1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang asuhan keperawatan klien dengan
kegawatdaruratan stroke pada periode akut.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Agar meningkatkan pola pikir mahasiswa mengenai konsep dasar
penyakit stroke
2. Agar meningkatkan pola pikir mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
pada stroke
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.1 Defenisi
Stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan
otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh
darah otak (Doenges, 2000).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral, merupakan suatu
gangguan neurologis vokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah serebral (Price & Wilson 1994).
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare
2011).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,
cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan
oleh peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak baik lokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung selama
24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler (WHO, 1999).
2.1.2 Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
a. Stroke Haemoraghi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat sakit,
namun bisa juga terjadi saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragi adalah disfungsi
neurologi vokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer
3
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. (Widjaja, 1994)
Perdarahan otak dibagi 2 yaitu :
1) Perdarahan intraserebral : pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum(Siti Rohani, 2000)
2) Perdarahan subarachnoid : perdarahan ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat diluar parenkim otak (Juwono 1993 ;19). Pecahnya arteri
dan keluarnya ke ruang subarachoid meyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun vokal (hemiparese,
gangguan hemi sensorik , afasia, dll). (Symposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti
Rohani 2000).
2.1.3 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per seribu
populasi. Mayoritas stroke adalah infrak serbral. (Silvya & Loraine,2006)
Stroke adalah penyebab kematian tersering pada orang dewasa di
Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau
rekuren adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional
diperkirakan 750.000 per tahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren.
Angka di antara orang-orang Amerika keturunan Afrika adalah 60% lebih
tinggi daripada Kaukasian (Broderick et al, 2001). Insiden yang lebih tinggi ini
mungkin berkaitan dengan peningkatan insiden (yang tidak diketahui
sebabnya) hipertensi pada orang Amerika keturunan Afrika. Walaupun orang
mungkin mengalami stroke pada usia berapapun, dua pertiga stroke terjadi
pada orang berusia lebih dari 65 tahun. (Silvya & Loraine,2006)
5
Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat
juta orang Amerika mengalami defisit neurologik akibat stroke; dua pertiga
dari defisit ini bersifat sedang sampai parah. (National Stroke Association.
2001). Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai
35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35%
sampai 40% (Wolf et al, 2000). Sekitar sepertiga dari semua pasien yang
selamat dari stroke berikutnya dalam 5 tahun; 5% sampai 14% dari mereka
akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama. Sampai tahun 2001,
laporan tentang insiden stroke hanya mencakup storke simtomatik, walaupun
stroke “silent” diperkirakan 5 sampai 20 kali lebih sering terjadi, menurut para
peneliti di University of California di Los Angeles (Leary, Saver, 2001).
Berdasarkan model dari studi-studi populasi mengenai prevalensi
stroke silent, maka para peneliti tersebut memperkirakan bahwa insiden per
tahun stroke silent adalah lebih dari 11 juta orang (Silvya & Loraine,2006)
Ada dua klasifikasi umum CVS (cedera vaskular serebral): iskemik
dan hemoragik. CSV iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri
yang lama ke bagian otak. CSV hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam
otak. (Dewanto,Sp.S, dr.George.dkk. 2009)
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan
peyebeb kematian nomor tiga di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di negara
berkembang, pada masyarakat Barat 80% penderita mengalami stroke
iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat
seiring pertambahan usia. (Dewanto,Sp.S, dr.George.dkk. 2009)
2.1.4 Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya daikibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu sebagai berikut:
a. Thrombosis serebral
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama thrombosis serebral yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke (Smeltzer , 2005). Tanda-tanda thrombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah onset yang tidak umum. Beberapa pasien
dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang,dan beberapa
mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral
6
atau embolisme serebral. Secara umum thrombosis serebral tidak terjadi
dengan tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parestesiapada setengah tubuh dapat mendahului onset paralisis berat
pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolisme serebri termasuk ururtan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan
dengan penderita thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari
suatu thrombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung (Price, 2005)
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia, tanpa afasia, atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dular atau
epidular) dibawah durameter (hemoragi subdural), diluar subarachnoid
atau dalam subtansial otak (hemoragi intraserebral) (Price, 2005).
a) Hemoragi ektradular (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah dan
arterimeninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup
b) Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural,
kecuali bahwa hematomasubdural biasanya jembatan vena robek.
