Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan


bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan
yang mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta
ditujukan kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang
sehat, keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care and
caring menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai
manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita ketahui manusia terdiri dari
berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem
neurobehavior (Potter & Perry, 2006).

Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya
tulang vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulangservikalis terdiri
dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera
pada bagain servikal akan mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma
servikal merupakan keadaan cidera pada tulang bekalang servikal dan medulla
spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, sublukasi atau frakutur vertebra servikalisdan
di tandai kompresi pada medulla spinal daerah servikal (Muttaqin, 2011).

Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika
serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus
dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa
muda.2 Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan
cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan
kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit
neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan
kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan
rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 /
pasien. Angka mortalitas  diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang
80% meninggal di tempat kejadian (Emma, 2011).

1
Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah
penyakit jantung, kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi
tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2%
karena multiple trauma. Insiden trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari
perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan
kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi
fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6
terutama pada usia dekade 3 (Emma, 2011).

Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal,


hipoventilasi, hiperfleksia autonomic, gangguanpada pernafasan, gangguan fungsi
saraf pada jari-jari tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher. Akibat atau
dampak lebih lanjut dari trauma servikal yaitu kematian.

Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna


mencengah komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang trauma servikal.

Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas masalah asuhan


keperawatan kegawatdaruratan dengan masalah trauma servikal.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Mengetahui Pengertian trauma leher dan Tulang belakang


2. Mengetahui etiologi trauma leher dan tulang belakang
3. Mengetahui manifestasi klinis trauma leher dan tulang belakang
4. Mengetahui patofisiologi / phatway trauma leher dan tulang belakang
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik trauma leher dan tulang belakang
6. Mengetahui penatalaksanaan trauma leher dan tulang belakang
7. Mengetahui kalsifikasi trauma servikal leher dan tulang belakang

C. TUJUAN

1. Tujuan umum

2. Tujuan Khusus

2
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. A dalam asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal.

b. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala


pada trauma servikal.

c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan


keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal.

d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan


keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal.

e. Mahasiswa mampu melakukan implementasiatau tindakan keperawatan dalam


rangka penerapan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal.

f. Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan


dalam asuhan keperawatankegawatdaruratan pada trauma serikal.

g. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada Asuhan

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal
dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal.
Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi
servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal
adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).

Tulang belakang adalah tulang yang memanjang dari jleher sampai


keselakangan. Tulang vertebrae terdari dari 33 tulang : 7 buah tulang servikal, 12
buah tulang torakal, 5buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus inter vertebrale
merupakan penghubung antara dua corpus vertebrae. Sistem otot ligamentum
membentuk jajaran barisan atau (aligment) tulang belakang dan memungkinkan
mobilitas vetebrae didalam susun tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-
syaraf, yang bila terjadi cidera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-
syaraf tersebut.

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai carvicalis, vertebralis dan


limbalis akibat trauma: jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga dan sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau
lebih tulang vertebral sehingga mengakibatkan defisit neurologi.

B. Etiologi

Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang


mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang
belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma
langsung tersebut dapat berupa :

4
1. Kecelakaan lalulintas

2. Kecelakaan olahraga

3. Kecelakaan industri

4. Jatuh dari pohon/bangunan

5. Luka tusuk

6. Luka tembak

7. Kejatuhan benda keras

C. Manifestasi Klinis

Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut :

1. Lesi C1-C4

Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada
gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut.
Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga
dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma
dermatom tubuh.

Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh
karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan,
mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan
ventilator mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara.
intermiten. pasien biasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.

2. Lesi C5

Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak


sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi

5
lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami
rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat
di angkat karena tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius.
setelah fase akut, refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasiada pada
daerah leher dan triagular anterior dari daerah lengan atas.

3. Lesi C6

pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan
edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi
dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep
dan otot brakhioradialis.

4. Lesi C7

Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis
yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja
refleks kembali.

