Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

I. TUJUAN PERCOBAAN 2

II. TEORI DASAR 2

Profil Farmakokinetika.............................................................................................................................2
Farmakodinamik......................................................................................................................................5
Faktor yang mempengaruhi kerja obat: 6

III. ALAT dan BAHAN 8

IV. PROSEDUR KERJA 8

V. HASIL PERCOBAAN 9

TABEL PERLAKUAN MENCIT JANTAN......................................................................................................10


TABEL PERLAKUAN MENCIT BETINA......................................................................................................11
TABEL VARIASI KELAMIN MENCIT..........................................................................................................12
GRAFIK MULAI TIMBULNYA EFEK...........................................................................................................12
GRAFIK LAMANYA EFEK.........................................................................................................................13
VI. PEMBAHASAN 13

VII. KESIMPULAN 15

VIII. DAFTAR PUSTAKA 15

1
I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai pemberian obat.

2. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.

3. Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian


obat terhadap efeknya.

4. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan

II. TEORI DASAR


Diazepam (Farmakope Indonesia edisi ketiga 1979;hal 211)

Sinonim: 7-klor 1-3 dihidro 1-metil 5-fenil 2H 1,4 benzoldiazepin 2-on.

Rumus molekul: C16H13ClN2O

Berat molekul: 284,74

Diazepam mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak


lebih dari 101% C16H13ClN2O dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan.

Profil Farmakokinetika
http://yosefw.wordpress.com/2008/03/26/metabolit-aktif-diazepam/

Absorpsi: Jika digunakan untuk mengobati ansietas atau gangguan tidur, hipnotik-sedatif
biasanya diberikan peroral. Benzodiazepin merupakan obat-obat basa lemah dan diabsorpsi
sangat efektif pada PH tinggi yang ditemukan dalam duodenum. Kecepatan absorpsi
benzodiazepine yang diberikan per oral berbeda tergantung pada beberapa factor termasuk
sifat kelarutannya dalam lemak.

Distribusi: Transpor hipnotik sedative didalam darah adalah proses dinamika dimana
banyaknya molekul obat masuk dan meninggalkan jaringan tergantung pada aliran darah,
tingginya konsentrasi, dan permeabilitas. Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8
dan DMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 - 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi secara
luas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI.

Biotransformasi: Metabolisme hati yang bertanggung jawab terhadap pembersihan atau


eliminasi dari semua benzodiazepine. Beberapa produk metabolismenya bersifat aktif sebagai
2
depresan SSP. Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam &
oksazepam.

Ekskresi: Metabolit benzodiazepine dan hipnotik-sedatif lain yang larut dalam air
diekskresikan terutama melalui ginjal.

Diazepam diabsorpsi dengan cepat secara lengkap setelah pemberian peroral dan puncak
konsentrasi dalam plasmanya dicapai pada menit ke 15-90 pada dewasa dan menit ke-
30 pada anak-anak. Perbedaan jenis kelamin juga harus dipertimbangkan. Bioavailabilitas
obat dalam bentuk sediaan tablet adalah 100%. Range t1/2 diazepam antara 20-100 jam
dengan rata-rata t1/2-nya adalah 30 jam. Metabolisme utama diazepam berada di hepar,
menghasilkan tiga metabolit aktif. Enzim utama yang digunakan dalam metabolisme
diazepam adalah CYP2C19 dan CYP3A4. N-Desmetildiazepam (nordiazepam) merupakan
salah satu metabolit yang memiliki efek farmakologis yang sama dengan diazepam, dimana
t1/2-nya lebih panjang yaitu antara 30-200 jam. Ketika diazepam dimetabolisme oleh enzim
CYP2C19 menjadi nordiazepam, terjadilah proses N-dealkilasi. Pada fase eliminasi baik
pada terapi dosis tunggal maupun multi dosis, konsentrasi N-Desmetildiazepam dalam
plasma lebih tinggi dari diazepam sendiri. N-Desmetildiazepam dengan bantuan enzim
CYP3A4 diubah menjadi oxazepam, suatu metabolit aktif yang dieliminasi dari tubuh
melalui proses glukuronidasi. Oxazepam memiliki estimasi t1/2 antara 5-15 jam. Metabolit
yang ketiga adalah Temazepam dengan estimasi t1/2 antara 10-20 jam. Temazepam
dimetabolisme dengan bantuan enzim CYP3A4 dan CYP 3A5 serta mengalami konjugasi
dengan asam glukuronat sebelum dieliminasi dari tubuh.