Oleh karena itu, periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
7
c) Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling tersering adalah kebocoran
aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena
congenital pada otak.
d) Hemoragi intraserebral adalah perdarahan di substansi dalam otak,
paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral disebabkan oleh perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Biasanya onset tiba-tiba, dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
(Tutu April Ariyani, 44-45; 2012)
8
Pada merokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian
berakibat pada stroke.
e. Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah
ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motolitas pembuluh darah
sehingga terjadi emboli serebral.
f. Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat meyebabkan arterosklerosis dan
terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk ke otak,
maka perfusi otak meurun.
g. Obesitas
Pada obesitas kadar kolesterol meningkat tinggi. Selain itu dapat
mengalami hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh darah.
Keadaan ini berkontribusi pada stroke . (Andra Safery Wijaya & Yessie
Mariza Putri, 33-34:2013)
11
Hipertensi DM Hiperkolesterolemia
Stress, alkohol, Aterosklerosis
Ruptur serebral
12
Perdarahan
serebral
Stroke
B2
B1
Hipoksia serebral Stroke hemoragik:
perdarahan di otak
Kontriksi arteri
Peningkatan TIK Perubahan irama dalam
serebri
dan kuat, peningkatan
pernafasan
Penekanan pada syaraf-
Penurunan tekanan
syaraf di dalam otak
darah dengan turunkan
Pola nafas tidak efektif
aliran darah
Pelepasan mediator
kimiawi
Penurunan aliran
darah ke semua
Merangsang nociseptor organ termasuk
otak
Hipotalamus
14
Ekspresi meringis, gelisah Gangguan perfusi
jaringan serebral
Gangguan rasa nyaman: nyeri
B3 Transeksi pada
medula spinalis
NI N2 N 3, 4, 6 N5 N7 N 9, 10
Paralisis saraf IX, X,
XII
Hipoksia di otak Hipoksia di otak Hipoksia di otak Hipoksia di otak dan Hipoksia di otak dan
dan peningkatan dan peningkatan dan peningkatan peningkatan TIK peningkatan TIK
TIK TIK TIK Kesulitan dalam
berbicara
Iskemia dan Iskemia dan
Transeksi pada penekanan pada penekanan pada
Iskemia dan
Transeksi pada saraf fasialisHambatan saraf asesorius
penekanan pada medula spinalis komunikasi
medula spinalis
saraf optikus verbal
Peningkatan TIK
B4
Mengaktivasi pusat
mual dan muntah
Kerusakan kontrol
di otak
motorik
Stroke iskemik:
Rangsangan
terjadi hipoksia di
sistem simpatis
otak
terganggu
Hemiplegia, hemiparesis
17
2.1.7 Manifestasi klinis
Pada stroke Non Haemoragik gejala utamanya adalah timbulnya defisit
neurologis secara mendadak atau subakut , didahului gejala prodormal,
terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak
menurun, kecuali bila embolus cukup besar. (Mansjoer, 2000).
Menurut WHO,dalam International Statistic Of Disiase And Related
Health Problem 10 th Revision, stroke dapat dibagi atas :
a. Perdarahan intraserbral (PIS)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodormal yang tidak jelas, kecuali
nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringakali setiap hari, saat
aktvitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan
muntah terjadi sejak permualaan serangan. Kesadaran biasanya menurun
cepat masuk koma (65%terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½
s.d 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodormal berupa nyeri
kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat
bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan meningeal. Edema papil
dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma
pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna. Gejala
neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinik dapat berupa :
1) Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak
2) Gangguan sensibilitas pada satrau atau lebih anggota badan
3) Perubahan mendadak status mental
4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan
memahami ucapan
5) Ataksia anggota badan
6) Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala (Mansjoer, 2000).
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) adalah sebagai berikut:
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: akibat imobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru :cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi
d. Stroke rekunen: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka pendek
19
Stroke rekunen, infark miokard, gangguan vaskular lain:penyakit vaskular
perifer.
