
jaringan perifer
pernafasan Bradikardi, bradipnea,
Tekanan osmotik dalam penurunan volume
sel meningkat 13
sekuncup, CRT < 3 dtk
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Edema otak
Penurunan curah jantung
B3

Peningkatan vasospasme serebri

perdarahan di otak Peningkatan TIK


Peningkatan pusat pernafasan

Kontriksi arteri
Peningkatan TIK Perubahan irama dalam
serebri
dan kuat, peningkatan
pernafasan
Penekanan pada syaraf-
Penurunan tekanan
syaraf di dalam otak
darah dengan turunkan
Pola nafas tidak efektif
aliran darah
Pelepasan mediator
kimiawi
Penurunan aliran
darah ke semua
Merangsang nociseptor organ termasuk
otak
Hipotalamus

Cortex serebri Otak kekurangan


oksigen

Sistem saraf pusat


Penurunan kesadaran (konfusi, Hipoksia dan
Risiko cidera
delirium, letargi, stupor, atau koma) peningkatan TIK
Nyeri kepala

14
Ekspresi meringis, gelisah Gangguan perfusi
jaringan serebral
Gangguan rasa nyaman: nyeri
B3 Transeksi pada
medula spinalis

NI N2 N 3, 4, 6 N5 N7 N 9, 10
Paralisis saraf IX, X,
XII
Hipoksia di otak Hipoksia di otak Hipoksia di otak Hipoksia di otak dan Hipoksia di otak dan
dan peningkatan dan peningkatan dan peningkatan peningkatan TIK peningkatan TIK
TIK TIK TIK Kesulitan dalam
berbicara
Iskemia dan Iskemia dan
Transeksi pada penekanan pada penekanan pada
Iskemia dan
Transeksi pada saraf fasialisHambatan saraf asesorius
penekanan pada medula spinalis komunikasi
medula spinalis
saraf optikus verbal

Paralisis pada satu sisi Gangguan pada Kemampuan yang


Paralisis pada saraf
Hemianopsia otot-otot okularis fungsi kontrol kurang baik dan
trigeminus
volunter terhadap kesulitan
dan diplopia
gerakan motorik membuka mulut
Penurunan kemampuan
penurunan kemampuan
Gangguan gerakan konjugat unilateral
koordinasi gerakan
persepsi di sisi yang sakit Hemipasresis, Gangguan asupan nutrisi
mengunyah, penyimpangan
sensori : hemiplegia
pengelihatan rahang bawah ke sisi
Ketidakseimbangan
ipsilateral, serta
nutrisi kurang dari
Hambatan
kelumpuhan satu sisi otot kebutuhan tubuh
mobilitas
Risiko pterigoideus internus dan fisik
cidera 15 eksternus.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari ,
Risiko cidera
kebutuhan tubuh Gangguan asupan nutrisi
B5

Peningkatan TIK
B4
Mengaktivasi pusat
mual dan muntah
Kerusakan kontrol
di otak
motorik

Kekuatan spingter Refleks


eksterna tidak
mampu mengontrol Aktivasi dan eksitasi beberapa
untah
berkemih saraf kranialis ke wajah dan

kerongkongan serta neuron-

Disfungsi kandung neuro


B6
kemih
16
Mual/muntah
Gangguan pola motorik spinalis ke otot
eliminasi urin
Risikoabdomen danvolume
kekurangan dia cairan
(inkontinensia)
agma

Stroke iskemik:
Rangsangan
terjadi hipoksia di
sistem simpatis
otak
terganggu

Peristaltik usus Iskemik di jaringan


menurun otak

Konstipasi Lesi pada arteria


serebri media
Gangguan pola
eliminasi alvi
Hilangnya fungsi kontrol
volunter terhadap gerakan
motorik

Hemiplegia, hemiparesis

Hambatan mobilitas fisik

17
2.1.7 Manifestasi klinis
Pada stroke Non Haemoragik gejala utamanya adalah timbulnya defisit
neurologis secara mendadak atau subakut , didahului gejala prodormal,
terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak
menurun, kecuali bila embolus cukup besar. (Mansjoer, 2000).
Menurut WHO,dalam International Statistic Of Disiase And Related
Health Problem 10 th Revision, stroke dapat dibagi atas :
a. Perdarahan intraserbral (PIS)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodormal yang tidak jelas, kecuali
nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringakali setiap hari, saat
aktvitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan
muntah terjadi sejak permualaan serangan. Kesadaran biasanya menurun
cepat masuk koma (65%terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½
s.d 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodormal berupa nyeri
kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat
bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan meningeal. Edema papil
dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma
pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. Gejala
neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinik dapat berupa :
1) Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak
2) Gangguan sensibilitas pada satrau atau lebih anggota badan
3) Perubahan mendadak status mental
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan
memahami ucapan
5) Ataksia anggota badan
6) Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala (Mansjoer, 2000).

Gejala khusus pada pasien stroke :


a) Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motorik neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik, misalnya :
 Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
 Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh)
 Menurunnya tonus otot abnormal
18
b) Kehilangan komunikasi
Fungsi otak yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi, misalnya:
 Disartria, yaitu kesulitan berbicara yang ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara
 Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama
ekspresif / represif. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
c) Gangguan persepsi
 Homonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang
pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi
tubuh yang paralisis.
 Amorfosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari
sisi tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi/ruang yang sakit
tersebut.
 Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam
mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial.
 Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh (kehilangan proprioseptik) sulit
menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, auditorius.
(Andra Safery Wijaya & Yessie Mariza Putri, 36:2013)

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) adalah sebagai berikut:
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: akibat imobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru :cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi
d. Stroke rekunen: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka pendek
19
Stroke rekunen, infark miokard, gangguan vaskular lain:penyakit vaskular
perifer.
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu
sebagai berikut :
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral
(Tutu April Ariani,52:2012)