3
Diazepam secara cepat terdistribusi dalam tubuh karena bersifat lipid-soluble, volume
distribusinya 1,1L/kg, dengan tingkat pengikatan pada albumin dalam plasma sebesar
(98-99%). Diazepam diekskresikan melalui air susu dan dapat menembus barier plasenta,
karena itu penggunaan untuk ibu hamil dan menyusui sebisa mungkin dihindari. Di dalam
tubuh embrio bahan metabolit tersebut berpotensi menginhibisi neuron, meningkatkan pH di
dalam sel, dapat bersifat toksik. Dengan terinhibisinya neuron maka akan terganggu pula
transfer neurotransmiter untuk hormon-hormon pertumbuhan, sehingga mengakibatkan
pertumbuhan embrio yang lambat. Dengan pH yang tinggi mengakibatkan sel tidak dapat
tereksitasi, sehingga kerja hormon pertumbuhan juga terganggu yang akhirnya pertumbuhan
janin juga terganggu. Pada trimester pertama masa kehamilan merupakan periode kritis maka
bahan teratogen yang bersifat toksik akan mempengaruhi pertumbuhan embrio, bahkan dapat
mengakibatkan kematian janin.Efek samping ringan Diazepam dapat terjadi pada
konsentrasi plasma mencapai 50-100μg/L, tetapi ini juga tergantung pada sensitivitas
setiap individual. Efek anxiolitik terlihat pada penggunaan secara long-term dengan
konsentrasi 300-400μg/L. Diazepam ini tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang
panjang (tidak boleh lebih dari 3 bulan), karena berakibat buruk bagi tubuh penderita. Hal ini
mungkin dapat disebabkan karena t1/2 diazepam yang cukup panjang, ditambah lagi
t1/2 N-Desmetildiazepam yang lebih panjang yaitu, 2 kali t1/2 Diazepam. Hal ini
berarti setelah konsentrasi diazepam dalam tubuh habis untuk menghasilkan efek,
masih dapat dihasilkan efek bahkan sebesar 2 kalinya yang diperoleh dari N-
Desmetildiazepam sebagai metabolit aktif diazepam. Ditambah lagi persentase
metabolit yang terikat protein dalam plasma (97%), lebih sedikit daripada prosentase
diazepam yang terikat protein plasma (98%-99%). Oleh karena itu penggunaan diazepam
dalam terapi pengobatan harus ekstra berhati-hati, yaitu perlu dipertimbangkan adanya efek
yang ditimbulkan oleh metabolit aktif Diazepam, untuk itu mungkin perlu dilakukan kontrol
terhadap konsentrasi diazepam dan metabolitnya dalam plasma.

4
Farmakodinamik
(Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC)

 Mekanisme kerja:
Pengikatan GABA (asam gama aminobutirat) ke reseptornya pada membrane sel akan
membuka salutan klorida, meningkatkan efek konduksi korida. Aliran ion klorida yang
masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang
letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepin terikat pada sisi
spesifik dan berafinitas tinggi dari membrane sel, yang terpisah tetapi dekat reseptor
GABA. Reseptor benzodiazepine terdapat hanya pada SSP dan lokasinya sejajar
dengan neuron GABA. Peningkatan benzodiazepine memacu afinitas reseptor GABA
untuk neurotransmitter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan
lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat
letupan neuron. (Mycek, 2001) Diazepam bekerja pada reseptor di otak yang disebut
reseptor GABA. Hal ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter yang disebut GABA
di dalam otak.