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu
sebagai berikut :
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral
(Tutu April Ariani,52:2012)
2.1.10 Penatalaksanaan
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya
jenjang perubahan metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan
lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah ke suatu bagian otak.
Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu
dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter
sewaktu menghadapi defisit neurologik akut, vokal dan nonkonvulsif adalah
menentukan apakah kasusnya perdarahan atau iskemia-infark. Tetapi
darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada CVA hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tujuan :
(1) Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah
iskemik noninfark,
(2) Membalikan cedera saraf sedapat mungkin dan
(3) Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel di
daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang
glutamat.
Terapi yang terbukti efektif dalam memulihkan fungsi otak dapat
memperkecil kerusakan neuron setelah stroke iskemik adalah
(1) Aspirin yang di berikan dalam 48 jam
(2) Terapi trombolitik yang diberikan selama 3 jam dan
(3) Perawatan intensif di unit stroke khusus.
Di unit ini, carotid stenting dilaporkan cukup berhasil untuk memulihkan
perfusi ke daerah otak yang terkena pada kasus aterosklerosis dengan
trombosis. Pendekatan dalam penatalaksanaan yang optimal pada
perdarahan intraserebrum masih diperdebatkan. Meluasnya perdarahan
secara dini merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan, dan belum
ada intervensi yang handal yang dapat mencegahnya. Setelah periode akut
21
stroke, pasien harus mendapat terapi antihipertensi jangka panjang. (Silvya
& Loraine,2006)
Stroke akut di unit gawat darurat membutuhkan penanganan yang
cepat, tepat dan cermat, seperti:
Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas.
Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan
kecepatan 20ml/jam, jangan memakai larutan hipotonis seperti
dekstrose 5% dalam air dan salin normal 0,9% karena akan
memperhebat edema otak.
Berikan Oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung.
Jangan memberikan makanan dan minuman melalui mulut
(Silvya & Loraine,2006)
Penangan yang berbeda dilakukan pada stroke iskemik akut
maupun hemoragik akut.
Protokol penatalaksanaan stroke iskemik akut
1. Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intravena (dosis
maksimum 90 mg). Sepuluh persen diberikan bolus intravena dan
sisanya diberikan per drips dalam waktu 1 jam jika onset gejala stroke
dapat dipastikan kurang dari 3 jam dan hasil CT scan otak tidak
memperlihatkan infark dini yang luas.
2. Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dan aritmia
jantung atau iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons
maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil
5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
3. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat-cepat
diturunkan.
Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke
iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis.
Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang
meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi
marginal (penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi
dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri.
22
Oleh sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada
stroke iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal sebagai berikut :
Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi
nonneurologis:
1. Iskemia miokard akut
2. Edema paru kardiogenik
3. Hipertensi maligna (retinopati)
4. Nefropati hipertensif
5. Diseksi aorta
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali
pengukuran selang 15 menit :
1. Sistolik >220 mmHg
2. Diastolik >120 mmHg
3. Tekanan arteri rata-rata >140 mmHg
Pasien adalah kandidat trombolisit intravena dengan rt-PA dimana
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg
Dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta
(labetalol), penghambat ACE (kaptropil atau sejenisnya) atau
antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin atau sejenisnya)
penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh
maksimal 20% dari tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual
harus diberikan hati-hati dengan alat monitor kontinu sebab dapat
terjadi penurunan tekanan darah drastis. Oleh sebab itu, sebaiknya
dimulai dengan dosis 5 mg sublingual dan dapat dinaikkan menjadi
10 mg tergantung respon sebelumnya. Pada tekanan darah yang
sulit diturunkan, dengan obat diatas atau bila diastolik >140 mmHg
secara persisten maka harus di berikan natrium nitroprusid intravena,
50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan
kecepatan 3 ml / jam (10 mg/menit)dan dititrasi sampi tekanan darah
yang diinginkan.
Alternatif lain dapat di berikan nitrogliserin drips 10-20 ug/menit.
Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila
dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamin atau
dubotamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya.
4. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan
tanda klinis atau radiologis adanya infark hemisferik atau serebelum
23
yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernapasan , atau stroke
dalam evolusi.
5. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien
dengan infark serebelum yang luas.