2.1.9 Pemeriksaan Diagnosa dan Hasil


a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan,obstruksi arteri, oklusi / ruptur.
b. Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
c. Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trobus serebral. Kalsifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan
sub arachnoid.
d. Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis / aliran
darah / plaque / arterosklerosis).
e. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
f. MRI
Menunjukkan adanya tekanan anormal dan biasanya ada trombosisi,
emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah
menunjukkan hemoragi sub arachnoids / perdarahan intracranial.
g. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas
h. Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli dan
TIA. Sedangkan tekanan yang meningklat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid
20
atau intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan proses inflamasi.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(Andra Safery Wijaya & Yessie Mariza Putri, 37:2013)

2.1.10 Penatalaksanaan
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya
jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan
lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah ke suatu bagian otak.
Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu
dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter
sewaktu menghadapi defisit neurologik akut, vokal dan nonkonvulsif adalah
menentukan apakah kasusnya perdarahan atau iskemia-infark. Tetapi
darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada CVA hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tujuan :
(1) Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah
iskemik noninfark,
(2) Membalikan cedera saraf sedapat mungkin dan
(3) Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel di
daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang
glutamat.
Terapi yang terbukti efektif dalam memulihkan fungsi otak dapat
memperkecil kerusakan neuron setelah stroke iskemik adalah
(1) Aspirin yang di berikan dalam 48 jam
(2) Terapi trombolitik yang diberikan selama 3 jam dan
(3) Perawatan intensif di unit stroke khusus.
Di unit ini, carotid stenting dilaporkan cukup berhasil untuk memulihkan
perfusi ke daerah otak yang terkena pada kasus aterosklerosis dengan
trombosis. Pendekatan dalam penatalaksanaan yang optimal pada
perdarahan intraserebrum masih diperdebatkan. Meluasnya perdarahan
secara dini merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan, dan belum
ada intervensi yang handal yang dapat mencegahnya. Setelah periode akut
21
stroke, pasien harus mendapat terapi antihipertensi jangka panjang. (Silvya
& Loraine,2006)
Stroke akut di unit gawat darurat membutuhkan penanganan yang
cepat, tepat dan cermat, seperti:
 Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
 Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas.
 Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan
kecepatan 20ml/jam, jangan memakai larutan hipotonis seperti
dekstrose 5% dalam air dan salin normal 0,9% karena akan
memperhebat edema otak.
 Berikan Oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung.
 Jangan memberikan makanan dan minuman melalui mulut
(Silvya & Loraine,2006)
Penangan yang berbeda dilakukan pada stroke iskemik akut
maupun hemoragik akut.
Protokol penatalaksanaan stroke iskemik akut
1. Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intravena (dosis
maksimum 90 mg). Sepuluh persen diberikan bolus intravena dan
sisanya diberikan per drips dalam waktu 1 jam jika onset gejala stroke
dapat dipastikan kurang dari 3 jam dan hasil CT scan otak tidak
memperlihatkan infark dini yang luas.
2. Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dan aritmia
jantung atau iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons
maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil
5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
3. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat-cepat
diturunkan.
Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke
iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis.
Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang
meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi
marginal (penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi
dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri.

22
Oleh sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada
stroke iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal sebagai berikut :
 Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi
nonneurologis:
1. Iskemia miokard akut
2. Edema paru kardiogenik
3. Hipertensi maligna (retinopati)
4. Nefropati hipertensif
5. Diseksi aorta
 Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali
pengukuran selang 15 menit :
1. Sistolik >220 mmHg
2. Diastolik >120 mmHg
3. Tekanan arteri rata-rata >140 mmHg
 Pasien adalah kandidat trombolisit intravena dengan rt-PA dimana
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg
Dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta
(labetalol), penghambat ACE (kaptropil atau sejenisnya) atau
antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin atau sejenisnya)
penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh
maksimal 20% dari tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual
harus diberikan hati-hati dengan alat monitor kontinu sebab dapat
terjadi penurunan tekanan darah drastis. Oleh sebab itu, sebaiknya
dimulai dengan dosis 5 mg sublingual dan dapat dinaikkan menjadi
10 mg tergantung respon sebelumnya. Pada tekanan darah yang
sulit diturunkan, dengan obat diatas atau bila diastolik >140 mmHg
secara persisten maka harus di berikan natrium nitroprusid intravena,
50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan
kecepatan 3 ml / jam (10 mg/menit)dan dititrasi sampi tekanan darah
yang diinginkan.
Alternatif lain dapat di berikan nitrogliserin drips 10-20 ug/menit.
Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila
dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamin atau
dubotamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya.
4. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan
tanda klinis atau radiologis adanya infark hemisferik atau serebelum
23
yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernapasan , atau stroke
dalam evolusi.
5. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien
dengan infark serebelum yang luas.
6. Pertimbangkan scan resonansi magnetik pada pasien dengan stroke
vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata
pada CT scan.
7. Pertimbangkan pemberian heparin intervena di mulai dosis 800 unit/
jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20
ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada
kondisi berikut ini :
 Kemungkinan besar stroke kardioemboli
 Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis
 Diseksi arteri
 Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada pasien dengan infark
luas yang berhubungan dengan efek massa atau konversi /
transformasi hemoragik.

Pasien stroke dengan infark mikoard baru, fibrilasi atrium, penyakit


katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan
oral (warfarin) sampai minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa
protombin 1,5-2,5 kali kontrol atau INR 2-3.