Menurut Price, (2002 )menyampaikan manifestasi klinik pada fraktur adalah sebagai
berikut:

a. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

c. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.

d. Spasme otot

6
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

g. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.

i. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

j. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

D. Patofisiologi / Phatway

Kolumna vertebralis normal dapat menahan tekanan yang berat dan


mempertahankan integritasnya tampa mengalami kerusakan pada medula spinalis.
Akan tetapi, beberapa mekanisme trauma tertentu dapat merusak sistem pertahanan
ini dan mengakibatkan kerusakan pada kolumna vertebralis dan medula spinalis. Pada
daerah kolumna servikal, kemungkinan terjadinya cedera medula spinalis adalah 40%.
Trauma servikal dapat ditandai dengan kerusakan kolumna vertebralis (fraktur,
dislokasi, dan subluksasi), kompresi diskus, robeknya ligamen servikal, dan kompresi
radiks saraf pada setiap sisinya yang dapat menekan spinal dan menyebabkan
kompresi radiks dan distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal
(Price, 2009).

7
Pada cidera hiperekstensi servikal, pukulan pada wajah atau dahi akan
memaksa kepala kebelakang dan tidak ada yang menyangga oksiput dan diskus dapat
rusak atau arkus saraf mengalami kerusakan. Pada cidera yang stabil dan merupakan
tipe frakutur vertebra yang paling sering di temukan. Jika ligamen posterior robek,
cedera, bersifat tidak stabil dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan di
atas badan vertebra di bawahnya. Trauma servikal dapat menyebabkan cedera yang
komponen vertebranya tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum
tulang tidak rusak dan resiko biasanya lebih rendah (Muttaqin, 2011).

Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih
jauh dan perubahan strukturoseoligamentosa posterior (pedikulis, sendi permukaan,
arkus tulang posterior, ligamen interspinosa, dan supraspinosa), komponen
pertengahan (sepertiga bagian posterior badan vertebra, bagian posterior diskus
intervertebra, dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga
bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebra dan ligamen
longitudinal anterior) (Muttaqin, 2011).

Cedera spinal tidak stabil menyebabkan resiko tinggi cedera pada korda
sehingga menimbulkan masalah aktual atau resiko ketidakefektifan pola napas dan
penurunan curah jantung akibat kehilangnya kontrol organ viseral. Kompresi saraf
dan spasme otot servikal memberikan stimulasi nyeri. Kompresi diskus menyebabkan
paralisis dan respons sistemik dengan munculnya keluhan mobilisasi fisik, gangguan
defekasi akibat penurunan peristaltik usus, dan ketidak seimbangan nutrisi (Price,
2002).

Tindakan dekompresi dan stabilitas pada pascabedah akan menimbulkanport


de entree luka pascabedah yang menyebabkan masalah resiko tinggi infeksi. Selain
itu, tindakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan neuromuskular, yang
menimbulkan resiko trauma sekunder akibat ketidaktahuan tentang teknik mobilisasi
yang tepat. Kondisi psikologis karena prognosis penyakit menimbulkan respons
anastesi. Manipulasi yang tidak tepat akan menimbulkan keluhan nyeri dan hambatan
mobilitas fisik (Muttaqin, 2011).

8
E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:

1) Sinar X spinal

Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.

2) CT scan

Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.

3) MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.

4) Mielografi

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya


tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla
spinalis.

5) Foto rontgen torak

Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,


anterlektasis)

6) GDA

Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

F. Penatalaksanaan

MenurutENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :

1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.

9
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.

4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7)
dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member
lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.

5. Menyediakan oksigen tambahan.

6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.

7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.

8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi.

9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.

10. Berikan antiemboli

11. Tinggikan ekstremitas bawah

12. Gunakan baju antisyok.

13. Meningkatkan tekanan darah

14. Monitor volume infus.

15. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)

16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi
gejala bradikardi.

17. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.

18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.