6. Pertimbangkan scan resonansi magnetik pada pasien dengan stroke
vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata
pada CT scan.
7. Pertimbangkan pemberian heparin intervena di mulai dosis 800 unit/
jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20
ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada
kondisi berikut ini :
Kemungkinan besar stroke kardioemboli
Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis
Diseksi arteri
Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada pasien dengan infark
luas yang berhubungan dengan efek massa atau konversi /
transformasi hemoragik.
26
6. Pertimbangkan fenitoin (10-20mg/kgBB intravena, kecepatan maksimal
50mg/menit;per oral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat
kesadaran menurun.
7. Pertimbangkan terapi hipervolemik atau nimodipin untuk mencegah
vasospasme bila secara klinis, pungsi lumbal atau CT Scan menunjukkan
perdarahan subaraknoid akut primer.
((Dewanto,Sp.S, dr.George.dkk. 2009)
27
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN
B. SECONDARY SURVEY
28
mudah terkena stres psikologis berulangkali
sehingga beresiko 1,4 kali lebih tinggi terkena stroke.
31
Objective:TIK klien kembali normal, tidak ada sumbatan aliran darah ke otak
pada klien selama dalam perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 6 jam perawatan maka tingat kesadaran klien
kembali normal
Intervensi
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK
dan akibatnya
R/ Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
R/ Perubahan pada tekanan intracranial akan dapat menyebabkan resiko
untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neuroligis dengan GCS
R/ Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
Monitor tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, respirasi) dan hati-hati pada
hipertensi sistolik
R/ Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk dan mengejan berlebihan.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK dan intraabdomen. Mengeluarkan
napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
R/ Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada
tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemik
Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti : steroid, aminofel, antibiotika
R/ Terapi yang diberikan dengan tujuan :menurunkan permeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri, dan menurunkan metabolic sel/konsumsi dan
kejang
34
e) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Goal : Klien terbebas dari gangguan rasa nyaman: nyeri
Objectve : TIK klien akan kembali normal selama dalam perawatan
Outcomes : Dalam 1 x 6 jam perawatan, klien
Klien tidak akan mengalami nyeri kepala
Tidak akan ada ekspresi meringis, gelisah
Intervensi
a. Berikan informasi pada pasien untuk membantu meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Contoh alasan nyeri dan lamanya nyeri berakhir.
R/ Tindakan ini dapat mendidik pasien dan mendorongnya untuk mencoba
tindakan pengurang nyeri alternatif.
b. Minta pasien untuk menggunakan skala 1 sampai 10 untuk menjelaskan
tingkat nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri paling berat)
R/ untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri
pasien.
c. Lakukan tindakan kenyamanan untuk meningkatkan relaksasi, seperti
pemijatan, mandi, mengatur posisi.
R/ Tindakan tersebut mengurangi ketegangan atau spasme otot,
mendistribusikan kembali tekanan pada bagian-bagian tubuh, dan
membantu pasien memfokuskan pada subjek pengurang nyeri.
d. Observasi jenis dan tingkat nyeri pasien. Tentukan apakah nyerinya kronis
atau akut. Selain itu, kaji faktor yang dapat mengurangi atau
memperberat; lokasi, durasi, intensitas, dan kreakteristik nyeri; dan tanda-
tanda dan gejala psikologis.
R/ Pengkajian berkelanjutkan membantu meyakinkan bahwa penanganan
dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam mengurangi nyeri.
Dokumentasikan respons pasien terhadap pertanyaan anda dengan
bahasanya sendiri untuk menghindari interpretasi subjektif.
e. Tindakan pengobatan pertama adalah osmoterapi, tapi tidak boleh
digunakan sebagi profilaksis. Untuk mempertahankan gradien osmotik,
furosemid (10mg dalam 2-8jam) dapat diberikan secara terus-menerus
bersama dengan osmoterapi.
R/ Menurunkan TIK
f. Kontrol tekanan darah, pada fase akut tekanan darah tinggi tidak boleh
diturunkan lebih dari 20%
R/ Menurunakan TIK
Kolaborasi
35
g. Kolaborasi untuk pemberian analgesik yang dianjurkan untuk mengurangi
nyeri, bergantung pada gambaran nyeri pasien. Pantau reaksi yang tidak
diinginkan terhadap obat. Skitar 30 sampai 40 menit setelah pemberian
obat, minta pasien untuk menilai kembali nyerinya dengan skala 1 sampai
10.