8. Pemeriksaan penunjang neurovaskular diutamakan yang noninvasif.


Pemeriksaan berikut ini dianjurkan pada pasien infark bila alat tersedia
dan biaya terjangkau.
 Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung.
Pada banyak pasien, ekokardiografi transtorakal sudah memadai.
Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang mendetail,
terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta serta lebih sensitif untuk
mendeteksi trombus mural atau vegatasi katup.
 Ultrasonografi doppler karotis diperlukan untuk menyingkirkan
stenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70 % yang
merupakan indikasi untuk enarterektomi karotis.
24
9. Pemeriksaan berikut ini dilakukan selektif pada pasien tertentu,
 Ultrasonografi doppler transkranial dapat dipakai untuk
mendiagnosis oklusi atau stenosis arteri intrakranial besar.
Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral
dapat juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis pada
leher menimbulkan gangguan hemodinamik yang bermakna.
 Angiografi resonansi magnetik dapat dipakai untuk mendiagnosis
stenosis atau arteri ekstrakranial atau intrakranial.
 Pemantauan holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium
inrtmiten.
10. Pertimbangkan pemeriksaan darah berikut ini pada kasus-kasus
penyebab stroke yang tak lazim, terutama pada usia muda :
 Kultur darah jika mencurugai endokarditis
 Pemeriksaan prokoagulan : aktivitas protein C, aktivitas protein S,
aktivitas antitromnbin III, antikoagulan lupus, antibodi antikardiolipin
 Pemeriksaan untuk vaskulitis: antibodi antinuklear (ANA), faktor
reumatoid, reagin plasma cepat (RPR), serologi virus hepetitis, laju
endap darah, elektroforesis protein serum, krioglobulin dan serologi
virus herpes simpleks
 Profil koagulasi untuk menyingkirkan koagulasi intarvaskular
diseminata (DIC)
 Beta gonadotropin kronik manusia (b-HCG) untuk menyingirkan
kehamilan pada wanita muda dengan stroke.
((Dewanto,Sp.S, dr.George.dkk. 2009)

Penatalaksanaan stroke hemoragik


Manajemen stroke hemoragik pertama-tama ditujukan langsung pada
penanganan A (Airway), B (Breathing), C(Circulation), D(Detection of focal
neurological defisit).
Terapi Perdarahan Intraserebral
 Terapi Medik :
 Jalan napas dan oksigenasi dengan target pCO 2 30-35mmHg
 Kontrol tekanan darah, pada fase akut tekanan darah tinggi tidak boleh
diturunkan lebih dari 20%
 Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial:
 Tindakan pengobatan pertama adalah osmoterapi, tapi tidak boleh
digunakan sebagai profilaksis. Untuk mempertahankan gradien
25
osmotik, furosemid (10mg dalam 2-8jam) dapat diberikan secara
terus-menerus bersama dengan osmoterapi.
 Hiperventilasi dengan sasaran pCO2 35mmHg
 Pengaturan cairan
 Terapi Pembedahan :
Indikasi tindakan pembedahan:
 Pasien dengan perdarahan serebral > 3cm secara neurologis memburuk
atau mengalami kompresi batang otak dan hidrosefalus akibat obstruksi
ventrikular.
 Perdarahan intraserebral dengan lesi strukturakl seperti aneurisma,
malformasi arteriovena, atau angioma kavernosa dapat diangkat jika
keadaan pasien stabil.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobis sedang atau besar yang
secara klinis memburuk.
Indikasi terapi konservatif dengan medikamentosa:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologi yang
minimal.
 Pasien dengan GCS ≥ 4, kecuali dengan perdarahan serebral disertai
kompresi batang otak, dapat menjadi kandidat untuk pembedahan darurat
dalam situasi klinis tertentu.

Protokol penatalaksanaan stroke hemoragik:


1. Singkirkan kemungkinan koagulopati: pastikan hasil masa protrombin dan
masa tromboplastin parsial adalah normal.
2. Kendalikan hipertensi: karena tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan
perburukan edema perihematoma serta meningkatkan kemungkinan
perdarahan ulang (perdarahan intrakranial)
3. Pertimbangkan konsentrasi bedah saraf bila: perdarahan serebelum diameter
> 3cm atau volum > 50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif atau kliping aneurisma.
4. Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma atau malformasi
arteriovenosa.
5. Berikan manitol 20% (1kg/kgBB, intravena dalam 20-30 menit) untuk pasien
dengan koma dalam atau tanda-tanda tekanan intrakranial yang meninggi
atau ancaman herniasi.

26
6. Pertimbangkan fenitoin (10-20mg/kgBB intravena, kecepatan maksimal
50mg/menit;per oral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat
kesadaran menurun.
7. Pertimbangkan terapi hipervolemik atau nimodipin untuk mencegah
vasospasme bila secara klinis, pungsi lumbal atau CT Scan menunjukkan
perdarahan subaraknoid akut primer.
((Dewanto,Sp.S, dr.George.dkk. 2009)

27
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian Keperawatan


 PRIMARY SURVEY

Airway: Peningkatan produksi sputum, penggunaan otot bantu napas.


Bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.

Breathing: Penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi


pernapasan
Circulation: Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg), dapat ditemukan gangguan irama
jantung.
Disability: Vertigo, mual-muntah dan nyeri kepala, perubahan mendadak
status mental (konfusi,delirium,letargi,stupor, atau koma),
hemiparesis, afasia, disartria, disfagia , ataksia, gangguan
penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia

B. SECONDARY SURVEY

1. Exposure : Dapat ditemukan disfungsi jantung dan aritmia,


karena stroke akut sering berkaitan dengan hal ini.
2. Folley Chateter :-
3. Gastric tube/going to: Penderita dengan gangguan menelan dan penurunan
kesadaran
4. Pengkajian identitas:
a) Umur : Biasanya mengenai penderita usia 45-80 tahun.
b) Jenis kelamin : Pria lebih beresiko mengalami stroke dibanding
wanita.
c) Pekerjaan : Pria yang bekerja pada sosial yang tinggi dengan
pendidikan dan posisi yang bagus di kantor lebih

28
mudah terkena stres psikologis berulangkali
sehingga beresiko 1,4 kali lebih tinggi terkena stroke.