Neurotransmiter merupakan bahan kimia yang disimpan dalam sel-sel saraf di otak dan
sistem saraf. Mereka yang terlibat dalam transmisi pesan antara sel saraf. GABA adalah
neurotransmitter yang berfungsi sebagai alami 'saraf-menenangkan' agen. Ini membantu
menjaga aktivitas saraf di otak seimbang, dan terlibat dalam mendorong kantuk,
mengurangi kecemasan dan relaksasi otot.
Sebagai diazepam meningkatkan aktivitas GABA dalam otak, meningkatkan efek
menenangkan dan hasil dalam kantuk, penurunan kecemasan dan relaksasi otot.
 Efek terhadap organ
a. Sedasi: Sedasi dapat didefinisikan sebagai penurunan respons terhadap tingkat
stimulus yang tetap dengan penurunan dalam aktivitas dan ide spontan.
Perubahan tingkah laku ini terjadi pada dosis efektif hipnotik sedative yang
terendah.
b. Hipnotis: Berdasarkan definisi, semua hipnoik sedative akan menyebabkan tidur
jika diberikan pada dosis yang cukup tinggi.
c. Anastesi: Benzodiazepin tertentu, termasuk diazepam dan midazolam telah digunakan
secara intravena dala anastesi. Benzodiazepin yang digunakan dalam dosis tinggi
sebagai pembantu untuk anastesi umum, bisa menyebabkan menetapnya depresi
respirasi pasca anastesi. Hal ini mungkin berhubungan dengan waktu paruhnya yang
relative lama dan pembentukan metabolit aktif.
d. Efek antikonvulsi: Kebanyakan hipnotik sedative sanggup menghambat
perkembangan dan penyebaran aktivitas epileptiformis dalam susunan saraf pusat.
Ada sejumlah selektivitas pada obat tertentu yang dapat menimbulkan efek
antikonvulsi tanpa depresi susunan saraf pusat yang jelas sehingga aktivitas fisik dan
mental relative tidak dipengaruhi. Diazepam mempunyai kerja selektif yang
berguna di klinik untuk menanggulangi keadaan bangkitan kejang.
e. Relaksasi otot: Benzodiazepin merelaksasi otot volunter yang berkontraksi pada
penyakit sendi atau spasme otot.
f. Efek pada fungsi respirasi dan kardiovaskular: Pada dosis terapeutik dapat
menimbulkan depresi pernapasan pada penderita paru obstruksi.

Faktor yang mempengaruhi kerja obat:


Faktor fisiologik (biofarmasetik.pdf)

I. Perbedaan spesies, member perbedaan pada

a) Reaksi biotransformasi yang disebabkan oleh perbedaan sistem


enzimatik dan jenis reaksi transformasi

b) Perbedaan karakter air kemih (pH) yang berpengaruh pada jalur


ekskresi xenobiotika

II. Faktor Individu

a. Umur: Bayi baru lahir, anak-anak, dewasa, dan manula

b. Jenis kelamin
Pengaruh fisiologis dari hormon steroid ovarium dalam menghambat efek
benzodiazepin tentang kemampuan menghindar dan aktivitas motorik. Alasan untuk
risiko yang lebih tinggi pada wanita mungkin multi-kausal termasuk yang terkait
dengan perbedaan gender dalam farmakokinetik, farmakodinamik, pharmacogenetics,
dan faktor imunologi hormonal serta perbedaan dalam penggunaan obat oleh
perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

c. Morfotife (perbedaan ukuran fisik dan volume kompartemen)


menyebabkan perbedaan distribusi dan akumulasi obat

d. Kelainan genetic
e. Kehamilan

f. Keadaan Gizi

g. Ritme Biologik

Faktor Patologik (biofarmasetik.pdf); Perbedaan disebabkan oleh fungsi organ yang


terganggu.