R/ analgesik meredakan nyeri dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin. Karena prostaglandin menumpuk pada tempat jaringan
yang terluka sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri.
h. Diskusikan dengan klien dan bagian radioterapi mengenai penanganan
tumor yaitu dengan mengikuti terapi radiasi
R/ terapi radiasi dapat digunakan secara praoperatif untuk mengurangi
ukuran tumor.
36
R/ Melakukan penilaian terhadap kesalahan motorik,seperti pasien
mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutnya
f) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “ Sh” atau
“Pus”
R/ Mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari bicara.
g) Berikan metode komunikasi alternatif
R/ Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaannya.
h) Katakan secara langsung dengan pasien bicara perlahan dan dengan
tenang
R/ Menurunkan kebingungan selama proses komunikasi dan berespon
pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
i) Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
R/ Meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien
37
BAB 3
CONTOH KASUS
Tn, P berusia 60 tahun, pada tanggal 13 April 2014 masuk rumah sakit melalui IGD
pukul 11.40, didiagnosa menderita stroke iskemik dengan keluhan anggota gerak kanan
terasa kesemutan (parestesia), lemah setelah beraktifitas, bicara pelo sehari sebelum
MRS (masuk rumah sakit), kesulitan membuka mulut, kesulitan menelan, pusing, nafsu
makan menurun sejak 3 minggu yang lalu sebelum MRS dan berat badan berkurang
dari 58 kg menjadi 57 kg, lidah berat dengan pemeriksaan fisik tingkat kesadaran CM,
GCS 15 (E4 M6 V5), TD 180/100 mmHg, nadi 50x/menit, pernapasan 30x/menit, CRT >
3 detik, akral teraba dingin, adanya bunyi napas tambahan ronchi, penggunaan otot
bantu pernapasan, produksi sekret meningkat, membran mukosa pucat,pasien nampak
lelah. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan juga
memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi. Kebiasaan merokok dan hipertensi yang
diderita merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Pasien biasanya merokok 1
bungkus/hari, berhenti 10 hari sebelum pasien dirawat. Pasien juga memiliki kebiasaan
minum teh dan coffeemix.
PENGKAJIAN
SURVEY PRIMER
Airway: Peningkatan produksi sputum. Bunyi napas tambahan (ronkhi) pada klien
akibat peningkatan produksi sekret.
Penanganan: lakukan posisi hiperekstensi dan melakukan suction untuk
mengeluarkan sputum yang berlebihan.
Circulation: denyut nadi 50x/menit, suhu 36˚C, akral dingin, CRT > 3 detik, sianosis,
anggota gerak kanan terasa kesemutan.
38
Penanganan : hitung frekuensi denyut nadi, keteraturan denyut, besar volume
denyut, berikan cairan infus secara IV, berikan terapi antikoagulan sesuai advice
dokter.
SURVEY SECONDARY
Disability: , bicara pelo sehari sebelum MRS, pusing, lidah berat, kesadaran CM
Penanganan: -
Exposure : kesulitan membuka mulut, pusing, nafsu makan menurun, lidah berat.
Penanganan : pantau keadaan umum pasien secara ketat
Folley Chateter : -
Gastric tube : pasien kesulitan menelan makanan
Penanganan : pemasangan selang NGT (pemberian nutrisi melalui selang NGT)
ANALISA DATA
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
39
spinalis
Paralisis saraf IX, X, XII
Kesulitan dalam berbicara
Hambatan komunikasi
verbal
40
Diagnosa keperawatan :
Intervensi Keperawatan:
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
arteri ditandai dengan anggota gerak kanan terasa kebas, CRT > 3 detik,
sianosis,akral dingin
Goal : klien akan mempertahankan perfusi jaringan perifer selama dalam
perawatan.