19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord
: steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai
dari 8 jam setelah kejadian.

a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi


jika ada indikasi.

10
c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.

d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.

e. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).

f. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara


konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.

20. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

G. Komplikasi

Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :

a) Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending
pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor
dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi
penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.

b) Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya
cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi
komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.

c) Hipoventilasi

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas.

d) Hiperfleksia autonomic

Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,


bradikardi dan hipertensi.

11
12
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Triasi, Prioritas :

1. apakah pasien mengalami ancaman sehingga membutuhkan tindakan life


seafing, segera / sito / langsung
2. dapatkah tindakan terapi pasien ditunda

B. Pengkajian Teoritis

Menurut ENA, (2000) pengkajian pada pasien trauma servikal adalah:

a) Pengkajian primer

Data Subyektif

1) Riwayat Penyakit Sekarang

a. Mekanisme Cedera

b. Kemampuan Neurologi

c. Status Neurologi

d. Kestabilan Bergerak

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Keadaan Jantung dan pernapasan

b. Penyakit Kronis

Data Obyektif

1. Airway

Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga
mengganggu jalan napas

2. Breathing

13
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding
dada.

3. Circulation

Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba


hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang
mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)

4. Disability

Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan


sensasi, kelemahan otot.

5. Exposure

Adanya deformitas tulang belakang

Pengkajian Sekunder

1. Five Intervensi

Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi, CT


Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas, MRI untuk mengidentifikasi
kerusakan saraf spinal, foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru,
sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)

2. Give Comfort

Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak

3. Head to Toe

a. Leher :Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera

b. Dada  :Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan,


pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan
interkosta akibat cedera spinal

14
c. Pelvis dan Perineum :Kehilangan control dalam eliminasi urin dan
feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

d. Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau


quadriparesis/quadriplegia

e. Inspeksi Back / Posterior Surface

f. Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang.

b) Diagnosa

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan


dispnea,terdapat otot bantu napas.

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran


darah.

3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular


ditandai dengan paralisis dan paraplegia pada ekstremitas.

5. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik


ditandai dengan kehilangan kontrol dalam eliminasi urine.

6. Risiko decera berhubungan dengan penurunan kesaradaran.

c) Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERI INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATA A HASIL
N
1. Pola napas tidak Setelah diberikan 1.Pantau ketat 1.Perubahan
efektif tindakan keperawatan tanda-tanda vital pola nafas dapat

15
berhubungan selama 2x15 menit, dan pertahankan mempengaruhi
dengan diharapkan pola napas ABC. tanda-tanda vital
hiperventilasi pasien efektif dengan
2.Monitor usaha 2.Pengembangan
ditandai dengan kriteria hasil:
pernapasan dada dan
dispnea,terdapat
a.Pasien melaporkan pengembangan penggunaan otot
otot bantu napas.
sesak napas berkurang dada, keteraturan bantu
pernapasan nafas pernapasan
b.Pernapasan teratur
bibir dan mengindikasikan
c.Takipnea tidak ada penggunaan otot gangguan pola

d.Pengembangan dada bantu pernapasan. nafas.

simetris antara kanan 3.Berikan posisi 3.Mempermudah


dan kiri semifowler jika ekspansi paru.

e.Tanda vital dalam tidak ada kontra 4.Stabilisasi


batas normal (nadi 60- indiksi. tulang servikal.
100x/menit, RR 16-20 4.Gunakan servikal
5.Oksigen yang
x/menit, tekanan darah collar, imobilisasi
adekuat dapat
110-140/60-90 mmHg, lateral kepala,
menghindari
suhu 36,5-37,5 oC) meletakkan papan
resiko kerusakan
f.Tidak ada di bawah tulang jaringan
penggunaan otot bantu belakang.
napas. 5.Berikan oksigen
sesuai indikasi