I. Faktor penghambat dan penurunan efek obat:

a. Gangguan dalam penyerapan di saluran cerna karena adanya perubahan transit,


pengeluaran getah lambung, dan keadaan mukosa usus

b. Penurunan absorpsi parenteral akibat penurunan laju aliran darah (perifer dan sentral)

c. Peningkatan eliminasi zat aktif melalui ginjal karena: alkalosis atau asidosis

II. Faktor penghambat dan peningkat efek obat:


a. Peningkatan penyerapan karena terjadi kerusakan membran pada tempat kontak

b. Kelainan penyakit yang dapat meningkatkan penyerapan obat melalui sawar darah
otak „pada meningitis terjadi peningkatan kadar zat aktif di cairan sefalo-rakhidien“

c. Insufisiensi Hati

d. Insufisiensi Ginjal

e. Gangguan pada sistem endokrin berakibat pada penekanan laju reaksi biotransformasi
III.ALAT dan BAHAN
Alat :

- Spuit injeksi dan jarum


- Keranjang mencit
- Alat timbangan
- Kapas
- Stopwatch
Bahan :

- Diazepam dosis 15 mg/kgBB dengan konsentrasi 5mg/ml


- Alkohol
- Mencit jantan 1 ekor
- Mencit betina 1 ekor

IV. PROSEDUR KERJA

1. Diambil 2 ekor mencit dari kandang, 1 ekor jantan dan 1 ekor betina.
2. Ditimbang masing-masing mencit, beri tanda yang berbeda untuk jantan dan betina.
3. Dihitung VAO untuk mencit jantan dan betina untuk memperhitungkan volume
diazepam yang akan diberikan dengan dosis 15 mg/kg BB.
4. Dibersihkan jarum suntik dengan alkohol dan kapas.
5. Diazepam diinjeksikan pada mencit jantan dan betina dengan cara pemberian: oral,
subkutan, intra muscular, intra peritoneal, dan intra vena.
6. Diamati dan catat waktu serta perubahan perilaku yang terjadi pada mencit jantan dan
betina.

Dosis diazepam 5 mg/kg BB


Hewan Jenis BB (kg) VAO (ml)
kelamin

Mencit Jantan 0,028 0,028 kg x 15 mg/kg = 0,084 ml

5 mg/ml

Mencit Betina 0,021 0,021 kg x 15 mg/kg = 0,063 ml

5 mg/ml

V. HASIL PERCOBAAN

Jantan sebelum disuntik sesaat setelah disuntik mulai efek sedasi


betina sebelum disuntik sesaat setelah disuntik mulai efek sedasi
TABEL PERLAKUAN MENCIT JANTAN

MENCIT JANTAN
Mencit BB (kg) Rute Dosis Pengamatan
Pemberian (VAO) t respon – t respon hilang
1 28gram Subkutan 0,08 ml 0’ Masih normal, gerak lincah
3’ Diam, gerakan mulai
lambat
4’ Gerakan tidak
terkoordinasi
20’ Penurunan motorik, diam
saja walapun diberi
rangsangan
24’ Tidak bergerak walaupun
badan diguling-gulingkan
33’ Memberi perlawanan bila
diberi rangsangan
37’ Mulai berjalan lambat lagi
51’ Mencit mengantuk, mata
sayup
53’ Mencit tertidur
1 jam 30’ Mencit bangun
TABEL PERLAKUAN MENCIT BETINA

Mencit BB (kg) Rute Dosis (VAO) Pengamatan


Pemberian t respon – t respon hilang
2 21 gr Subkutan 0,06 ml 0’ Masih normal
4’ Masih bergerak, tapi
sempoyongan
20’ Mulai diam, tapi di beri
rangsang sentuhan masih
gerak
33’ Diam, di beri rangsang
sentuhan tidak bergerak (efek
sedasi)
51’ Hilangnya efek sedasi, mulai
gerak lambat
1 jam 3’ Mulai noral kembali
TABEL VARIASI KELAMIN MENCIT
*Keterangan :
Kelompok Hewan Rute Waktu Waktu Lama Efek
Timbul Efek Hilang Efek
I 1 Intravena 2’ 21’ 19’
2 15’ 28’ 13’
II 1 Intraperitoneal 11’.36” 22’.17” 10’.41”
2 17’.31” 31’.46” 14’.15”
III 1 Subkutan 20’ 33’ 13’
2 33’ 51’ 18’
IV 1 Intramuskular 4’.4” 36’ 31’.56”
2 3’ 33’ 30’
V 1 Intraperitoneal 11‘ 1Jam 16’ 65’
2 14’ 1Jam 8’ 54’
VI 1 Intramuskular 6’.45” 30’.30” 25’.15”
2 17’.32” 41’.02” 24’.28”
1 = mencit jantan