Objective : klien tidak akan mengalami gangguan aliran arteri selama dalam
perawatan
Outcomes : dalam waktu 1 x 3 jam perawatan maka:
1) Anggota gerak kanan klien tidak terasa kebas
2) CRT < 3 detik
3) Akral hangat
4) Tidak sianosis
Intervensi
1. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang
penyebab ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
R/ Agar pasien dan keluarga dapat mengetahui dan ikut berpartisipasi aktif
dalam perawatan
2. Gunakan selimut katun tipis untuk menutup ekstermitas
R/ Tindakan ini mengisolasi dari dingin dan tidak menekan ekstermitas
41
3. Lakukan pemanasan lembap pada ekstermitas yang kebas sesuai
program
R/ Pemanasan lembap dapat membantu vasodilatasi, mengurangi
vasospasme, dan meningkatkan aliran balik vena
4. Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien semifowler/fowler
R/ untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstermitas bawah pasien
5. Kolaborasi dalam pemberian diet rendah lemak jenuh dan kolesterol
R/ untuk mengurangi resiko aterosklerosis yang akan menurunkan
sirkulasi dan perfusi jaringan perifer
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antikoagulan
R/ untuk mencegah trombus
7. Pantau profil pembekuan pasien
R/ sebagai pedoman dalam pemberian antikoagulan
8. Observasi frekuensi nadi perifer pasien
R/ Denyut nadi perifer yang dapat dipalpasi dan kuat mengindikasikan
aliran arteri yang baik
Intervensi :
a. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang penyebab
hambatan komunikasi verbal yang dialami oleh klien
R/ untuk meningkatkan peran aktif dari pasien dan keluarga
b. Dorong pasien untuk berbicara pelan dan berkonsentrasi pembentukan
kata dan suku kata. Dukung ia untuk berbicara lebih pelan dan keras, tanpa
berteriak
R/ untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih jelas dan mengurangi
perasaan frustasi
c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ Umpan balik membantu pasien merealisasikan dan memberi
kesempatan megklarifikasikan makna yang terkandung dalam ucapan
d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
e. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “ Sh” atau
“Pus”
R/ Mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen motorik dari bicara.
f. Berikan metode komunikasi alternatif
R/ Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaannya.
g. Katakan secara langsung dengan pasien bicara perlahan dan dengan
tenang
R/ Menurunkan kebingungan selama proses komunikasi dan berespon
pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
h. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
R/ Meninggikan suara dapat menimbulkan marah pasien
45
i. Observasi tipe / derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertiaan sendiri
R/ Dapat membantu menentukan daerah kerusakan serebral yang terjadi
j. Sediakan rujukan kepada ahli terapi wicara
R/ untuk menjamin kontinuitas perawatan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral, merupakan suatu gangguan
neurologis vokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada
pembuluh darah serebral (Price & Wilson 1994). Stroke dapat dibagi menjadi dua
yaitu stroke haemoraghi dan stroke non hemorrhagic. Stroke merupakan penyebab
kecacatan nomor satu di dunia dan peyebeb kematian nomor tiga di dunia. Dua
pertiga stroke terjadi di negara berkembang, pada masyarakat Barat 80% penderita
mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke
meningkat seiring pertambahan usia.
Faktor resiko dari stroke adalah hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes
melitus, merokok alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas. Tanda dan gejala
stroke kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak, gangguan
sensibilitas pada satrau atau lebih anggota badan, perubahan mendadak status
mental , afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami
ucapan , ataksia anggota badan, vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala
46
4.2 Saran
Dengan semakin meningkatnya kasus stroke di Indonesia diharapkan agar
masyarakat Indonesia dapat menyadari dan merubah pola kebiasaan makan dan
hidup lebih sehat. Disinilah peran perawat sebagai dalam memberikan pendidikan
kesehatan yang tidak hanya memberikan ilmu namun juga dapat mempengaruhi
masyarakat untuk merubah pola kebiasaan yang buruk menjadi lebih baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes :Neurologi edisi 8. Jakarta : Penerbit Erlangga
Wijaya, Andra.S dan Yessie M. Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer & Bare, 2002, “Keperawatan Medical Bedah”, Edisi 8, Volume 3, Jakarta :
EGC
Pudiastuti, Ratna Dewi, 2011, “ Penyakit Pemicu Stroke”, Yogyakarta: Medical Book
Mahdiana, Ratna, 2010, “ Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini”, Yogyakarta: Tora
Book
48