2. Perfusi jaringan Setelah dilakukan 1.Atur posisi 1.Untuk


perifer tidak efektif tindakan keperawatan kepala dan leher mempertahankan
berhubungan selama 3x5 menit untuk mendukung ABC dan
dengan diharapkan perfusi airway (jaw thrust). mencegah terjadi
penyumbatan aliran jaringan adekuat. Jangan memutar obstruksi jalan
darah atau menarik leher napas
Kriteria hasil :
ke belakang
2.Meningkatkan
a.Nadi teraba kuat (hiperekstensi),
aliran balik vena
b.Tingkat kesadaran mempertimbangka

16
composmentis n pemasangan ke jantung
intubasi nasofaring.
c.Sianosis atau pucat 3.Stabilisasi
tidak ada 2.Tinggikan tulang servikal
ekstremitas bawah.
d.Nadi Teraba lemah, 4.Mencukupi
terdapat sianosis, 3.Gunakan servikal kebutuhan
collar, imobilisasi oksigen tubuh
e.Akral teraba hangat
lateral kepala, dan oksigen juga
f.CRT < 2 detik meletakkan papan dapat

g.GCS 13-15 di bawah tulang menurunkan


belakang. terjadinya
h.AGD normal
sickling
4.Sediakan oksigen
dengan nasal  canul 5.Perubahan
untuk mengatasi tanda-tanda vital
hipoksia seperti
bradikardi akibat
5.Ukur tanda-tanda
dari kompensasi
vital.
jantung terhadap
6.Awasi penurunan
pemeriksaan AGD fungsi
hemoglobin

6.Penurunan
perfusi jaringan
dapat
menimbulkan
infark terhadap
organ jaringan
3. Nyeri akut Setelah dilakukan 1.Kaji PQRST 1.Pengkajian
berhubungan tindakan keperawatan pasien. yang tepat dapat
dengan gangguan selama 3 x 15 menit membantu dalam
2.Pantau tanda-
neurologis. diharapkan nyeri memberikan
tanda vital
pasien dapat berkurang intervensi yang
dengan kriteria hasil : 3.Berikan analgesic tepat.

17
a.Tanda-tanda vital untuk menurunkan 2.Nyeri bersifat
dalam batas normal nyeri. proinflamasi
(Nadi 60-100 x/menit), sehingga dapat
4.Gunakan servikal
(Suhu 36,5-37,5), mempengaruhi
collar, imobilisasi
( Tekanan Darah 110- tanda-tanda
lateral kepala,
140/60-90 mmHg), vital.
meletakkan papan
(RR 16-20 x/menit)
di bawah tulang 3.Analgetik
b.Penurunan skala belakang. dapat
nyeri( skala 0-10) mengurangi
nyeri yang berat
c.Wajah pasien tampak
(memberikan
tidak meringis       
kenyamanan
pada pasien)

4.Stabilisasi
tulang belakang
untuk
mengurangi
nyeri yang
timbul jika
tulang belakang
digerakkan

18
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya
tulang vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulangservikalis terdiri
dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera
pada bagain servikal akan mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma
servikal merupakan keadaan cidera pada tulang bekalang servikal dan medulla
spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, sublukasi atau frakutur vertebra servikalisdan
di tandai kompresi pada medulla spinal daerah servikal (Muttaqin, 2011).

Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang Adalah sebuah struktur


lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang
belakang. Di antara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang
rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57
sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah di antaranya
adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang (Syaifuddin,
2009).

19
DAFTAR PUSTAKA

H. Nurbaiti Iskandar. Prof, Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorokan, Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia, Hlm 366 dan hlm 411.

Marilynn E. Doenges/ Mary Frances Moorhouse/ Alice C. Geisler, Rencana Asuhan


keperawatan ( Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien ), Buku kedokteran EGC Edisi 3, Hlm 205 – 210, Tahun 2000.

R. Syamsu Hidayat dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Buku kedokteran EGC Edisi 2,
Hlm 489.

20

Anda mungkin juga menyukai