5. Riwayat sakit dan kesehatan


 Riwayat kesehatan sekarang
Klien dengan stroke akut mengalami: Kelumpuhan wajah atau anggota
badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, gangguan
sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik), perubahan mendadak status mental
(konfusi,delirium,letargi,stupor, atau koma), afasia, disartria, gangguan
penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia, ataksia, vertigo,
mual-muntah dan nyeri kepala, batuk, peningkatan produksi sputum,
penggunaan otot bantu napas. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
ketidakmampuan batuk yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma, peningkatan frekuensi pernafasan.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).
 Riwayat kesehatan dahulu
Pada klien yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus,
hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatik, hiperurisemia, dan
dislipidemia.
 Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki keluarga dengan riwayat stroke.
 Riwayat pengobatan sebelumnya
Adanya pemakaian obat-obatan seperti kokain dan amfetamin.
 Riwayat nutrisi
Sering mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi, makanan instant,
dan juga memilki kebiasaan sering minum alkohol.
6. Pemeriksaan fisik
a) B1(Breathing): Penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan
ketidakmampuan batuk yang sering didapatkan pada
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
29
b) B2 (Blood): Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg),
gangguan irama jantung bisa ditemukan.
c) B3 (Brain): Vertigo, nyeri kepala, perubahan mendadak status
mental (konfusi,delirium,letargi,stupor, atau koma),
afasia, disartria, ataksia.
o Saraf I : -
o Saraf II : Gangguan penglihatan (hemianopia atau
monokuler) atau diplopia
o Saraf III, IV, dan VI : Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
o Saraf V :Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
o Saraf VII : Kelumpuhan wajah atau anggota badan
(biasanya himaparesis) yang timbul
mendadak
o Saraf VIII :-
o Saraf IX dan X :Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
o Saraf XI :-
o Saraf XII : Adanya paralisis pada saraf ini sehingga
menggangu motorik lidah
d) B4 (Bladder) :-
e) B5(Bowel) : Adanya mual/muntah
f) B6 (Bone) : Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
TIK, penyumbatan aliran darah ke otak, yang ditandai dengan Penurunan
kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret, penurunan tingkat kesadaran, yang ditandai dengan Suara nafas
tambahan, penggunaan otot bantu pernafasan, penurunan tingkat
kesadaran
30
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi pusat pernafasan,
edema otak, yang ditandai dengan Pernafasan dalam, penggunaan otot
bantu nafas, peningkatan RR
4) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume
sekuncup, yang ditandai dengan bradikardi, bradipnea, penurunan volume
sekuncup, CRT < 3 dtk
5) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK,
yang ditandai dengan nyeri kepala, ekspresi meringis, gelisah
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan paralisis dan penekanan pada saraf, yang ditandai dengan
Kemampuan yang kurang baik dalam dan kesulitan membuka mulut,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat, yang ditandai dengan Kesulitan dalam berbicara, gangguan
pemahaman atau pembentukan bahasa
8) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
yang ditandai dengan hemiparesis, hemiplegia.
9) Gangguan persepsi: pengelihatan berhubungan dengan lesi dan
penekanan pada saraf optikus, yang ditandai dengan Hemianopsia dan
diplopia, penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit
10)Risiko cidera berhubungan dengan faktor kognitif, disfungsi sensorik, yang
ditandai dengan penurunan kesadaran, heminiaopsia dan diplopia,
Penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit,
Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki,
hemiparesis/hemiplegi
11) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah

2.2.3 Intervensi Keperawatan


a) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK,
penyumbatan aliran darah ke otak
Goal : Klien akan terbebas dari gangguan perfusi jaringan serebral

31
Objective:TIK klien kembali normal, tidak ada sumbatan aliran darah ke otak
pada klien selama dalam perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 6 jam perawatan maka tingat kesadaran klien
kembali normal
Intervensi
 Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK
dan akibatnya
R/ Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
 Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
R/ Perubahan pada tekanan intracranial akan dapat menyebabkan resiko
untuk terjadinya herniasi otak
 Monitor tanda-tanda status neuroligis dengan GCS
R/ Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
 Monitor tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, respirasi) dan hati-hati pada
hipertensi sistolik
R/ Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi
 Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk dan mengejan berlebihan.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK dan intraabdomen. Mengeluarkan
napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava
 Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
R/ Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada
tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemik
 Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti : steroid, aminofel, antibiotika
R/ Terapi yang diberikan dengan tujuan :menurunkan permeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri, dan menurunkan metabolic sel/konsumsi dan
kejang

b) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan


sekret
Goal : Bersihan jalan nafas klien kembali efektif
Objective : penumpukan sekret klien berkurang
Outcomes : Dalam 1 x 1 jam perawatan, maka klien:
 Tidak ada suara nafas tambahan,
 Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
32
Intervensi
1) Observasi keadaan jalan napas
R/ Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan
mucus, perdarahan, bronkospasme, dan atau posisi dari selang
endotracheal yang berubah
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru
(bilateral)
R/ Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari
paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian
bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonia/atelectasis akan
menimbulkan perubahan suara napas seperti ronki
3) Lakukan pengisapan lender jika diperlukan, batasi durasi pengisapan
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, cairan
fisiologis steril. Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan
dengan ambubag (hiperventilasi)
R/ Pengisapan lendir tidak selama dilakukan terus-menerus, dan
durasinyapun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia. Diameter
kateter penghisap tidak boleh lebih dari 50% diameter jalan napas untuk
mencegah hipoksia. Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian
oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelectasis dan mengurangi
terjadinya hipoksia
4) Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam)
R/ Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru
5) Kolaborasi pemberian obat-obat bronkodilator sesuai indikasi, seperti :
aminophilin, meta proterenol sulfat, adoetharine hydrochloride (bronkosol)
R/ Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi
otot/bronchospasme

c) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi pusat pernafasan,


edema otak, gangguan keseimbangan asam-basa
Goal : Pola nafas klien kembali efektif
Objective : Pusat pernafasan klien kembali funsi normal, tidak ada edema
otak dan adanya asam-basa klien kembali seimbang selama dalam perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 6 jam perawatan, klien:
 Kedalaman pernafasan klien kembali normal,
 Tidak ada penggunaan otot bantu nafas,
 RR klien kembali normal (12-20x/menit)
33
Intervensi
a. Bantu pasien untuk berada pada posisi yang nyaman, yang
memungkinkan ekspansi dada maksimal. Contohnya, bantu pasien untuk
beralih ke posisi fowler atau anjurkan pasien untuk bersandar pada meja
yang ada di atas tempat tidur dengan menggunakan bantal.
R/ Untuk memudahkan bernapas.
b. Berikan kesempatan pasien beristirahat diantara tindakan
R/ Untuk memperlancar pernapasan dan menghindari keletihan.
c. Kaji dan catat status pernapasan, setidaknya setiap 4 jam
R/ Untuk mendeteksi tanda-tanda awal gangguan. Auskultasi suara napas
untuk mendeteksi suara napas tambahan.
Kolaborasi
d. Kolaborasi untuk pemberian oksigen sesuai program, berikan Oksigen 2-
4liter/menit melalui kanul hidung, Hiperventilasi dengan sasaran pCO 2
35mmHg
R/ untuk membantu menurunkan distres pernapasan yang disebabkan
oleh hipoksia
e. Observasi kadar GDA menurut kebijakan fasilitas.
R/ Untuk memantau status oksigenasi dan ventilasi, dan untuk
mengetahui keseimbangan asam-basa

d) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup


Goal : Curah jantung klien akan kembali normal
Objective : klien akan terbebas dari perubahan volume sekuncup selama
dalam perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 6 jam perawatan,
 Frekuensi nadi normal (60-100x/menit)
 Frekuensi pernafasan normal (12-20x/menit)
 Volume sekuncup klien kembali normal
 CRT < 3 dtk
Intervensi
a. Auskultasi bunyi jantung
R/: Memberikan deteksi dini dan terjadinya komplikasi mis, Gagal jantung
b. Tempatkan pasien dengan pada posis semi folwler
R/: Menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung
c. Berikan oksigen suplemen
R/: Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk fungsi miokard
d. Pantau frekwensi/ irama jantung
R/: Takikardi dapat terjadi saat jantung berupaya untuk meningkatkan
curahnya berespon pada hipoksia

34
e) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Goal : Klien terbebas dari gangguan rasa nyaman: nyeri
Objectve : TIK klien akan kembali normal selama dalam perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 6 jam perawatan, klien
 Klien tidak akan mengalami nyeri kepala
 Tidak akan ada ekspresi meringis, gelisah
Intervensi
a. Berikan informasi pada pasien untuk membantu meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Contoh alasan nyeri dan lamanya nyeri berakhir.
R/ Tindakan ini dapat mendidik pasien dan mendorongnya untuk mencoba
tindakan pengurang nyeri alternatif.
b. Minta pasien untuk menggunakan skala 1 sampai 10 untuk menjelaskan
tingkat nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri paling berat)
R/ untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri
pasien.
c. Lakukan tindakan kenyamanan untuk meningkatkan relaksasi, seperti
pemijatan, mandi, mengatur posisi.
R/ Tindakan tersebut mengurangi ketegangan atau spasme otot,
mendistribusikan kembali tekanan pada bagian-bagian tubuh, dan
membantu pasien memfokuskan pada subjek pengurang nyeri.
d. Observasi jenis dan tingkat nyeri pasien. Tentukan apakah nyerinya kronis
atau akut. Selain itu, kaji faktor yang dapat mengurangi atau
memperberat; lokasi, durasi, intensitas, dan kreakteristik nyeri; dan tanda-
tanda dan gejala psikologis.
R/ Pengkajian berkelanjutkan membantu meyakinkan bahwa penanganan
dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam mengurangi nyeri.
Dokumentasikan respons pasien terhadap pertanyaan anda dengan
bahasanya sendiri untuk menghindari interpretasi subjektif.
e. Tindakan pengobatan pertama adalah osmoterapi, tapi tidak boleh
digunakan sebagi profilaksis. Untuk mempertahankan gradien osmotik,
furosemid (10mg dalam 2-8jam) dapat diberikan secara terus-menerus
bersama dengan osmoterapi.
R/ Menurunkan TIK
f. Kontrol tekanan darah, pada fase akut tekanan darah tinggi tidak boleh
diturunkan lebih dari 20%
R/ Menurunakan TIK

Kolaborasi
35
g. Kolaborasi untuk pemberian analgesik yang dianjurkan untuk mengurangi
nyeri, bergantung pada gambaran nyeri pasien. Pantau reaksi yang tidak
diinginkan terhadap obat. Skitar 30 sampai 40 menit setelah pemberian
obat, minta pasien untuk menilai kembali nyerinya dengan skala 1 sampai
10.
R/ analgesik meredakan nyeri dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin. Karena prostaglandin menumpuk pada tempat jaringan
yang terluka sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri.
h. Diskusikan dengan klien dan bagian radioterapi mengenai penanganan
tumor yaitu dengan mengikuti terapi radiasi
R/ terapi radiasi dapat digunakan secara praoperatif untuk mengurangi
ukuran tumor.

f) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf


pusat, yang ditandai dengan Kesulitan dalam berbicara, gangguan
pemahaman atau pembentukan bahasa
Goal : Klien akan terbebas dari hambatan komunikasi verbal
Obejctive : Sistem saraf pusat klien dapat kembali normal selama dalam
perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 24 jam perawatan,
 Klien tidak akan mengalami kesulitan dalam berbicara
 Tidak akan ada gangguan pemahaman dan pembentukan kata
Intervensi:
a) Kaji tipe / derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertiaan sendiri
R/ Dapat membantu menentukan daerah kerusakan serebral yang terjadi
b) Bedakan antara afasia dengan disatria
R/ Seseorang dengan disatria dapat memahami,membaca,dan menulis
bahasa tetapi mengalami kesulitan mengucapkan kata-kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralysis dari otot-otot daerah oral
c) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ Umpan balik membantu pasien merealisasikan dan memberi
kesempatan megklarifikasikan makna yang terkandung dalam ucapan
d) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
e) Tunjukkan obyek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut

36
R/ Melakukan penilaian terhadap kesalahan motorik,seperti pasien
mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutnya
f) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “ Sh” atau
“Pus”
R/ Mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari bicara.
g) Berikan metode komunikasi alternatif
R/ Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaannya.
h) Katakan secara langsung dengan pasien bicara perlahan dan dengan
tenang
R/ Menurunkan kebingungan selama proses komunikasi dan berespon
pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
i) Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
R/ Meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana
tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan
telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria
evaluasi.

37
BAB 3

CONTOH KASUS

Tn, P berusia 60 tahun, pada tanggal 13 April 2014 masuk rumah sakit melalui IGD
pukul 11.40, didiagnosa menderita stroke iskemik dengan keluhan anggota gerak kanan
terasa kesemutan (parestesia), lemah setelah beraktifitas, bicara pelo sehari sebelum
MRS (masuk rumah sakit), kesulitan membuka mulut, kesulitan menelan, pusing, nafsu
makan menurun sejak 3 minggu yang lalu sebelum MRS dan berat badan berkurang
dari 58 kg menjadi 57 kg, lidah berat dengan pemeriksaan fisik tingkat kesadaran CM,
GCS 15 (E4 M6 V5), TD 180/100 mmHg, nadi 50x/menit, pernapasan 30x/menit, CRT >
3 detik, akral teraba dingin, adanya bunyi napas tambahan ronchi, penggunaan otot
bantu pernapasan, produksi sekret meningkat, membran mukosa pucat,pasien nampak
lelah. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan juga
memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi. Kebiasaan merokok dan hipertensi yang
diderita merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Pasien biasanya merokok 1
bungkus/hari, berhenti 10 hari sebelum pasien dirawat. Pasien juga memiliki kebiasaan
minum teh dan coffeemix.

PENGKAJIAN

SURVEY PRIMER
Airway: Peningkatan produksi sputum. Bunyi napas tambahan (ronkhi) pada klien
akibat peningkatan produksi sekret.
Penanganan: lakukan posisi hiperekstensi dan melakukan suction untuk
mengeluarkan sputum yang berlebihan.

Breathing: Penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan


takipnea
Penanganan : Berikan Oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung,
Hiperventilasi dengan sasaran PaCO2 35 mmHg

Circulation: denyut nadi 50x/menit, suhu 36˚C, akral dingin, CRT > 3 detik, sianosis,
anggota gerak kanan terasa kesemutan.
38
Penanganan : hitung frekuensi denyut nadi, keteraturan denyut, besar volume
denyut, berikan cairan infus secara IV, berikan terapi antikoagulan sesuai advice
dokter.

SURVEY SECONDARY
Disability: , bicara pelo sehari sebelum MRS, pusing, lidah berat, kesadaran CM
Penanganan: -
Exposure : kesulitan membuka mulut, pusing, nafsu makan menurun, lidah berat.
Penanganan : pantau keadaan umum pasien secara ketat
Folley Chateter : -
Gastric tube : pasien kesulitan menelan makanan
Penanganan : pemasangan selang NGT (pemberian nutrisi melalui selang NGT)

ANALISA DATA

KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH


DATA
(PATHWAY) KEPERAWATAN
DS : klien mengatakan Hipoksia serebral Ketidakefektifan perfusi
anggota gerak kanan jaringan perifer
Respon tubuh dengan alirkan
terasa kesemutan
banyak darah ke otak untuk
(parestesia)
memenuhi kebutuhan
DO: CRT > 3 dtk, sianosis,
oksigen
akral teraba dingin
Penurunan aliran darah ke
perifer

Penurunan sirkulasi oksigen


ke perifer

CRT > 3 dtk, sianosis, akral


teraba dingin

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

DS : bicara pelo sehari Hipoksia dan peningkatan Hambatan komunikasi


sebelum MRS, lidah berat TIK verbal
Transeksi pada medula
DO: kesulitan berbicara

39
spinalis
Paralisis saraf IX, X, XII
Kesulitan dalam berbicara
Hambatan komunikasi
verbal

DS : pasien mengatakan Produksi sputum dalam Ketidakefektifan bersihan


adanya sekret pada jalan jumlah berlebihan jalan nafas
nafas
DO : suara nafas
tambahan, penggunaan
otot bantu pernafasan,
takipnea.