2 = mencit betina

GRAFIK MULAI TIMBULNYA EFEK


GRAFIK LAMANYA EFEK

VI. PEMBAHASAN
Pemberian obat pada hewan uji yaitu pertama melalui intravena, subkutan,
intraperitoneal, dan intramuscular. Pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu
dengan menyuntikkan obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah dilihat dan
dapat membuat obat langsung masuk kepembuluh darah). Kedua dengan cara intraperitoneal
(injeksi yang dilakukan pada rongga perut, dimana posisi kepala mencit lebih rendah dari
abdomennya dan jarum disuntikkan dengan membentuk sudut 10 derajat dengan abdomen,
agak menepi dari garis tengah untuk menghindari terkenanya kandung kencing dan jangan
terlalu tinggi agar tidak mengenai hati). Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat
pada daerah tengkuk tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit) yang terakhir adalah dengan
cara intramuscular yaitu dengan menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha
atau lengan atas tepatnya pada otot paha posterior tapi jangan terlalu dalam.
Berdasarkan data pengamatan, ternyata efek obat diazepam terhadap mencit jantan
dan betina terdapat perbedaan. Pada mencit jantan efek timbulnya diazepam cepat terlihat
dibandingkan pada mencit betina. Hal ini sesuai dengan teori pengaruh fisiologis pada mencit
betina yang mengandung hormon steroid ovarium dapat menghambat efek benzodiazepin
tentang kemampuan menghindar dan aktivitas motorik, metabolisme obat diazepam juga
dapat diturunkan oleh adanya hormone estrogen dan progesterone sehingga mencit jantan
akan memperlihatkan efek yang lebih cepat.
Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok, diperoleh onset dan durasi yang berbeda.
Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian obat. Durasi adalah waktu
lamanya efek sampai efek obat tersebut hilang. Dilihat pada grafik timbulnya efek dimana
mencit jantan memperlihatkan efek paling cepat terutama pada rute pemberian intravena
yaitu 2 menit karena obat langsung beredar ke pembuluh darah, dilanjutkan dengan rute
pemberian pada intramuskular yaitu 6 menit, intraperitoneal 11 menit dan paling lambat
diperlihatkan pada rute pemberian subkutan yaitu 20 menit tetapi pada kelompok 4 melalui
rute pemberian intramuskular mencit betina lebih cepat memperlihatkan efek lebih cepat.
Pada tabel perlakuan mencit jantan dan betina memperlihatkan pada tikus jantan
terjadi efek sedativ dan hipnotik sedangkan pada tikus betina hanya terjadi efek sedativ.
VII. KESIMPULAN
1. Diazepam secara farmakodinamika akan menghambat aktivitas susunan saraf
pusat (SSP) dengan efek utamanya adalah sedativ, hipnotis, relaksasi otot, dan
anti konvulsan.
2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa diazepam lebih cepat dimetabolisme
pada mencit jantan daripada mencit betina. Hal ini disebabkan pengaruh
fisiologis pada mencit betina yang mengandung hormon steroid ovarium dapat
menghambat efek benzodiazepin tentang kemampuan menghindar dan
aktivitas motorik, metabolisme obat diazepam juga dapat diturunkan oleh
adanya hormone estrogen dan progesterone sehingga mencit jantan akan
memperlihatkan efek yang lebih cepat.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program Studi Farmasi FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

http://yosefw.wordpress.com/2008/03/26/metabolit-aktif-diazepam/

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI; hal 211
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

EKSPERIMEN-EKSPERIMEN LANJUTAN

PENGARUH JENIS KELAMIN TERHADAP EFEK DIAZEPAM

KELOMPOK 3
Disusun Oleh :
 Bayyinah
 Dwiyanti Atmajasari
 Irfan Taufik
 Maria Ulfa
 Putri Setyo Rini
 Sinthi Ayesha
FARMASI IV A

Program Studi Farmasi


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
April 2010

Anda mungkin juga menyukai