DS : pasien mengatakan Hipoksia di otak dan Ketidakseimbangan


nafsu makan menurun
peningkatan TIK nutrisi kurang dari
Iskemia dan penekanan pada
sejak 3 minggu sebelum kebutuhan tubuh
saraf asesorius
MRS, berat badan
menurun, kesulitan Kemampuan yang kurang
menelan baik dan kesulitan membuka
DO : kelemahan otot
mulut
menelan, bising usus Gangguan asupan nutrisi,
hiperaktif, kurang minat bising usus hiperaktif,
terhadap makanan kelemahan otot menelan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

DS : klien mengatakan Kelemahan umum Intoleransi aktivitas


lemah setelah beraktifitas,
pusing, anggota gerak
kanan terasa kebas
DO : pasien nampak lemah,
N: 50x/menit.

40
Diagnosa keperawatan :

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi ditandai


dengan anggota gerak kanan terasa kebas, CRT > 3 detik, sianosis
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukus dalam
jumlah berlebihan yang ditandai dengan suara nafas tambahan, takipnea,
penggunaan otot bantu pernafasan, produksi sekret meningkat.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan kelemahan otot menelan,
bising usus hiperaktif, kurang minat terhadap makanan, penurunan berat badan.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan klien
mengatakan lemah setelah beraktifitas, pusing, klien tampak lemah, anggota gerak
kanan terasa kebas
5) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat,
yang ditandai dengan kesulitan dalam berbicara, bicara pelo sehari sebelum MRS,
lidah berat.

Intervensi Keperawatan:
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
arteri ditandai dengan anggota gerak kanan terasa kebas, CRT > 3 detik,
sianosis,akral dingin
Goal : klien akan mempertahankan perfusi jaringan perifer selama dalam
perawatan.
Objective : klien tidak akan mengalami gangguan aliran arteri selama dalam
perawatan
Outcomes : dalam waktu 1 x 3 jam perawatan maka:
1) Anggota gerak kanan klien tidak terasa kebas
2) CRT < 3 detik
3) Akral hangat
4) Tidak sianosis
Intervensi
1. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang
penyebab ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
R/ Agar pasien dan keluarga dapat mengetahui dan ikut berpartisipasi aktif
dalam perawatan
2. Gunakan selimut katun tipis untuk menutup ekstermitas
R/ Tindakan ini mengisolasi dari dingin dan tidak menekan ekstermitas

41
3. Lakukan pemanasan lembap pada ekstermitas yang kebas sesuai
program
R/ Pemanasan lembap dapat membantu vasodilatasi, mengurangi
vasospasme, dan meningkatkan aliran balik vena
4. Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien semifowler/fowler
R/ untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstermitas bawah pasien
5. Kolaborasi dalam pemberian diet rendah lemak jenuh dan kolesterol
R/ untuk mengurangi resiko aterosklerosis yang akan menurunkan
sirkulasi dan perfusi jaringan perifer
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antikoagulan
R/ untuk mencegah trombus
7. Pantau profil pembekuan pasien
R/ sebagai pedoman dalam pemberian antikoagulan
8. Observasi frekuensi nadi perifer pasien
R/ Denyut nadi perifer yang dapat dipalpasi dan kuat mengindikasikan
aliran arteri yang baik

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi mukus


dalam jumlah berlebihan yang ditandai dengan suara nafas tambahan,
takipnea, penggunaan otot bantu pernafasan, produksi sekret meningkat.
Goal : Bersihan jalan nafas klien kembali efektif
Objective : penumpukan sekret klien berkurang/dapat teratasi
Outcomes : Dalam 1 x 2 jam perawatan, maka klien:
 Tidak ada suara nafas tambahan,
 Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
 Produksi / penumpukan sekret berkurang
 Pernapasan kembali normal 12-20 x/menit
 Jalan napas klien tetap paten
Intervensi :
a. Lakukan pengisapan lendir, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik
atau lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, cairan fisiologis steril.
Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan dengan ambu bag
(hiperventilasi)
R/ Pengisapan lendir tidak dilakukan terus-menerus, dan durasinya pun
dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia. Diameter kateter
penghisap tidak boleh lebih dari 50% diameter jalan napas untuk
mencegah hipoksia. Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian
oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi
terjadinya hipoksia
42
b. Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam)
R/ Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru
c. Atur posisi klien fowler
R/ untuk membantu bernapas dan ekspansi dada serta ventilasi lapang
paru pasien
d. Bantu pasien mengubah posisi, batuk dan bernapas setiap 2 sampai 4
jam
R/ untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mempertahankan patensi
jalan napas.
e. Lakukan drainase postural, perkusi dan vibrasi setiap 4 jam atau sesuai
program
R/ untuk meningkatkan mobilisasi sekresi yang mengganggu oksigen.
f. Kolaborasi pemberian obat-obat bronkodilator sesuai indikasi, seperti :
aminophilin, meta proterenol sulfat, adoetharine hydrochloride (bronkosol)
R/ Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi otot
bronchospasme
g. Pantau pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru
R/ Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari
paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas
bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonia/atelectasis akan
menimbulkan perubahan suara napas seperti ronki
h. Observasi keadaan jalan napas
R/ Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa
cairan mukus, perdarahan, bronkospasme.

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan kelemahan otot
menelan, bising usus hiperaktif, kurang minat terhadap makanan, membran
mukosa pucat, penurunan berat badan.
Goal : pasien akan mempertahankan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan
tubuh selama dalam perawatan
Objective : klien akan mampu menelan makanan selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 2 x 24 jam perawatan maka:
 Bising usus normal (5-35 x/menit)
 Membran mukosa normal (berwarna merah muda)
 Nafsu makan meningkat
Intervensi :
1) Berikan sejumlah makanan yang dianjurkan melalui NGT
R/ untuk menyuplai kebutuhan nutrisi
43
a. Mulai dengan sejumlah kecil makanandalam konsentrasi yang
diencerkan
R/ untuk meningkatkan absorbs
b. Tinggikan kepala tempat tidur klien selama pemberian makanan melalui
NGT
R/ untuk menurunkan resiko aspirasi
c. Berikan air dan jus, bila diperlukan
R/ untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat
d. Cek letak selang makanan minimal satu kali setiap pergantian tugas
jaga
R/ untuk menurunkan resiko aspirasi
2) Berikan perawatan hidung setiap 4 jam
R/ untuk mencegah ulserasi dan kerusakan kulit
3) Timbang dan catat berat badan pasien pada jam yang sama setiap hari
R/ agar dapat mengetahui perubahan BB pasien
4) Observasi bising usus pasien
R/ untuk memantau peningkatan dan penurunan bising usus pasien
5) Observasi dan catat asupan pasien
R/ untuk mengkaji zat gizi yang dikonsumsi dan suplemen yang diperlukan

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan


klien mengatakan lemah setelah beraktifitas, pusing, klien tampak lemah.
Goal : klien akan meningkatkan toleransi aktivitas selama dalam perawatan
Objective : klien tidak akan mengalami kelemahan selama dalam perawatan
Outcomes : dalam waktu 3 x 24 jam perawatan maka:
 Klien tidak tampak lemah
 Klien tidak merasa pusing
 Klien tidak mengatakan lemah setelah berakvifitas
Intervensi :
1) Instruksikan dan bantu pasien untuk beraktivitas diselingi istirahat
R/ untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah keletihan
2) Identifikasi dan minimalkan faktor-faktor yang dapat menurunkan toleransi
latihan pasien
R/ untuk membantu meningkatkan aktivitas
3) Dorong pasien untuk melibatkan diri dalam latihan dan aktivitas social
R/ untuk meningkatkan stamina dan menurunkan isolasi social
4) Beri dukungan dan dorongan pada tingkat aktivitas pasien yang dapat
ditoleransi
R/ untuk membantu pasien membangun kemandirian
5) Dorong pasien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari dengan
memberikan dukungan emosional dan umpan balik positif
R/ tindakan tersebut akan meningkatkan harga diri dan motivasi pasien
6) Pantau pengobatan pasien
44
R/ untuk mengidentifikasi obat-obat yang dapat mengganggu toleransi
aktivitas

5) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf


pusat, yang ditandai dengan kesulitan dalam berbicara, bicara pelo sehari
sebelum MRS, lidah berat
Goal : Klien akan terbebas dari hambatan komunikasi verbal
Obejctive : Sistem saraf pusat klien dapat kembali normal selama dalam
perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 24 jam perawatan,
 Klien tidak akan mengalami kesulitan dalam berbicara
 Lidah klien tidak akan terasa berat

Intervensi :
a. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang penyebab
hambatan komunikasi verbal yang dialami oleh klien
R/ untuk meningkatkan peran aktif dari pasien dan keluarga
b. Dorong pasien untuk berbicara pelan dan berkonsentrasi pembentukan
kata dan suku kata. Dukung ia untuk berbicara lebih pelan dan keras, tanpa
berteriak
R/ untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih jelas dan mengurangi
perasaan frustasi
c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ Umpan balik membantu pasien merealisasikan dan memberi
kesempatan megklarifikasikan makna yang terkandung dalam ucapan
d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
e. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “ Sh” atau
“Pus”
R/ Mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari bicara.
f. Berikan metode komunikasi alternatif
R/ Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaannya.
g. Katakan secara langsung dengan pasien bicara perlahan dan dengan
tenang
R/ Menurunkan kebingungan selama proses komunikasi dan berespon
pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
h. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
R/ Meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien

45
i. Observasi tipe / derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertiaan sendiri
R/ Dapat membantu menentukan daerah kerusakan serebral yang terjadi
j. Sediakan rujukan kepada ahli terapi wicara
R/ untuk menjamin kontinuitas perawatan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral, merupakan suatu gangguan
neurologis vokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada
pembuluh darah serebral (Price & Wilson 1994). Stroke dapat dibagi menjadi dua
yaitu stroke haemoraghi dan stroke non hemorrhagic. Stroke merupakan penyebab
kecacatan nomor satu di dunia dan peyebeb kematian nomor tiga di dunia. Dua
pertiga stroke terjadi di negara berkembang, pada masyarakat Barat 80% penderita
mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia.
Faktor resiko dari stroke adalah hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes
melitus, merokok alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas. Tanda dan gejala
stroke kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak, gangguan
sensibilitas pada satrau atau lebih anggota badan, perubahan mendadak status
mental , afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami
ucapan , ataksia anggota badan, vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala
46
4.2 Saran
Dengan semakin meningkatnya kasus stroke di Indonesia diharapkan agar
masyarakat Indonesia dapat menyadari dan merubah pola kebiasaan makan dan
hidup lebih sehat. Disinilah peran perawat sebagai dalam memberikan pendidikan
kesehatan yang tidak hanya memberikan ilmu namun juga dapat mempengaruhi
masyarakat untuk merubah pola kebiasaan yang buruk menjadi lebih baik.

47
DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes :Neurologi edisi 8. Jakarta : Penerbit Erlangga

Wijaya, Andra.S dan Yessie M. Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit


Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Mansjoer, Arif.dkk,2000, “Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 jilid 2”, Jakarta:Media


Aesculapius

Dewanto,Sp.S, dr.George,dkk, 2009, “Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana


Penyakit Saraf, Jakarta:EGC

Smeltzer & Bare, 2002, “Keperawatan Medical Bedah”, Edisi 8, Volume 3, Jakarta :
EGC

Sylvia & Lorraine, 2006, “Patofisiologi”, Jakarta : EGC

Pudiastuti, Ratna Dewi, 2011, “ Penyakit Pemicu Stroke”, Yogyakarta: Medical Book

Mahdiana, Ratna, 2010, “ Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini”, Yogyakarta: Tora
Book

48

Anda mungkin juga menyukai